Title : Eren's Delivery Service
Disclaimer : Hajime Isayama & Studio Ghibli
Pairings : LeviEren and JeanEren in the future chapter
Rating: Teen for now
Notes: based loosely in Kiki's delivery service' AU. Yang belum nonton masih bisa mengikuti cerita ini kok. Selamat membaca!
Hari ini cuaca sangat cerah! Waktunya anda untuk bercengkrama bersama keluarga! Siapkan bekal dan peralatan untuk outdoor karena ini waktu yang tepat untuk bersantai! Malam akan dipenuhi dengan bintang yang bersinar dan bulan purnama yang indah."
Eren Jaeger, bocah berumur 13 tahun yang sedang tiduran diatas pohon Maple tersenyum dengan mata berbinar ketika mendengar berita ramalan cuaca di radio merah kusam milik ayahnya. Ia duduk dengan tiba-tiba mengakibatkan kucing hitamnya terperanjat kaget. Bocah berambut cokelat itu tersenyum lebar ketika melihat Levi, kucing hitamnya memicingkan matanya pada Eren.
"Jangan bilang kau mau-"
"Levi! Aku putuskan kita berangkat malam ini!"
"Oh no…"
"Ibu!"
Carla Jaeger yang sedang meramu ramuan obat untuk tetangganya, kaget mendengar putranya berteriak kencang dari jendela. Kepala Eren muncul dari jendela ruang prakteknya, dibalik semak-semak tanaman obat dan bunga hias. Rambut dipenuhi daun dan ilalang.
"Ya ampun Eren! Kamu habis main darimana?"
"Bu, dengar! Aku dan Levi akan berangkat malam ini! Barusan aku dengar dari radio bahwa nanti malam bulan purnama akan muncul. Malam yang sempurna untukku melakukan perjalanan jauh!"
"APA?! Eren kesini kamu! Hei jangan kabur!"
"Bu! Aku harus siap-siap! Nanti saja marah-marahnya." Eren segera lari kekamarnya, menaiki tangga sambil tersenyum lebar. Suara hentak kakinya yang seperti titan cilik bergema keseluruh penjuru rumah. Ibunya hanya bisa menggelengkan kepalanya menyerah. Ramuan obat yang sedang ia buat meledak dengan sukses ketika ia berteriak barusan.
"Ya ampun itu anak. Sukanya mendadak dan semaunya. Aduh Eren," Carla menggeleng kepalanya lagi dengan ekspresi sedih. Ia menaruh botoh ramuannya yang gagal lalu duduk didepan tetangganya, seorang Kakek berwajah teduh yang juga kakek dari Armin, sahabat baik putranya. "Padahal ia bilang bulan depan baru berangkat untuk training."
"Oh ya ampun. Sudah waktunya ya? Waktu benar-benar berjalan cepat, bukan?" Kakek Armin ikut menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku jadi ingat pertama kalinya kau datang di kota ini. Penyihir muda berumur 13 tahun yang galak tetapi baik hati." Kakek Armin tertawa kecil mengingat memori lama itu. Carla ikut tersenyum menimpali. "Sekarang waktunya Eren, ya. Armin dan Mikasa pasti bakal merindukannya."
"Tenang saja, Kek. Aku bakal menyuruh Eren untuk rajin menulis surat kerumah, juga ke Armin. Banyak yang akan merindukannya."
"Banyak maksud ibu cuman aku dan Armin, kan?"
Mikasa muncul dari balik pintu dengan menenteng kayu bakar. Carla berdiri lalu ikut membantu anak gadisnya memindah kayu itu ke lemari penyimpanan. Ia menghela nafas ketika melihat ekspresi wajah Mikasa yang cemberut.
"Mikasa, adikmu memutuskan berangkat untuk training penyihirnya malam ini." Ia merangkul pundak gadis kecil disampingnya sebagai gestur menenangkan, "Coba kamu keatas kekamar dia, bujuk dia untuk menunda perjalanannya seperti jadwal yang dia tetapkan dulu."
Mikasa mengangguk lalu ikut berlari keatas kamar Eren. Ia berjalan pelan ketika melihat pintu kamar adiknya terbuka dan mendengar Eren berbicara dengan kucing hitamnya sambil mondar-mandir mengambil barang dari lemari dan meja belajarnya.
"-lalu nanti kita akan mencari kota yang dekat dengan laut! Oh my god Levi aku sudah tak sabar untuk segera merantau dan meninggalkan kamar kecilku ini! Oh ya mana celana dalam favouritku itu ya… hm."
"Kalau yang kamu maksud adalah celana dalam menjijikkan dengan lubang dipantat itu aku sudah membuangnya jauh-jauh dari sini." Levi mendengus kecil ketika melihat ekspresi Eren yang kecewa, "Kau sudah tahu aku gak bakal mengijinkanmu membawa itu, kan?" Ia melompat- lompat diatas tumpukan baju di koper Eren, mencoba untuk mengempeskan isi koper Eren yang semakin lama semakin menggunung. "Demi Merlin, Eren berhenti membawa barang-barang yang gak berguna!"
Eren terperanjat mendengar kucing hitamnya berteriak kesal. Ia mendatangi kopernya dengan bibir cemberut. "Maaf maaf aku terlalu bersemangat. Levi kau kadang-kadang lebih parah dari ibu kalau sedang ngomel."
Levi menggeleng kesal lalu mencakar tangan Eren, membuat bocah itu berteriak kaget. "Tata lagi bajumu, Eren. Dan buang itu kaos kaki butut dan bolong. Bawa saja yang bagus." Levi mengibaskan ekornya pada tangan Eren yang ia cakar barusan. "Dan aku bukan ibumu. I'm your boss."
Eren tersenyum kecil melihat gestur Levi. Ia mengelus kepala Levi lembut, "Oke bos."
Mikasa yang melihat percakapan mereka –meski dia tak bisa mendengar apa yang Levi bicarakan- jadi ikut tersenyum. Ia lalu mengetuk pintu Eren dan melongok kekamarnya.
"Hei, Eren."
Eren menoleh kaget dan ekspresi wajahnya berubah. Ia seakan bersiap memberi alasan apapun agar Mikasa tak berhasil membujuknya. Sebelum Eren membuka mulutnya, Mikasa mengangkat tangannya memberi tanda pada adiknya untuk diam.
"Aku takkan membuang tenagaku untuk bertengkar denganmu dihari terakhir kau dirumah, Eren." Melihat ekspresi Eren yang kaget, Mikasa menambahkan, "Hei, give me some credit dude!"
Eren tertawa malu lalu berdiri dan meloncat kepelukan kakaknya, bergelayut di lehernya. "Maaf, Mikasa. Habis… kau yang paling enggan melepaskanku untuk training ini." Eren mengelus pipinya di rambut hitam legam Mikasa. "Aku bakal kangen sekali sama kamu dan Armin, tapi aku sudah menunggu-nunggu saat ini tiba!"
Melonggarkan pelukannya dan memandang kakaknya erat, Eren dengan mata hijaunya yang bundar dan bersinar tersenyum lebar "Aku akan hidup mandiri di kota baru, mengasah skill sihirku, membantu orang-orang dengan kemampuanku ini, dan menjadi pria yang kuat dan berani! Lebih kuat dari Mikasa!"
Levi menceletuk dari bawah. "Gak mungkin." Yang dijawab Eren dengan desisan.
Beberapa jam kemudian, semua anggota keluarga Jaeger sibuk mempersiapkan kepergian Eren. Grisha menelpon kerabat dan tetangga sekitar untuk mengabari bahwa Eren akan berangkat nanti malam. Carla tak henti-hentinya mencubit pipi Eren dan memeluk putra satu-satunya. Mikasa dan Levi duduk dimeja makan melihat Eren disiksa oleh ibunya. Si kucing hitam menjilat susu sapi hangat yang dihidangkan dihadapannya dengan santai, sedang Mikasa sibuk memalingkan pandangannya dari Eren ke Levi. Kakak perempuan Eren ini lalu mengelus kepala Levi lembut.
"Hei meong," Levi memicingkan matanya pada Mikasa, tak suka dipanggil dengan panggilan imut seperti itu. "Oke, Bos?" Mikasa mendengus pelan sambil tertawa, "Titip Eren padamu ya? Aku tahu kau sebenarnya bukan hanya kucing ajaib yang bisa berbicara dengan Eren. Kau lebih dari itu bukan?"
Levi berhenti menjilat mangkuk susunya, ia menoleh pada Mikasa pelan. Pandangan mereka bertemu.
"Ibu bercerita padaku bahwa kau mungkin saja seorang penyihir yang memilih untuk menjadi seorang kucing, ataupun pangeran yang kena kutukan atau jelmaan sesuatu. Tetapi yang pasti kau memilih untuk terbuka hanya dengan Eren kan? Selama ini kau tidak pernah berbicara dengan siapapun kecuali Eren, bahkan ibu saja tidak bisa berkomunikasi denganmu. Aku mengambil kesimpulan bahwa Eren punya sesuatu yang membuatmu lengket dan terbuka dengannya."
Levi hanya memandang Mikasa tanpa kata. Kucing hitam itu lalu balik menjilat susunya tanpa mengindahkan Mikasa.
"Well, bukankah kau kucing yang menggemaskan," Mikasa menarik ekor Levi yang membuat kucing hitam itu mendesis dan mencoba mencakarnya tapi karena Mikasa lebih gesit, ia mencengkram kedua tangan Levi dan menatap dalam padanya. "Aku hanya ingin kau ingat bahwa apapun yang terjadi kau harus menjaga Eren."
Levi mendengus lalu menggigit tangan Mikasa, membuat gadis itu terjingkat.
"Dasar idiot brother complex. Tentu saja aku akan menjaganya bodoh." Levi mencibir pada Mikasa lalu meloncat kepangkuan Eren yang baru saja duduk dimeja makan dengan pipi yang merah karena dicubit ibunya.
"Duh ibu gak kira-kira kalau mau cubit pipi. Dikira pipiku bisa melar gitu." Ia mengelus-elus pipinya yang merah sambil memanyunkan bibirnya.
"Hei, Eren."
"Hm?"
"Aku lega akhirnya bisa berpisah dari kakakmu."
Eren tertawa kecil sambil mengelus punggung Levi. "Ssst aku juga." Bisiknya sambil melirik Mikasa yang memicingkan mata.
"Eren, jangan lupa untuk menulis surat ya! Beneran loh."
"Iya, Armin. Aku akan menulis surat padamu. Janji suer!" Eren tersenyum menenangkan sambil menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu. Ia lalu mendekat dan berbisik keras ditelinga Armin. "Hei tolong jaga Mikasa ya? Pastikan dia tidak cemberut menangisi kepergianku." Eren terkikik ketika kakaknya yang berdiri ada disamping Armin, cemberut mendengar omongan mereka berdua.
Armin ikut terkikik juga lalu merangkul tangan Mikasa."Tenang saja, Eren. Aku akan membuat sibuk Mikasa dengan membuatnya mengajariku cara bela diri!"
"Wow, keren! Pastikan kau tumbuh beberapa inci ketika aku balik tahun depan, Armin!"
Armin balik mencibir sambil menunjuk hidung Eren, "Tinggi badan kita gak jauh amat tau!"
"Eren, sudah waktunya."
Grisha memanggil putranya yang sibuk tertawa untuk mendekat. Carla disampingnya menggenggam sapu terbang kuno milik nya dahulu dan memberikannya pada Eren.
"Pakai punya ibu ya, ini lebih besar dan kuat daripada punyamu yang sekarang."
Eren mengangguk-angguk sambil memeluk kedua orang tuanya. Ia mendongakkan kepalanya dan memandang mereka berdua dengan senyum lebar. "Jangan sedih, bu! Aku akan kembali tahun depan kok dan rajin menulis surat!" Eren menimpali ketika ibunya sudah mengernyitkan alisnya, tanda bahwa ia masih belum ikhlas putranya berangkat. "Dan tenang saja ada Levi bersamaku! Semua akan baik-baik saja."
"Yup. Tiba-tiba saja aku mendapat firasat buruk ketika kau mengucapkan semua akan baik-baik saja." Kucing hitamnya menimpali dari balik leher Eren, yang membuat bocah itu berbisik keras padanya. "Levi!"
"Iya Ayah percaya sama kamu. Oke sekarang waktunya kamu berangkat, Eren."
"Okay!" Ia menaiki sapu terbangnya, menoleh kebelakang untuk terakhir kalinya lalu kembali menatap ke langit malam dihadapannya. Ia mengambil nafas dalam lalu berkonsentrasi penuh. Levi yang duduk ditas barangnya ikut terdiam. Energi sihir mulai meruak dari sekelilingnya, membuat rambut dan bajunya ikut tergerak mengikuti ombak energi. Eren tersenyum nyengir dan menatap Levi yang balik menatapnya. Mata abu-abu kucingnya mengkilat memantul cahaya bulan purnama dilangit.
"Siap, Levi?"
"Yup!"
"YIHA!"
Eren meluncur kelangit dengan kecepatan maksimum. Terdengar suara Armin berteriak senang dan suara ibunya menjerit khawatir. Eren tertawa bahagia dan berteriak keras ketika melewati danau kotanya. "Aku baik-baik saja! Sampai ketemu tahun depan semuanya!"
Langit malam terang bertabur bintang sudah menanti Eren dan Levi dalam perjalanan panjang mereka.
"Kota itu harus ada pengairan yang baik, kebersihan dan tata kotanya juga penting."
Eren tersenyum mengangguk setiap mendengar Levi berbicara tentang kota idamannya. Si kucing hitam itu sekarang sedang duduk dipangkuannya. Mungil dan hangat. Eren ingin mengelus pipinya yang dingin di perut Levi. Ia mengangguk-angguk setiap Levi mengucapkan sesuatu dan ikut menimpali keinginannya juga.
"Jangan lupa laut, Levi! Harus ada laut! 13 tahun aku tak pernah melihat laut oh my god kau tidak tahu rasanya!"
"Tak perlu berteriak Eren, pendengaranku berfungsi normal." Levi memutar matanya ketika Eren hanya membalas dengan kikikan. "Efek jauh dari ibumu yang suka ngomel, huh? Berasa liar?"
"Yeah you damn right! Haha! Sekarang gak ada yang ngomel kalau aku ngomong terlalu keras, makan terlalu cepat, dan jarang mandi!"
" Poin terakhir itu…"
"Oh," Eren menutup mulutnya dan lalu terkikik, "Aku lupa aku masih punya ibu kedua."
link for the fanart
mizorekibishi dot tumblr dot com/post/84140430400/erens-delivery-service-i-rewatch-kikis-4-hours
tbc
