Prison
Disclamair : Sekarang Sasukenya punya saya, soalnya Masahi Kishimoto lagi sibuk ngurusin pairing sebelah. Sasukenya udah dibuang *ngarep
By : Karayukii
Pair: NaruSasu
Rat: T (maybe)
WARNING: OOC TINGKAT DEWA, BL (YAOI)
.
.
.
-Lagi demen bikin FF tentang kerajaan-
.
.
Yukigakure adalah sebuah kota kecil yang berada dibawah kekuasaan clan Uchiha. Terletak di bagian utara, dengan daratan hijau yang luas. Dihuni ribuan masyarakat dengan kondisi yang beraneka ragam. Sebagian dari mereka adalah petani, terbanyak kedua dihuni oleh pedagang, selebihnya hanya pekerja buruh, pembuat pedang dan lain-lain. Di bagian jantung kota itu terletak kastil clan Uchiha yang telah memerintah selama ratusan tahun. Bagian selatannya berbatasan dengan Kamigakure dengan sungai panjang sebagai pemisah antar daerah kekuasaan clan. Sedangkan dibagian utara terdapat pepohonan rindang pencakar langit dengan berbagai ekosistem hidup didalamnya.
Letaknya yang terlalu utara membuat musim dingin menjadi lebih menusuk dibanding kota manapun. Salju menyelimuti hampir setiap inchi daratan yang bisa dijangkau. Terkadang terlihat burung gagak berterbangan mengelilingi setiap sisi menara kastil. Berkoar-koar seakan-akan sedang menyampaikan sebuah berita buruk.
Jika musim dingin terasa begitu mencekam, musim semi yang singkat adalah musim ketika semuanya terlihat seperti surga. Rumput hijau menghiasi setiap daratan, pepohonan kembali menemukan warnanya, dan kupu-kupu bertebangan diatas bunga-bunga cantik yang menimbulkan keindahan tersendiri. Dan musim semi biasanya adalah musim yang penuh dengan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan.
Walau begitu kastil Uchiha telah ditata sedemikian rupa untuk menghadapi musim dingin yang panjang. Pada musim dingin semua pemanas akan dinyalakan diberbagai sudut dalam kastil, memberikan kehangatan pada seisi ruang. Aktivitas masih bisa berjalan seperti biasa, tapi ketika iklim benar-benar tidak bersahabat, menetap di istana menjadi satu-satunya pilihan. Untuk menghadapi hal itu, sebuah aula besar dibangun diatas aliran air panas untuk menjaga kehangatan ruangannya. Tempat itu biasa digunakan untuk berlatih oleh beberapa anggota kerajaan, menggantikan alun-alun yang terletak di luar kastil.
Dan disinilah Sasuke sekarang, duduk di dalam aula ditemani dengan buku-buku tebalnya. Kedua Onyxnya sibuk memandangi dua orang pemuda yang sedang beradu pedang dengan penuh antusias. Bunyi 'klang' menggaung didalam aula setiap kedua benda tajam itu saling berbenturan satu sama lain.
"Tuan muda," Seorang pria tua berusia sekitar 60-an menatap Sasuke sambil meringis tidak puas. "Lebih baik kita kembali ke kamar saja. Di sana tuan muda akan lebih mudah untuk berkonsentrasi pada pelajaran."
Sasuke yang duduk disamping pria tua itu tidak terlalu mengubris ucapannya. Tatapannya masih betah pada dua pemuda yang tengah berlatih. "aku ingin berlatih pedang sekarang juga." katanya antusias.
"Tidak, sebelum umur anda menginjak 10 tahun." Balas sang pria tua tegas.
Sasuke langsung mengerucutkan bibirnya. Ia mengalihkan pandangannya dan menatap pria tua itu dengan jengkel. "Aku akan berusia 10 tahun 3 bulan lagi." Sahutnya, "Apa salahnya mempercepat 3 bulan?"
"Berlatih pedang bisa menunggu. Anda harus memahami bagaimana dunia ini bekerja terlebih dahulu."
"Aku sudah membaca buku ini puluhan kali." Sasuke mendorong buku-buku tebal dari sisinya dengan kasar. "Aku hapal semua isinya."
"Belum semua, tuan muda." Balas sang pria tua, "Saya masih belum melihat anda menyentuh bab 4 dari buku ini." Salah satu buku besar yang tadi disingkirkan Sasuke, kembali di dorong ke arahnya.
Sasuke semakin cemberut. Ia membuka-buka buku itu dengan kasar. "Apa ada hal lain yang harus ku ketahui?" gerutunya. "Aku bosan membaca sejarah para clan!"
"Anda belum bisa maju ke tahapan selanjutnya jika belum mengetahui asal mulanya." Sang pria tua menerangkan.
"Oh yeah terserah sajalah. " Balas Sasuke sambil memutar bola matanya tidak perduli. "Sejarahkan tidak akan berubah."
"Betul." Sang pria tua mengangguk-ngangguk, "tapi lewat sejarah kita bisa membentuk masa depan. Nah tuan muda, silahkan dipelajari."
Sasuke mengeluh dalam hati tapi pada akhirnya ia menunduk memandang bukunya yang kini telah menampilkan Bab 4 dengan sebuah tulisan tebal menghiasi awal babnya.
UZUMAKI
Bab yang belum sempat dibacanya. Ia membaca kalimat pertama, lalu tiba-tiba saja sebuah pertanyaan terlintas di benaknya.
"Kenapa clan Uzumaki bisa menjadi penguasa seluruh clan?" Sasuke menoleh kepada gurunya.
"Tuan muda, anda seharusnya sudah tahu. Kisah itu tertulis dalam buku-"
"Kenapa bukan Uchiha yang menjadi penguasa seluruh clan? Bukankah jumlah prajurit Uchiha lebih banyak? Harusnya kita bisa mengalahkan Uzumaki! Yang terkuat lebih cocok jadi pemimpin. Benarkan?" Sasuke mengakhiri pernyataannya dengan tatapan menunggu persetujuan dari sang guru.
"Tapi clan Uzumaki terlalu kebal untuk dihadapi clan Uchiha." Seseorang tiba-tiba menyahut dari belakang Sasuke, mengagetkan sang bocah yang terlalu fokus pada gurunya.
Uchiha Shisui duduk disisi Sasuke, memamerkan cengiran lebarnya. Dua orang yang tadi berlatih pedang kini memilih untuk beristirahat. Uchiha Itachi, orang yang melawan shisui tadi, terlihat tengah membaringkan tubuh disamping Shisui. Keringat membasahi seluruh pakaiannya.
"Kenapa tidak? Uchiha pasti bisa mengalahkan Uzumaki." Sasuke mengalihkan perhatiannya pada Shisui. "Dengan taktik yang tak terduga dan dengan mata yang bisa membaca gerakan lawan, Uchiha pasti bisa mengalahkan Uzumaki dengan pedangnya."
"Tidak, jika Uzumaki kebal." Bantah Shisui
"Kebal?" Alis Sasuke mengerut tidak mengerti.
"Ya, mereka punya kekuatan untuk menyembuhkan diri. Dan mereka punya energi lebih besar dari-"
Bletak
"Ouch! Apa-apaan kau Itachi! Kenapa memukulku!"
"Berhenti mengatakan hal-hal ngawur!" Itachi yang sudah bangkit berdiri lagi, mendelik pada Shisui. "Alasan mengapa clan Uzumaki menjadi penguasa karena kita memberinya kepercayaan itu."
"Aku kan cuman bercanda tahu!" Sahut Shisui berang. "Tapi kau tidak perlu memukul kepalaku sembarangan, dasar!"
"Ambil pedangmu. Kita bertarung lagi." Tantang Itachi.
"Oh yeah, dengan senang hati." Balas Shisui seraya menyambar pedangnya lalu berlari mengejar Itachi.
Sasuke hanya menatap kedua orang itu dengan setengah fokus dan setengah menerawang.
"Tapi benarkan clan Uchiha itu lebih kuat?" Tanyanya lagi pada sang guru.
Sang pria tua tersenyum pada Sasuke sebelum menjawab, "setiap orang punya kelemahan. Tapi terkadang kepercayaan diri yang terlalu besar malah bisa menghancurkan kita semua." Jawabnya membuat Sasuke mengerutkan dahi tidak mengerti.
.
.
.
.
"Sasuke… sasuke… SASUKE!"
Teriakan keras membangunkan Sasuke dari tidurnya. Bocah itu membuka matanya dengan kaget, Uchiha Itachi tengah duduk disisinya dengan wajah tegang.
"Kakak, ada apa?" Tanya Sasuke tidak mengerti kenapa tepatnya sang kakak membangunkannya pada jam tidurnya.
"Bangun sekarang!" Perintah Itachi langsung menarik adiknya turun dari tempat tidur.
Sasuke mengucek-ngucek matanya dengan mengantuk. Matahari masih belum terbit, tapi kenapa kakaknya telah membangunkannya.
"Kakak, kenapa membangunkanku?"
Sasuke masih terlihat kebingungan ketika melihat Itachi sedang mengambil sesuatu di dalam lemari pakaiannya.
"Kita pergi dari sini."
"Huh?"
Itachi memakaikan jubah bulu yang biasa digunakan Sasuke untuk bepergian. Sasuke merasakan tangan kakaknya sedikit gemetar dan wajahnya terlihat benar-benar pucat, seakan-akan telah terjadi sesuatu yang sangat mengerikan.
"Apa kita tidak bisa pergi nanti pagi saja?" Tanya Sasuke masih tidak mengerti.
Tapi Itachi tidak mendengarkannya, pemuda berusia 16 tahun itu langsung menggendong tubuh Sasuke dan membawanya keluar kamar.
Di luar kamar sesuatu yang benar-benar menakutkan menyambut Sasuke. Suara teriakan terdengar dimana-mana, belum lagi udara dingin berbau amis tercium di hidung Sasuke. Membuat bocah itu bergidik dan memeluk kakaknya erat.
"Kakak, apa yang terjadi?" bisiknya ketakutan.
Tapi lagi-lagi Itachi tidak menjawab, pemuda itu setengah berlari membawa Sasuke ke suatu tempat jauh ke luar dari istana. Bocah berumur 9 tahun lebih itu hanya mampu mengintip dari jubah bulunya menatap kastil yang terlihat lebih gelap dari biasanya.
Itachi menurunkan Sasuke disebuah pondok di dekat pohon besar. Sasuke mengenalinya sebagai tempat yang biasa digunakan Itachi dan Shisui untuk beristirahat saat selesai berburu. Sasuke tahu karena biasanya mereka mengajaknya ikut bersama.
"Masuk ke dalam rumah, jangan keluar sampai aku menjemputmu." Terang Itachi seraya mendorong pintu rumah terbuka.
Sasuke masih kebingungan, ia menatap kedalam rumah tapi tidak bergerak sejengkalpun dari tempatnya. Ia menatap Itachi dengan ketakutan. Ia masih bisa mendengar teriakan-teriakan mengerikan yang bersumber dari istana. Kini Ia bisa melihat beberapa kobaran api di alun-alun.
"Sudah tidak ada waktu Sasuke." Itachi terdengar begitu tergesa-gesa, ia mendorong tubuh Sasuke masuk ke dalam rumah.
"Tapi kau mau kemana?" Tanya Sasuke cepat ketika Itachi tidak mengikutinya masuk ke dalam.
"Aku harus kembali ke kastil." Jawab Itachi.
"Aku ikut denganmu saja, aku tidak mau disini sendirian."
Sasuke menarik tangan Itachi, mencegahnya pergi.
"Dengar," Itachi menghela nafas, ia menundukkan tubuhnya berusaha mensejajarkan dirinya dengan Sasuke. "Anggap saja kita sedang bermain petak umpet. Kau sembunyi disini, jangan berisik dan jangan membuat cahaya sedikitpun. Kau harus terus bersembunyi maka orang-orang itu tidak akan menemukanmu."
"Ta-tapi…" Sasuke semakin tampak ketakutan, kedua Onyx besarnya mulai berair. Sedangkan kedua pipinya terlihat memerah karena kedinginan.
Itachi mengambil tangan Sasuke meremasnya berusaha memberikan keberanian kepada bocah kecil itu. "Kau harus berjanji padaku, Sasuke. Kau akan terus bersembunyi disini sampai aku datang menjemputmu." Ia menarik nafas sebelum kembali menlanjutkan. "Hanya pria pemberani yang bisa menjadi seorang Uchiha. Kau adalah seorang Uchiha, bukan?"
Sasuke mulai terisak, tapi disaat yang sama ia mengangguk. Ia akhirnya melepaskan tangan Itachi dan mundur masuk ke dalam rumah.
"Aku berjanji… akan bersembunyi disini sampai kau kembali." Isaknya.
Itachi tersenyum, senyum penuh arti yang entah kenapa terlihat begitu menyedihkan. Sasuke tidak mengatakan apapun lagi ketika Itachi menutup pintu. Ia langsung melompat bersembunyi dibawah meja, mendengar bunyi 'klik' pelan di pintu dan suara samar langkah kaki Itachi yang menapak tanah, seperti sedang berlari.
Beberapa saat berlalu setelah Itachi pergi, Sasuke tidak tahu sudah berapa lama ia meringkuk di bawah meja. Ia kedinginan, jubah bulunya tidak mampu melindunginya dari suhu yang terus turun. Batu marmer yang menjadi alasnya membekukannya. Ia tidak berani menyalakan perapian karena takut asapnya akan membuatnya ketahuan. Ia telah berjanji pada Itachi agar tidak ditemukan oleh orang-orang –siapapun itu.
Sementara itu, suara-suara mengerikan yang tadi terus terdengar dari sekitar kastil kini mulai terdengar semakin samar. Sasuke tidak tahu apa itu berarti pertanda baik atau malah pertanda buruk, ia hanya terus meringkuk menunggu Itachi muncul dan membawanya ke tempat yang lebih hangat.
Dan entah mengapa Sasuke merasakan kerinduan yang menbuncah. Ingin sekali ia bertemu Ibunya, Ayahnya, semua para anggota kerajaan, bahkan gurunya yang selalu ditemuinya dengan wajah cemberut. Ia juga rindu dengan kasur hangat dikamarnya. Ia tidak pernah sadar sebelumnya mengenai betapa nyaman tempat tidurnya itu.
Membayangkan tempat tidurnya membuat rasa kantuk menguasai Sasuke. Bocah itu menguap tanpa suara. Onyxnya terangkat menatap bulan purnama yang mengintip dibalik lubang kecil dibagian atas tembok. Kapan semua ini akan berlalu? Pikirnya dalam hati.
…
Rombongan para penunggang kuda menyisir jalan yang beralaskan salju tipis. Orang-orang berbaju besi berjalan memimpin di depan rombongan, masing-masing mengangkat bendera berbentuk garis melingkar yang terus berputar kedalam tak berujung –menunjukkan bahwa mereka berasal dari clan Uzumaki.
Dua diantara rombongan menggunakan baju yang lebih tipis namun terlihat lebih elegan. Jubah bulunya sedikit bergoyang dipunggung mereka setiap kuda menapak jalan. Keduanya berambut pirang dan berwajah hampir mirip satu sama lain. Hanya saja yang satu berukuran lebih kecil dari pria yang lainnya.
Uzumaki Naruto menatap kastil kerajaan Uchiha dengan tidak puas. Ia setengah cemberut menunggangi kudanya masuk kedalam gerbang istana.
"Kita tidak akan lama disini." Seseorang yang terus berada disisinya selama perjalanan, menyadari keengganan sang putra mahkota.
"Jangan tersinggung Obito, aku hanya merasa lebih baik menghabiskan waktu berlatih pedang dibanding menghabiskan waktu 1 bulan penuh untuk sampai kemari." Balas Naruto, "Apa yang bisa kita lakukan disini? Semuanya tertutup oleh salju!"
"Ku dengar mereka punya tempat sendiri untuk berlatih." Obito memberitahukan. "Uchiha banyak melahirkan para ksatria tangguh meskipun keadaan iklim di daerahnya tidak terlalu memadai."
"Yah, mereka kuat dan pintar, dan itulah mengapa mereka sulit untuk diatur." Perkataan Naruto keluar secara spontan sebelum sempat dicegahnya. Berikutnya ia melirik Obito dengan pandangan tidak enak, "Bukan maksudku untuk menjatuhkan clanmu Obito, aku hanya mengkopi apa yang dikatakan Ayahku tentang mereka."
"Tidak perlu sungkan. Selain nama aku tidak punya ikatan apapun dengan mereka." Sahut Obito tidak perduli. Ia bergerak kedepan menyusul pria berambut pirang lainnya.
Sedangkan Naruto telah mengalihkan perhatiannya ke jembatan batu panjang yang akan membawanya ke pintu gerbang istana. Ketika mereka melewati gerbang besar kastil Uchiha terlihat barisan rapi orang berbaju tebal menyambut mereka. Semuanya menunduk hormat kepada rombongannya.
Namikaze Minato, orang yang menjabat sebagai pemimpin dari kelima clan, turun dari kudanya. Ia berjalan mendatangi seorang pria yang menunduk dibarisan paling depan. Pria itu masih menunduk tak bergerak bahkan ketika Minato sampai dihadapannya.
"Bangun." Perintah Minato.
Pria itu mengangkat kepalanya lalu mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Serentak orang-orang dibelakangnya mengikuti gerakannya.
"Yang Mulia." Katanya dengan nada penuh hormat.
"Siapa kau?" Tanya Minato masih dengan nada yang sama, seperti sebuah perintah.
"Namaku adalah Uchiha Naka, pemimpin baru di clan Uchiha."
"Bagaimana dengan Uchiha Fugaku?"
"Kami telah sepakat untuk menggulingkan pemerintahannya. Kami menganggap ia tidak cukup baik untuk memimpin clan Uchiha." Jelas Naka dengan wajah tanpa ekspresi, "walau begitu kami memakamkannya di bawah tanah bersama dengan pendahulunya."
Minato diam selama beberapa saat, ia menatap Naka seakan-akan sedang menimbang sesuatu. kediamannya ini membuat seorang wanita berambut panjang ikal, yang mungkin berusia belasan tahun, mendekati Minato.
"Jamuan telah disiapkan di dalam kastil, Yang Mulia." Kata gadis itu sambil tersenyum lembut, "Kami merasa benar-benar tersanjung, raja mau datang kemari. Kami telah menyiapkan banyak hal untuk menyambut clan Uzumaki."
Minato menatap gadis itu dengan penuh perhatian, "Kau…?"
"Uchiha Naori, Yang Mulia. Dia adalah adik perempuanku." Naka membalas sementara Naori mengangkat sedikit gaunnya untuk melakukan salam penghormatan layaknya seorang bangsawan.
"Gerbang Uchiha akan selalu terbuka untuk clan Uzumaki." Kata gadis itu disela-sela salam penghormatannya. Ia juga melirik Naruto yang masih berada diatas kudanya, memberikan senyum penuh keanggunan –yang ditanggapi oleh sebuah anggukan kecil dari Naruto.
"Mereka tampak lebih ramah dari Fugaku." Minato berbisik pelan disamping Obito ketika mereka mulai berjalan memasuki aula utama. "Sayang, aku tidak bisa membaca apa yang dipikirkan oleh mereka."
"Aku akan memerintahkan seluruh pasukan untuk tetap waspada." Kata Obito yang langsung berputar kembali ke lapangan tempat para pasukannya berada.
Sementara Minato memasuki istana, Naruto turun dari kudanya seraya memandang sekelilingnya dengan lebih seksama. Kastil Uchiha benar-benar berkebalikan dengan kastil yang dimiliki Uzumaki. Batu-batu kokoh dibentuk sedemikian rupa, terlihat begitu dingin dan hampa. Tidak ada keramahan dalam istana tersebut seperti sebuah air mancur raksasa yang dimiliki kastil clan Uzumaki. Yah, Naruto menebak itu tidak akan merubah apapun, ia yakin airnya akan membeku dalam suhu seperti ini.
Tapi ada sesuatu hal yang membuat Naruto tertarik dan sedikit membuatnya berdecak kagum. Terlihat jelas Clan Uchiha sangat menyayangi alamnya –mereka menjaganya. Semuanya terlihat rapi walau nampak kosong. Tapi Naruto masih bisa melihat pepohonan rindang dari dalam kastil. Tempat yang cocok untuk berburu. Di daerahnya mereka harus berkuda seharian untuk menemukan hutan yang bagus untuk berburu. Disini Naruto hanya perlu jalan kaki sebentar, dia bahkan tidak perlu menginap di hutan. Ia bisa bolak balik dari istana ke tempat buruannya.
"Beritahukan pada Ayahku, aku akan berjalan-jalan sebentar."Kata Naruto pada seorang pengawal yang mengambil kudanya.
Pengawal itu mengangguk, sambil berseru, "Ya, Tuanku."
Berikutnya Naruto telah berlari-lari ke dalam pepohonan yang rindang. Menginjak ranting-ranting beku yang jatuh teronggok di tanah. Hutan itu lebih sepi dari yang diperkirakannya, mungkin karena hewan-hewan memilih untuk tertidur pada musim dingin. Jika benar begitu, percuma saja ia merasa bergairah saat melihat hutan ini.
Naruto merengut, lalu menendang ranting beku, sebelum berputar bermaksud kembali ke kastil. Sampai sesuatu kembali membangkitkan keingintahuannya. Ia melihat sebuah… pondok? rumah? Yah mungkin hanya gundukan batu beratap… dan berpintu –Naruto menyadarinya setelah berada cukup dekat dengan bangunan itu.
Pintu kayu besar yang dikunci dengan sebuah gembok besar. Naruto menengadahkan kepalanya, melihat ke arah cerobong yang mengeluarkan asap. Alisnya berkerut bingung. ia berusaha mengintip ke dalam pondok, tapi tidak ada jendela, hanya ada sebuah lubang berbentuk persegi panjang diatas tembok. Terlalu tinggi untuk dijangkau oleh Naruto –bahkan untuk orang dewasa sekalipun.
Tok Tok Tok
Naruto mengetuk pintu dengan ujung sepatunya. "Ada orang didalam?" Tanyanya.
Hening cukup lama. Naruto kembali mengangkat kepalanya, asap masih mengepul keluar dari dalam cerobong asap. Ia yakin sekali rumah ini ada penghuninya.
Dan kemudian sebuah suara menyahut, seperti suara anak-anak. "Siapa disana?" suara itu berkata.
Naruto langsung cemberut, tidak senang dengan jawaban yang diterimanya. "Aku adalah orang pertama yang bertanya. Perkenalkan dirimu dahulu."
"Oh, maaf." orang dibalik pintu menyahut cepat-cepat, "Namaku Uchiha Sasuke."
"Aku Uzumaki Naruto." Balas Naruto.
"…."
"Aku ingin masuk ke dalam. Bukakan pintunya." Naruto berkata dengan nada memerintah.
"Aku tidak bisa, pintunya terkunci."
Naruto melirik gembok dipintu dengan tidak puas, ia berdecak lalu kembali berkata. "Lalu apa yang kau lakukan didalam sana?"
"Bersembunyi." Sasuke manjawab.
"Sembunyi?" Kedua alis Naruto saling bertaut tidak mengerti, "dari siapa?"
Bocah dibalik pintu diam sejenak. Ia terdengar tidak yakin saat menjawab, "dari orang-orang."
"Orang-orang itu siapa?"
"Entahlah, kakakku menyuruhku bersembunyi dari orang-orang. Aku tidak tahu siapa."
"Huh?" Naruto semakin bingung.
"Aku… juga tidak begitu mengerti." Kembali terdengar nada ragu. "Tapi kurasa mereka telah menemukanku."
"…"
"Ada seseorang setiap hari kemari mengantar makanan untukku, kurasa aku telah ketahuan."
Naruto menunduk melihat rempahan makanan dari bawah celah pintu. ia mensejajarkan dirinya dengan lantai batu, mengintip ruangan didalam dari celah pintu tersebut. Sayangnya, ia tidak bisa melihat apapun selain dua pasang kaki kecil yang dibalut dengan sepatu bulu.
"Boleh aku menanyakan sesuatu?" Sasuke kembali menyahut ketika Naruto telah tegak kembali.
"Apa?"
"Apa kau melihat kakakku?"
"Siapa?"
"Namanya Uchiha Itachi." Kata Sasuke. "ia menyuruhku bersembunyi disini, tapi karena aku sudah ketahuan, kupikir sudah waktunya aku untuk keluar." ada jedah selama beberapa detik. Suara berikutnya terdengar agak bergetar seakan-akan sang bocah tengah berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. "Dia bilang dia akan menjemputku, tapi sampai sekarang dia tidak kunjung datang. Bisa kau menolongku mencarinya?"
Naruto terdiam selama beberapa saat, merasa kasihan. "Berapa lama kau berada disni?"
"Mungkin sebulan. Agak sulit menghitung hari, tidak ada jam, dan terkadang sinar matahari yang redup membuatku sedikit bingung." Jawab Sasuke apa adanya.
Naruto mengangguk, ia menatap matahari yang tertutupi oleh dedaunan pohon.
"Aku tidak pernah melihat kakakmu…"
"Oh," Sasuke terdengar begitu kecewa.
"Tapi aku bisa mengeluarkanmu dari sini." Lanjutnya.
"Benarkah? Bagaimana?" Suara anak itu meninggi dengan penuh harap.
"Aku akan meminta ayahku untuk mengeluarkanmu. Dia adalah Raja dari kelima clan."
"Wow… kau anak raja? Berarti kau putra mahkota?"
"Ya."
Terdengar decak penuh kekaguman dari dalam rumah, membuat dada Naruto membuncah penuh kebanggaan.
"Tunggu disini aku akan berbicara dengan ayahku." Kata Naruto lagi.
Pemuda berusia 15 tahun itu berbalik, lalu berlari menuju kastil. Langsung pergi ke aula utama tempat dimana ayahnya berada. Ia mendorong sebuah pintu kayu besar terbuka untuk memasuki aula tersebut. Disana Ayahnya dan dua orang Uchiha tengah duduk saling berhadapan di depan meja bundar yang penuh dengan makanan.
Seorang gadis, yang diketahui Naruto sebagai Uchiha Naori langsung beridiri dan menyambut kedatangannya dengan sebuah senyuman hangat.
"Silahkan bergabung dengan kami, Putra Mahkota. Anda tumbuh dengan baik…" Kata gadis itu. tapi Naruto tidak mengindahkannya ia berjalan melewatinya untuk berbicara dengan Ayahnya.
"Aku menemukan sebuah rumah didalam hutan." Naruto memberitahukan ayahnya. "Ada seorang anak didalamnya."
"Aku lupa memperingatkan." Naka tiba-tiba berbicara, kedua Onyxnya menatap Naruto. "Hutan bukan tempat yang baik untuk bermain."
"Aku tidak bermain!" Balas Naruto tersinggung. Ia paling benci diperlakukan seperti anak-anak.
"Tetap saja, tempat itu berbahaya untuk anda, Yang Mulia…"
"Aku bisa menjaga diriku dengan baik, Uchiha-san. Terima kasih atas perhatianmu." Kata Naruto dengan nada sedingin es, "Dan lagipula aku sedang berbicara dengan Ayahku, jadi bisakah kau menutup mulutmu?"
Wajah sang Uchiha pria langsung mengeras. Ekspresinya masih sama datarnya dengan sebelumnya, tapi Naruto melihat dengan sangat jelas sebuah kilatan di kedua Onyxnya yang gelap. Hanya sekilas.
"Sopan santun, Naruto." Minato menegurnya. "Kau lebih muda darinya, jadi hormati dia."
Naruto berdecak tidak perduli. Dia mengalihkan pandangan ke Ayahnya dan kembali pada topik utama. "Anak lelaki itu, bisakah ayah mengeluarkannya?"
Alis Minato berkerut bingung, ia menatap Uchiha pria dengan tatapan penuh tanya. "Siapa anak lelaki itu?"
"Namanya Uchiha Sasuke, Yang Mulia. Putra bungsu dari Uchiha Fugaku, kami mengurungnya sebagai tawanan, untuk menjaga keamanan clan Uchiha."
"Ia hanya anak-anak." celetuk Naruto. "Bagaimana mungkin kau membiarkannya sendirian didalam hutan?"
"Tempat itu masih jauh lebih baik dari dalam sel tahanan."kali ini Naori yang menyahut. Masih tersenyum, ia melangkah ke kursinya. "Dia punya segalanya, kami mengirim orang setiap hari untuk mengantarkannya makanan."
Naruto menatap Naori dengan tidak mengerti, "Kenapa kalian melakukan ini padanya? Ia sama sekali tidak terlihat berbahaya."
"Pffft," Naori menahan tawa, "Yang Mulia tidak bisa melihatnya. Dia berada didalam rumah, tidak ada satu sudutpun yang bisa memberikan keleluasaan bagi anda untuk bisa menatap wajahnya."
"I-Itu…"
"Uchiha Itachi adalah Putra pertama dari Uchiha Fugaku. Sebelum mati, ia berhasil membunuh ksatria terkuat kami." Jelas Naori kalem, yang langsung membuat Naruto diam. "Dan umurnya bahkan belum sampai 18 tahun. Kami menahan Uchiha Sasuke sebagai bentuk keamanan. Kami tidak bisa mengambil resiko untuk melepaskannya."
Naruto menatap Naori masih dengan pandangan tidak terima. Dia masih merasa bahwa Sasuke sama sekali tidak berbahaya. Bagaimana mungkin? Suaranya terdengar begitu muda, dan Naruto yakin, Sasuke sama sekali tidak sadar dengan apa yang sedang terjadi. Bocah malang itu bahkan mengira kakaknya, Uchiha Itachi, masih hidup dan akan mengeluarkannya dari tempat itu.
"Ayah," Naruto mengalihkan pandangannya ke satu-satunya pria blonde selain dirinya. "Aku telah berjanji akan mengeluarkannya dari sana."
"Maafkan jika kami terdengar kasar, tapi Uchiha Sasuke adalah tawanan kami. Kami harap anda tidak terlalu ikut campur…"
"Beraninya kau berkata seperti itu kepada Ayahku!" Naruto memotong. Kedua iris birunya mengancam berbahaya kepada Uchiha Naka, "dia adalah rajamu, dia bisa melakukan apapun yang ia mau. Apa kau sedang meremehkan clan Uzumaki?"
Naruto memandang Ayahnya yang masih terlihat kalem, berharap sang Ayah akan memberikan hukuman mati kepada pria yang telah lancang tersebut. Tapi Minato sama sekali tidak menunjukkan lagak seakan-akan ia sedang marah. Dan perkataan yang meluncur dari mulutnya malah hampir membuat Naruto tidak mempercayai telinganya sendiri.
"Mereka benar, kita tidak bisa mencampuri urusan mereka seenaknya." Katanya, "Lagipula ini demi kebaikan clan Uchiha sendiri."
"Tapi-"
"Terimakasih atas pengertiannya, Yang Mulia." Naori berkata sambil menuangkan anggur ke gelas Minato, "Ini adalah minuman terbaik yang Uchiha miliki, disimpan selama bertahun-tahun di gudang bawah tanah kami." Tambahnya.
"Aku tidak sabar untuk mencicipinya…" Balas Minato sambil menuangkan isi gelas itu ke mulutnya.
Sementara Naruto menatap pemandangan itu dengan tatapan mengeras. Kekecewaan memenuhi dirinya, kenyataan tentang ayahnya membuatnya malu setengah mati. Ia berdecih lalu berputar berjalan tegap dengan langkah lebar meninggalkan aula.
Di luar, terlihat Obito sedang berbicara kepada seorang pengawal, ia menunduk ketika melihat Naruto.
"Ada masalah, Yang Mulia?" Tanyanya begitu menyadari wajah kesal Naruto.
"Ayahku," kata Naruto, "dia lemah!"
Obito melirik pintu aula yang sedikit terbuka, melihat rajanya tengah tertawa bersama dengan dua anggota Uchiha lainnya. "Dia sedang mempertahankan perdamaian seluruh clan."
"Perdamaian?" Ulang Naruto dengan nada mencemooh, "kau sebut ini perdamaian? Clan Uchiha menggulingkan ketua clannya sendiri dan Clan Sabaku memperlakukan keturunannya seperti sebuah alat. Cih dia hanya takut kehilangan posisinya sebagai pemimpin seluruh klan. Dia lemah! Uzumaki tidak lemah!"
Obito tidak mengatakan apapun, ia berjalan mengikuti Naruto, mendengar semua luapan emosi yang dikeluarkan remaja itu.
"Tinggal menunggu waktu sampai orang-orang itu menusuknya dari belakang." Naruto berdesis seraya berjalan keluar kastil. "Jangan ikuti aku." Perintahnya, sebelum melompati pagar bebatuan pendek, lalu berjalan cepat menuju rerumputan.
…
Sasuke duduk bersandar di pintu pondoknya, memasang telinganya untuk berjaga-jaga jika terdengar langkah kaki dari kejauhan. Kedua Onyxnya menatapi kobaran api diperapian. Satu-satunya penghangat diruangan itu.
Berhari-hari di pondok ini membuatnya letih. Berbagai alasan terus bermunculan dikepalanya mengenai absennya keberadaan Itachi. Ia tidak pernah melakukannya sebelumnya, kakaknya selalu menepati janjinya. Tapi semakin dalam ia berpikir semakin takut ia akan jawabannya. Ia belum siap menerima kenyataan terburuk.
Sasuke mengambil rotinya, menggigitnya sedikit lalu kembali meletakkannya di piring. Ia tidak boleh boros makanan. Bagaimana jika suatu hari pengantar makanan itu tidak datang lagi.
Beberapa jam berlalu begitu saja, hari mulai berubah menjadi gelap. Sasuke mengangkat tubuhnya dan berbalik untuk memandang pintu. seakan-akan ia bisa melihat menembus pintu itu.
Ia tidak kembali, Pikirnya dengan kecewa. Mungkin ia tidak akan datang lagi, suara di hatinya berkata, seperti Itachi.
Sasuke berjalan ke dekat perapian. Malam selalu terasa dua kali lebih dingin dibanding waktu lainnya. ia membaringkan dirinya menghadap perapian. Bergelung dengan alas kain tua apuk yang berdebu. Ia berbaring dengan hati dipenuhi dengan kekecewaan. Ia memejamkan matanya, membiarkan setetes air mata mengalir turun dipipinya yang merah akibat kedinginan.
Tbc
.
Rada mirip sama Kingslyer, tapi ini beda kok
Semoga penyakit malas saya gak kumat di FF ini hahaha
Jangan lupa review
