Dulu, Sekarang, Dan Nanti

Naruto © Masashi Kishimoto Sensei

Warning : Gender Bender, AU, OOC, Typo's, dll.

Pairing : ItaFemNaru

Don't like, don't read.

Selamat membaca ….

.

.

.

Pagi hari yang buruk bagi seorang Uchiha Itachi. Terbangun dalam keadaan setengah melayang, lelaki berusia duapuluh delapan tahun itu merasakan pusing yang teramat sangat. Meringis pelan, dia pun bangkit dari posisi berbaringnya, dan kemudian menyenderkan punggung pada bagian kepala tempat tidur. Memijat pelipisnya yang terasa berdenyut, kepala digerakkannya untuk melirik ke arah jam dinding yang tergantung manis pada permukaan dinding.

"Ya ampun …."

Mendesah lelah, lelaki itu kemudian menengadahkan wajah dan menerawang langit-langit kamarnya. Matanya menatap nanar. Menggelengkan kepalanya pelan ketika sekelebat ingatan muncul ke permukaan, lelaki itu pun dengan gerakan kasar bangkit dari atas tempat tidur.

Tak memedulikan langkahnya yang sempoyongan, dia terus membawa dua kakinya menuju kamar mandi.

Pekerjaan menunggunya, dan dia tak boleh terlalu banyak membuang waktu.

.

.

.

Suara kasak-kusuk teman seprofesinya yang terasa tak jauh berbeda dengan suara dengungan lebah, terasa menyakiti gendang telinga. Menatap tajam dari balik kacamata tebalnya, lelaki itu sama sekali tak mendapatkan respon yang berarti dari kumpulan orang yang tampak berkerumun di hadapannya. Seolah berubah transparan, lelaki berambut raven panjang—klimis— berkuncir satu itu pun hanya bisa merutuk dan menahan kekesalannya dalam-dalam.

Selalu saja begini. Rutinitas kerja yang terasa begitu monoton. Menyebalkan, dan cenderung memuakkan. Namun, apa daya, Itachi hanya seorang tenaga pengajar biasa. Bukan seorang yang berada dalam posisi yang terbilang penting di Sekolah tempat dirinya mengajar, dirinya hanya sekedar bawahan. Tak memiliki peranan penting apa pun. Penampilannya yang jauh dari kata modis—bahkan terbilang nerd, menjadikan dirinya tersingkirkan dan terasing dari pusat perhatian.

Berbeda dengan dirinya, perempuan bermarga Yamanaka yang kini menjadi pusat kerumunan para guru-guru di sana, tampak begitu menarik dalam pandangan mata. Cantik, seksi, dan tampak begitu modis, perempuan itu bahkan berpredikat sebagai salah satu guru idola di lingkungan sekolah; tempat mereka mengajar. Pribadinya yang terkenal supel, menjadikan dirinya mudah berbaur dengan siapa pun. Sebagai lelaki normal, Itachi akui dirinya pun cukup tertarik dengan penampilan perempuan tersebut. Namun, satu hal yang Itachi tak pernah sukai, perempuan bermarga Yamanaka itu juga terkenal sebagai biang gosip. Lagi pula, menilik penampilan dirinya yang di bawah standar selera perempuan kebanyakan—pada umumnya, lelaki itu cukup tahu diri untuk mengharapkan sesuatu yang terbilang sia-sia.

Kembali membahas sosok beriris aquamarine yang selalu menarik perhatian siapa pun tersebut; tak penah absen, setiap pagi perempuan itu akan hadir dengan gosip teranyar di dalam ruang lingkup sekolah. Entah mendapat kabar dari mana, seolah menjelma menjadi presenter gosip dalam suatu infotaiment kenamaan; perempuan itu memaparkan segala informasi yang didapatkannya kepada pendengar setianya.

"Haah …."

Lagi. Itachi mendesah, lelah. Tak lama kemudian menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Itachi memikirkan suatu hal yang tidak penting. Membentuk garis lurus pada bibirnya, dia pun akhirnya memilih menyalakan laptop kerjanya.

Mulai bekerja akan terasa lebih baik daripada harus mengacuhkan suatu hal yang tidak perlu. Namun—

"... namanya Namikaze Naruto. Kalian tentu tahu siapa dia?"

—suara kicauan perempuan dalam pusat kerumunan tersebut yang tiba-tiba tertangkap ke dalam indera pendengaran Itachi, membuat lelaki berpenampilan nerd tersebut membelalakkan matanya lebar.

Tadi itu ... dia salah dengar, kan?

"Astaga, suatu anugerah untuk kalian semua para lelaki. Bukankah begitu?" Suaranya terdengar begitu jelas, ada pula kebanggaan yang terkandung di dalam pengucapannya. "Aku yakin, di antara kalian semua pasti memimpikan untuk dapat bersanding dengan perempuan sekelas Namikaze Naruto. Siapa pun yang bisa menarik perhatian dan menjadi pendampingnya ... akan terjamin hidupnya, hingga tujuh turunannya sekalipun."

"Waw …."

Di antara suara decakan kagum dari para guru-guru yang tengah mengerubungi sang Yamanaka, Itachi dengan ekspresi wajah mengeras berharap hidupnya akan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

'Dari sekian banyak anggota keluarga Namikaze, kenapa harus Namikaze yang itu?' batinnya, merasa miris sendiri.

.

.

.

Bukan sekali atau dua kali, perempuan bermarga Namikaze itu merasa tak habis pikir dengan pemikiran kakak sulungnya. Namikaze Sasori di antara deretan kesempurnaannya, entah kenapa senang sekali membuat Naruto repot. Alih-alih mengirimnya untuk mengurusi cabang perusahaan keluarga mereka di luar negeri, sang Namikaze sulung justru menitahkan dirinya untuk mengurusi sebuah sekolah yang bahkan Naruto lupa akan keberadaannya. Salahkan Ayahnya yang terlalu serakah, hingga bisa-bisanya juga memiliki usaha yang berkaitan dengan bidang kependidikan. Memang bukan di daerah yang benar-benar terpencil dan masih di daerah Jepang, hanya saja—

"Konoha, huh?" Naruto mendengus. Tangannya bergerak memasukkan koper ke dalam bagasi. "Kenapa aku harus diturunkan secara langsung? Tsk, ini akan merepotkan."

—tetap saja Naruto tak akan menyukai pekerjaannya kali ini.

.

.

.

Menatap tumpukan koper yang tampak berada di ruang tengah apartemennya, putri kedua dari pasangan Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah dua orang lelaki berambut merah dan hitam itu.

"Apa maksudnya dengan ini semua?"

"Karena kami menyayangimu, kami akan menemanimu selama berada di Konoha."

"Kalian gila," desis perempuan itu dengan mata menatap penuh nafsu membunuh. Sungguh, jawaban yang dilontarkan oleh sosok sang kakak dengan tanpa dosa itu membuatnya kesal.

Mengedikkan bahu, salah satu di antara dua orang itu meraih mug berisi cairan kecokelatan. "Ahh~ enak sekali cappuchino buatanmu, Menma."

Tersenyum kalem, Menma menyenderkan punggungnya pada senderan sofa. "Itu belum seberapa, Aniki, buatan Nee-chan lebih enak daripada buatanku." Lelaki itu mengerlingkan matanya ke arah Naruto, sama sekali tak terpengaruh akan tatapan mematikan yang terarah padanya. "Bukankah begitu, Nee-chan?"

"Berhenti bersikap sok manis terhadapku, Menma," Naruto menyilangkan kedua lengan di depan dada. Mata mendelik sinis. "Dan hentikan panggilan menjijikkanmu itu, aku hanya lahir lima belas menit lebih awal darimu."

Tak peduli. Menma mengedikkan bahu.

"Ara~ Naruto ... daripada kau mencari masalah dengan kembaranmu, sebaiknya kau mulai berbenah." Sang Namikaze sulung tersenyum kalem. "Kau tak mungkin membiarkan kami tinggal dalam kondisi apartemenmu yang sedemikian menyedihkannya seperti ini, kan?"

"Tinggal, kau bilang?" tanya perempuan itu sarkastis. "Berada di sini bersama kalian lebih lama dari ini pun aku tidak sudi."

Mengangkat sebelah alis, Sasori menatap penuh perhitungan pada adik pertamanya yang tampak meraih koper miliknya. "Kau mau ke mana, Naruto?" Nada suaranya memang terbilang tenang, namun siapa pun yang sudah mengenal sang Namikaze sulung tentu dapat menangkap adanya nada ketidaksukaan di dalamnya.

Menma menggeser pantatnya, menjauh dari tempat duduk sang kakak pertama. Sama sekali tak merasa nyaman dengan aura sang Namikaze sulung yang terasa begitu menekan.

Naruto mendengus, "Kau jelas tahu, Aniki. Jangan berharap aku sudi membagi apartemen ini dengan kalian."

"Hoo~" Namikaze sulung itu menyeringai. "Bawahanku berani melawanku rupanya."

Perempuan berambut pirang sebahu itu kembali mendelikkan matanya. "Bawahan, kau bilang?" geramnya tak terima. "Atas dasar apa kau membawa-bawa posisimu di perusahaan, Aniki? Lagi pula, aku bukan karyawan di perusahaanmu lagi, bila memang kau lupa."

"Ini masih jam kantor, Naruto." Menma mengintrupsi. Naruto mengeratkan genggaman tangannya pada pegangan koper. Sasori tersenyum tipis, namun syarat akan kepuasan.

"Aku memang menugaskanmu untuk menjadi Kepala Sekolah di Rasengan International School, Naruto." Pewaris utama keluarga besar Namikaze itu bertutur dengan penuh wibawa. "Tapi asal kau ingat, di atas jabatan Kepala Sekolah masih ada Kepala Yayasan."

"Ya, kau benar." Perempuan itu memilih mengalah. Terbilang sangat tidak seperti dirinya yang biasanya memang, tapi Naruto sedang tak ingin berdebat. "Aku akan mencari apartemen lain yang bisa kutinggali sendiri."

"Kalau aku jadi kau, aku tak akan membantah, Naruto. Aku akan langsung mengurungkan niatku untuk pergi dari sini." Menma tersenyum boyish.

Naruto sedikit mengangkat naik alisnya, diam-diam menunggu kembarannya untuk melanjutkan ucapannya yang tentu lah belum selesai.

"Kau tentu tak melupakan di mana posisimu yang sekarang ini, kan, Nee-chan?"

Adik pertama dari Namikaze Sasori itu sedikit pun tak pernah menyukai seringai menyebalkan dan panggilan penuh penekanan dari sang adik yang diarahkan pada dirinya. Menarik koper miliknya, Naruto pun dengan langkah kasar membawa koper miliknya ke arah salah satu pintu kamar yang ada dalam apartemen tersebut.

"Mati saja kalian, dan membusuklah di Neraka," ucapnya penuh kebencian, sebelum tubuhnya menghilang di balik pintu.

Kembali meneguk cappuchino miliknya dengan begitu santai, Sasori menyembunyikan senyumnya. Namun, tak lama pria itu mengernyitkan kening. "Lalu, bagaimana dengan nasib koper-koper kita?" tanyanya seraya menatap tumpukan koper di tengah ruangan.

Menma hanya tersenyum kalem. "Tentu saja itu tugas Aniki untuk membereskannya."

"Huh?"

Bangkit dari tempat duduknya, Menma mengedikkan bahu. "Aniki yang mengajakku untuk ikut pindah dan tinggal di Konoha. Maka ... jadilah pemimpin dan kakak yang bertanggung jawab."

"Menma, ka—"

"Ah, iya," Menma menyeringai kekanakan, "Aniki tenang saja. Karena Menma sayang Aniki dan Nee-chan, sekarang Menma akan pergi ke toko untuk membeli peralatan beres-beres."

Lalu, Sasori pun hanya bisa menatap kepergian adik bungsunya dalam diam.

.

.

.

Bersambung ….

Kazusha corner : Aku tahu ini terbilang mainstream, tapi setidaknya ini hasil ketikanku. Pengennya bikin fict Yaoi, tapi karena meragukan ... jadilah genderbender. Lalu, agak minder karena debut di fandom ini. Btw, fict ItaFemNaru terkesan jarang ada di FNI, ya? Jarangkah yang menyukai pair ini?

.

Review?