-Lima Hari di Musim Panas-
.
.
.
A little Naruto FanFiction from me
Special present for : Four Guardians.
Rated T, Family and Drama
.
Naruto belongs to Masashi Kishimoto
.
No copycat, of stories and (maybe) my OCs, please!
.
AU, (maybe) OOC, multiple kind of pairing, an absurd story idea/theme, several characters' name changed, 2nd PoV used, etc.
.
DON'T LIKE? I BEG YOU DON'T READ, PLEASE.
.
Satu.
Bukan lagi meja makan yang penuh seperti dua tahun yang lalu, ataupun orang-orang yang menyambutmu ramah ketika kau pulang sekolah yang kini kau temui. Sepi, senyap, hanya terdengar suara Jangkrik dan beberapa serangga musim panas di halaman belakang rumahmu.
Bahkan sepertinya angin pun sedang enggan menyapamu –biasanya dengan menggoyangkan lonceng-lonceng angin itu, malang sekali kau. Dan kau hanya terdiam, membalas semua senyap dengan kesenyapan yang tak kalah menyesakkan.
Kemana semuanya? Kemana semua tawa riang itu? Kemanakah perginya tiap lantun merdu nyanyian adikmu –yang biasanya kau tak mau mengakuinya? Entahlah. Kau tak tahu, merekapun tak tahu.
Melangkah perlahan, meresapi segenap atmosfer yang aneh dan membuatmu pusing. Mendongak sejenak, melangkah lagi. Satu anak tangga, dua anak tangga, tiga anak tangga... sembilan, sepuluh, sebelas, dan kau sampai pada bordesmu –kau sebut demikian karena tepat dihadapannya adalah pintu kamarmu yang masih sama saja seperti saat kau berumur sepuluh, hanya pudar yang samar di beberapa tempat yang membedakannya dengan lima tahun yang lalu itu.
Bunyi kayu yang mulai rapuh beradu dengan lantai kayu dingin dibawahmu mengisi kesunyian yang ada –menimbulkan sebuah bunyi tak koheren yang terdengar seperti 'krieet' pelan-, memecahkan kaca tipis disekelilingmu yang tak kasat mata.
Manik safirmu melihat keadaan kamar –masih saja berantakan, dengan komik-komik yang berserakan, dengan gantungan yang dipenuhi oleh pakaian-pakaian kotor, dengan berlembar-lembar kertas yang sudah tak berbentuk lagi –entah apa yang kau lakukan hingga bentuknya menjadi tak layak dipandang begitu-, dengan segala kerumitan yang ada sejak awal.
Tak kau hiraukan semua itu, kembali sepasang tungkaimu mengayun langkah menuju ranjang berseprei biru muda dengan motif mangkuk-mangkuk kecil yang dipenuhi oleh Ramen.
Kau rebahkan tubuh lelahmu diatasnya, sembari menghirup napas dalam –kau lelah dengan segalanya, sungguh.
Hingga sebuah bunyi pintu dibuka dan ditutup menghampiri indra pendengaranmu, menyadarkanmu dari lamunan singkat yang hampir menggiringmu pada alam bawah sadar. Kau mendengarkan dengan seksama namun tanpa keinginan, dan kini terdengar suara ketukan sepasang tapak kaki yang menaiki tangga –oh, itu dia adikmu, Uzumaki Sakura.
Mata kembali terpejam, menyembunyikan permata sewarna langit cerahmu dalam naungan kelopak mata, membiarkan serangkaian spektrum warna yang menari-nari datang dan dilatari oleh kegelapan.
Kau terbuai oleh angin sepoi beraroma khas rerumputan yang terbakar di musim panas yang masuk melalui jendela di seberang ranjangmu –kau tak ingat kapan membukanya, atau mungkin lupa menutupnya sejak pagi tadi.
-satu dengkuran halus menjadi pertanda bahwa kau telah hanyut dalam alam mimpi.
.
Terbangun dengan bahu dan leher yang sakit bukanlah sebuah opsi yang akan dipilih atau diterima oleh kebanyakan orang dengan senang hati –terutama ketika pikiran dan tubuh sedang berada dalam situasi yang tidak baik.
Merilekskan sedikit syaraf-syaraf dan otot, lalu beranjak turun dari ranjang. Rasanya tubuhmu lengket sekali sebangun dari tidur siang tadi –yah, inilah musim panas, kawan, apalagi jika kau tertidur dan tak memanfaatkan pendingin ruangan dengan semestinya. Mandi adalah pilihan pertama yang langsung melintas di otakmu.
.
"Kakak, saatnya makan malam." Setelah sebuah pemberitahuan itu semuanya kembali sepi. Hanya denting alat makan yang sayup-sayup terdengar dari lantai bawah. Tidak ada bunyi televisi menyala dengan musik latar ala opera sabun yang disukai ibu dan adikmu ataupun rayuan-rayuan gombal yang biasanya akan dilancarkan ayahmu –dan biasanya akan disambut dengan sebuah jitakan manis atau ciuman pantat penggorengan yang penuh cinta dari ibumu itu.
Kau menuruni anak-anak tangga, kau hitung, masih saja sebelas –tentu saja, apa yang kau harapkan?
Menarik sebuah kursi dengan bunyi derit pelan yang terdengar cukup nyaring dalam suasana sesepi itu. Dan-
-ah, lagi-lagi hanya kaulah yang bersiap menyantap hidangan-hidangan itu di meja makan sesuai etika yang seharusnya berlaku. Suara televisi menyala meyakinkanmu bahwa adik perempuanmu itu makan di salah satu sofa di ruang keluarga –hal yang dilarang dalam keluargamu, sebenarnya. Namun apalah pedulinya, toh ayah dan ibu sedang tak ada, begitulah jalan pikir adik manismu.
.
Ting tong.
"Sakura, bukakan pintunya!"
Ting tong.
"Heei, Sakura-chan*?!"
Ting tong, ting tong.
"Haahh... Ya, ya, tunggu sebentar," kau ucapkan itu dengan nada kesal –seperti biasa, adikmu menulikan diri dan lebih memilih bermesraan dengan ponselnya daripada membantumu.
Kau buka pintu, melihat siapa yang sedaritadi menekan bel rumah –dan kau dapati empat orang dengan wajah oriental, rambut hitam dan kulit pucat nyaris seperti vampir –satu ayah, satu ibu, dan dua anak lelaki, tebakmu. Satu-satunya wanita dalam rombongan itu tersenyum manis, di tangannya adalah sebuah nampan yang ditutupi oleh sehelai lap makan kotak-kotak.
"Konbanwa(1)," ucap lelaki tertua dengan sebuah bungkukan badan –salam resmi.
Kau mengangguk dan membalas dengan sapaan sopan yang sama.
"Kami keluarga Uchiha yang baru saja pindah rumah," kata si wanita sembari menunjuk sebuah rumah bergaya Jepang di sebelah rumahmu, "kami berharap kita bisa menjadi tetangga yang baik. Silahkan," lanjutnya dan ia menyodorkan nampan tadi kepadamu.
Kau tersenyum santun, dan mempersilahkan mereka masuk. Kau bimbing mereka berempat menuju ruang tamu dan menyilahkan mereka untuk mendudukkan diri sementara dirimu pamit sejenak untuk menyiapkan suguhan yang pantas.
.
"Jadi, Naruto, kemanakah orangtuamu? Apa kau hanya tinggal sendiri di rumah ini?"
Kau terdiam. Mendongak, memasang segurat senyum dan berkata, "Mereka sedang dalam tugas di Luar Negeri, aku hanya tinggal dengan adikku saat ini, hahaha. Tapi semuanya baik-baik saja, kami melewati setiap hari dengan santai dan bahagia, hehehe," sebuah cengiran lebar mewarnai wajah rupawanmu –sesuatu yang kau kira dapat menutupi keadaan hatimu yang sebenarnya, well, itu memang berhasil pada mereka (terbukti dari senyum mafhum yang mereka lontarkan) –namun kau tak cukup lihai untuk menangkap satu kilatan penuh makna dari sepasang permata jelaga yang sedari awal menaruh perhatian pada dirimu.
Ya, kau tak tahu bahwa pemuda sebayamu tengah berusaha menyingkap semua kabut kepalsuan dari manik langitmu yang dikitari awan-awan kelabu.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
Footnote(s) :
*-chan : adalah suffik atau honorific yang biasa digunakan di Jepang untuk memanggil seseorang yang sudah akrab dengan diri kita, diimbuhkan di bagian belakang nama. Banyak digunakan untuk perempuan dan anak-anak.
(1) Konbanwa : selamat malam (Japanese)
A/N : Halo! Dengan saya, chiko-silver lady yang kini berganti nama akun menjadi Mmerleavy Ellesmerea
Still, you can call me Chi, Chiko or Mmerl. Saya adalah pendatang baru di kancah FanFiksi Naruto Indonesia, jadi, salam kenal semuanya!
Oke, ehm, saya membuat FanFiksi ini untuk Four Guardians, sebagai suatu... err, persembahan dan mungkin coughhadiahcough.
Mengapa? Karena saya mengagumi mereka, menghargai setiap usaha mereka untuk membenahi karya yang dianggap kurang benar. Banyak author yang mengeluh akan kehadiran kelima author ini, mengeluh mengenai review-review mereka yang menyakitkan, menusuk, apapun itu.
Satu hal, saya nggak keberatan dengan keberadaan Four Guardians lho ._.
Malah saya senang, ada orang-orang yang baik hati mau mengoreksi, itu artinya mereka memperhatikan dan ingin menjadikan karya kita menjadi lebih baik, kan? Saya suka cara mereka memberi concrit, kata-kata mereka cukup sopan, penuh etika, walau sedikitnya menusuk, tapi bagi saya itu adalah penempaan untuk mental yang bagus. Seperti kata mereka, jika kita protes atau membantah dengan menggunakan alasan yang... gitulah yah, berarti kita adalah author yang lemah dan tidak punya rasa tanggung jawab akan karya kita sendiri.
Sebaliknya, menurutku, kita yang terkena concrit dari mereka-mereka itu seharusnya mulai menerapkan prinsip Talk Less Do More, membenahi karya kita, memperbaiki dengan sesuatu yang memang sudah seharusnya, dan menunjukkan bahwa kita bukanlah sampah yang nggak bisa apa-apa...
Kita seharusnya bisa menangkap tujuan baik mereka, dengan membuktikan bahwa kita bisa berubah dan menjadi lebih baik seperti arahan mereka. Tapi, jangan asal diserap saja semuanya, pemilahan juga sangat diperlukan. Ambillah concrit mereka yang memang diperlukan, dan buanglah jika terlalu menyakitkan, jangan terlalu diambil hati. Yang penting adalah bagaimana kita dapat menyikapi tanggapan yang datang dan mempertanggungjawabkan karya-karya kita sepenuhnya dan menunjukkan kualitas dan/atau kemampuan kita yang sebenarnya pada khalayak ._.
Untuk keempat Shikigami dan Fay-sama, jika kalian membaca cerita saya ini, saya sangat berharap anda-anda sekalian mau memberikan review berupa concrit atas karya ini. Saya yakin banyak kesalahan yang saya buat disini, dan sebisa mungkin saya ingin memperbaikinya sekaligus belajar menjadi seorang penulis yang baik.
Furthermore, saya memiliki sebuah permohonan. Bagaimana jika kalian membuka line Private Message di FFn ini? Agar setidaknya author-author yang ingin menjadi lebih baik bisa mendapatkan akses untuk diskusi dengan kalian (yang saya lihat sudah sangat mumpuni dalam bidang tulis-menulis) –saya yakin banyak yang ingin berdiskusi ataupun mendapat bimbingan, termasuk saya.
Err, baiklah, racauan saya banyak banget ya? Saya akhiri disini, terimakasih sudah mau membaca, jika ingin meluangkan waktu untuk mereview, saya akan sangat berterimakasih. Sampai jumpa di chapter selanjutnya, minna~!
Regards,
Chiko or Mmerl.
