"Ibyu, calaw Winata besayl, Inata mawu yadi dottel!" Hanabi merenggangkan sedikit lidahnya. Bukan, Hanabi Hyuuga bukan menghapal kalimat-kalimat lebay zaman sekarang, atau pun mencoba menjadi lebih imut dengan bahasa cadel begitu. Ia sedang menghapal naskah, naskah pilihan sutradaranya yang ia bilang sedikit aneh, "The Chronicles of NaruHina? Yang benar saja!"
Di sebelahnya, pemuda berambut kuning yang agak mencuat ke atas dengan awkwardnya itu sedang duduk menghapal naskah yang membuatnya berbuat sebaliknya dari Hanabi; antusias, tegang, memuji-muji sang pembuat naskah seperti, "Wah! Keren! Kak Naruto memang hebat!" atau "Yaaah! Kak Naruto payah! Kok, Kak Hinata dijadiin begini, sih!"
Apapun yang dilakukan para pemeran cilik tersebut, telah membuktikan bahwa syuting yang dimulai hari ini tidak akan mudah. Mereka tahu itu.
.
The Chronicles of NaruHina
Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Sequel of Cerita Dibalik Cerita belongs to rifuki
The Chronicles of NaruHina belongs to rifuki (idea) and TLs
.
Treekk! Ctik ctik!
"Istirahat dulu saja, nanti lanjutkan lagi." Perempuan bersurai indigo yang (tumben-tumbennya) berbicara lembut pada seorang lain dalam ruangan yang sibuk berkutat di depan komputer meletakkan teh di atas meja. Seakan tidak mendengar, orang lain itu tetap melanjutkan tugasnya.
Wanita itu menjadi kesal. Trekkk! Cringgg! Ia membanting nampan itu di atas meja dan berseru, "Aku sudah memperingatkanmu dari semalam, Namikaze! Jangan membuatku marah dengan meneruskan naskah itu!"
Suasana menjadi hening, sepertinya pria di depan komputer tadi syok. Jarinya seakan kaku lalu ia berbalik memasang cengiran di wajahnya, "Maafkan aku, ya, Hinata-chan. Aku akan berhenti, hehe." Ia mematikan komputernya secepat mungkin sebelum wanita itu melakukan hal yang lebih merusak lagi.
Mereka sedang berada di apartemen lama milik perempuan bernama Hinata itu. Di dalam ruangan 6 x 10 meter inilah tempat Hinata menghabiskan waktunya selain tidur, mandi, dan memasak di ruang lain. Wanita itu tersenyum puas lalu duduk di samping pria yang meminum tehnya.
"Naruto, hari ini aku akan pulang larut." Entah sejak kapan, memberitahu jadwal kepada pria jabrik bernama Naruto itu tiap pagi sebelum pergi telah menjadi jadwal sehari-hari milik Hinata. Meski ia masih susah diatur, Naruto tetap menikmatinya.
Terhitung lima bulan setelah pengakuan kontroversial Hinata di depan umum. Naruto yang sempat kaget hanya dapat tersenyum puas setelah mengingat-ingat kejadian itu lagi, "Kau gila ya? Senyum-senyum sendiri saat aku bercerita, dasar tidak sopan!"
"Jadi Hinata-chan mau diperhatikan olehku yaaa~?"
"Ih! Maaf saja tapi aku sudah banyak yang memperhatikan!"
"Yah, kan, hanya bercanda, Hinata..." Hinata menggembungkan pipinya (sekali lagi, tumben) yang membuatnya semakin imut. Naruto tak tahan untuk tidak mencubit pipinya, "A-Aduh! Sakit, bodoh!"
"Aku tidak peduli~ Hinata-chan imut sekali, deh!"
"Terserah kau sa-"Srett! "...Ada apa lagi ini?"
"Naruto, hari ini aku sedang tidak enak badan, bisa gantikan adegan aksi?" Sasuke muncul di depan pintu apartemen dengan wajah kedua temannya yang oh-sangat-terkejut-sekali. Ayolah, bagaimana caranya Uchiha itu bisa masuk? Naruto mendengus kesal.
"Tidak bisa, nanti kalau aku kenapa-napa," Naruto menoleh pada Hinata, "Nanti kau harus tanggung jawab pada Hinata, Sasuke." Hinata membuang muka.
"Silahkan saja kalau kau mau jadi artis film aksi, lagipula tawaran jobmu sedang kuatasi."
"Oh sekarang Hinata-chan jadi manager, ya? Baguslah."
"Shut up your damn mouth, aku hanya mengatur tanpa kau gaji."
Grin. "Nanti kapan-kapan kugaji Hinata-chan dengan naskahku, deh!" Sebuah tempeleng di kepala didapatnya. "A-Aduh!"
"Makanya jangan macam-macam, bodoh!" Hinata kembali ke Sasuke yang masih sibuk mengetuk-ngetukkan kakinya tidak sabar, "Maaf saja, Uchiha, tapi Naruto sedang dalam masa reha-maksudku, istirahat." Hinata buru-buru mengganti kalimatnya saat Naruto menjelit (ya ampun, tumben sekali lagi) padanya.
Sasuke memandang keduanya sebentar lalu menilik arlojinya, "Shit. Baiklah, terima kasih banyak." Ia berbalik menuju pintu, namun sebelum keluar ia berbalik, "Dan Hinata, Naruto memang susah diatur. Selamat menikmati mengurusnya, ya!"
"Kurang ajar!" Hinata yang mudah terpancing emosi melemparkan majalah di atas meja dan telak mengenai pintu yang tertutup bersama kekehan. Naruto ikut terkekeh geli melihat wajah kemerahan Hinata, "Kau lucu, Hinata-chan. Yosh! Ayo kita selesaikan naskahnya!"
"Tapi-" Srett! "...Apalagi kali ini?"
"Ada kiriman paket!" Seseorang berseru dari luar pintu apartemen Hinata. Hinata yang kesalnya meluap kini menguap, lalu berjalan menuju pintu. "Lain kali kau teruskan naskahmu. Istirahat, bodoh!"
"Iya, iya!" Naruto mematikan laptopnya lalu berbaring di atas tempat tidur. Hinata berjalan keluar kamar dan bertemu dengan pembawa paket, "Tanda tangan disini." Kemudian Hinata menanda tangani kertas tanda penerimaan barang, tertulis jelas nama Naruto Namikaze di atas paket berbungkus kulit cokelat itu.
Setelah selesai urusan, ia masuk ke dalam apartemen. Dibukanya paket itu, cukup membuatnya penasaran juga ternyata bungkusan cokelat itu, kemudian sebuah bola keramik dengan permukaan dingin menyembul keluar. Hinata memperhatikannya dengan cermat bola salju buatan yang indah tersebut. Seketika, ia langsung rindu keadaan rumah saat natal. Helaan napas.
oOo
Naruto memilah-milih bahan makanan yang akan dibelinya. Supermarket cukup ramai hari itu, ada diskon besar-besaran di stand daging. Seluruh dinding supermarket seakan penuh dengan iklan diskon menghebohkan. Kereta dorong Naruto berjalan mendekati stand sayuran dan mengambil sebungkus sawi lalu dimasukkan ke kereta. Keretanya berjalan lagi mendekati stand buah.
"Hinata-chan pasti suka," gumamnya gembira saat memegang buah yang ia bungkuskan dalam kantung khusus buah. Setelah dirasa lengkap, ia bersiul sambil mendorong keretanya menuju antrian kasir yang panjang.
Naruto keluar dari supermarket dengan susah payah, para ibu-ibu itu gila belanja. Keringat menempel di seluruh badannya. Belanjaan di tangan kiri dan kanannya membuatnya semakin terbebani saja. Ia berjalan kembali ke rumahnya melewati gang kecil dan bertemu seseorang berambut putih.
"Yo! Sobat, bisa minta waktu?" Seorang pemuda (yang sangat kelihatan perokok) mendekati Naruto dengan tampang menyeramkan. Naruto yang memang dasarnya tidak peka atau apa hanya menurut dan mendekatinya.
"Ada yang bisa kubantu?" Beruntunglah Naruto sekarang keluar dengan penyamaran sempurna, memakai wig rambut cokelat panjang sebahu. Pemuda itu menjawab, "Ah, ya, seperti yang kau tahu sobat, biasalah kami... Butuh nafas, sob. Butuh nikotin."
Naruto berjengit jijik mendengarnya. Ia memang sering melihat teman-temannya menghisap korek api dibalut kertas itu namun masih saja ia merasa jijik jika harus dekat-dekat orang bernikotin. Ia mengendurkan kerahnya, "Maaf, ya, sob. Gue nggak make nikotin."
Pemuda itu berdecih, "Yah, buat kami aja, lah, sob. Lumayan, beramal." Naruto mencari cara untuk menghindari kontak lebih lanjut dengan pemuda gigi kuning itu. Ia berjalan secepat mungkin sambil tak sengaja menabrak bahu pemuda itu.
Pemuda itu sontak langsung menyeringai dan menahan lengan Naruto. Waktu seakan terhenti, Naruto kini harus terpaksa belanjaannya terguling menuruni jalanan yang tidak rata, "...Shit, what do you want!" Pemuda berambut perak itu lekas menarik lengan Naruto lalu menjepitnya erat.
"Dengar, sob, kita minta damai-damai. Kasih atau belanjaanmu musnah!"
"Memang sudah hampir musnah, bodoh! Oh damn! Jeruk-jerukku!" Naruto berteriak kencang seraya menarik tangannya untuk mengejar jeruk-jeruk terbaik yang dipilihnya untuk Hinata. Ia tidak bisa bergerak, meski telah meronta sampai kuat sekali. Preman nikotin itu kuat sekali, pikir Naruto.
Inilah susahnya Naruto yang merupakan artis besar, jarang punya waktu untuk pergi berguru ilmu bela diri barang sedikit. Kalau ada Hinata mungkin ia sudah terbantu, tapi kalau ia harus dibantu Hinata juga malu.
Jeruk-jeruk itu bergelindingan mengitari jalan. Naruto memandangnya dengan mata kesal dan marah yang campur aduk. Pemuda pecandu rokok itu hanya tersenyum puas melihat ketersiksaan batin Naruto yang terlihat jelas.
Prangg! Jblaaaar!
"Keh! Beraninya sama anak kecil! Sini, dong, Sui! Lawan gue! Paling juga lo KO sama gue!"
.
To Be Continued
.
AN : Saya belum selesai dengan fict sebelumnya, ternyata sudah publish fict lagi (telat pula) :' Saya itu jadi kepikiran kenapa saya itu suka banget buat fict sekuel fict orang lain, terus hasilnya malah jadi lain dan telat... tentu saja.
Untuk rifuki-san, hontou ni gomennasai, saya publish ini fict gak bisa cepat-cepat (ngetiknya saja lama) Ide ceritanya juga agak jauh melencong. :') Hope you enjoy this dan mohon bimbingannya! Mohon maaf juga, ini saya pake wifi gratisan jadinya...
Enough, arigatou sudah berniat membaca. Reviews are highly appreciated. See you later.
TwinkLil'sTar-
