Angin musim panas siang itu berembus masuk ke dalam kamar di loteng panti asuhan Kuroniwa. Ia melintas mengibar tirai biru muda di jendela dan menyapa Sasuke hingga bingkai wajahnya tertiup lembut. Tanpa sengaja, selembar surat yang baru dibaca sekilas, ikut terlepas dari tangannya. Sesaat, kertas itu pun terbang terbawa angin sebelum menghempas pintu dan jatuh terbuka di atas lantai kayu pernis.

Satu sisi kertas yang dipenuhi deretan kalimat dalam dua bahasa dengan senang hati memamerkan isinya. Ia memperlihatkan seolah tengah mengejek dan ingin menceritakan segalanya pada seisi dunia. Belum lagi hanya dengan sekali pandang saja, semua orang tentu bisa memahami maksud surat itu, terutama pada huruf 'beta' berukuran besar yang ditujukan kepada penerima pernyataan ini.

Ia mengatakan,

Uchiha Sasuke adalah seorang male beta.

Hanya seorang beta.

Walau tiada siapa pun selain dia di sana, setelah embusan angin berakhir, nuansa sedih yang sederhana memenuhi seisi ruangan tanpa bisa terelakkan. Sedikit, Sasuke sempat menoleh pada surat hasil tesnya meski dia tak bergeming dari tepi ranjang tua tempat dia dan teman kamarnya berbagi. Dalam benaknya, ia teringat satu kalimat pembuka pada salah satu bagian novel yang ia baca untuk mengerjakan tugas akhir pekan lima tahun lalu. Walau ia tidak ingat seutuhnya, sepotong saja kalimat itu mampu menggambarkan dengan tepat apa yang ia rasakan saat ini.

I think, my world is crumbling...

Naruto by Masashi Kishimoto

Naruto fanfic by Ammie

The Alfa, Bagian Satu

Sasuke tidak punya waktu untuk menghela nafas meski ia merasa dadanya sesak. Ia lalu memilih memejamkan mata, menadahkan kepala dan berupaya menenangkan bagian dari dirinya yang lemah dan sedih. Di saat yang sama, bagian dirinya yang bernama logika juga berusaha merangkai sejumlah pemikiran rasional sehingga tanpa perlu memakan waktu lama ia sudah bisa menemukan tindakan paling tepat bagi dirinya dan rekan kamarnya, Naruto.

"Dia tidak boleh bersama denganku," begitu Sasuke pikir, sama halnya seperti apa yang orang lain juga pikirkan. Teori dan faktanya membuktikan, seorang beta memang tidak akan pernah cukup mampu membahagiakan seorang omega. Hubungan seperti ini sebaiknya segera dihentikan sebelum berlanjut terlalu jauh. Sebelum terlambat, sebelum berubah menjadi penyesalan.

Tapi bagaimana caranya membuat Naruto memahami dan menerima ini?

Meski seorang omega, Naruto adalah orang paling keras kepala yang pernah Sasuke temukan. Jika dia bisa dengan berani menentang keputusan pemerintahan, apa artinya satu suara seorang beta seperti dirinya.

Haruskah Sasuke menggunakan cara yang keras?

Hanya dengan berjalan tiga langkah, Sasuke pun mencapai satu-satunya jendela di kamarnya. Diam-diam ia lalu mengintip ke halaman belakang dan melihat seorang pemuda berambut pirang tengah berbicara dengan seorang pria paruh baya berjas putih. Berlawanan dengan si pria, ekspresi wajah si pemuda pirang tampak tersudut dan kesal. Mata birunya yang jernih bergulir beberapa kali menghindari tatapan lawan bicaranya. Gestur tubuhnya dengan tegas menunjukkan penolakan, tapi perdebatan mereka sepertinya tidak akan usai sebelum dia berhenti bersikeras.

Naruto sangat keras kepala.

Meski pembicaraan mereka tidak terdengar jelas, Sasuke dengan mudah bisa menebak apa yang mereka bicarakan, tapi sebelum membayangkannya, ia memilih sedikit menjauh dari jendela agar pemandangan itu hilang dari tatapannya. Sebagai gantinya, Sasuke terpaku pada kusen kayu putih yang dicat baru. Ia ingat, belum lama ini ia dan Naruto mendekorasi ruangan kamar mereka. Jika tidak salah, warna putih itu adalah pilihannya termasuk dengan warna tirainya.

Apakah pilihan warnanya ini ada hubungannya dengan ia ternyata hanya seorang beta?

Jika diingat-ingat lagi, semua tindakan, kesukaan dan perilakunya selama ini memang tidak menunjukkan dominasi. Ia pribadi yang setenang air di dalam gelas yang diam. Ia tidak pernah memiliki hasrat atau ambisi tinggi selama hidupnya. Ia juga tidak menginginkan banyak hal, berbeda dengan anak-anak lain yang sering menginginkan mainan baru, pakaian bagus atau kue dan permen yang enak. Ia hanya mengikuti keadaan dan membiarkan semuanya terjadi secara alami.

Uchiha Sasuke kehilangan orang tuanya tidak lama setelah duduk di bangku sekolah dasar kelas dua. Dikarenakan tidak ada pihak kerabat yang datang untuk mengajukan hak wali, Sasuke pun di kirim ke sebuah panti asuhan ternama. Tidak seperti panti lainnya, tempat ini merupakan bagian institusi besar milik pemerintah yang berdiri di atas wilayah pertanian yang juga milik pemerintah. Dan tentu saja sebagai milik pemerintah, tempat ini akan turut mendukung program pemerintahan seperti di antaranya melindungi, menaungi, memberikan perlakuan khusus dan memastikan setiap omega hanya berpasangan dengan alpha.

Uzumaki Naruto adalah seorang omega. Dia adalah satu dari bagian jenis umat manusia yang jumlahnya terbilang langka. Karena sikap dan tingkahnya yang tidak menunjukkan sifat feminin, selama ini hanya teman kamarnya, Sasuke, yang tahu identitasnya. Lalu tanpa diketahui siapa pun, mereka menjalin hubungan dan berencana hidup bersama setelah keluar dari panti.

Karena mereka sangat dekat dari sejak masih kecil, tentu saja hubungan keduanya lebih dalam dari sekedar percintaan biasa. Mereka selama ini hanya memiliki satu sama lain hingga tidak mudah dipisahkan atau sebaiknya memang tidak dipisahkan. Walau begitu, tetap saja pada teorinya, Naruto tidak akan bisa hidup terpuaskan tanpa seorang alpha. Dia membutuhkan dominasi agar merasa terlindungi seutuhnya. Semua orang pasti setuju jika mereka sebaiknya tidak bersama.

"Hentikan!" seru si pirang akhirnya dengan suara yang tidak enak didengar, sepertinya sekarang dia sungguh sudah sampai batas kesabaran hingga mendorong kasar si pria paruh baya sebelum berlari pergi. Dia bahkan sempat mengacungkan jari tengah sebelum masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang. Sayangnya seolah tidak cukup di halaman, ibu pengasuh panti dan dua petugas lain muncul mencegahnya naik ke loteng menemui Sasuke.

Sasuke perlahan meninggalkan jendela dan kembali duduk di tempatnya semula. Sambil menyimak suara gaduh di lantai bawah, ia mengenang kembali masa-masa yang mereka lalui bersama. Rasanya memang inilah waktu yang tepat untuk melepas kekasihnya pergi. Sekali pun selalu ada seribu alasan untuk bisa menunda keputusan ini, tetap saja hanya tanpa dirinyalah, Naruto bisa memulai hidup sejahtera di bawah program rancangan pemerintah khusus untuk omega.

"Sasuke!" Naruto berteriak memanggilnya dari bawah. Karena seluruh dinding sekat rumah ini terbuat dari kayu, Sasuke bisa mendengar itu dengan jelas, tapi tidak seperti biasanya, kali ini ia memutuskan untuk mengabaikannya dan bergegas mengemas barang-barang ke dalam satu tas travel besar.

Tepat setelah Sasuke selesai berkemas, pintu terbuka dan Naruto muncul dari sana. Tanpa sengaja, ia menginjak lembar hasil pemeriksaan Sasuke yang masih terabaikan di lantai. Takut-takut, Naruto memungutnya dan melihatnya sekilas. Perlahan wajah pemuda omega berkulit kecokelatan itu memucat seiring raut wajahnya yang berubah. Ia menoleh pada Sasuke takut-takut dan menyadari apa yang kekasihnya baru selesai lakukan.

"Kau bercanda, untuk apa kau mengemas..." Naruto tidak melanjutkan perkataannya, dengan raut berubah marah dia merampas kerah kemeja putih Sasuke dan membuat jarak yang seolah ia akan berenang masuk ke dalam mata kekasihnya.

"Teme, kau sekarang juga berpikir seperti mereka?" geram Naruto dengan suara serak. "Apa gara-gara tes ini harga hubungan kita jadi sudah tidak ada untukmu? Bukankah kita sudah sepakat untuk melawan?"

Sasuke memalingkan muka seolah ia sudah bersumpah akan menjahit mulutnya. Ia menepis tangan Naruto dan mendorongnya keluar dari kamar, kemudian dia memberikan tas travel tersebut dengan paksa dan menutup pintu dengan keras.

Blam!

Daun pintu itu dibanting tepat di depan muka Naruto dan suara kunci diputar menyusul sekejap kemudian, setelah terpana untuk beberapa waktu, barulah dia mampu kembali bergerak. Dia lempar tasnya sembarang dan balik menggedor pintu dengan kasar.

"Sasuke! Sasuke! Sasuke!" teriak Naruto memanggil dengan nada semakin lemah. "Tidak, jangan lakukan ini padaku! Sumpah, aku tidak peduli mau kau beta atau omega sekali pun!"

Sasuke menulikan telinganya. Ia kembali duduk di tepi tempat tidur dan tertunduk dengan mata terpejam erat. Ia harus sangat tegas dan keras jika itu untuk menghadapi keras kepala Naruto. Jika tidak, maka sedikit saja celah bisa membuatnya lemah untuk melaksanakan keputusan ini. Inilah tindakan yang paling tepat dilakukan. Naruto tidak akan bahagia jika tetap bersama dengannya. Ia akan melewatkan kesempatan emas untuk mendapat program bantuan pemerintah. Ia akan kehilangan kesempatan untuk punya keturunan, hidup sejahtera, terjamin dan terpenuhi seumur hidup.

"Kumohon, jangan biarkan mereka membawaku, aku hanya ingin bersamamu, hanya kau yang ku cintai di dunia ini. Hanya kau saja yang ku miliki."

Sasuke tetap membisu meski ia tahu di balik pintu Naruto berlutut dan bersujud memintanya tidak melakukan ini. Tidak lama kemudian, Sasuke pun mendengar suara gaduh lain yang diselingi teriakan-teriakan Naruto.

"Lepaskan! Tidak, Sasukeee!"

Tiga orang petugas menyeret Naruto paksa dan membawanya pergi. Dari kejauhan, dari jendela yang sama, Sasuke memandang dengan raut dingin. Sedikit, ada gejolak amarah saat ia melihat para petugas memasukkan Naruto ke dalam mobil dengan cara yang kasar, tapi seperti karang, ia tidak bergeming dan hanya menyaksikan dalam hening yang mulai sekarang akan hidup bersama dengannya.

Mereka membawa Naruto.

"Sasuke-kun? Ini aku, Matsuri."

Sasuke menoleh ke belakang. Ia mendengar seseorang memanggil dan mengetuk pintunya. Dengan langkah yang terasa sangat berat, Sasuke kembali membukakan. Untuk beberapa waktu, ia cukup kaget melihat lemari perabotan yang terguling dan beberapa bingkai foto di dinding tangga yang jatuh berserakan. Meski dengan tubuh yang kecil, rupanya kemampuan Naruto dalam memberontak didukung penuh kekuatan dan kemauanya yang besar. Jika sekarang dia terluka karena pengkhianatan ini, Sasuke rasa bukan salahnya jika dia kembali kemari dan membunuhnya sekarang.

"Kau yakin dengan semua ini? Apa keputusanmu ini bukan karena kau kesal karena hasil tes itu?" tanya Matsuri, salah satu pengasuh panti ini dengan raut cemas. "Kau tahu setelah ini kau tidak akan pernah bertemu dengannya lagi?"

Kesal?

Ya, ia kesal, tapi sebelum tindakannya membuahkan penyesalan, ia harus segera melakukan sesuatu untuk menyelamatkan apa yang tersisa. Maka tanpa perlu mengiyakan, Sasuke meraih lemari, mengeluarkan tas yang lain dan berkemas. Naruto sudah bukan miliknya lagi sekarang, ia tahu dirinya tidak akan tahan tinggal di panti yang membesarkannya mereka berdua selama bertahun-tahun. Ia tidak bisa melihat, kamarnya, ruang makan, halaman, teras, lorong, dapur, kamar mandi dan semua sudut panti asuhan tanpa mengingat Naruto. Dunianya sudah hancur dan sekarang hanya mental dan raganya yang tersisa untuk diselamatkan.

"Kau akan pergi sekarang?" tanya Matsuri sambil berusaha menyusul Sasuke yang hampir berlari mengejar pintu keluar. "Setidaknya, tunggulah sampai ayah angkatmu pulang," sarannya tanpa maksud menggurui, atau malah itu hanya sekedar formalitas saja karena sepertinya ia paham dengan apa yang Sasuke rasakan. Ia seolah juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi Uchiha itu.

"Ceritakan saja semua yang terjadi dan sampaikan salam perpisahanku pada Dan-Sensei," pamit Sasuke singkat setelah memakai sepatunya. Ia lantas melangkah pergi meninggalkan panti dengan tergesa. Untuk saat ini ia tidak tahu kemana tujuannya sekarang, tapi dengan tegas ia berjalan kaki mengambil arah yang berlawanan dengan arah kemana Naruto pergi.