Spoiler

.

.

Cerita ini hanya fiktif belaka, sekedar karangan. Apresiasi atas cinta pada sang idola. Bukan bermaksud menjatuhkan, menjelekan apalagi mendoakan yang tidak-tidak.

.

.

Acara pemutaram premier film. Film anak dengan aktor utama Wooshin – bocah usia sepuluh tahun yang terkenal sangat imut, cantik, tampan dan ceria. Jangan lupakan kaya-raya. Di sebuah sofa panjang yang di isi tiga orang, Luhan, Lumin dan Luseok.

Luhan duduk disisi paling kanan, Lumin disisi paling kiri dan Luseok ditengah. Lumin dan Luseok adalah kembar, anak kembar usia empat tahun.

Film baru akan diputar saat seorang wanita datang, duduk menyampingi suaminya dan memanggil.

"Lu"

"Mwo"

"Eh"

Ketiganya menoleh. Ah, Minseok lupa. Ketiga orang yang duduk disana semuanya namanya sama, Lu – Han – Min dan Seok.

"Eomma memanggil appa"

"Panggilnya yang benar dong, biasanya juga panggilnya sajjang." Si bungsu mengomel, Lu Seok.

"Ye, wangja-nim cheoseunghamnida"

"Huh"

Si bungsu ini memang yang paling cerewet, dia sangat mirip dengan neneknya – Kim Heechul, julukannya Heechul kedua.

"Mwo" Luhan menoleh, menatap isterinya yang terkikik karena anak bungsunya. "Ada yang ingin ku beri tahu." Minseok mendekatkan bibirnya pada telinga sang suami. "Aku hamil lagi" katanya dengan suara keras. Sama sekali tidak ada gunanya dia mendekatkan bibirnya, maksudnya supaya tidak ada yang dengar begitu? Tapi kalau nadanya sebesar itu sama saja kan.

"APA?" si kembar berseru bersama, mengabaikan tokoh utama yang mulai menunjukan dirinya.

"Appa keterlaluan" Luseok berkomentar lebih dahulu. Kepalanya menggeleng dramatis. "Appakan sudah tua, Hunnie hyung mau punya isteri masa eomma hamil lagi" dan inilah poin pada Lumin, dia memang paling diam dan kalem tapi sekalinya bicara, langsung menusuk meski pada ayahnya sekalipun.

"Min kau serius?" tanya Luhan horror.

.

.

Special Fanfic

By

Moonbabee

.

.

Taman bunga yang begitu indah, di daratan Negara seribu cinta, seribu ilmuan dan di tanah menara Eiffel. Sepasang suami-isteri berjalan menikmati indahnya senja sembari menikmati kecantikan alam dan bunga yang baru bermekaran, anggapah bulan madu, tapi seorang wanita bergaun putih bersih itu lebih suka menyebutnya sebagai hadiah penyambutan bagi calon anggota keluarga baru.

Menggemparkan, beritanya sempat mengundang decak kagum, heran sampai kegelian. Pasalnya Luhan adalah lelaki berumur senja, putera pertamanya bahkan sudah akan segera menikah, Sehun berusia dua puluh tujuh tahun saat ini.

Sehun anak pertama, pasangan Lu dan Min. Si pangeran tampan calon presiden China periode selanjutnya. Anak keduanya bernama Lu Wooshin, seorang bocah yang sudah berkecimpung pada dunia keartisan sejak usianya empat tahun, enam tahun sudah berlalu dan sekarang Wooshin sudah berusia sepuluh tahun, lalu si kembar – anak ketiga dan empat, bernama Lu Min dan Lu Seok, sikembar yang lahir empat tahun yang lalu.

Terhitung sudah nyaris tujuh puluh tahun usia Luhan. Tapi dia akan menjadi ayah lagi, dari calon bayi yang kini di kandung isterinya – Lu Minseok. Bayi mungil, astaga.

"Kenapa sajjangnim diam terus? Aku mengoceh sejak tadi" Minseok menggerutu, berhenti pada langkahnya tepat di hadapan sang suami, Luhan sejujurnya sedang merasakan malu, astaga. Dia sudah hampir menginjak tujuh puluh tahun tapi dia akan kembali menjadi ayah? Dia malu pada Minseok, meski sisa-sisa usia mudanya masih belum hilang tapi tetap saja, Luhan sudah tua.

"Jungjeon, apa kita tidak aneh?"

"Ada yang aneh?" Minseok bertanya balik. Kepalanya miring kesamping. Keimutan khas anak-anaknya sama sekali tidak hilang. Minseok tetap sama, wanita mungilnya yang terlihat seperti bayi, bayi besar.

"Maksudku, aku sudah tua. Tapi aku akan kembali menjadi ayah, kau tahu aku menjadi berita utama disemua surat kabar minggu ini"

Minseok terkekah. Rasanya keluhan ini benar-benar terdengar lucu, memang Luhan sudah tua, Minseok juga. Tapi mau bagaimana? Nyatanya masih subur, masa mau digugurkan. Kan tidak mungkin.

"Kenapa kau malah tertawa?"

"Kurasa memang aneh, seharusnya kau menjadi kakek bukan ayah. Tapi kau tetap tampan kok. Meski sudah tua"

"Sepertinya aku harus berhenti mengecat rambutku supaya, ah tidak bisa. Nanti anakku malah memanggilku kakek"

Minseok terbahak suaminya benar-benar lucu jika menggerutu. Dengan kedua tangannya, dia menangkup wajah suaminya. Membuat mereka bertatapan selama satu menit sampai Minseok mendekatkan wajahnya pada wajah Luhan, menguskan hidungnya pada hidung sang suami.

"Jangan seperti ini, itu seperti kau menolaknya."

Luhan menggeleng. "Bukan itu, hanya saja. Aku sudah tua dan kau juga tidak muda lagi, ketika melahirkan Lu Twins itu sangat menyulitkan hingga kau mengalami pendarahan beberapa kali."

"Itusih karena Luseok terlalu aktif saja" bercanda, agar suaminya tenang dan tidak mencemaskan apapun lagi.

"Aku akan baik-baik saja, selama ada kau disampingku, aku baik."

Pada akhirnya senja itu dihabiskan dengan ciuman manis di taman bunga, berdua dan penuh cinta. Usia tak memakan rupa, cinta atau apapun yang bisa lekang, selama kita menjaga, meski pernah begitu benci dan menyebabkan luka, namun semuanya abadi, kisahnya lebih rumit dari Romeo dan Juliet, tapi pada akhirnya seperti Adam dan Eve. Setelah berpisah dengan jarak yang teramat sangat lalu bertemu kembali pada suatu tempat.

Sama halnya Luhan dan Minseok, sejauh apapun Luhan pergi, seberat apapun badai menghalang, dia tetap kembali, kerumahnya yang sesunggunya. Kim Minseok dan keluarga mereka. Minseok adalah rumah bagi Luhan. Rumah adalah tempat dimana kau akan diterima meski seluruh dunia menyangkal.

"Saranghamnida jungjeon"

"Saranghamnida"

.

.

THE END