Summary: Ditinggal kedua orangtua ke luar negeri, dan kini tinggal bersama seorang cowok menyebalkan, bukanlah keinginan Teito. Yah, tapi adakah yang lebih mengejutkan dari itu? Ingin tahu? Silahkan cek sendiri! Collab Fanfic with Namikaze-Naruni!
Warning:
AU. OOC (Maybe). Shonen-ai. Don't like, Don't read. RnR Please!~
Rate: T
Genre:
Family/ Fantasy/ Romance / Humor (Dikit)
Disclaimer:
07-Ghost © Amemiya Yuki & Yukino Ichihara
Past Family © Namikaze-Naruni & Hanabi Kaori
Pairing:
Frau x Teito
.
.
.
—Past Family—
"Kaa-chan! Tou-chan!"
"Jangan mendekat!"
ZRAASSHHH!
saat itu aku tidak bisa berbuat apa-apa. Yang kuingat adalah...
Darah...
Darah yang terciprat kesegala arah. Menghiasi segalanya dengan warna merah pekat. Termasuk mengenai diriku. Salah satu Demon itu menyerang Kaa-chan dan Tou-chan. Sayap hitam Demon yang besar itu terbentang.
Aku ingin berteriak saat itu. Tapi tak ada satu kalimat pun yang bisa keluar lagi dari mulutku. Lututku terasa lemas. Aku jatuh terduduk... menatap tak percaya tubuh kedua orangtua-ku yang terbaring bersimbah darah.
"Jadilah anak yang kuat!"
"Kami menyayangimu..."
Kata-kata yang diucapkan oleh Tou-chan dan Kaa-chan kembali berputar dalam pikiranku. Seolah terekam dengan apik di memori otakku. Tidak mungkin... Tou-chan dan Kaa-chan sudah... tanpa sadar, air mataku mulai mengalir turun di kedua belah pipiku.
"Oh... dan siapa anak ini, eh?"
DEG!
Demon itu mengalihkan pandangan mata berlatar hitam dengan bola mata merahnya padaku. Ia bertanya dengan suara yang amat mengerikan yang membuat bulu romaku berdiri. Tubuhku mulai gemetar takut.
"Apa kau anak mereka, eh?"
Aku tetap diam. Bukan tidak mau menjawab. Tapi mulutku tak bisa bekerja sama dengan otakku. Bibirku tak bisa bergerak, hanya bisa bergetar saja. Demon itu mendekatiku yang masih belum bergerak dari tempatku kini. Tepat di dekat Tou-chan dan Kaa-chan yang tak bergeming dengan darah yang membanjiri sekeliling tubuh mereka.
"Kekeke... kalau kau mau, aku bisa mengantarmu ketempat kedua orangtuamu berada Bocah!" Demon itu mengangkat kedua pedangnya secara bersamaan kearahku. Bersiap untuk menebas tubuhku saat itu juga. Tapi... Sebuah cahaya tiba-tiba muncul dan mengelilingiku. Menangkis serangan pedang milik sang Demon.
"A—apa ini?" Demon itu menatapku kaget. Sebuah lingkaran zaiphon mengelilingi tubuhku. Ini... zaiphon yang diberikan Tou-chan dan Kaa-chan untuk melindungiku tadi. Cahaya zaiphon itu semakin terang hingga menerangi segala yang ditutupi oleh kegelapan.
"Ti-tidak mungkin! AAKKKHHH!" teriakan itu terdengar bersamaan dengan lenyapnya tubuh sang Demon ditelan oleh cahaya yang berasal dari zaiphon yang melindungiku. Aku selamat... tapi percuma meski aku selamat...
Tangan kecilku perlahan beralih mengenggam lengan Tou-chan dan Kaa-chan dengan gemetar.
Dingin?
"To—tou-chan.. Ka—kaa-chan..?" panggilku lirih.
Tidak ada jawaban. Hanya wajah yang mulai memucat yang kulihat dari wajah mereka. Tak ada suara. Tak ada senyum, tak ada.. tak akan ada lagi pelukan hangat dari mereka untukku. Aku menjerit memanggil Tou-chan dan Kaa-chan. Walaupun aku tahu, itu adalah percuma.
Saat itu aku lemah, sangat lemah. Aku tak bisa melindungi Tou-chan dan Kaa-chan... aku tak bisa melindungi orang-orang yang kusayangi. Tapi aku berjanji, aku akan jadi kuat! Dan aku pasti bisa melindungi kalian lagi suatu saat nanti!
Tou-chan.. Kaa-chan.. itulah janjiku pada kalian.
.
.
.
Normal POV
Pagi yang tenang nan damai menghiasi kota Tokyo. Matahari pagi bersinar dengan hangat dan lembut. Burung-burung berkicau riang. Semilir angin pagi berhembus sejuk. Yah, itu memang suasana pagi yang sempurna untuk kota yang merupakan pusat Jepang ini. Jika saja tak ada gangguan semacam...
"APA?"
Oh, ternyata sang Author terlambat menyampaikan. Gangguan yang dimaksud tentunya adalah suara mengerikan(?) yang baru saja terdengar. Suara itu berasal dari salah satu rumah yang bisa terbilang mewah di tengah kota Tokyo. Di bagian depan rumah tersebut terdapat papan kecil bertuliskan 'Klein'. Menandakan bahwa rumah itu ditempati oleh sebuah keluarga bermarga Klein.
"Teito, suaramu berlebihan," komen sang Ayah dengan santai.
"Kalian bercanda, kan?" pemuda manis berambut coklat yang diketahui bernama lengkap Teito Klein itu bertanya pada sepasang orangtuanya.
"Tidak," sebuah jawaban singkat meluncur mulus dari mulut sang Ayah.
"Maaf, Teito. Kami tahu ini mendadak, sebenarnya kami juga tak ingin meninggalkanmu sendirian," jelas sang Ibu coba memberi pengertian.
"Tapi... Kenapa bisa kalian dapat tugas ke luar negeri secara tiba-tiba?" jerit Teito histeris.
Pagi ini harusnya jadi pagi yang normal untuk Teito. Bangun pagi, bersiap untuk berangkat kuliah, makan pagi bersama keluarga sambil diselingi obrolan ringan... sudah jadi kebiasannya setiap pagi. Tapi siapa duga? Dalam sesi sarapannya pagi ini, kedua orangtuanya menyampaikan berita tak terduga. Bahwa Ayah dan Ibu Teito akan pergi ke luar negeri untuk suatu urusan, dan tidak pasti kapan kembalinya.
Shock? Sudah pasti itu yang Teito rasakan. Dan mau tidak mau, Teito harus tetap tinggal di Jepang tanpa orangtuanya. Karena Ia tak mau sampai kuliahnya terputus. Hei, tapi jangan heran jika Teito yang seorang mahasiswa itu sering dikira anak SMP. Keterlaluan? Tidak juga.
Mungkin kalian juga akan salah mengira saat pertama kali bertemu Teito. Teito Klein memang bertubuh mungil, atau mungkin lebih cocok dibilang 'pendek' *Author di-zaiphon Teito*. Tak heran banyak yang salah mengira Ia adalah anak SMP.
"Haah..." Teito mengheka nafas berat. "Lalu bagaimana aku mengurus hidupku sendiri selama kalian tidak ada? Aku baru saja mulai kuliah awal bulan ini.." jelas Teito dengan tampang lesu. Entah mengapa orangtua Teito justru tersenyum mendengarnya. Membuat alis pemuda bermata emerald itu mengkerut.
"Ada yang lucu?" tanya Teito dengan tampang jengkel.
"Jangan khawatirkan itu Teito. Kami sudah mengurusnya."
"Hah?"
"Kau akan tinggal di apartemen milik salah satu teman kami, Bastien," sang Ibu memberi penjelasan.
"EHK?"
o0o0o0o0o0o
Flashback On
Hari itu orangtua Teito mendapat pemberitahuan penting, bahwa untuk sementara mereka akan ditugaskan keluar negeri. Karena perusahaan mereka mengadakan kerja sama dengan perusahaan asing di amerika.
"Bagaimana ini, Bastien? Aku tidak mungkin meninggalkan Teito, putraku itu seorang diri di Jepang. Dia belum lama ini lulus SMA dan mulai menjalani kehidupannya sebagai mahasiswa," Ayah Teito menceritakan keluh kesahnya pada sang sahabat. Sedang Bastien —sahabat ayah Teito— juga ikut memikirkan jalan keluar untuk sahabatnya itu.
"Uhm... Bagaimana... Ah! Bagaimana kalau anakmu tinggal di apartemen-ku saja!" usul Bastien. Ayah Teito menatapnya heran.
"Tinggal bersamamu?"
"Ya. Aku hanya tinggal berdua dengan anak lelaki ku. Mereka berdua sama-sama anak tunggal, kan? Jadi mereka bisa merasakan bagaimana rasanya punya saudara. Kupikir mereka pasti cocok!"
"Sungguh kau tidak keberatan?" wajah Ayah Teito berubah cerah.
"Iya, aku sungguh-sungguh. Suruh saja anakmu datang ke alamat ini," Bastien menuliskan alamat yang dimaksud dan memberikannya pada Ayah Teito.
Ayah Teito menerima kertas yang berisi alamat itu dengan berbinar, "Sankyuu, Bastien! Untung saja, aku punya teman baik hati sepertimu!"
"Hahaha.. tak masalah."
Dan hal itu makin mengukuhkan tali persahabatan antara bapak-bapak itu dengan erat. *Yare-yare.. =="*
Flashback Off
.
.
.
Dan di sinilah Teito 'terdampar' saat ini. Apartemen Sichima dengan pintu bernomor 70 itu kini ada di hadapannya. Teito melirik secarik kertas dalam genggamannya. Memastikan bahwa Ia tak salah, dan tempat inilah yang dimaksud dalam kertas itu.
"Hah..." satu helaan nafas lagi. Siapa sangka Ia harus tinggal dengan orang yang bahkan belum pernah Ia temui sebelumnya. Ia memang pernah mendengar nama Bastien beberapa kali, berhubung Bastien adalah sahabat baik orangtuanya. Tapi Ia belum pernah bertemu dengan orang bernama Bastien itu secara langsung.
Teito perlahan mengetuk pintu apartemen itu. 3 kali ketuk. Awalanya tak ada respon. Kembali, Teito mengetuk pintu di depannya. Semenit... dua menit... tiga menit... hingga...
DRAK! DRAK! DRAK!
"WOI! Ada orang tidak sih!"
Oh, rupanya Teito sudah terlebih dahulu termakan emosi. Ia mulai memukul-mukul pintu itu dengan penuh amarah. Siapa juga yang nggak marah kalau harus terus menunggu di depan pintu meski sudah berulang kali mengetuk pintu.
"URUSAI!" tak berapa lama, pintu pun terbuka. Dari dalamnya muncul seorang pemuda tinggi berambut pirang dengan penampilan awut-awutan seperti orang baru bangun tidur. Teito sempat terpaku beberapa saat pada sosok pemuda itu. Kenapa Ia sampai terpaku? Ia sendiri pun tak tahu. Rasanya ada sesuatu yang bergejolak dalam hatinya saat melihat sosok pria itu.
"Siapa kau?" Pertanyaan itu seketika itu juga membuat Teito tersadar dari lamunannya.
"Uhm... sumimasen, aku mencari Bastien-san," ucap Teito dibuat sesopan mungkin. Pria di hadapannya itu menatap Teito dengan pandangan malas. Teito sempat berpikir kalau pria itu mungkin saja Bastien. Tapi kalau dipikir ulang rasanya tidak mungkin, mengingat Bastien itu sepantaran dengan ayahnya. Sedang pria ini, sepertinya baru berusia 20 tahunan.
"Bastien tidak ada disini," jawab Pria itu santai dengan dinginnya.
"Eh? Tapi aku diberi alamat ini oleh ayahku! Dia adalah teman baik Bastien-san!" seru Teito kaget sambil menyodorkan kertasnya pada pria tadi.
"Ini memang benar alamat Bastien... tapi, apa tujuannya kau diberi alamat ini?" tanya pria itu.
"Mulai hari ini, aku akan tinggal di sini," jawab Teito singkat dengan polosnya. Seketika suasana berubah hening. Tanpa aba-aba, pria tadi langsung melesat masuk kedalam apartemen, meninggalkan Teito yang tengah kebingungan seorang diri di depan pintu masuk.
Pria tadi bergegas menuju salah satu meja di ruang tengah, terdapat sebuah telefon di atas meja itu. Jemarinya dengan cepat memencet tombol-tombol angka yang dibutuhkan. Selama menunggu orang yang Ia hubungi mengangkat telepon darinya, alisnya bertekuk kesal karena harus menunggu.
"Hallo?" suara dari seberang terdengar
"Hei! Kuso Otou! Apa maksudmu dengan 'hallo', Hah?" amuk pria itu pada seseorang yang sedang berada di seberang telepon.
"Ada apa, Frau? Tumben sekali kau menelepon-ku," balas suara di seberang.
"Harusnya aku yang bertanya 'ada apa'! Ada seorang bocah lelaki datang ke apartemen, dan Dia bilang—"
"Dia akan tinggal di apartemen itu, kan?" potong orang yang sebenarnya adalah bastien. Dan pria berambut pirang itu sebenarnya adalah putra Bastien, Frau.
"Kenapa Kau bisa tahu?" teriak Frau.
"Dengar baik-baik Frau, anak itu bernama Teito Klein. Dia adalah anak dari teman baik Otou-san. Orangtuanya tengah pergi ke luar negeri. Dan dari pada Ia hidup sendirian, kasian'kan? Makanya, Otou-san pikir Ia bisa tinggal bersama kita," jelas Bastien.
"'Kita'? Lalu kenapa kau bilang bahwa kau ada urusan dan tidak bisa pulang untuk sementara waktu?" Frau berteriak sekencang-kencangnya pada gagang telefon dalam genggamannya. Untuk sementara waktu tak ada jawaban dari Bastien. Sejak kemarin Bastien memang tidak ada dirumah. Ia pergi secara tiba-tiba dan hanya meninggalkan jejak berupa surat yang isinya:
'Otou-san ada urusan penting, dan untuk sementara waktu tak bisa pulang. Ini Otou-san lakukan sebagai orangtua yang baik dan memikirkan masa depan anaknya. ^^v'
Frau sempat kesal bercampur bingung saat tahu ayahnya pergi entah kemana. Apanya yang 'Orangtua yang baik', gelagat Bastien justru bisa dikategorikan 'Orangtua tak bertanggung jawab', setidaknya itulah yang Frau pikirkan.
"Kau tahu, Frau? Saat pertama kali Otou-san melihat foto anak itu, Aku merasa sangat terpesona oleh wajah manisnya. Selain itu dia adalah anak yang sangat pintar dan baik. Karena itulah, sebagai orangtua yang baik... Aku sudah memutuskan Ia akan menjadi pasangan hidupmu kelak," jelas Bastien panjang lebar. Frau ternganga mendengar pernyataan ayahnya.
CTAK!
Sebuah perempatan jalan tercetak di kepala Frau, "Jangan bercanda, KUSO OTOU! Bocah itu laki-laki! Dan entah kau ingat atau tidak, tapi anakmu ini juga punya gender yang sama!" teriak Frau keras. Ingin rasanya Ia mencekik Bastien saat itu juga. Apa Bastien bercanda? Kenapa juga Bastien mau menjodohkan anaknya dengan seorang bocah yang gender-nya sama. Oh, God!
"Heee.. jangan bilang kalau kau tidak sadar, Frau? Lihatlah betapa manisnya anak itu! Kupikir wajahnya itu tak kalah dengan wajah para anak perempuan yang biasa kau lihat di majalah mesum milikmu. Pokoknya, lewat deh!" ucap Bastien dengan suara tenang seakan ini bukan masalah besar.
"APA MAK-,"
"Baiklah Frau, kuserahkan yang di rumah padamu! Sampai jumpa!" potong Bastien cepat, dan..
Tuuttt... Tuuttt... Tuuttt...
Sambungan telepon pun terputus. Frau dengan kesal membanting gagang telefon itu dengan sangat keras.
"Ano... Permisi..." suara Teito yang tengah berada di depan pintu membuatnya mengalihkan pandangan pada pemuda berambut coklat itu.
"Ck..." Frau berdecak kesal. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Sebenarnya Ia sedikit kasihan dan tidak tega juga pada Teito. Masa' Ia mau mengusir anak itu? "Baik, baik. Namamu Teito Klein, kan? Kau boleh tinggal di sini. Kasihan juga bocah sepertimu harus ditinggal sendirian oleh orangtuanya."
Ucapan Frau seketika membuat perempatan jalan muncul di dahi Teito. "Aku bukan 'bocah'!" bantah Teito tidak terima.
"Kau.. memang 'bocah' kan?" tanya Frau santai tanpa melihat situasi.
Pundak Teito tampak bergetar, "BOCAH KAU BILANG, HAH?" teriak Teito tiba-tiba, Frau berjengit kaget.
"ASAL KAU TAHU SAJA! USIAKU SEKARANG SUDAH 18 TAHUN!" seru Teito meledak.
Frau menautkan alisnya, "Ohh.. dela-Wuappa? 18 tahun? Kok 'pendek'?" balas Frau dengan wajah suci(?)
Tak berapa lama kemudian, sebuah tas koper hitam yang lumayan besar sukses mendarat di wajahnya dengan telak. Membuat pria blonde itu terjungkal ke belakang karena kaget. Sang pelempar a.k.a Teito mendengus puas.
"Rasakan itu! Dasar tidak sopan!"
o0o0o0o0o0o
Well.. tidak terlalu menyenangkan saat kita terjebak dalam suasana yang sepertinya tidak menguntungkan. Terutama, untuk pemuda mungil ini. Rasanya Teito agak menyesal juga karena telah melempar koper miliknya pada pria pirang pemilik apartemen ini tadi.
"Nah, Kuso gaki. Apa pertanggung jawabanmu terhadap memar di wajahku ini?" tanya Frau pada pemuda mungil yang kini tengah duduk manis di sofa ruang tengah.
"Ukh.. gomenasai," bisik Teito pelan sambil manyun. Sebenarnya, sebagian dari dirinya tidak tulus mengucapkan kata 'maaf' pada pria yang baru ia ketahui bernama Frau itu. 'Itu akibatnya karena kau berani-beraninya mengataiku 'pendek'.'. Pikirnya kesal.
Frau menaikkan sebelah kakinya ke atas meja, berhadapan dengan Teito. "'Maaf'? mudah sekali kau bilang 'maaf' setelah dengan sengaja, kau melemparku dengan kopermu itu! Lihat apa yang kau perbuat?" tandas Frau sambil memperlihatkan sedut bibirnya yang memar cukup parah.
Lama-kelamaan, Teito juga ikut tersulut emosinya, "Kau sendiri yang memulainya! Seharusnya kau lebih sopan pada orang yang baru kau kenal, Tuan!" balas pemuda mungil itu tak kalah.
"Haaa? Kau berani membentakku, Kuso gaki? Ingat, posisimu tidak menguntungkan di sini!" balas Frau sembari menyipitkan mata blue sea-nya menantang kepada pemuda berambut coklat di hadapannya itu.
Teito bungkam, benar kata Frau. Posisinya memang tidak menguntungkan. Tahu begini, mending Ia memilih tinggal sendirian di rumah dari pada harus serumah dengan orang seperti dia.
"Hei, kau tuli ya, Kuso gaki?" kembali suara Frau terdengar di telinganya. Teito segera mendongak menatap wajah Frau yang juga sedang menatapnya.
Blue sea meet emerald...
DEG!
Rasanya saat kedua mata mereka bertemu, ada gejolak aneh yang masuk di hati mereka berdua secara bersamaan. Entahlah, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Yang pasti, rasa itu seperti... kerinduan?
Frau langsung mengalihkan pandangannya, sebisa mungkin tidak menatap mata emerald milik Teito. Begitu pun Teito. Ia lebih memilih mengalihkan pandangannya ke arah lantai.
Hening...
SREEK..
Frau segera mengalihkan pandangannya pada Teito yang sekarang tengah membuka tas selempang hitam miliknya, Frau menautkan alisnya bingung melihat itu.
"Kau sedang apa kus-,"
"Di mana Dapur?" potong Teito cepat.
"Ck, di sana!" balas Frau sambil menunjuk ke arah kanan. Teito mengangguk mengerti lalu bangkit dari sofa dan berjalan ke arah yang ditunjukan oleh pria berambut pirang itu.
Sepeninggalnya Teito, Frau memilih menjatuhkan tubuhnya di sofa sambil menyambar remote di meja dan menyalakan TV.
"Sial! Mimpi apa aku semalam?" tanyanya hiperbolis. Jari-jarinya tak henti mengganti channel-channel yang menurutnya menayangkan program yang tidak bermutu.
"Ck, kenapa tayangannya gosip semua, sih? Argh!" karena kesal, akhirnya TV itu dimatikannya. Sedangkan remotenya Ia lempar ke samping sofa yang kosong.
"Mana rasanya bibirku masih sakit. Sial," runtuknya sambil menyentuh memar di sudut bibirnya karena lemparan koper dari Teito tadi. Alama.. kuat juga tenaga itu bocah sampai bisa melempar koper yang lumayan besar itu tepat ke wajahnya.
"Frau."
Merasa namanya di panggil, pria berambut pirang itu menoleh ke belakang. Dan sukses mendapati pemuda mungil yang telah dengan berbaik hati melemparkan koper ke arah wajahnya dengan telak yang mengakibatkan memar di sudut bibirnya. Namun, ada hal ganjil yang Frau lihat di tangan Teito. Sebuah baskom kecil berisi air lengkap dengan sebuah sapu tangan bewarna putih polos. Sepertinya sapu tangan itu adalah benda yang diambilnya dari tas tadi.
"Apa yang mau kau lakukan, Kuso gaki?" tanya Frau heran. Teito tidak langsung menjawab. Melainkan melangkah tepat ke samping Frau. Lalu meletakan baskom tadi ke meja dan mengambil sapu tangan yang berada di dasar baskom, lalu memerasnya.
"Kau tadi bilang, kalau 'minta maaf' saja tidak cukup, kan? Kalau begitu, aku akan mengobati lukamu." tawar Teito sambil mendekatkan sapu tangannya pada sudut bibir Frau yang memar. Reflek, Frau memundurkan kepalanya, membuat pertigaan jalan di dahi Teito berkedut.
"Maumu apa sebenarnya, sih?" tanya Teito emosi. Udah baik-baik mau ngobatin. Eh, malah menolak. Tahu gini, tadi biarkan saja!
"Eh, kalau kau ini wanita, aku tidak keberatan kau mengobati lukaku. Tapi, sorry. Aku tidak minat pada laki-laki, yaa.. walau kau ini tergolong 'manis'." Sahut Frau, Ia tidak tahu sadar atau tidak saat mengatakan kata 'manis' untuk Teito.
Pluk!
Sebuah sapu tangan basah gantian mendarat pada wajah Frau dengan telak, "Sudah syukur aku mau bertanggung jawab! Sekarang kau malah mengejekku! Dasar tidak tahu terimakasih!" amuk pemuda mungil itu. Sambil beralih duduk di sisi sofa ujung yang kosong.
Perlahan Frau mengambil sapu tangan yang menutupi hampir sebagian wajahnya itu, mata blue sea-nya melirik ke arah pemuda di sampingnya yang tengah merungut kesal. Terlihat wajahnya yang memerah menahan amarah, dan bibir mungilnya yang sedikit mengurucut sebal, serta mata emeraldnya yang di sipitkannya dengan kesal. Sedangkan kedua lengannya mencengkram pangkuannya yang terbalut celana panjang hitam.
'Hahh.. apa dia ngambek? Dasar, dia bilang sendiri kalau dia bukan bocah. Tapi, ternyata?' komen Frau yang memperhatikan tingkah laku Teito. '... tapi, manis juga,' entah sadar atau tidak. Lagi-lagi Ia mengakui kemanisan wajah Teito.
Frau melirik jam dinding di atas TV yang menunjukan hampir jam 12 siang. Sudah hampir waktunya makan siang ternyata.
Ia segera bangkit dari sofa dan hendak menuju dapur, sedangkan tangan kirinya memegang sapu tangan milik Teito yang Ia tempelkan di sudut bibirnya yang memar.
"Kuso gaki, kau mau makan apa?" tanya Frau. Tidak ada respon dari Teito. Malah, pemuda mungil itu membuang mukanya dari Frau.
"Ck, ya sudah kalau kau tidak mau menjawab. Terserah kau mau makan atau tidak nanti," katanya sambil berlalu ke dapur. Sepeninggalnya Frau, Teito makin merungut.
"Dasar Frau jelek! Aku benci." Bisiknya kesal.
.
.
.
Hoshi ni yuki ni kioku ni..
Kimi no ashiato sagasu..
Douka towa no yasuragi..
Koko wa yume no tochuu de..
Sepenggal lagu yang dinyanyikan oleh Kaa-chan untukku. Masih teringat jelas dalam memori otakku. Wajah cantik nan lembut Kaa-chan yang menyanyikan lagu itu dengan penuh kasih sayang. Lengan dengan jemari lentiknya yang terus mengelus rambutku agar aku tertidur. Ya, lagu itu adalah lagu lullaby untukku. Tapi, sekarang itu hanya tinggal kenangan indah dalam hidupku.
Lenganku beralih mengenggam rosario perak pemberian Tou-chan padaku yang hingga kini masih tersemat di leherku. Rosario yang menjadi kebanggaanku sekarang. Karena, Rosario ini adalah bukti janjiku pada Tou-chan dan Kaa-chan.
Setelah 110 tahun menunggu, akhirnya aku bisa menepati janjiku pada kalian, Tou-chan.. Kaa-chan..
Akhirnya bisa bertemu...
"Benar kau tidak mau makan? Ini sudah hampir jam makan malam, Kuso gaki!" dengus Frau. Sumpah! Anak ini keras kepala banget! Apa dia masih ngambek gara-gara kejadian tadi siang? Ukh.. yang pasti kalau terjadi apa-apa dengan anak ini, bisa di pastikan Frau akan mendapat masalah serius. Apa kata dunia kalau seorang Frau dituduh sebagai seorang penjahat hanya karena membiarkan anak orang kelaparan di apartemennya? Oh, tentunya itu tidak bagus untuk didengar.
Teito tetap bungkam. Ia tetap kukuh pada pendiriannya! Ia tidak mau makan sampai pria blonde itu minta maaf padanya. Walaupun Ia sempat tergoda dengan bau dari Omelet rice yang berada di tangan Frau. Tunggu omelet? Frau buat sendiri maksudnya?
"Baikalah, kalau kau tidak mau. Toh, apa untung yang aku dapat kalau kau aku berikan ini? Mending aku saja yang memakannya!" setelah mengatakan itu, Frau beralih duduk di samping Teito dengan santai. Lengkap dengan sepiring omelet yang diberi saus yang dihias bergelombang di atas omelet ditangan kiri dan sendok di tangan kanan.
"Umm.. mumpung masih hangat, aku santap saja, ah! Itadakimasuuu~" dengan itu Frau menyendok omelet di piring dengan perlahan, tujuannya Cuma mau menggoda Teito agar mau makan. Yaa.. sebenarnya Frau tidak jahat kok. Cuma, ia tidak tahu harus bagaimana lagi cara untuk membuat Teito mau makan. Lagian, dari awal yang salah Teito, kenapa mesti pemuda mungil itu yang marah? Aneh.
Tanpa sadar. Teito melirik Frau yang kini akan menyuapkan makanan ke mulutnya. Sedikit menelan ludah melihat omelet yang berada di tangan Frau. Sebenarnya, Teito juga lapar berat. Sejak sampai di sini, ia belum makan dan minum apa-apa. Sumpah!
Tanpa sadar. Pemuda bermata emerald itu menelan ludah. Frau yang menyadari itu tersenyum penuh kemenangan dalam hati. 'Hahaha.. sedikit lagi. Kena kau, kuso gaki!' batin Frau terkekeh.
10 cm lagi...
Glek!
5 cm lagi..
UGH!
3 cm lagi..
Kruyuuukk..~
Bet!
Haup!
"Eh?" Frau terkejut dengan tangan Teito yang meraih lengannya dan langsung mengganti haluan omeletnya ke mulut Teito. Pemuda mungil itu langsung mengunyah omelet yang ternyata enak itu di dalam mulutnya. Frau tertawa pelan melihatnya.
"Hahaha.. akhirnya kau kalah juga. Ya sudah ini, ambil!" Frau memberi piring berisi omelete itu pada Teito. Dengan ragu, pemuda mungil itu mengambil omelet itu dari tangan Frau. Setelah berhasil membujuk Teito makan, Frau beranjak pergi dari sofa, "Jangan lupa cuci piringnya," kata Frau sebelum melangkah pergi.
Teito terdiam memandangi omelet rice di depannya. Frau.. ternyata dia tidak seburuk yang Ia duga.
"Frau.." panggil Teito.
"Apa, kuso gaki?"
"Arigatou." Ucap Teito pelan. Tapi masih bisa di dengar oleh pria blonde itu.
Frau tersenyum khasnya, "Yeah."
Yaa.. mungkin tidak buruk juga kalau memiliki seorang 'adik' laki-laki.. pikir Frau.
o0o0o0o0o0o
Oke! Ucapan mengenai Frau yang 'baik' itu harus segera dicabut! Apa-apaan ini? Dikira Ia pembantu gratis apa? Setelah makan dan hendak cuci piring, Teito menemukan cukup banyak piring kotor tergeletak pasrah di washtafel. Awalnya Ia tidak mempermasalahkan hal itu. Yaa.. walaupun ia sendiri belum pernah cuci piring. Tapi, Cuma menyabuni, membilas, lalu melap piring yang basah dirasa semua orang pasti bisa melakukannya. Tapi, yang lebih parah..
"Kuso gaki, aku keluar sebentar. Kau bersihkan apartemen, ya! Pokoknya kau bersihkan ruangan ini, kalau aku kembali nanti harus sudah bersih!"
Sungguh saat mendengar itu, ingin rasanya Teito membanting piring-piring yang baru Ia cuci tadi ke lantai. Atau yang lebih bagus lagi melempar piring-piring itu langsung ke wajah pria blonde itu.
Hei! Dia tamu disini kan? Seharusnya hargai dia! Apa pria itu tidak tahu tata krama dalam menerima tamu? Sekali lagi, pemuda mungil itu hanya bisa menyesali keputusannya karena menerima tawaran menginap dari Otou-sama dan Okaa-sama tercintanya itu.
Well.. setelah bersih-bersih yang menguras waktu hampir 1 jam lebih. Akhirnya, kerja Rodi-nya selesai. Teito lebih memilih menjatuhkan seluruh tubuhnya ke atas sofa yang terasa empuk di punggungnya, ia pun melirik jam dinding di atas TV yang menunjukan hampir jam 9 malam. Kemana Frau? Katanya Cuma pergi sebentar? Dasar!
Tanpa sengaja, mata emerald-nya terpaku pada tumpukan buku yang terlihat rapih di bawah meja. Merasa tertarik, ia mengambil satu buku yang berada di bagian atas tumpukan itu.
"Umm.. ini kan buku tentang masalah hukum. Sepertinya bagus juga," komennya melihat ringkasan mengenai buku itu di cover belakang. Dan agak tidak menyangka, Frau membaca buku ini?
Oh, yeah!
"Ugh! Bu-buku apa iniiii?" serunya setelah membuka lembar pertama, Ia menemukan gambar yang 'ehm' di halaman kedua. Teito langsung menaruh kembali buku nista itu ke tempatnya semula.
"Dasar maniak!" kata Teito langsung menjernihkan kepalanya dari gambar porno yang baru Ia lihat pertamakali itu. Beraninya Frau menyelipkan gambar nista di tengah buku penting seperti itu! Sepertinya Ia makin menyesali keputusannya menginap disini. Sial.
Kembali ia menyamankan dirinya dia atas sofa. Seluruh tubuhnya terasa lelah luar biasa. Baru pertama kali dalam hidupnya 18 tahun ini, Ia bekerja kasar seperti sekarang.
Merasakan dinginnya AC yang berhembus sejuk. Membuat sepasang mata emerald perlahan tertutup. Rasa lelah yang ia rasakan serasa sirna saat kedua kelopak matanya itu tertutup sempurna. Hembusan nafas teratur terdengar berirama. Mengantarkannya pada sebuah petualangan di dalam alam mimpi yang indah.
o0o0o0o0o0o
"Hm. Apa Kuso gaki sudah selesai, ya? Apa aku terlalu kejam menyuruhnya membersihkan apartemen sendirian. Padahal Ia baru tiba tadi siang," pikir Frau. "Ya, sudahlah. Toh, dia aku bawakan makanan, kok."
Frau lalu membuka pintu apartemen-nya lalu tak lupa menguncinya. Frau terpaku dengan suasana apartemen miliknya yang terlihat sangat rapih dan bersih. "Bagus juga hasilnya," pujinya lalu meletakan bungkusan yang ia bawa di meja dapur. Tunggu, di mana Kuso gaki itu? Pikirnya. Tanpa sadar, langkahnya mengantarkan Ia ke ruang tengah.
Sekali lagi, Frau terpaku dengan apa yang dilihatnya kini. Sosok Teito yang tertidur dengan nyenyak di sofa. Terlihat jelas raut kelelahan di wajah mungilnya yang manis. Deru nafasnya yang teratur menandakan ia tertidur dengan nyenyak. Senyum kecil terlukis di wajah Frau. Padahal tadi ia tidak serius menyuruh pemuda mungil itu untuk bersih-bersih, dan ternyata Teito malah benar-benar mengerjakannya dengan baik.
Berpikir sejenak, Frau akhirnya memilih berlutut di samping Teito. memperhatikan dengan seksama wajah mungil yang kini tengah pulas tertidur. Tanpa sadar, Frau melipat tangannya di atas sofa dan menaruh dagunya di atas lipatan tangannya itu. Kini tampak jelas wajah tenang Teito.
Rasanya ada perasaan aneh yang merasuk dalam pikiran Frau. Entahlah, Ia tidak tahu secara pasti apa itu, yang jelas ia ingin terus melihat wajah Teito.
"Zehel..."
DEG!
Frau tersentak saat ada suara asing yang terdengar di telinganya dan sosok seorang wanita berambut coklat panjang tiba-tiba terlintas di pikirannya. Frau tidak tahu itu siapa. Tapi, wajahnya tidak bisa Frau liat secara jelas. Seolah ada sesuatu yang menutupi dengan samar wajah wanita itu sehingga tidak bisa dilihat olehnya.
"Ugh.. kenapa kepalaku jadi sakit?" bisik Frau sembari menyentuh sisi kepalanya. Kembali, mata blue sea-nya beralih pada Teito yang mulai tampak kedinginan dengan suhu diruangan itu, "Kasihan juga kalau dibiarkan tidur di sini," ujar Frau sembari akan melakukan ancang-ancang menggendong pemuda bertubuh mungil itu.
Frau sedikit menunduk untuk menyelipkan lengan kanannya di tengkuk pemuda bermata emerald itu, dan lengan kirinya ia selipkan di bawah keduat lutut kaki Teito.
Merasa terganggu dengan gerakan yang diciptakan pria blonde itu, perlahan sepasang mata emerald terbuka. Tepat ketika itu, Frau tengah merendahkan kepalanya ke arah wajah Teito, dan...
"Gyaaa..! pelecehan!"
Jdugh!
"Ouch! Apa-apan kau, Kuso gaki!" ringis Frau saat dahinya harus di adu dengan dahi pemuda mungil itu.
"Justru, kau yang 'apa-apaan' ! cepat turunkan aku, baka!" balas Teito sambil meronta-ronta dalam gendongan Frau.
"Oh, baiklah."
Bruk!
"Auuh.. kau ini! Walau aku bilang turunkan, kau jangan menjatuhkan aku langsung ke lantai seperti ini! Sakit tahu!" amuk Teito sambil mengelus area belakang tubuhnya yang sakit karena harus berciuman langsung dengan dinginnya lantai.
Frau berkacak pinggang, "Well. Sadar atau tidak. Hari ini kau sering sekali 'menganiaya' wajahku, Kuso gaki." Ujar Frau sarkas.
Perlahan teito berdiri, walau bokongnya masih sakit karena harus di adu dengan lantai tadi, "Masa' bodo! Apa peduliku? Lagi pula siapa suruh kau menganggu tidurku!" balasnya acuh.
"Hahh.. aku hanya ingin memindahkan kau ke kamar. Walau aku kesal padamu, mana mungkin aku membiarkan kau tidur di luar seperti itu," jelas Frau. Teito yang mendengar itu terpaku lalu menoleh untuk menatap Frau.
"Apa?" sahut Frau yang merasa tatapan mata emerald itu kini tertuju padanya.
"Ka-kalau begitu, aku minta maaf.." lirih Teito.
Entah kenapa Frau yang mendengar itu menjadi salah tingkah, "Ya, sudahlah."
"Lalu aku tidur di kamar mana?" tanya Teito kemudian.
"Bastien." Jawab Frau singkat.
"Hah? Maksudmu, kamar Bastien-san?"
"Kenapa? Jangan protes, Kuso gaki! Disini Cuma ada 2 kamar. Kamarku dan kamar Bastien. Atau kau pun boleh tidur di luar. Terserah." Kata Frau cuek sambil melemaskan tubuhnya.
"Tapi, itu tidak sopan namanya kalau aku memakainya tanpa izin Bastien-san ! Lagi pula, itu kamar ayahmu kan? Aku tidur di kamar kau saja kalau seperti itu!" seru pemuda mungil itu. Ya, iyalah! Tentu saja Teito tidak mau memakai kamar Bastien. Dia juga tidak mau tidur di luar.
"Haaa? Tidak bisa! Aku Cuma punya 1 ranjang!" tolak Frau yang sepertinya tidak setuju dengan usul pemuda mungil itu.
"Kalau begitu aku punya 1 cara yang bagus." Usul Teito lagi.
"Hah?"
o0o0o0o0o0o
"Nah, Oyasumi."
"Grrr.. Kuso gaki! Apa ini maksudmu dengan cara yang bagus, hah?" seru Frau yang tidak terima dirinya harus tidur di bawah dengan menggunakan futon. Sedangkan Teito sendiri, tidur di atas ranjang empuk milik Frau. Oh, mau mencari masalah nih anak?
"Ck, cepat banget tidurnya!" keluh Frau yang hendak membangunkan Teito. Tetapi, urung dilakukannya saat melihat wajah polos Teito yang sudah tertidur pulas. Akhirnya, Frau mengikuti nasihat malaikat sebelah kanannya untuk mengalah dan membiarkan Teito tidur di ranjangnya. Bisa saja sih Ia tidur di kamar Bastien. But, no thanks! Ia tidak mau tidur di kamar Bastien. Kuso Otou yang membuat Ia terlihat seperti baby sister anak orang sekarang. Sial.
Akhirnya dengan misah-misuh tidak jelas, Frau memilih tidur di futonnya. Sebelumnya, Ia mematikan lampu yang menerangi kamarnya itu. Lalu Ia pun membenarkan letak bantalnya, menarik selimut dan langsung tidur.
Malam semakin larut. Suara lolongan anjing pun mulai terdengar membelah kegelapan malam. Bulan yang bersinar terang dengan cahayanya yang paling terang malam itu.
"Disini..."
Terlihat seorang pemuda berambut pirang memakai jubah warna coklat berdiri di balkon apartemen Frau yang berada di lantai 7 apartemen Sichima.
Mata musim gugurnya terlihat bersinar dikegelapan malam. Raut gembira terlukis di wajah tampannya yang memiliki bekas luka kecil berbentuk 'X' di pipi kanan bawahnya. Sebuah senyum lembut tersungging di bibirnya.
"Akhirnya.. aku menemukan kalian, Kaa-chan.. Tou-chan.."
Pemuda itu menggerakkan sebelah tangannya sembari mengucapkan sesuatu yang membuat tubuhnya diselimuti sebuah lingkaran aneh berbentuk seperti simbol. Mantra zaiphon. Setelah itu, ia berjalan ke arah balkon dan menembusnya hingga sekarang Ia berhasil masuk ke dalam apartemen Frau.
Langkah kakinya membawa Ia ke sebuah kamar. Perlahan kembali di tembusnya pintu kamar itu. Pemuda itu hampir tidak dapat menyembunyikan kegembirannya saat melihat 2 sosok yang kini tampak tertidur dengan pulas. 2 sosok yang tak lain adalah Frau dan Teito.
Kembali Ia membuat sebuah mantra zaiphon hingga menyelimuti tubuhnya, dan ketika cahaya itu lenyap. Pemuda tadi menghilang.
Digantikan dengan sosok anak kecil berumur sekitar 5 tahun. Ya, pemuda itu merubah dirinya menjadi seorang anak kecil. Anak kecil yang dulu tidak dapat melindungi orangtua-nya. Orang yang paling disayanginya.
"Akhirnya, aku bisa membuktikan janjiku pada kalian, Tou-chan.. Kaa-chan."
o0o0o0o0o0o
Pagi hari pun tiba. Matahari kembali bersinar dengan terangnya, memancarkan kehangatan yang menentramkan. Burung-burung kecil berkicau menyambut hari yang cerah ini. Kembali 1 hari yang tenang di kota Tokyo tiba.
Tetapi keadaan di luar tidak sama seperti keadaan di sebuah kamar apartemen yang terlihat gelap. Wajar saja, jendela besar yang ada di kamar itu tertutup dengan kain gorden bewarna biru gelap yang menghalangi jalannya cahaya matahari menembus ke dalam kamar itu. Ditambah dengan lampu kamar itu yang sengaja dimatikan.
"Ngh.." gumam Teito sembari berusaha membuka matanya yang serasa berat. Perlahan, mata emerald itu mengerjap. Mencoba beradaptasi dengan kamar yang cukup gelap itu. Ia sedikit mengernyit heran mendapati sesuatu bewarna pirang menyembul di didekat dagunya, atau yang lebih tepatnya sesuatu bewarna pirang itu tengah Ia dekap.
'Ngh? Apa ini boneka?' tanyanya dalam hati. Teito sedikit melonggarkan pelukannya untuk memastikan apa benar yang tengah Ia dekap adalah boneka atau bukan. Karena, rasanya saat tidur tadi malam, Ia sama sekali tidak membawa boneka bersamanya. Dan matanya langsung terbelalak semaksimal mungkin ketika menemukan seorang anak kecil..
Dipelukannya.
"Gyaaaaaaaaa...!"
Mungkin Author harus meralat perkataanya saat menyebutkan hari ini adalah hari yang tenang di kota Tokyo sekarang. Ya, kan?
o0o0o0o0o0o
-TBC-
o0o0o0o0o0o
A/N:
-Naru & Hana: "Moshi-moshi, minna! Welcome to the Gaje show!" *disambit readers*
-Naru: "Akhirnya kita bisa bertemu para Readers setia!" *ngikut slogan ST12* #jeger!# "Wokeh! Untuk bung Hana, bagaimaana komentar fic collab kali ini?" *komentator bola mode on*
-Hana: "Hohoho~ fic collab ini? Jangan ditanya! Ini bener-bener fic yang berkesan untuk Hana! Btw, tentunya karena ini fic collab with my lovely Nee-san..~" *Nemplok ke Naru* #Neko mode On# "Well, bagaimana pendapat anda sendiri, bung Naru?"~
-Naru: Hohoho.. tentu saja! Ini fic collab yang juga sangat berkesan untuk Nee! Seru banget!" *Apaan sih* "Apalagi ini collab dengan my lovely Imouto-chan!" *nemplok balik ke Hana*
-Frau: #tiba-tiba nongol sambil ngebrak meja siaran# "Woi! Ini bukan reunian keluarga, Kuso Author!"
-Hana: "Ck, Frau ngeganggu aja, nih!" (=3=) *manyun* "Jujur aja deh! Dikau senengkan dipasangin ma Tei-chan?~"
-Naru: "He-euh! Jujur aja deh, Frau-kun..~" *noel-noel Frau pake ranting* "Dari pada dikau kami pasangkan dengan Lance!" O.O
-Frau: "LALALA.. NGGAK DENGER! LALALA!" *nyanyi Gaje sambil nutup kuping*
-Hana: "Khukhukhu.. Frau, jangan salahkan kami jika nasibmu buruk di chapter berikutnya..~" *akuma Smile*
-Frau: "Kekeke.. mau coba ini?" *nodongin sabit*
-Naru & Hana: "Hiii...~" *berpelukan horror*
-Teito: #ikut masuk ruangan siaran# "Hei! Apa maksudnya dengan adegan di atas, Naru! Hana!" #protes sambil bawa bascule#
-Hana: "Oh, adegan apa, ya?" :3 *innocent* #PLAK#
-Teito: "Adegan yang di ataslah! Cepat jelaskan!" *nyiapin Zaiphon*
-Naru: "Calmdown, Teito-chan.. itu adegan yang manis(?), kok!" *jeger!*
-Hana: "He-euh! Dari tadi kagak ada chara yang nurut sama perannya deh..~" =3=
-Hakuren: "Aku belum muncul.." *pundung*
-Hyuuga: "Kami masuk juga nggak, Thor ?" *nongol tiba-tiba*
-Ayanami: "..."
-Hyuuga: #noel-noel Ayanami# "Aya-tan..~ ayo ngomong dong...~" *nada manja*
-Konatsu: "Hyuuga-sama.." (" ==)
-Ayanami: "..." #masih diem#
-Kuroyuri: "Huweee~ aku juga mau masuk cerita, Haruse!" *kejer*
-Haruse: "Sabarlah, Kuroyuri-sama. Nanti pasti kita juga akan muncul." *gendong Kuroyuri*
-Hana: "Kenapa... kenapa pada ngumpul disini semua, WOI? Sempit nih tempatnya!" *esmosi*
-Labrador: "Bunga kebahagiaan untuk hari ini." *smile*
-Castor: "Waah.. sesak ya, disini?" *sweatdrop*
-Libelle+Rosalie+Athena: "Author-san ! Kami juga masuk ke dalam ceritakan?" *maksa masuk ruangan*
-Naru & Hana: "Nuoooo..~ jangan masuk!" O.O
-Razette: "Haalaaa.. lalaaaa...~" *Tetep nyanyi walau ke dempet*
-Burupya: "Burupya!" *aman karena terbang*
-Lance: "Hari ini tidak akan sempurna tanpa kehadiranku..~" *merangkak masuk*
-Naru & Hana: "Heeeeelllpppppp...~" *tertelan kerumbunan*
-Frau: "Apa-apaan ini, WOI! Kau menginjak kakiku, Kuso gaki!" *noleh ke Teito*
-Ayanami: "..." *masih diem walau kedempet*
-Naru: "Ba-baiklah, minna... *sesak* sebelum kami berdua berubah menjadi 'Author penyet' sebaiknya kita sudahi saja Gaje show kali ini! Jaa, minna-san ! sampai jumpaaaa~! *narik Hana ngacir*
-Hana: "Yeeyyy~ akhirnya bebas! Jaa, minna-san !" *lambai-lambai* tunggu chapter depan, ya! Dan jangan lupa..."
-Naru & Hana: "REVIEEEEWWW...~!" *tereak sambil kabur*
-All Chara(except Ayanami): "JANGAN KABUR, WOI!" *ngejar Author secara massa*
Siiing...~
-Ayanami: "... aku ditinggal..." *akhirnya ngomong juga*
_Review?_
