Seorang merah duduk terdiam di tangga akses menuju atap sekolah. Kedua tangannya senantiasa mengepal, tanpa peduli sekarang sudah seputih apa ruas jarinya. Matanya mendelik nyalang menyeramkan pada siapa pun yang lewat dan memperhatikannya.
"Itu ketua OSIS yang baru, bukan?"
—jleb.
Sebuah gunting merah darah menancap ke tembok tanpa ada rasa kasihan. Dua orang siswi yang tadinya memperhatikan si merah, segera tancap gas daripada jadi korban cincang gunting. Merah itu kembali melanjutkan acara merenungnya.
Bagaikan nelangsa seribu tahun, ia menusuk-nusukkan gunting merah tersayangnya ke pintu atap. Menyedihkan, layaknya jomblo yang tak punya pasangan di hari kasih sayang. Ah, andai saja ia tidak menyeramkan...
—jleb. Jleb. Jleb.
Tusukan guntingnya entah sudah sampai yang keberapa. Tak kuat menahan siksa, si pintu akhirnya membuka. Membuat si merah dapat sedikit melihat apa yang ada di baliknya.
Meski merah itu berkepribadian cukup tidak pedulian, namun ternyata ia dikalahkan rasa penasaran. Tangannya membuka pintu itu agar ia bisa melihat keadaan di baliknya lebih lebar.
—tunggu.
Sedang apa anak itu di situ?
.
.
Diary OSIS SMA Teikou
Halaman Satu
Disclaimer:
Kuroko no Basuke (C) Fujimaki Tadatoshi
Warning:
Mungkin OOC, mungkin ada shonen-ai, hati-hati pair nyempil, humor garing, AR
.
.
.
"Akashicchi~" pekik gembira seorang pirang yang baru saja memasuki sebuah ruangan. Sebelah tangannya memangku sebuah kotak yang diperkirakan bekas tempat tisu, sebelahnya lagi menggaet seorang biru muda yang wajahnya merah karena kehabisan napas.
Sang terpanggil, seorang pemuda berambut merah dengan mata lain warna, tidak perlu menoleh karena sudah hapal betul dengan suara cempreng si kuning yang seakan kelebihan gula. "Ada ada, Ryouta? Kau tak perlu sampai teriak begitu, aku tidak tuli."
—Ketua OSIS SMA Teikou, Akashi Seijuurou. Usia enam belas tahun, kelas satu. Keahlian: mencincang dengan gunting.
"Furihatacchi barusan kabur lagi, Akashicchi," lapor si pirang sembrono. Biru muda yang digandengnya melepaskan genggaman, lalu menggosok kepalanya yang jadi sandaran dagu pirang itu. Terkekeh, si kuning melempar senyum pada sang langit. "Hehe, maaf ya Kurokocchi. Nanti aku traktir vanilla shake, deh," sembari memasang senyum lima jari.
Sebuah dengusan menginterupsi. Tahu sudah dicueki Akashi, si pirang kelebihan gula tadi menatap sang pelaku dengusan. Tangan berperban di seluruh jemari kiri menaikkan kacamata, yang sebenarnya sama sekali tidak turun maupun bergeser. "Menurut Oha-Asa, hari ini Scorpio mendapat peringkat dua dari bawah, Sagitarius berada di peringkat teratas. Lucky item untuk masing-masing adalah boneka kelinci dan kacamata."
—Wakil ketua OSIS SMA Teikou, Midorima Shintarou. Usia enam belas tahun, kelas satu. Keahlian: mempercayai ramalan zodiak dan primbon seratus persen.
"Huee, Midorimacchi, bantu aku, dong~" rengek pirang itu sembari merangkul tangan si hijau. Dengan tsundere, Midorima mendengus dan pura-pura tidak mendengar rengekannya. Sang biru langit yang terabaikan, menatap sedih kedua pemuda dengan rambut warna-warni itu.
Mendadak, Kise seperti merasa ada aura hitam yang mengumpul tepat di sampingnya. Dan benar saja, si biru langit yang sudah menunduk sedih sembari mengepalkan tangan. "Ryouta-kun. Mati."
—Sekretaris OSIS SMA Teikou, Kise Ryouta. Usia enam belas tahun, kelas satu. Keahlian: meniru tanda tangan milik orang lain dengan sempurna tanpa cacat.
Kita doakan saja nasib Kise agar selamat dunia dan akhirat. Semoga jika ia tidak diterima di bumi, biarkan ia diterima di Padang Mahsyar.
"Kise-chin, bangun..." permintaan bernada malas dari seorang titan—ups, maaf, murid raksasa berambut ungu. Tangan kirinya berusaha membangunkan Kise dari alam khayal akhirat, dan sebelah tangannya lagi menggamit sekantong keripik kentang ukuran ekstra.
—Bendahara OSIS SMA Teikou, Murasakibara Atsushi. Usia enam belas tahun, kelas satu. Keahlian: memakan cemilan tanpa henti, sebanyak apa pun.
Entah siapa dan bagaimana ada seseorang yang memasukkan Murasakibara ke dalam jajaran OSIS, jadi bendahara lagi. Mungkin orang itu tidak tahu kadar malas si rambut ungu yang jauh di atas rata-rata, dan kebiasaan ngemilnya yang luar biasa. Atau orang tersebut agak rada-rada gila? Atau—
—nyet.
Pret, bunyi absurd macam apa itu?
"SAKIIIT!" jeritan tak manusiawi menggema di penjuru ruang OSIS. Beberapa orang yang beruntung —seperti Akashi— sudah siap sedia dengan kapas yang disumpal di telinga. Sisa-sisanya yang belum beruntung, hanya pasrah menerima segala yang terjadi di alam semesta.
Sebuah kaki berlapis celana panjang seragam Teikou terangkat dari tubuh mulus Kise, si pelaku menatap ke bawah tanpa dosa sambil garuk kepala. "Oh, maaf Kise, aku tak tahu kau ada di situ. Aku kira keset, jadi main injak saja," ujarnya gampang.
—Ketua Seksi Keamanan OSIS SMA Teikou, Aomine Daiki. Usia enam belas tahun, kelas satu. Keahlian: menyembunyikan majalah dewasa di berbagai tempat tanpa ketahuan.
"Yo, Tetsu!" sapa Aomine sambil dadah-dadah. Semua mata yang awalnya memperhatikan kemalangan Kise, kompak tertuju pada salah satu sudut ruangan OSIS yang bobrok dan debunya tebal minta ampun. Plis, ini ruang OSIS atau kamar mayat? Tidak ada yang mau bersihkan.
Yang disapa hanya mengangguk sembari balas menyapa, "selamat pagi, Aomine-kun."
—Ketua Seksi Kekeluargaan OSIS SMA Teikou, Kuroko Tetsuya. Usia enam belas tahun, kelas satu. Keahlian: menghilang.
Bagi yang berniat untuk bertanya mengapa hanya keahlian Kuroko yang paling normal, mohon jangan ditanya. Bagaimanapun, orang-orang yang masuk jajaran OSIS SMA Teikou tahun ini memang tidak ada yang normal.
Baik secara harfiah, maupun kiasan.
"Ngomong-ngomong, Ryouta. Kau benar saat melihat Kouki kabur?" tanya sang ketua sembari meraih gunting dari saku seragamnya. Bergidik, si kuning mengangguk patah-patah, antara tak mau dan pasrah menerima segala nasib yang menimpanya hari ini.
Dari seberang, seorang hijau menggumam penuh keseriusan. "Hmph, itulah akibatnya kalau kau tidak mempercayai Oha-Asa. Sudah kubilang lucky item Gemini hari ini adalah kipas bergambar wajah idola, kau tidak membawanya. Salah sendiri."
Mata Kise mendelik sebal pada si hijau yang dengan tsundere-nya sedang menaikkan kacamatanya. "Midorimacchi gimana, sih? Buat apa aku beli kipas bergambar wajah idola, kalau aku sendiri membawa wajah idola tiap hari!" kata Kise, sedikit narsis.
"Hoo, aku baru tahu kau ternyata punya muka, Kise," sahut nista dari pemuda berperangai paling nista, Aomine, si dim yang entah kenapa terlihat ganteng waktu main basket. Kuroko tersenyum tipis, Aomine tertawa nista, Akashi berusaha menahan kekehan, Midorima pasang muka datar—tapi sebenarnya sedang menahan tawa—, Murasakibara lanjut makan.
"Aominecchi jahat ssu!"
.
.
.
Sementara anak-anak OSIS sedang berada dalam naungan Akashi, seorang cokelat meringkuk sendirian di dalam sebuah bilik toilet. Ia tidak keluar dari sana selama puluhan menit, terhitung dari jam istirahat yang sudah dimulai tadi siang.
"Mungkin jam pelajaran kelima sudah dimulai," ia menggumam seorang diri, yang sebenarnya berakibat fatal. Dalam hening, pemuda itu memainkan ponselnya, memeriksa pesan atau telepon masuk.
Tidak ada yang masuk.
'Yes!' ia memekik tertahan. Tidak ada pesan atau telepon masuk dari siapa pun hari ini, berarti ketua OSIS menyeramkan itu belum menyadari kalau ia kabur. Yah, memang sudah rahasia umum bagi OSIS, kalau anggota mereka yang satu ini memang hobi kabur, biar tidak bertemu dengan raja absolut gunting berdarah, Ketua OSIS, Akashi Seijuurou.
Piiiip.
Terlonjak, ponsel si cokelat hampir saja terlempar dari tangannya. Jika saja ia tidak langsung menangkapnya, bisa dipastikan benda itu terhempas ke lantai keramik dan berakhir mengenaskan, hancur berkeping-keping.
Gawat, itu tanda pesan masuk. Bersiaplah, Nak. Akashi sekarang pasti sudah sadar.
From: Akashi-san
To: Kouki
Aku tahu kau kabur, Kouki. Kembali ke Ruang OSIS sekarang juga, atau aku akan membuatmu merasakan goresan indah dari guntingku.
Hiii. Ia bergidik ngeri. Meskipun hanya pesan, tidak cukup mengurangi aura-aura iblis yang menaungi setiap perkataannya. Akashi Seijuurou memang benar-benar titisan iblis berkedok manusia ganteng berambut merah.
Pemuda yang tersebut sebagai Kouki itu membuka bilik toilet pelan-pelan. Kalau sudah seperti ini, sih, ia harus segera tancap gas ke Ruang OSIS, karena kemana pun ia akan kabur lagi, Akashi pasti akan menemukannya. Sudah pengalaman.
Duh, siapa sih orang rese yang melapor kalau dia kabur?
[Di ruang OSIS sana, seorang pirang bersin. "Uhh, sepertinya ruangan ini mulai berdebu lagi ssu..."]
Bilang saja kalau OSIS kekurangan orang untuk membersihkan ruangan yang berdebu tebal dan bikin orang bersin setiap kali masuk. Akashi kan bisa mengancam seseorang atau menyewa orang untuk membersihkannya, dia menakutkan dan kaya!
Piiiip. Ponsel Kouki berbunyi kembali.
From: Akashi-san
To: Kouki
OSIS memang kekurangan tenaga tambahan dalam hal kebersihan ruangan, makanya aku memanfaatkanmu untuk membersihkannya. Hanya kau laki-laki yang berjiwa kebersihan di sekolah ini.
Ya, tepat sekali. OSIS memang kumpulan orang-orang tidak normal, dan jorok. Mungkin Midorima memang menyukai kebersihan, namun itu hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Untuk lingkungan? Sori la yaw, dia bukan pembantu.
Ngomong-ngomong, Akashi itu benaran titisan iblis! Dari mana dia tahu isi hati Kouki yang entah di mana sedangkan dia juga entah di mana?
Ketika pintu terbuka, sepasang kaki sudah standby dengan ganteng di depan bilik toilet di mana Kouki bersembunyi. "Akashi... san..." sekuat daya dan karsa, pemuda cokelat ini tidak berani menatap mata lain warna Akashi, yang sekarang terlihat berkali-kali lipat lebih menakutkan dari biasanya.
"Aku sudah bilang, Furihata Kouki," si merah memulai. Suaranya yang khas dan tak begitu berat itu sukses mengirim Kouki ke jurang terdalam. "Di mana pun kau sembunyi, aku akan selalu bisa menemukanmu. Perkataanku adalah..."
"A... absolut..." Kouki menjawab sambil tersenyum pahit, sangat menyedihkan.
Akashi membalas dengan senyum manis, yang berefek menyeramkan. Ditariknya tangan si cokelat agar bisa cepat keluar dari toilet laki-laki yang jorok dan bau ini. Beuh, entah karena apa Kouki suka sembunyi di sini, padahal dia cinta kebersihan.
"Hmph, untung saja Kouki cepat ketemu, sampah botol vanilla shake Tetsuya dan kemasan kosmetik Ryouta sudah bertumpuk di sudut ruangan. Mau dibersihkan, mau suruh siapa? Bersihkan sendiri, nanti aku kehilangan wibawa."
Mata kucing si cokelat berkedip satu kali, merasakan keringat dingin tangan kirinya yang digenggam Akashi. "Akashi-san ternyata lumayan tsundere juga, ya," komentarnya polos, dan tanpa dosa.
"Kau barusan bilang apa, Kouki?" ucap Akashi dengan senyum termanis di bibirnya. Sekali lagi, senyuman itu berefek menyeramkan, lihat saja gunting merah darah yang bertengger manis sekali di tangannya.
—ckris.
Glek. Kouki kicep sambil senyum kecut, bagaikan menelan air jeruk nipis tanpa kecap apalagi gula. "T-tidak ada apa-apa, Akashi-san," ia berucap penuh genderang ketakutan yang bertalu-talu di dada. Melawan Akashi Seijuurou sama dengan siap masuk neraka.
.
.
.
"Ini sudah yang kelima kalinya dalam dua minggu, Kouki," suara sang ketua OSIS berambut merah itu seakan menggema di kepala si cokelat. Terduduk dalam diam, si cokelat menggaruk pipinya, menghindari tatapan maut Akashi yang seakan mau membunuhnya.
"A-apanya yang sudah lima kali... Akashi-san?" tanya Furihata Kouki polos tanpa dosa. Sekuat tenaga berusaha agar wajahnya tampak senormal mungkin, padahal sebenarnya ia sudah sangat ketakutan. Bisa dilihat dengan keringat dingin yang mengalir di pelipisnya.
Akashi menghela napas, seperti seorang ayah yang sedang menceramahi anaknya. Jauh-jauh di belakang, anggota —absurd—OSIS yang lain duduk berkumpul mengeliling membentuk lingkaran. Berdoa bersama-sama—kalau perlu tahlilan—agar nasib si cokelat manis selamat dari maut yang sepertinya akan diciptakan Akashi bersama guntingnya.
Furihata melirik kumpulan pelangi itu dengan ekor matanya, penasaran. "Kouki, kau sudah tahu apa maksudku," seketika membuat Furihata kembali menghadap si merah. Gunting merah darahnya bersarang indah di tangan.
'Aku mau pulang... Ibu... tolong aku...' batinnya menjerit meminta pertolongan. Akashi benar-benar menyeramkan, apalagi dengan tatapan tajam seperti sekarang.
"Tidak bisa ditahan, Akashi-san..." katanya sangat pelan. Sangat pelan sampai hanya ia dan Akashi yang mendengarnya. "Mau diapakan juga, aku mendengar sendiri kalau tersentuh, memang seperti itu.." kilahnya demi menyelamatkan diri dari gunting sakti Akashi.
Si merah menggeram tanpa suara. Memang bukan salah sang cokelat kalau memang terdengar sendiri, tapi mau ditaruh di mana muka gantengnya ini kalau isi hatinya sampai terbongkar? Apalagi kalau ke seluruh sekolah, hanya karena kecerobohan anggota manis ini yang dengan seenaknya berkomentar polos mengenai pikirannya.
Haa, Akashi baru saja menyadari ia memiliki anggota yang lumayan merepotkan.
Baru saja merah itu ingin melontarkan kalimat selanjutnya, seseorang menepuk bahunya. "Sudahlah, Aka-chin. Furi-chin kan tidak sengaja," yang ternyata adalah titan tukang makan, Murasakibara. Tangan besarnya kemudian tergerak untuk mengelus surai cokelat susu Furihata, "jangan sedih, Furi-chin. Nanti aku kasih jajan, oke?"
Mata berpupil kucing itu mengerjap sebentar, sebelum kemudian mengangguk perlahan. Furihata lalu menggeser tangan si raksasa, meyakinkan tukang jajan itu kalau ia baik-baik saja.
"Furi-chin kasihan sekali, setiap hari dimarahi Aka-chin. Aku ingin memberinya sekotak maiubou, tapi aku juga tidak rela maiubou-ku berkurang."
Seulas senyum lahir di wajah manis si cokelat. "Tidak apa-apa, Murasakibara. Kau tidak perlu memberiku maiubou, semuanya untukmu saja," ia dapat melihat sedikit kilatan gembira di wajah si ungu, yang tanpa diberi tahu pun semua mengerti.
Anggota OSIS yang sudah selesai kumpul langsung bergabung dengan ketiga orang itu. Seorang berambut biru terang, Kuroko, tiba-tiba saja muncul di samping Furihata tanpa suara, yang untung saja disadari oleh yang bersangkutan karena tangan si biru tersentuh oleh jemari sang cokelat.
"Akashi-kun keras sekali pada Furihata-kun."
Raut wajah Akashi seketika mengeras. Ia mendengus perlahan dengan tampang begitu kesal, entah karena apa. Gunting yang hampir ia keluarkan dari saku kembali disimpannya karena suasana yang tidak memungkinkan. Khh, anggota-anggotanya ini benar-benar merepotkan, tapi entah kenapa mereka sangat kompak.
Ya, jelas saja kompak. Ancamannya saja cincang dengan gunting.
"Ini salah kalian berdua, Akashi-kun, Furihata-kun," ucap Kuroko tiba-tiba. Furihata yang sudah menyangka Kuroko akan membelanya, mendadak mengulum senyum pahit sebab ternyata si biru langit tak bertindak sesuai perkiraannya.
Memang salahnya, sih. Tapi itu kan tidak sengaja, masa dirinya juga harus disalahkan? Salahkan kemampuannya dong!
Akashi, yang tadinya sudah menyimpan gunting, dikeluarkannya lagi. "Hoo, kau berani menentangku, Tetsuya?" menyahut dengan senyum kalem namun tetap tak mengurangi eksistensi hawa hitam yang ada di belakangnya. Tak lupa tambahan gunting yang digerak-gerakkan oleh tangan kanan.
Tanpa takut, Kuroko Tetsuya mengedipkan mata. "Kemampuan Furihata-kun adalah rahasia OSIS, karena itulah sebisa mungkin kita harus menutupinya, atau seluruh sekolah akan panik. Akashi-kun, kau salah karena terlalu menyalahkan, mengatur, dan menggunakan Furihata-kun."
'Plis, Kuroko/Kuro-chin/Tetsu/Kurokocchi, yang terakhir itu ambigu banget!' sisa anggota nista OSIS yang lain membatin penuh kekompakan. Oh, sungguh perasaan persahabatan yang tak akan terlupakan.
Pandangan si biru beralih pada mata Furihata yang bergidik tak nyaman.
"Furihata-kun, kau salah karena sudah kabur. Juga karena seenaknya berkomentar mengenai isi hati Akashi-kun setelah membacanya."
Furihata ingin sekali memprotes, tapi tak bisa. Gunting Akashi yang kini beralih menggantikan posisi sang biru muda untuk bicara.
—ckris. Itu tandanya si merah setuju. Entah dari mana pengertian yang sebenarnya tak jelas tadi, yang pasti semuanya tahu saja.
"Aku tidak membaca, aku hanya mendengarnya..." Furihata Kouki berlirih, sembari menunduk.
—Anggota OSIS SMA Teikou, Furihata Kouki. Usia enam belas tahun, kelas satu. Keahlian: membaca—mendengar— pikiran orang yang disentuhnya.
Tbc.
A/N:
Lah, ini apaan? Bukannya lanjutin fic yang lain malah publish fic MC baru, gunting saya #beneran digunting
Rencananya ini akan dibuat dengan konsep 'fic absurd kegiatan Kisedai+Furi sebagai anak-anak OSIS dalam menyelesaikan masalah para siswa'. Jadi, karena unsur pentingnya adalah; menyelesaikan masalah para siswa, maka —rencananya—akan ada beberapa kasus absurd dari para siswa, yang sebenernya malah tidak ada hubungannya sama sekali dengan sekolah #dilemparin
Yah fic ini juga tema dasarnya ngambil dikit dari sebuah manga shoujo yang pernah saya baca. Judulnya saya udah lupa, pokoknya itu manga sangat koplak dibumbui romens antara para siswa dan anggota OSIS itu sendiri.
Adakah yang sudah membuat fic seperti ini? Jika ada, apakah lebih baik fic ini dihapus saja?
Review?
