disclaimer: snk © isayama hajime; tidak ada keuntungan material yang saya ambil dari fanfiksi ini
peringatan: futureAU/crack; jeansasha, fluff, typo? idk
catatan: dalam rangka melenyapkan wb, gue maksain diri bikin karya ini (is this even categorized as karya sastra), gue ga ngerti sama diksi sendiri, kosakata berkurang, dan engga kuat bikin chapter lebih dari seribu kata. capek.

buat mas jen, ali, nanad, shem, bejo, teh al, dan semua yang suka pair ini, selamat menikmati.


Bab satu – patah hati; elegi bersuara atas cinta yang mati

.


.

Iris matanya menerjang langit.

Pemuda bermarga Kirschtein itu menyandarkan dagu pada telapak tangan, memutar pandangan dari satu sudut kelas ke sudut yang lain; jendela ia lirik dan langit ia tempuh dengan mata; mencari sesuatu yang menarik.

Mencari pencerahan di antara kekalutannya akhir-akhir ini.

Lalu Jean menerka,

Hati lelaki yang baru ditolak...

...sekusut ini, eh?

Ia menutup kelopak matanya, menghapus semua ekspektasi yang tak hentinya berseliweran dalam kepalanya; cuap-cuap guru eksak masih terdengar; tapi Jean tak menghiraukan.

Jean memang lelaki yang terlalu banyak berpikir.

.


.

"—suka kamu,"

Gugur daun menutup dahiku.

Aku ingat sekali, aku ingat semuanya.

Aku menatap dalam matanya, tak menghiraukan pipiku yang berlukiskan merah muda.

Aku ingat dia menengadah, lalu menjumpakan iris matanya dengan mataku—

Dan ia berkata,

"Maaf Jean."

Itu sudah cukup sakit bagiku.

Terima kasih, Mikasa.

.


.

Tidak ada yang patut disalahkan,

Tidak ada yang patut dilampiaskan amarah,

Hanya saja—

Harus kemana, Jean mengusir semua perasaan yang berkecamuk di dadanya ini?

Ia percaya, suatu saat, Tuhan akan memberikan jawabannya.

Pasti.

Jean memejamkan matanya dan berdoa.

.


.

"—ean."

Suara manis—namun bernada maskulin—itu mengejutkan lamunannya, kantin sekolah yang ramai kini sudah cukup sunyi, siswa-siswi sudah kembali berhamburan ke kelasnya masing-masing.

Kecuali Jean,

Yeah, ia memutuskan untuk berdiam diri sendirian akhir-akhir ini, membuang semua hal aneh yang mengusik batinnya, dan terkadang kantin yang sepi bisa jadi solusi utama.

Ah, ya, kembali ke dunia nyata.

...siapa?

"Jean," Suara itu bercelutuk lagi, kali ini sukses membuat Jean menoleh, melemparkan pandangan pada seorang gadis berikat rambut satu; mengunyah roti; tertawa lebar. "Hai Jean."

Lelaki itu melongo untuk sesaat, "—Braus," balasnya spontan.

Gadis bernama Sasha Braus itu tersenyum lagi sebelum berceloteh, "Jean, lagi galau ya? Makan bareng yuk?" Ajaknya ceria. Mengulurkan sepotong roti yang telah dikunyah setengahnya.

Saat itu, Jean menatapnya lama.