Tidak bisakah kukatakan…

…kalau aku tidak pernah mencintaimu?

.

.

.

Drap! Drap! Drap!

"Kalian sudah menemukannya?"

Drap! Drap! Drap!

"Tuan Muda! Anda ada di mana?"

Drap! Drap! Drap!

"Dia ada di lantai atas! Cepat kejar sebelum dia kabur lagi!"

"Itu dia! Tuan Muda, jangan lakukan itu! Berbahaya!"

.

Jangan paksa diriku untuk mencintainya…

.

.

.

"Chain"

Kuroko No Basuke © Tadatoshi Fujimaki

Rated : T

Warning : AU. OOC. Cerita klise. Typo(s). And anything.

By : Sukikawai-chan

.

.

Prologue

.

.

.

Happy Reading :D


Yang benar saja!

Gedung besar dan bertingkat tinggi itu sebenarnya sudah ramai beberapa jam sebelumnya. Terlebih lagi, gedung itu tidak dipenuhi oleh orang-orang biasa, bahkan tidak luput dari sorotan kamera dan media massa untuk mengetahui bagaimana keadaan di dalam gedung. Menantikan sebuah acara sakral yang sedang diadakan. Seharusnya, acara itu sudah dimulai dari satu jam sebelumnya. Para pria dan wanita dengan setelan baju formal dan dandanan mewahnya sudah menanti-nanti acara akan dimulai. Namun anehnya, walaupun acara sudah terlambat selama setengah jam…

"Tuan Muda!"

—acara belum saja dimulai.

Alasannya? Oh, jangan tanya alasannya. Bahkan tanpa bertanya pun, para tamu—ah, tidak, mungkin semua orang—bisa tahu apa yang sedang terjadi di gedung itu. Dan satu hal yang pasti, itu bukan sesuatu yang baik. Percayalah.

.

"Aku, Akashi Seijuuro, mengangkatmu Kuroko Tetsuya, sebagai pasangan hidup…"

.

Kedua kakinya berlari dengan cepat. Napasnya memburu. Begitu pula dengan tubuhnya yang mulai lelah. Walaupun begitu, pemuda bertubuh mungil dan bersurai biru langit itu tetap memaksakan kakinya untuk bergerak, mencoba menghindar sejauh mungkin. Tidak dipedulikannya berbagai teriakan yang mengganggu indera pendengarannya. Ia tidak menghiraukan seruan yang memanggil namanya berulang kali. Memintanya untuk berhenti. Oh! Memang bukan Kuroko Tetsuya namanya jika ia tidak berhenti ketika seseorang memanggilnya. Ia juga merupakan seorang anak yang patuh dan menjunjung tinggi tata krama juga sikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua darinya. Tapi mungkin hanya untuk kali ini—mungkin—Kuroko Tetsuya terpaksa membuang jauh-jauh gelar terhormatnya. Persetan dengan segala aturan yang ada! Yang Kuroko Tetsuya inginkan saat ini hanyalah pergi sejauh mungkin tanpa ada seorang pun yang mengetahui keberadaannya. Dan bersyukurlah pada kemampuannya yang memiliki hawa begitu minim. Namun, di saat genting seperti ini, mengapa hawa keberadaannya jadi mudah terlacak?

"Itu dia! Tuan Muda!"

Sial!

Kuroko menggeram kesal. Langkahnya semakin dipercepat tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Ia bahkan tidak tahu berapa ratus anak tangga yang sudah dipijaknya. Atau sekadar menyadari dirinya berada di lantai berapa pun, Kuroko sama sekali tidak mengetahuinya. Yang harus dilakukannya saat ini hanya satu, ia harus pergi!

Panik mendapati keadaan begitu mendengar langkah kaki yang berada di belakangnya—yang terdengar semakin cepat dan banyak—sebelah tangan Kuroko refleks meraih kenop pintu terdekat, memutarnya, setelah itu menutupnya dengan suara debaman keras. Namun beberapa detik kemudian, pintu yang baru saja ditutupnya tadi akan terbuka lagi dan suara langkah kaki yang mengejarnya itu kembali terdengar. Disertai dengan teriakan, 'berhenti' atau 'Tuan muda' dan juga seperti 'Hati-hati, nanti terjatuh'. Baiklah, yang terakhir itu sedikit membuatnya kesal. Ah! Terkutuklah dengan gedung yang terlihat seperti labirin itu! Mengapa setiap pintu yang dibukanya ia malah masuk ke ruangan yang begitu asing baginya. Oh! Kuroko sangat berharap tiba-tiba saja ia terjatuh ke dalam lubang yang sangat besar lalu terdampar di dunia wonderland. Baiklah, itu konyol. Tapi apa lagi yang bisa diharapkannnya?

Tap!

Kuroko menghentikan langkahnya, lalu menarik napas dengan panjang. Bunyi langkah kaki yang mengejarnya tadi sudah tidak terdengar lagi. Sedikit memberikannya waktu untuk istirahat. Pemuda itu memandang ke sekeliling ruangan—yang tidak tahu ruangan apa itu—dengan teliti. Ia sudah mengantisipasi kalau pintu ruangan itu sudah dikunci, sedikit berterima kasih karena kunci itu tertempel di lubang pintu. Sepasang iris baby blue-nya dengan jeli mencari cara agar bisa keluar dari gedung itu dengan selamat. Apa saja! Apapun yang bisa digunakannya!

.

"Bersumpah akan selalu melindungimu,"

.

Tok! Tok! Tok!

"Tuan muda? Apakah Anda di dalam? Tuan Muda Tetsuya, bisakah Anda membuka pintunya?!"

Damn! Kuroko ingin berteriak saat itu juga. Secepat kilat Kuroko berlari menuju jendela yang berada di ruangan itu. Sedikit mendapat kesulitan ketika membukanya karena terburu-buru. Brak! Jendela itu terbuka. Angin berhembus cukup kencang menyambut wajahnya dan menerbangkan helaian rambutnya. Memangnya ia berada di lantai berapa?

Menghilangkan rasa takutnya, Kuroko menaiki kusen jendela, nyaris terpeleset karena dinding luar gedung itu yang lumayan licin. Dengan berpegangan pada kayu jendela atasnya, kedua kakinya mulai melangkah di jalan setapak depan jendela. Lupakan posisinya yang berada begitu jauh beberapa meter di atas permukaan tanah. Kuroko tidak ingin mengetahuinya!

Dengan kedua tangannya yang menempel pada dinding, dengan hati-hati Kuroko melangkah perlahan-lahan agar bisa sampai ke balkon terdekat. Ya, Tuhan! Rasanya ia seperti melayang saja.

"Tetsuya!"

Langkah Kuroko terhenti. Dengan takut kepalanya menoleh ke arah jendela yang digunakan olehnya sebagai jalan untuk kabur. Dan detik berikutnya, kedua matanya melebar begitu mendapati kepala seseorang menjulur lewat jendela tadi.

"Otousan," gumam Kuroko tidak percaya,

"Apa yang sebenarnya kau lakukan?!" bentak sang Ayah murka. Ini pertama kalinya Kuroko mendepati Ayahnya seperti itu. Sang Ayah yang terkenal dengan sikap tenangnya, kini membentaknya?! Apakah ia sedang bermimpi?

"Aku tidak ingin menghadiri acara itu," aku Tetsuya pelan, menatap dalam-dalam kedua mata sang Ayah. "Dan tidak akan pernah."

Oh, dear…Kuroko hampir mendengus ketika menyadari sikapnya yang terlihat seperti seorang wanita.

"Tapi ini demi kebaikanmu," nada suara Ayahnya mulai melunak, tatapan matanya memelas agar Kuroko tidak melakukan hal yang bodoh. "Kembalilah. Kita bicarakan ini baik-baik,"

"Otousan, aku—"

"Kau sudah dewasa, Tetsuya," sela pria itu cepat, "Kau pasti sudah bisa mengerti dengan keadaan seperti ini,"

.

"Untuk memiliki dan menjaga, mulai hari ini dan seterusnya…"

.

Kuroko memejamkan kedua matanya. Menarik napas dalam-dalam, lalu memgembuskannya cepat. Begitu matanya kembali terbuka, ia menatap sang Ayah lekat-lekat. Memohon dengan matanya agar bisa mengerti.

"Otousan," panggil Kuroko datar, namun tersirat kesedihan di dalamnya. "Pernahkah Otousan memikirkan bagaimana perasaanku?"

Yang ditanya diam. Tidak menyahut ataupun menjawab.

"Pernahkah Otousan memikirkan bagaimana dengan masa depanku ketika Otousan memintaku untuk menikah dengan orang itu?"

Tetap tidak ada jawaban.

Sampai beberapa detik kemudian keadaan kembali ramai dengan suara teriakan dan langkah kaki terburu-buru. Kuroko tahu kalau saat ini beberapa orang yang mengejarnya tadi berada di ruangan bersama Ayahnya, dan sebagian lagi berada di balkon terdekat yang akan ditujunya. Bagus! Sekarang ia tidak tahu harus pergi ke mana lagi.

"Aku tetap tidak akan menikahi orang itu, Otousan." Ucap Kuroko akhirnya. Jelas dan tegas. Memperjelas apa maksudnya, ia menambahkan, "Karena aku tidak pernah mencin—"

"Maafkan aku," mendengar suara Ayahnya terdengar lirih, Kuroko tertegun. "Maafkan aku karena membuatmu seperti ini. Aku tahu, aku memang Ayah yang bodoh. Membiarkan hidupnya terjerat dengan hutang yang banyak dan menyebabkan kau menjadi seperti ini. Bahkan sampai mengorbankan perasaanmu,"

Kuroko mematung. Jujur, ia memang kesal mendapati keadaan seperti ini. Tapi ia akan lebih kesal lagi jika sang Ayah sudah bersikap seperti itu. Terlihat putus asa.

"Untuk itu…" sepasang iris pria itu menatap putranya dengan sungguh-sungguh. "Aku minta kau menerimanya dengan baik-baik dan jalani sebagaimana mestinya."

.

"Untuk lebih baik, lebih buruk, untuk lebih kaya, untuk lebih miskin, dalam sakit dan sehat, untuk mencintai dan menghargai,"

.

"Maaf,"

"Tetsuya—"

"Aku tidak bisa," Kuroko mulai melangkah kembali dengan hati-hati. Perlahan-lahan menjauhi Ayahnya. Terus melangkah…terus…terus… "Aku tetap tidak bisa meng—aah!"

"Tetsuya!"

Setelah itu semuanya seolah-olah terjadi dalam gerakan lambat. Kuroko merasa satu kakinya tergelincir, dan tiba-tiba saja tubuhnya terasa melayang. Namun, di sela-sela teriakan Ayahnya dan beberapa orang yang memanggil namanya juga sebelum rasa sakit menyerang sekujur tubuh dan menghantam kepalanya…

"My…my…"

Kuroko merasakan sebuah lengan memeluk perutnya dengan erat, sehingga punggungnya menyentuh dengan bebas dada seseorang. Ia juga bisa merasakan dagu seseorang berada di puncak kepalanya. Apakah…ia…sudah

"Yang tadi itu nyaris sekali,"

Perlahan-lahan, Kuroko membuka kedua matanya—yang sebelumnya ia lakukan dengan refleks ketika tubuhnya terjatuh. Samar-samar ia bisa melihat wajah cemas Ayahnya dan beberapa bodyguard di belakangnya. Ia juga melihat beberapa para tamu yang sebelumnya memekik karena aksi tadi, terlihat menghela napas lega sambil menyimpan satu tangannnya di depan dada setelah itu tersenyum. Tunggu! Apa maksudnya itu?!

"Calon pendampingku benar-benar tidak bisa diatur ternyata,"

Eh?

Kuroko memutar kepalanya cepat. Kedua bola matanya membulat ketika ia mendongak dan mendapati hal yang berada di luar perkiraannya. Bahkan ia hampir lupa bagaimana caranya bernapas. Tidak mungkin! Apakah saat ini ia sedang melayang?

Sebuah helikopter juga baling-balingnya berputar dengan cepat dan tangga tali yang menjutai ke bawah. Setelah itu—oh! Ya, Tuhan! Posisinya saat ini! Kuroko hampir berteriak ketika ia mendapati seseorang berada tepat dibelakangnya. Ralat, di belakang sambil memeluk tubuhnya. Kuroko mengerjapkan matanya. Orang yang sedang memeluk tubuhnya itu bergelantung tanpa rasa takut dengan sebelah tangan mencengkeram erat salah satu anak tangga yang terbuat dengan tali. Sedangkan satu tangan lainnya mendekapnya agar tidak terjatuh.

Satu detik, Kuroko terpaku pada sepasang iris dua warnanya. Emas dan merah. Dua detik, rambut merah darah orang itu sedikit menggelitik permukaan wajahnya karena poninya yang jatuh. Tiga detik, Kuroko melihat kalau bibir orang itu tersenyum tipis. Sangat tipis. Atau mungkin terlihat seperti seringai. Empat detik, Kuroko menahan napas ketika tatapan mata orang itu begitu tajam. Mengintimidasinya. Lima detik, semuanya menjadi ramai dengan suara tepukan.

"Seijuuro-sama! Anda berhasil melakukannya!"

"Tuan Muda Tetsuya, apakah anda baik-baik saja?!"

"Oh! Yang tadi itu hampir saja! Anda hebat sekali Seijuuro-sama!"

"Cepat bawa helikopternya kembali dan periksa keadaan mereka berdua!"

.

"Sampai kematian memisahkan kita, dan aku menjanjikan padamu, mengenai kesetiaanku."

.

Sadarlah!

Kuroko mengerjapkan matanya cepat. Ia meronta ingin segera dilepaskan ketika helikopter yang membawanya mulai melaju. Bagaimana pun juga, ia merasa malu karena baru saja memberikan tontonan gratis. Bagaimana bisa ia tenang-tenang saja!

"Diamlah," menyadari pemberontakan Kuroko, orang yang dipanggil 'Seijuuro-sama' itu menyahut tegas. Dingin dan datar. "Kau tidak ingin aku melepaskanmu di ketinggian seperti ini, bukan?"

Eh? Ketinggian?

Kuroko menatap ke bawah, setelah itu menelan ludah. Oh, dear...

"Tch!" laki-laki berambut merah itu berdecak. Namun setelah itu terkekeh pelan. "Menarik. Kau benar-benar orang yang menarik, Kuroko Tetsuya."

Kuroko tertegun. Penasaran, ia mendongak dan kembali bertatapan langsung dengan sepasang mata berbeda warna itu. Mengapa orang itu bisa tahu namanya? Dan apa katanya tadi? Menarik?

"Hanya saja…" pemuda bermata biru muda itu meringis pelan ketika pelukan di sekujur tubuhnya semakin mengerat. Ia membuka mulut, namun sebelum kata protes meluncur dari bibirnya, sepasang iris Kuroko membelalak ketika ia merasakan sesuatu yang basah dan lembut menempel di keningnya. Tidak…mengapa jantungnya berhenti berdetak?

"Sepertinya kau harus lebih patuh lagi, terutama mematuhi perintahku." Mendengus dengan angkuh, setelah itu menambahkan. "Kau benar-benar orang yang keras kepala, Akashi Tetsuya."

Kuroko nyaris saja melepaskan diri dari lengan yang memeluknya dan berteriak,

Apa maksudnya itu?!

.

.

"Apakah kau bersedia, Kuroko Tetsuya?"

.

.

TBC?


A/N : Eh? *cengo di depan layar* Hahaha, ini sebenernya apa sih?! Aduh...mulai lagi bikin yang aneh-aneh. Salahkan gara-gara sering nonton dorama dan baca komik milik adik Suki akhirnya cerita ini muncul, huahahaha... Ini cerita klise banget ya?/dilempar. Aah...kayaknya nanti Aomine sama Kise muncul lagi nih, mungkin? lalala~~~

Oke! Terima kasih buat Minna yang sudah membaca XDD

Akhir kata,

Review please? *wink*