Prihatin deh dengan jumlah fanfic hatsune twin yang cuma dikit. Wajar sih, namanya juga Mikuo cuma karakter rekaan, gender bendingnya Miku. Tapi, aku suka sama dia, yang paling kusuka dari semua karakter gender bendernya Vocaloid. Jadi, ditulis deh fanfic ini, semoga menambah inspirasi para Voca-lover

Ceritanya sedih banget nih, sebenarnya ini saduran dari konsep awal cerita buat Kagamine Twins, tapi setelah dirombak ternyata lebih cocok buat Hatsune Twins. Pada dasarnya aku suka yang kembar sih.

Settingnya adalah di masa depan, Miku dan Mikuo adalah Vocaloid.

Warning: Gender bender, OOC, hints for twincest (?).

Disclaimer: Vocaloid jelas bukan punyaku, tapi kalau Mikuo sih gak tahu punya siapa


Unknown Twin Brother

Pernahkah kau bertanya alasan kenapa kau hidup/ada?

Kebanyakan orang tidak pernah memikirkannya, namun sebagian orang sering memikirkannya. Orang-orang yang merasa hidupnya tidak berarti. Bahkan termasuk sesosok Vocaloid di perusahaan terkemuka Cypton Future Media. Vocaloid gagal yang tak dikenal siapapun.

Semua yang suka Vocaloid pasti mengenal perusahaan Crypton, perusahaan yang sukses mengeluarkan berbagai Vocaloid yang begitu apik dan memukau.

Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa Crypton sering bermasalah dalam menciptakan Vocaloid dengan gender pria. Entah apa alasannya, entah karena bank suara yang sulit didata atau memang pasar lebih menyukai Vocaloid perempuan?

Salah satunya adalah Hatsune Mikuo, sebuah Vocaloid gagal buatan Crypton. Hampir tak ada yang tahu tentangnya, bahkan para pekerja Crypton sendiri hanya segelintir orang saja yang tahu tentang Mikuo. Dilihat dari namanya juga, semua orang tahu bahwa Mikuo adalah Vocaloid gender bender dari sang diva Vocaloid, Hatsune Miku.

Ya, itu benar, ia memang sosok "Miku yang lain" tapi ia kini tak lebih dari seorang "Vocaloid gagal" dimata yang mengetahui tentang dirinya.

Bahkan Miku sendiri pun tak pernah tahu tentang Mikuo.

Tapi, kini, Mikuo sebenarnya ada, dia hidup. Meski ia masih tidak mengerti kenapa ia hidup.

Hari ini pun seperti itu. Vocaloid berambut teal pendek itu terbangun dari tidurnya di kamarnya yang sempit di pojok perusahaan Crypton yang besar. Sinar matahari yang masuk dari jendela membuatnya silau dan dengan sedikit lemas ia bangkit dari tempat tidurnya yang kecil. Ia meregangkan tubuhnya sedikit dan beranjak dari tempat tidur.

Di mulai lagi hari yang lain.

Mikuo membuka piyamanya yang agak lusuh dan membuka lemari bajunya. Ia tidak punya banyak baju, bahkan lebih tepatnya ia hampir tidak punya baju. Ia mengambil sesetel seragam dengan kemeja putih garis hitam dan celana hitam. Ia memakainya, tidak memperdulikan bahwa seragam itu agak lusuh. Apa boleh buat, ia hanya punya dua seragam, yang satunya sedang dilaundry sekarang.

Ia berbalik dan menatap cermin, merapikan rambutnya sedikit namun ia segera berdecak dan berpaling.

Ia paling tidak suka bercermin.

Karena wajah bagian kanannya rusak. Kulitnya terkelupan dan terbakar, sedikit memperlihatkan mesin di balik kulit putih itu, serta bagaimana bola matanya tidak memiliki kelopak sehingga seperti bola mata monster yang melotot. Siapapun yang melihatnya selalu melonjak.

Ia mengambil kain perban yang ada lusuh dan melilitkannya secara asal untuk menutupi wajahnya yang rusak, hanya sekitar mata kanannya saja. Ia puas melihat perban sudah terpasang, ia terlihat lebih baik sekarang.

Mikuo pun segera mengambil topi dan siap untuk bekerja sekarang.

Namun, sebelum keluar dari kamarnya ia berbalik untuk melihat sebingkai foto yang ia letakan di atas meja kecil di kamarnya. Foto sang diva Vocaloid, Hatsune Miku, yang sedang tersenyum bak malaikat.

Senyum tipis hadir di bibir Mikuo yang pucat.

"Ohayo," gumamnya dengan nada serak, seakan ia sedang terkena radang tenggorokan akut. Ia kembali meletakkan foto itu di atas meja dan keluar dari kamarnya.

Sebenarnya pekerjaan macam apa yang dilakukan oleh Mikuo? Pasti tak ada yang menyangka. Ia bekerja sebagai cleaning service di Crypton. Dengan perban di wajahnya, ekspresi datar dan topi yang selalu membayangi wajahnya, tak pernah ada yang mengira bahwa ia adalah Vocaloid, yang gagal.

Ia tak bisa menyanyi, bank suaranya rusak total sehingga ia hanya bisa mengeluarkan suara serak yang tak enak didengar. Bahkan Mikuo sendiri pun tak suka suaranya, karena itu ia jarang bicara.

Ia hanya dikenal sebagai cleaning service pendiam dan penyendiri oleh orang-orang.

Kenapa ia bekerja sebagai cleaning service? Ia sendiri tak begitu mengerti. Tapi, menurut professor wanita yang menghidupkannya untuk pertama kali mengatakan, "seharusnya kamu bersyukur kamu aku hidupkan, mudah saja bagi kami untuk melenyapkan produk gagal sepertimu."

Karena itulah, kini Mikuo bekerja sebagai tukang bersih-bersih, satu-satunya pekerjaan yang bisa ia lakukan.

Jujur saja, ia tidak begitu suka pekerjaannya. Upahnya kecil, resiko pekerjaan lumayan tinggi, perawatan seadanya. Tubuh Mikuo compang-camping karena banyak terluka namun tidak diperbaiki seperti semula.

'Mungkin ia akan terus bekerja sampai ia rusak' begitulah pikir Mikuo.

Tapi, Vocaloid tanpa arti seperti Mikuo pun memiliki semangat hidup, meski hanya sedikit.

"Ah gawat! Aku telat!" pekik Mikuo. Ia segera mempercepat membersihkan gudang yang merupakan bagiannya, lalu kemudian lari keluar, meninggalkan semua peralatan pembersihnya. Itu tak penting sekarang, ia bisa mengambilnya lagi nanti.

Ia berlari sepanjang lorong, berhati-hati agar tidak menarik perhatian orang dan berbalik menuju tangga. Ia menaiki tangga dengan cepat, meski kakinya terasa sakit karena akhir-akhir ini terlalu banyak dipakai bekerja, ia tidak peduli.

Senyumnya merekah saat ia sampai di lantai yang ia inginkan, ia memperlambat langkahnya dan bersandar pada dinding. Di seluruh lantai ini sedang menggema sebuah lagu yang indah, nyanyian yang senantiasa membuat Mikuo tersenyum. Nyanyian Hatsune Miku, saudara kembarnya.

Pada pagi hari di jam ini, semua Vocaloid akan berlatih menyanyi untuk mengetes bank suara mereka. Mikuo selalu menyempatkan diri untuk datang dan mendengarkan nyanyian Miku.

Tentu ia mendengarkan dari luar ruangan latihan vocal, ia tidak berani masuk. Ia hanya berani bersandar pada dinding lorong yang jaraknya agak jauh namun suara Miku masih terdengar olehnya.

Itu saja sudah cukup.

Mikuo menutup matanya, membayangkan Miku yang sedang menyanyi di benaknya. Suaranya yang indah membuat dadanya hangat. Seakan semua beban dan penderitaannya selama ini hilang terhapus oleh alunan lembut sang Vocaloid itu.

Indahnya…

Ia sampai sekarang tak percaya, bahwa dirinya yang lusuh dan buruk seperti ini adalah saudara kembar Hatsune Miku itu.

Meski warna rambutnya memudar, kulitnya pucat dan tubuhnya compang-camping seperti ini, masih terlihat kalau ia memang saudara kembar Miku.

Seandainya saja….

Seandainya saja Mikuo bisa menemui Miku.

Seandainya saja ia bisa melihat senyum gadis itu secara langsung.

Hanya itu yang inginkan, tidak lebih dari itu.

IoI

Setelah seharian bekerja, setelah diberi perawatan seadanya lalu mandi, Mikuo kembali berpulang ke kamarnya yang kecil dan sempit. Ia tidak bisa meronta untuk mendapatkan kamar yang lebih luas, ia seharusnya sudah senang bisa mendapatkan kamar untuk ditinggali seorang diri daripada beramai-ramai bersama para robot pekerja yang lainnya.

Dengan masih memakai baju cleaning service, ia kembali ke kamarnya. Tak ada yang menyambutnya ia kamarnya yang kecil, namun Mikuo sudah terbiasa, malah ia tidak akan terbiasa bila ada yang menyambutnya.

Ia melepaskan topinya dan duduk di tempat tidurnya. Lelah sekali, tubuhnya masih terasa sakit tapi apa boleh buat, Vocaloid memang bukan robot pekerja yang tak punya rasa sakit.

Mikuo beralih memandang bingkai foto dan beberapa poster kecil yang terpasang di dinding kamarnya. Semuanya menampilkan Hatsune Miku yang sedang menyanyi ataupun tersenyum. Rambutnya berwarna teal panjang dan berkilau, dikuncir dua tinggi-tinggi, tampaknya begitu lembut seperti dapat melayang tertiup angin. Senyum yang manis, pipinya yang kemerahan, matanya yang bulat dan bersinar. Miku benar-benar cantik, lebih cantik dari Luca menurut Mikuo. Tidak ada yang lebih cantik dari dia.

Bahkan meski Mikuo tak pernah bertemu Miku secara langsung, ia tahu gadis itu sangat cantik. Ia hanya selalu memandangnya dari jauh, itupun bila ia sedang nekad.

Ia tidak boleh membiarkan Miku mengetahui keberadaannya, atau setidaknya itulah yang dikatakan professor wanita itu. "Kamu adalah aib, bila publik tahu bahwa Miku memiliki saudara Vocaloid gagal seperti kamu, maka reputasinya akan tercoreng," katanya.

Andai professor wanita itu tahu, betapa perkataan itu menyakiti hati Mikuo yang masih baru lahir.

Karena itulah Mikuo benci dirinya sendiri, ia hanyalah… orang yang tak berguna, sampah. Ia takut ia cuma merupakan halangan bagi Miku, karena itu ia tidak pernah punya keberanian seujung kuku pun untuk menemui sang Vocaloid.

Meski setiap harinya Mikuo selalu memimpikan untuk bertemu dengan Miku, mendengar suaranya, melihat senyumnya, menyentuhnya, bercanda dengannya, menyanyi dengannya.

Tapi, semua itu cuma mimpi…

Ia tak ingin Miku mendengar suaranya yang serak, melihat sosoknya yang lusuh dan keadaannya yang mengenaskan.

Biarlah Miku hidup tanpa tahu dirinya, asal Mikuo bisa melihat senyuman Miku dari jauh, mendengar nyanyiannya dari jauh, ia sudah puas. Karena itu, meski hidup ini berat, Mikuo tetap berusaha untuk tetap hidup.

Mikuo menghela napas, sudah cukup ia meratapi nasibnya malam ini. Ia mengeluarkan beberapa keping uang dari saku bajunya dan menaruhnya di dalam celengan dari kaleng bekas. Ia sedang menabung, meski sedikit karena upahnya selalu terpotong oleh biaya perawatan tubuhnya (yang sebenarnya jauh dari cukup) tapi ia sudah cukup puas.

Bulan depan nanti Miku ulang tahun. Mikuo ingin memberikannya kado, meski ia tidak tahu apa yang bisa ia beli dengan tabungannya yang tak seberapa. Ia bahkan tak tahu apakah bila ia sudah membeli kado tersebut, ia bisa memberikannya pada Miku.

Tapi, ia tetap melakukannya.

Ia mengangkat celengannya dan mengguncangnya, mendengarkan bagaimana gemerincing suara di dalam kaleng bekas tersebut. Ia tersenyum tipis, ia sudah mengumpulkan cukup banyak. Selama ini ia tidak pernah ingin membeli apa-apa, karena ia tidak butuh apa-apa, kecuali beberapa poster Miku yang murah yang ia beli di toko souvenir Crypton di lantai bawah.

Ia menaruh kembali celengannya dan membuka lemari bajunya. Ia mengambil piyamanya lagi dan membuka baju cleaning servicenya yang kotor. Ketika hendak mengenakan piyamanya, Miko melihat baju yang lain yang ada di pojok lemari. Ia mengambilnya hati-hati dan melihatnya.

Ini adalah seragam Vocaloidnya, ketika ia baru pertama kali dihidupkan, ia sudah mengenakan seragam ini.

Ini adalah satu-satunya yang Mikuo punya. Ia tidak pernah mengenakannya lagi, setidaknya di depan umum. Ia hanya mengenakannya ketika ia ingin melihat dirinya sebagai Vocaloid, lelah karena bekerja sebagai cleaning service.

Baju yang selaras dengan Miku.

Mikuo mengecek pintu kamarnya terkunci dan menoleh mengecek kamarnya, seakan ia takut akan ada orang yang melihatnya. Kemudian ia mengenakan seragam Vocaloidnya lengkap dengan headphonenya. Masih pantas, ia selalu menjaga seragam ini baik-baik. Ini adalah harta kecil Mikuo, termasuk foto Miku yang ada di atas mejanya.

Ia melangkah ke depan cermin, untuk melihat pantulan dirinya.

Tidak buruk, meski warna rambutnya agak pudar dan perban menutupi mata kanannya, ia tidak terlihat buruk.

Mikuo tersenyum tipis kemudian memandangi poster Miku.

Bajunya yang merupakan kemeja abu-abu lengan pendek bergaris teal dan celana warna hitam bergaris teal dengan gesper motif segitiga sangat serasi dengan seragam Vocaloid Miku. Rasanya seperti seragam si kembar Kagamine yang selaras.

Mikuo kemudian membaringkan tubuhnya di tempat tidur, pada saat seperti ini ia selalu ingin pergi ke dunia khayalannya. Dimana ia merupakan Vocaloid, bersanding dengan Miku dan bisa menyanyi.

Di dunia mimpinya, ia dan Miku sekamar, seperti si kembar Kagamine.

Setiap pagi ia akan mengucapkan salam pada Miku.

Ia akan membantu Miku menata rambutnya yang sangat panjang.

Ia akan menemani Miku latihan vocal.

Ia akan menemani Miku menjalankan aktivitasnya sebagai diva.

Ia lalu akan duduk bersama Miku di ruangan tengah khusus Vocaloid dan bercanda gurau dengannya.

Ia akan tersenyum bila melihat Miku tersenyum.

Ia akan menggenggam tangan Miku bila mereka berjalan beriringan.

…..

Ia….

Setitik air mata jatuh.

Ia ingin sekali bertemu dengan Miku…

Air mata kembali berjatuhan.

Ingin sekali…

IoI

Mikuo tak pernah mengerti kenapa ia terobsesi dengan Miku, apakah karena ia diciptakan sebagai saudara kembar Miku? Ia tidak tahu, tapi segala hal yang menyangkut Miku sangat disukai olehnya. Ia bisa merasakan dadanya menjadi hangat bila mendengar nyanyian Miku, ia bisa tersenyum seharian bila ia secara beruntung bisa melihat Miku dari jauh.

Miku, Miku dan Miku. Cuma Miku yang membuatnya mengerti arti hidup ini.

Karena itu, Mikuo sangat senang ketika ia mendapat kesempatan untuk memberihkan ruangan tengah di lantai khusus tempat tinggal para Vocaloid. Itu pertama kalinya ia memasuki ruangan itu setelah sekian lama ia hidup. Ruangan yang sangat modern, bagus dan rapi, berbeda sekali dengan kamarnya yang sempit.

Mikuo melihat banyak sofa berbagai warna tersusun melingkar di tengah ruangan. Warna merah, biru, teal, kuning, dan pink. Sofa kuning yang cukup besar yang lainnya hanya cukup untuk satu orang. Di meja terdapat banyak majalah, kertas dan komik yang Mikuo kira milik para Vocaloid. Ada juga alat karaoke yang terpasang pada LCD besar di sudut ruangan. AC yang hidup secara otomatis bila ada seseorang yang memasuki ruangan ini membuat Mikuo kagum.

Setelah puas dengan lamunannya, Mikuo segera membersihkan ruangan itu.

Dadanya berdebar saat membayangkan ruangan ini adalah ruangan yang sering dimasuki Miku.

Ia menggelengkan kepalanya, ia terdengar aneh, seperti seorang maniak. Menjijikkan sekali…

Tapi…

Tetap saja…

Mikuo menghentikan mesin penyedot debu yang ia pegang dan menghampiri sofa berwarna teal.

Biarlah ia menjadi maniak hari ini, kapan lagi ia punya kesempatan ini?

Dengan ragu dan takut, Mikuo duduk di sofa berwarna selaras dengan rambutnya itu.

Empuk…

Mikuo tersenyum membayangkan Miku yang selalu duduk di sini sambil tersenyum dan bercanda dengan para Vocaloid yang lain.

Dengan senyum tipis ia mengusap pinggiran sofa teal itu.

Miku…

"Ah gawat! Aku harus cepat!" Mikuo memekik, ia terlalu banyak melamun hari ini. Ia kembali membersihkan ruangan itu, sebaik yang ia bisa, meski matanya selalu saja berpaling ke arah sofa teal itu.

Begitu semuanya selesai, lantai sudah bersih, meja sudah dilap, semuanya sudah bersih tanpa noda, Mikuo bergegas ke luar ruangan bersama setumpuk peralatan pembersih yang ia dorong di troli. Begitu keluar ruangan, ia tercekat melihat sosok yang selalu ia rindukan tapi juga tak pernah ingin ia temui.

MIKUUUU!

BRUK!

Mikuo jatuh terduduk dengan alat-alat pembersihnya berserakan di lantai. Ia tersentak dan segera bangkit, dari balik troli ia melihat Miku jatuh terduduk sambil meratap kesakitan.

"Miku-nee!" pekik Rin, Vocaloid berambut pirang dengan pita putih besar di atas kepalanya, menghampiri Miku. Ia berlari bersama kembarannya, Len yang sama paniknya.

"Aduh…," keluh Miku pelan.

Mikuo ingin segera terjun ke jurang bila ia bisa. Dengan panik ia mengambil semua peralatan pembersihnya dan meletakkannya kembali ke dalam troli.

"Maaf! Maafkan saya!" kata Mikuo serak, ia segera mengutuk dirinya dalam hati. Ia malu membuat Miku mendengarkan suara seraknya. Ia hanya berani memandang lantai dengan poni dan topi menyembunyikan wajahnya. Miku pasti marah padanya, rasanya seperti ingin ditelan bumi saja.

"Aduh bagaimana sih! Kalau bawa troli hati-hati dong," omel Rin, seakan ia yang ditabrak.

Mikuo ingin menangis diomeli seperti itu. Ia bisa dipecat, lebih buruk lagi, ia bisa di non-aktifkan untuk selama-lamanya. Vocaloid gagal seperti dia tidak punya arti…

"Sudahlah Rin-chan, nggak apa-apa kok, cuma ke tabrak dikit," kata Miku.

Mikuo yang hanya berani memandang lantai merasakan jantungnya berdebar mendengar suara Miku begitu dekat dengannya. Begitu dekat…. Terlalu dekat…

"Kau sendiri tidak apa-apa kan?" tanya Miku sambil tersenyum.

"Miku-nee terlalu baik nih, apa polos ya?" gumam Rin.

"Hush, Rin, jangan ngomong gitu ah," tegur Len sambil menyikut Rin.

Mikuo tertegun saat ia melihat senyum Miku sekilas. Wajahnya memerah dan ia tidak mampu mengatakan apa-apa. Ia hanya bisa mengangguk dan segera pergi dari tempat itu, tidak mendengarkan Miku yang memanggilnya.

Mikuo segera memasuki lift khusus karyawan dan menutup pintu lift. Ia lalu bersandar pada lift dan duduk di lantai.

Ia tidak percaya.

Ia baru saja bertemu MIKU!

Miku… ia benar-benar bertemu dengannya, bicara padanya, melihat senyumnya…

Dadanya begitu sakit, namun ia sangat menyukainya. Senyum merekah di bibir Mikuo dan ia memejamkan matanya. Ia ingin sekali memekik seperti fan girl kegirangan. Ia benar-benar… ia tidak bisa mengatakan apa-apa…

Ia sangat bahagia, sangat bahagia.

Terlebih Miku bersikap baik padanya, meskipun sudah ia tabrak dengan troli. Ia masih tersenyum padanya.

Tersenyum pada Vocaloid gagal sepertinya.

Vocaloid bertampang lusuh dengan nasib mengenaskan seperti dia.

Ia tidak percaya, ini bukan mimpi kan?

Mikuo mencubit pipinya sendiri. "Ow," rasanya sakit, berarti bukan mimpi.

Miku benar-benar tersenyum padanya…

Mikuo hanya terus tersenyum dan duduk di dalam lift. Ia tidak mengerti kenapa ia bisa begitu senang hanya dengan hal kecil seperti itu, ia benar-benar seperti maniak gila, tapi…

Ia sangat senang…

Ia sangat senang sudah bertemu dengan Miku…

Seakan semua mimpinya sudah terwujud dalam beberapa detik…

Meski Miku tak tahu siapa dia sebenarnya, pasti di matanya ia hanyalah seorang cleaning service yang lusuh dan suram, tapi Mikuo tak peduli.

Miku bicara dengannya, tersenyum padanya, melihatnya.

Mikuo benar-benar ada, benar-benar ada.

Ia merasa benar-benar ada dan hidup sekarang.

Miku tahu ia ada, meski tak tahu siapa dia, Miku tahu Mikuo ada. Meski nantinya Miku pasti lupa, tapi Mikuo pernah hadir di benaknya, sebagai seseorang yang menabraknya dengan troli.

Ia ada di dalam hati Miku, meski hanya sekejap.

Mikuo sangat senang…

Benar-benar sangat senang…

Miku…

Ia sangat senang sudah bertemu dengan Miku…

Tbc?


Untung jadinya nggak sesuram yang aku bayangkan, tapi Mikuo bener-bener menyedihkan amat di sini ya? Cerita ini mau dilanjutin gak? Kalau mau, review ya!

Terus vote sekalian, maunya happy ending apa sad ending nih