Chapter 1: Seseorang Yang Selalu Tersenyum.

Kami no Gakuen [Highschool of God]

Summary: Naruto Uzumaki, seseorang yang dilahirkan tanpa kekuatan [Gods] diterima di Kami no Gakuen berbekal latihan fisik dan kecepatan melebihi rata-rata. Dibalik sifat baiknya, tersimpan niat tersembunyi untuk melenyapkan 'mereka' yang telah merusak masa kecilnya.

"Membunuh, atau dibunuh. Aneh menurutku, namun apakah salah jika aku merasa bahagia mendengar kata-kata itu diulang-ulang?"

Disclaimer: Naruto. HS DxD. Beserta karakter anime yang dimasukkan ke dalam fanfic ini, adalah pemilik penciptanya masing-masing.

Chapter I

Seseorang Yang Selalu Tersenyum.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

{Story start}

Di sebuah halte di kota Tokyo, tampak beberapa orang berusia di bawah dua puluh sedang bercakap-cakap.

"Hey, hey. Kudengar sebentar lagi Kami no Gakuen akan kedatangan murid Tahun baru."

"Wow, benarkah? Menurutmu, apakah aku punya kesempatan untuk masuk ke sekolah itu?"

"Jangan ngelawak. Kau memang keturunan Gods salah satu mitologi? Atau mungkin, Gods makhluk supranatural?"

"Enggak dua-duanya sih."

"Dasar! Ya enggak bisa masuk kalau begitu."

Seorang pemuda pirang, bermata safir dengan tiga garis seperti sehabis dicakar kucing di masing-masing pipi, memasuki halte dan duduk di sudut kursi yang kosong. Dia menurunkan tas yang dibawanya, membuka risleting untuk mengambil earphone dan sebuah mp3 player.

Dia tersenyum setelah lagu yang disukainya terdengar di gendang telinganya. Memandang langit, dia bergumam.

"Tou-san. Kaa-san, tolong bimbing aku."

Lima menit telah terlewat, sebuah bus terhenti di halte. Bus ini tidak seperti bus pada umumnya, berwarna perak mencolok dengan papan bertuliskan "Kami Gakuen" di bagian dahi kendaraan tersebut.

"NANI?!"

"MURID KAMI GAKUEN ADA DISINI?!"

Pintu bus tergeser, seorang pria bercodet yang menempati kursi pengemudi menoleh pada pemuda pirang, memasang seringai tipis.

"Kau siap, bocah?"

Si pemuda pirang mengangguk, memasukkan kedua benda elektroniknya dan menutup risleting lalu merangkul tas sebelum masuk ke dalam bus, mengabaikan sepenuhnya jeritan histeris di belakangnya.

Pintu bus kemudian tertutup. Si pria bercodet menginjak gas, membiarkan mesin dan ban melakukan tugasnya masing-masing. Bus pun melaju di jalanan.

Si pemuda pirang menengok isi dalam bus, berjalan guna mencari kursi kosong. Karena masih pagi, kebetulan tak ada siapapun selain dirinya dan pak supir di dalam kendaraan.

Setelah mendapat kursi sesuai seleranya, si pemuda pirang kembali memasang earphone dan menekan tombol play di mp3 player. Mengambil sebuah buku berjudul Kami Gakuen: About Rule dari tas, ia membuka sampul dan mulai membaca halaman pertama.

Bus tiba-tiba berhenti. Pintu kendaraan terbuka, dan satu lelaki berpakaian anak sultan dan seorang perempuan masuk.

"Ne ne ne, Diodora-sama~"

"Nani, tenshi-chan?"

"Jika Diodora-sama mendapat gelar [Lord of All] nanti, apa yang ingin Diodora-sama lakukan selanjutnya?"

"Hmm, apa ya? Punya saran, tenshi-chan?"

"Gimana kalau buat [Fraction] dan merekrut orang-orang terkuat?"

Diodora mengecup pelan pipi si perempuan, mendapat balasan [Kyaa] dari orang yang bersangkutan.

"Kau pintar, tenshi-chan. Aku jadi semakin sayang sama kamu." Sayang tubuhmu maksudku.

Selagi si perempuan berada dalam keadaan "melayang" Diodora mengalihkan pandangan pada si pemuda pirang. Menyeringai lebar, dia menunjuk sang pemuda sambil menggumamkan sesuatu.

"Liquid Poison."

Simbol [Astaroth] tercipta di atas kepala pemuda pirang, kemudian menjatuhkan air hijau dalam jumlah banyak dari sana.

Diodora baru ingin tertawa lepas, tapi apa yang terjadi selanjutnya membuatnya terbelalak.

Secara teori, seharusnya si pemuda pirang sudah "mati" saat ini. Tapi kenyataannya, kaos tengkorak jingganya tak memiliki tanda terkena air. Seakan kumpulan benda cair barusan lenyap setelah bersentuhan dengan sang pemuda.

Lagi. Bus berhenti di depan suatu halte. Pintu terbuka dan seorang gadis abu-abu berpita memasuki bus, iris kelabunya memandang tiap-tiap kursi, sebelum pandangannya terjatuh pada kursi samping pemuda pirang.

"Hello?"

Si pemuda pirang tidak menyadari kehadiran si gadis, sebab earphone miliknya menghalangi masuknya suara ke dalam telinganya. Mengangkat bahu, si gadis langsung menempati kursi kosong itu.

Diodora langsung tergiur dengan keseksian si gadis, sama sekali mengabaikan panggilan perempuan yang tengah dirangkulnya. Mencoba terlihat menawan, dia merapihkan gaya rambutnya dan menyemprotkan parfum tidur ke hidung si perempuan, menidurkannya seketika.

"Hai!"

"Hm?"

Si gadis melirik ke arah Diodora, alisnya ditekuk.

"Namaku Diodora, Diodora Astaroth," ujar Diodora, mengambil tangan si gadis lalu menciumnya, "siapa namamu, manis?"

Gadis itu menyipitkan mata, menarik tangannya dan mengelapnya menggunakan tisu yang diambil dari tasnya.

"Namaku bukan 'manis', gentleman," ujarnya, dengan penekanan pada kata gentleman, "dan kalaupun kau telah memberitahukan namamu. Bukan berarti aku harus memberitahukan namaku juga, kan?"

Diodora menggertakkan giginya, marah karena telah dilecehkan oleh seorang gadis dari semua orang.

"Dasar jalang!"

Sebelum Diodora dapat menampar pipi si gadis, sebuah tangan melesat dan memukul "pelan" lengannya.

"Argh!"

Si gadis terkejut, menyadari si pemuda pirang tahu-tahu telah berpindah tempat dan berdiri menghalangi jalan Diodora.

"Menyerang ketika bukan dalam pertempuran resmi itu dilarang," kata si pemuda.

Bangkit, Diodora berjalan ke arah si pemuda pirang dan menarik kerah jaket hitamnya.

"Kau pikir kau siapa berani memerintahku?"

Si pemuda pirang mengangguk. "Aku seorang lelaki yang, ingin membalas "seseorang". Dan kau adalah, seseorang yang brengsek luar dan dalam." Iris biru hangatnya membeku seketika. "Ngomong-ngomong, boleh aku menanyakan sesuatu padamu?"

"Apa?"

"Siapa yang mengijinkanmu menyentuh pakaianku seenaknya?"

Menonton di balik kaca spion, si pria bercodet terkekeh gelap.

XXXXXXXX

Kami no Gakuen. Sekolah yang mengajarkan murid-muridnya untuk mengendalikan kekuatan Gods yang dibawa garis keturunan. Sekolah ini terkenal berkat reputasinya sebagai Defender negara dari berbagai ancaman makhluk yang mengancam keselamatan penduduk.

Kepala Sekolah Kami Gakuen, Michael aka [Ahura Mazda] membuat sekolah ini dengan harapan semua orang sadar akan pentingnya kemampuan mereka. Tentunya, dia tidak sendirian dalam menjalankan tugasnya.

Dengan dibantu Gabriel aka [Hestia], Azazel aka [Tengu], Sarutobi Hiruzen aka [Ra], Senju Tsunade aka [Isis], Toujou Jin aka [Odin]. Keinginan Michael pun tercapai sepenuhnya.

Di gerbang bercat perak, satu demi satu bus bergerak menuju parkiran. Pintu masing-masing kendaraan roda empat itu terbuka bersamaan. Para calon Tahun Pertama berkumpul secara acak di lapangan terbuka.

Di depan siswa-siswi, seorang pria dewasa berambut pirang menaiki panggung. Dia melambaikan tangan sambil tersenyum ramah.

"Minna-san, selamat datang di Kami no Gakuen. Namaku Michael, Kepala Sekolah disini. Bagi yang memasuki sekolah ini, menandakan kalian semua sadar akan kekuatan tersembunyi kalian. Jin-sensei, silakan lanjutkan."

Orang yang dimaksud mengangguk, berdiri menggantikan Michael. Baru saja mulutnya terbuka, dia tiba-tiba tertidur dengan kepala mengenai lantai panggung.

Keringat dingin turun dari dahi para murid.

"Apa yang kuumumkan hanya sedikit!" sontak Jin terbangun. Memandang satu per satu murid Tahun Pertama. Dia tersenyum lebar. "Ringkasnya; bawa kondom demi keamanan."

Kekehan lepas dari mulut beberapa guru pria. Sedangkan siswa-siswi sweatdrop karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa mendengar perkataan Jin.

"Dan jika kalian butuh saran untuk menyenangkan pasangan–"

Jin tidak mampu menyelesaikan kata-katanya saat mulutnya ditutupi kain perban emas. Dia menatap tajam seorang wanita berpakaian hijau, yang menatap balik dengan tatapan yang sama.

"Turun. Sekarang." Ancam si wanita.

Jin cemberut, turun dari panggung dengan aura suram di sekitarnya. Lalu seorang pria beraura bijak datang menggantikannya.

"Kalian bisa memanggilku Hiruzen-sensei. Untuk sekarang, silakan nikmati tour yang akan diadakan OSIS sebentar lagi."

Akhirnya, seorang remaja rambut ungu menghampiri kerumunan murid, memiliki penampilan tidak sesuai dengan kelaminnya.

"Namaku Nagi," katanya memperkenalkan diri, "khusus lelaki, panggil aku Alice. Oke~"

Dia mengedipkan mata, sukses membuat para laki-laki merinding disko dibuatnya.

Ketika tour dimulai, seorang pemuda pirang dalam barisan memandang kagum bangunan megah dipandangannya. Pilar demi pilar sesuai keempat arah mata angin mengambang di atas itu. Memberi kesan indah bagi siapapun yang melihatnya.

Berjalan lebih jauh, jalan yang dilewatinya dikelilingi rerumputan yang menuntunnya ke pintu berwarna emas. Memasuki bangunan, aroma sejuk menyambut hidung si pemuda pirang. Dia menyempatkan diri untuk melihat sekelilingnya, lagi-lagi ia terpesona.

Karpet merah membentang dari dekat pintu hingga ke ujung tangga. Dua tangga di kiri dan kanan saling menyambung, bertemu di pertengahan tangga yang lumayan luas dan dipisahkan lagi ke kiri dan kanan. Tangga yang menyerupai bentuk -v-.

Seperti yang diberitahu catatan Kaa-san, tempat ini benar-benar menakjubkan.

Nagi menengok ke kerumunan murid, seketika buku bersampul hitam berada di tangan mereka beserta pena.

"Sebelum kalian masuk ke kamar asrama masing-masing, tulis nama terlebih dahulu di [Account Book] untuk dimasukkan ke dalam absen kelas."

Mulut si pemuda pirang membentuk "O" sebelum menuliskan namanya di [Account Book].

Name:

Naruto Uzumaki.

Hair Color:

Blond.

Eye color:

Blue sapphire.

Gods power:

Unknown.

Selesai, buku tersebut berubah menjadi partikel cahaya. Naruto memasukkan lengannya ke saku, merasa tak sabar menunggu hari esok.

"HOI! RAMBUT KUNING!"

Sebagian murid mengalihkan pandangan pada seorang remaja rambut (kuning?) dengan garis melintang di muka *uhuk* tampan *uhuk* miliknya. Si remaja diikuti oleh tiga orang di belakangnya, entah untuk memberi kesan menakutkan atau mengerikan Naruto sendiri tidak tahu.

Si remaja mendekati Naruto, dengan muka merah seperti menahan amarah. Mengerutkan kening, Naruto pun pergi menjauhinya.

"AKU BERTANYA PADAMU RAMBUT KUNING!"

Naruto melirik lewat bahu. "Apa warna rambutmu?"

Si remaja kebingungan, tapi tetap menjawab pertanyaannya.

"Kuning."

Naruto mengangguk. "Aku kasihan dengan orang tuamu."

Gelak tawa terdengar di sekitar mereka.

Si remaja meraung. "AKU KESINI BUKAN UNTUK HAL ITU!"

"Lalu?"

"AKU KESINI UNTUK MEMBALAS APA YANG TELAH KAU PERBUAT PADA HIDUNG TEMANKU!"

Naruto memiringkan kepalanya. Dia sangat ingat kalau ia belum pernah membuat masalah satupun...

"Ah, aku mengerti sekarang," dia tersenyum tipis, "bagaimana keadaan si bejat? Tolong kirim permintaan maafku padanya nanti, oke?"

"Namaku Raiser Phenex, pemilik [Gods Power: Suzaku]," kata Raiser bernada angkuh, menunjuk Naruto, "menantangmu untuk [Duel] saat ini dan di tempat ini juga!"

Bisik-bisik bermunculan. Seluruh murid mengelilingi Naruto dan kelompok Raiser, penasaran dengan pertarungan yang mungkin akan terjadi di antara kedua belah pihak.

Nagi menyipitkan mata, mulai melangkah untuk menengahi perkelahian sebelum kerah bajunya ditarik ke belakang. Melirik ke pemilik tangan, dia melihat seorang lelaki berpakaian "liar" dengan kaca mata di belahan mata menyeringai kepadanya.

"Biarkan Uzumaki menjalani hukuman atas tindakannya," kata si lelaki.

"Kurashiki, Uzumaki-kun akan menerima hukuman sesuai peraturan, tidak perlu sampai sejauh ini," balas Nagi datar.

Kurashiki Kuraudo menaikkan alisnya. "Yang Ketua OSIS kau?"

Nagi menggeram, tapi dia sadar kalau ia tak punya wewenang untuk melawan perintah Kuraudo.

"Bisa tidak kita selesaikan semua ini dengan jalur damai?" tanya Naruto. "Aku memiliki alasan tersendiri mengapa kupatahkan hidung temanmu itu. Tanyakan saja pada salah satu supir bus kalau mau tahu cerita penuhnya."

Raiser mendengus. "Bilang saja kau penakut."

"Yah, bilang saja kau takut dengan kekuatan Raiser-sama," ejek salah satu orang berkelamin perempuan di sisi Raiser.

Naruto mengacak rambutnya pelan, merasa bingung dengan sifat keras kepala dan arogan Raiser. Ibunya ngidam apa coba waktu menampungnya. Hina orang lewat?

Raiser mengernyit saat melihat raut muka Naruto seperti menahan tawa. Menggeram, dia berseru.

"DASAR PENGECUT!"

Keterkejutan terlihat di muka para murid. Beberapa dari mereka memang tahu kalau watak Phenex muda memang seperti itu. Tapi tidak disangka meski sudah besar sifatnya tetap tidak berubah, malah semakin menjadi-jadi.

Menghela napas, Naruto memandang Raiser dengan senyuman.

"Baiklah, aku terima permintaan [Duel] darimu."

Seorang gadis yang tadi duduk di Bus yang mirip dengan Naruto mencoba berlari ke pusat kejadian, tapi ditahan oleh teman-temannya.

"Pertanyaan. Apa yang mau kau lakukan, Mio?" tanya seorang gadis berambut orange.

"Yuzuru-chan benar. Apa yang mau coba kau lakukan, Mio-chan?" tanya seorang gadis berambut ungu panjang.

"Jangan bilang kau ingin memperingatkan kotoran berkumis tentang kemampuan serangga kuning?" tanya dingin seorang gadis berambut indigo gelap.

Si gadis berambut ungu menatap horror si gadis rambut indigo.

"Miku-chan, jangan terlalu kasar ngomongnya. Tidak baik itu."

Izayoi Miku memutar bola matanya. "Tapi itu benar, 'kan? Semua lelaki itu tak ada bedanya. Sama-sama menjijikkan. Sama-sama tidak tahu malu."

"Aku tidak berniat memperingatkan lelaki dengan kaos orange itu," kata Mio, "tapi sebaliknya. Aku ingin memberitahunya untuk tidak membuat ruang kesehatan menjadi penuh."

Miku mengerutkan kening. "Kau bicara seakan-akan kotoran berkumis lebih kuat daripada serangga kuning."

Bintang terlihat di mata gadis berambut ungu.

"Benarkah kawai-kun sekuat itu?"

"Aku tidak mengerti apa yang kau lihat dari kotoran berkumis, Sylvia," ujar Miku datar.

Slyvia Lyyneheym menjulurkan lidah padanya.

"Hush, tidak [Artemis] tidak [Miku] dua-duanya sama saja berakhir menjadi Perawan Tua."

Miku menatap kering Sylvia. "Ha ha ha. Dan tak tahu batas intim [Ishtar] benar-benar merasuk ke [Sylvia]."

Sylvia tersenyum cerah. "Kuanggap itu sebagai pujian."

[Field: on]

Barrier biru tipis menutupi area sekitar Naruto dan Raiser, mengurung mereka berdua di dalamnya. Raiser menyeringai, meregangkan otot-otot lengannya. Sementara Naruto, dia hanya diam sembari mengamati gerak-gerik Raiser.

[On Your Position]

[3]

[2]

[1]

[Unleash The POWER]

Raiser mengangkat tangan kanannya ke atas.

"Fire of Immortal Bird, blaze my spirit."

Simbol [Suzaku] tampak di dahi Raiser, aura merah membara menyelimuti sekujur tubuhnya. Mengembangkan seringai percaya diri, dia melesat menuju Naruto dengan tinju diselimuti api.

Naruto memicing mata, menyilangkan lengannya di depan wajah, pukulan Raiser berhasil mengenai pertahanan "X" Naruto, mengirim jauh tubuh si laki-laki iris biru hingga menabrak Barrier.

Menciptakan sayap di punggung, Raiser melayangkan tinju kepada dagu Naruto. Tertawa melihat lawannya melayang di udara tanpa mampu membalas balik, Raiser terbang lalu melancarkan tendangan ke perut Naruto, menerbangkan Naruto sampai menghantam barrier lagi.

Sebagian orang yang menonton pertarungan merasakan ngeri melihat betapa brutalnya Raiser melawan Naruto. Beberapa ada yang bosan menyadari sebegitu lemahnya si pemuda pirang.

Miku melirik Mio. "Lihat? Kan sudah kubilang kalau si kotoran berkumis akan kalah darinya. Meski tidak sekuat kita, kemampuan serangga kuning itu di atas sebagian murid Tahun kita."

"Sejak kapan kau naksir pada Phenex-kun, Miku?" tanya Sylvia penasaran.

Miku mencibir. "Sampai bumi berhenti berotasi pun aku tak sudi menyukai orang sepertinya."

"Oh! Berarti Miku menunggu seseorang yang spesial begitu?"

"Bisa tidak jangan ikut campur urusan kehidupan pribadiku?"

"Tidak akan! Aku akan berusaha semampuku sampai Miku bisa merasakan apa itu enaknya "Cinta"."

Si gadis berambut indigo gelap mendengus. "Semoga beruntung."

Di salah satu sudut, seorang lelaki berambut hitam dengan iris hijau mengernyit heran melihat pertarungan di depan matanya. Dia menggaruk bekas luka di bawah sudut mata kanannya.

"Kenapa kau tidak melawan balik, Naruto? Apa motifmu?"

Raiser menghilangkan sayap apinya, melangkah menuju Naruto yang hanya diam tak menunjukkan ekspresi menahan sakit maupun nyeri. Dia mencengkeram leher Naruto.

"Bagaimana rasanya dipermalukan di depan umum, hm?"

Naruto berkedip, berseri. "Rasa yah? Tapi anehnya tak ada rasa manis, asin, pahit, dan asam dari pertunjukkan sirkusmu barusan. Oh ya! Aku baru saja mendengar kabar burung lepas dari koran pagi. Maukah kau membantuku menemukannya sepulang sekolah? Lumayan loh, kau bisa berkumpul kembali dengan keluargamu yang hilang."

Otot-otot kening Raiser menegang.

"Kau berpikir kau ini lucu, hah?!"

Naruto mengangguk. "Tepat sekali, bro. Ingin tanda tangan eksklusif?"

Menggeram, Raiser melempar Naruto ke udara.

"I'm flying..."

Sweatdrop berjamaah menyerang seluruh murid semua Tahun. Beberapa staff mengelus jidat akan sikap Naruto, sementara Jin dan seorang pria rambut hitam helai pirang tertawa terbahak-bahak karena tak kuasa menahannya lebih lama.

"Tidak pernah berubah, ne, Naruto," gumam Hiruzen dengan senyuman.

"Dia lebih mirip Minato dalam hal penampilan, sedangkan sifat... tidak salah lagi dari Kushina," kata si wanita berpakaian hijau.

Hiruzen menghela nafas. "Kau belum pernah berkunjung ke rumah keluarga Uzumaki, Tsunade. Jadi kau tidak tahu wataknya seperti apa."

"Aku sibuk. Sial kerjaan," gerutu Tsunade kesal.

Seorang wanita dengan kecantikan tidak manusiawi mengerutkan kening.

"Kenapa pertarungan ini tak segera dihentikan?"

Michael menggelengkan kepala. "Selama penantang [Duel] tidak mengatakan kata "Menyerah" maka pertarungan ini akan berlangsung sampai salah satu diantara mereka benar-benar sekarat. Kau seharusnya tahu itu adalah hal dasar, Gabriel."

Gabriel merona sebab malu. "Yah, jangan salahkan aku kalau aku lupa hal itu, Michael."

Raiser menciptakan sayap, melesat ke arah Naruto lalu menendang perutnya sekuat tenaga. Bagaikan meteor, Naruto terjatuh membentur lantai dengan kecepatan tinggi.

Tidak puas, dia membuat beberapa bola api berukuran truk di atas kepalanya. Menggunakan perintah batin, bola-bola itu bergerak dan menabrak Naruto tanpa ampun.

Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam. Entah berapa kali Raiser menyerang Naruto dengan serangan khas [Suzaku] itu. Seringai gila terbentuk di bibirnya, mengamati asap menutupi area jatuhnya Naruto.

"Mudah sekali," gumamnya angkuh.

Berbalik, dia mulai berjalan dan mungkin menyombongkan kemenangannya di muka publik. Namun, suara ceria seseorang di belakangnya membuatnya tercengang di tempat.

"Kau hebat juga, Phenex-san."

Memutar badan, Raiser melihat puing-puing lantai mulai bangkit, atau lebih tepatnya, diangkat oleh seseorang. Dia tidak mempercayai ini. Tidak! Ini tidak mungkin!

Namun, kenyataan menampar pipi Raiser keras. Di sana, berdiri Naruto dengan debu memenuhi sebagian bajunya. Dia mengusap pakaian guna menghilangkan debu-debu tersebut.

Naruto mengerutkan kening, mencopot jaketnya yang gosong dimana-mana, mengungkapkan kausnya yang sedikit robek. Dia tersenyum, merasa beruntung karena membawa jaket dan beberapa set pakaian cadangan dalam tas.

"Bohong," gumam Raiser kaget.

Bagaimana bisa dia masih hidup? Terlebih, bagaimana bisa dia berdiri tanpa luka sedikit pun?

Tidak hanya Raiser yang dibuat terkejut dengan apa yang sedang terjadi. Seorang gadis berkacamata yang berada diluar barrier juga tak bisa mengungkapkan apa yang tengah dilihatnya saat ini.

Setelah semua serangan itu, bagaimana mungkin dia tidak terluka sama sekali? Tidak masuk akal, tak mungkin ada yang bisa bertahan dari serangan itu tanpa luka. Apalagi, dia tidak mengatakan [Divine Word] untuk mengakses kekuatan [Gods] yang dibawanya sejak lahir, batin si gadis.

Menggelengkan kepala, Raiser kembali menggunakan kekuatan [Suzaku] lalu melesat menuju Naruto, tinju api melayang. Ketika jaraknya sekitar tiga puluh meter dari muka Naruto, dia meletakkan tangannya di depan wajah, menangkap pukulan itu sehingga menghasilkan getaran kuat yang mengguncang udara.

Raiser berkeringat dingin, menyadari Naruto dengan enteng menahan kepalan tangannya. Dia mulai merasakan perasaan yang sudah lama dia lupakan.

Ketakutan.

Dan kegelisahan.

Naruto menurunkan tangan Raiser, sehingga empat mata beda warna mereka saling bertemu.

"Sekarang giliranku... benar?"

"Guhu!"

Raiser memuntahkan air saat tendangan dikirim ke perutnya, membuatnya terhempas hingga menabrak barrier. Naruto menurunkan kakinya perlahan, mulai melangkah maju.

Raiser bangkit, menciptakan bola api lalu melemparnya pada Naruto. Melihat adanya serangan, Naruto melakukan serangkaian tendangan di udara, menghasilkan gelombang angin yang langsung melenyapkan bola api saat bersentuhan.

Kuraudo menaikkan sisi bibirnya. "Menarik. Rupanya Uzumaki hanya bermain-main saja di awal."

"Jadi... " Mio mengamati teman-temannya satu per satu. "B–?"

"Jangan. Bilang. Satu kata pun," sela Miku.

"Strategi. Dia berpura-pura lemah lalu menunjukkan kemampuan aslinya di akhir." Yuzuru menyatakan.

"Baik, sekarang... aku tahu siapa orang yang akan kubawa untuk iklanku berikutnya," gumam Sylvia.

Lagi. Raiser melancarkan tinju berlapis api pada Naruto. Tidak seperti sebelumnya, Naruto bergeser lalu...

WHAM!

Menendang Raiser tepat di belahan kaki.

"ARGHHHHHHHH!"

"Johnny Cage style; sukses." Naruto mengumumkan.

Semua murid serta staff (khusus pria) menutup mata dengan tangan menyembunyikan kemaluannya masing-masing. Sementara para wanita, mereka mengirim anggukan bahkan ada yang bersorak.

"BAJI–"

"Atas!"

Naruto melayangkan pukulan pada dagu Raiser, menerbangkan si lelaki sombong ke arah yang diteriakkannya. Menghilang di tempat, Naruto muncul lewat hembusan angin di atas Raiser dengan kaki diayunkan, membantingnya ke kepala Raiser.

"Bawah!"

Bunyi *crack* terdengar ketika serangan itu berhasil dilakukan. Raiser berteriak kesakitan, mencoba mengatakan "Menyerah" namun Naruto membungkamnya dengan pukulan di perut, membuatnya memuntahkan darah segar.

"Kiri!"

Kepala Raiser membelok ke kiri saat terkena pukulan.

"Kanan!"

Kepala Raiser membelok ke kanan saat terkena pukulan, kali ini air liur campur darah muncrat dari bibirnya.

"Kiri!"

Kesadaran Raiser perlahan memudar, seiring dengan fragmen kecil putih terlepas paksa dari gusinya.

"Dan pemberhentian selanjutnya... Ranjang ruang kesehatan!"

Sebelum mereka menyentuh lantai, tangan Naruto terjalin di atas kepalanya dan ditarik ke bawah, menghantam Raiser tepat di muka. Punggungnya bertabrakan keras dengan lantai, bunyi bising hantaman dan asap melonjak di udara.

Naruto mendarat kasar, menghasilkan retakan layaknya jaring laba-laba di permukaan lantai. Dia mendekati Raiser, yang berada di tengah kawah berukuran melebihi batas tingginya, tubuhnya terjebak dan matanya nyaris tidak terbuka saat ia berusaha untuk tetap sadar.

Naruto berjongkok. Raiser sekuat tenaga menggerakkan kepala untuk menatapnya.

"B-Bagaimana b-bisa?"

Si remaja pirang hanya tersenyum.

"Itu karena, gaya bertarungku adalah berdansa dengan kematian."

.

.

.

.

.

XXXXX

{T-B-C}

XXXXX

.

.

.

.

.

A/N: Hello semua! Perkenalkan user nameku Mars135. Dan yah, ini adalah cerita pertama saya, jadi mohon maklum kalau ada kesalahan di beberapa hal.

Dan soal [Gods] itu bukan hanya mencakup dewa mitologi saja. Tapi untuk julukan "terkuat" suatu nama di sebuah ras. Seperti Astaroth, yang Iblis tapi dianggap dewa gairah oleh suku Phoenician.

Sebelum pindah ke fic lain, silakan simak preview berikut ini.

Selanjutnya di Kami no Gakuen [Highschool of God]

"Jadi, dia dijauhi hanya karena [Gods] miliknya adalah [Hades] begitu?"

Basara mengangguk.

"Ya."

Naruto mengerutkan kening, menggelengkan kepala.

"Basara, waktunya kita menjalankan siasat 'tidak peduli latar belakang terpenting hatinya bersih dan bisa dipercaya'."

Basara nyengir.

"Siap, komandan."

Sona memandang Naruto sambil memperbaiki letak kacamatanya.

"Uzumaki-san, kenapa di [Account Book] punyamu nama [Gods] milikmu tidak ditulis?"

Naruto mengangkat bahu.

"Sederhananya; aku tidak dilahirkan dengan itu. Fantastis, bukan?"