Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto
Biar Kutemani Kau Disini
.
.
.
Pertama kali kulihat wajahnya adalah ketika aku memperkenalkan diriku di depan kelas. Wajah putih, kulitnya pun putih. Tubuhnya langsing. Namun aku merasakan sedikit keanehan dengannya. Namun aku sendiri tidak terlalu berani untuk mengkritik-nya secara langsung.
Dan secara tidak sengaja aku duduk sebangku dengannya. Sebuah kebetulan yang menuntunku ke sebuah kisah yang begitu menyesakkan.
X
X
X
Aku sendiri tidak tahu kenapa dia tidak mau bersosialisasi seperti yang lain. Ketika dia istirahat, dia hanya membaringkan kepalanya di atas meja. Hal itu sering dia lakukan hingga jam istirahat selesai. Bahkan di jam-jam kosong pun dia juga begitu.
Aku sebenarnya ingin menemaninya, namun dia itu perempuan. Entah kenapa aku merasa aneh ketika berdekatan dengannya. Yah, itu artinya aku laki-laki normal kan?
Dia adalah gadis yang aneh, setidaknya itu yang kudapatkan dari teman-temanku yang baru. Dia begitu pendiam. Dalam KBM pun dia termasuk pasif. Aku yang duduk di sampingnya saja begitu heran. Dia benar-benar berbeda dengan yang lain.
Namun itulah yang membuatku penasaran akan gadis yang satu ini.
Dia begitu unik….
Aku hanya bisa geleng-geleng kepala ketika banyak para siswi di kelasku yang membicarakannya. Aku mulai bertanya-tanya, memangnya kenapa kalau Sai begitu?
Oh ya, namanya adalah Sai, Shimura Sai. Nama yang indah bagiku. Aku sendiri adalah Inuzuka Kiba. Aku mengenalnya ketika masuk kesini sebagai siswa pindahan di kelas sebelas IPA. Dan karena itulah aku duduk sebangku dengannya.
Dia begitu tertutup. Namun setelah beberapa hari bersamanya, aku mulai menyadari kalau dia begitu baik. Aku jamin para siswi begitu menyesal kalau mengetahui hal ini.
Dia masuk ke ekskul seni rupa. Ekskul dengan penghuni yang tidak sampai dua puluh orang. Namun tugas mereka benar-benar sulit. Mereka selalu hadir sebagai 'penghias' dan 'dekorasi' di setiap event sekolah. Aku hanya mampu bertepuk tangan kagum pada mereka.
Aku sendiri masuk dalam ekskul sepak bola. Sebenarnya aku ingin masuk ke pecinta alam, namun sampai sekarang belum keturutan deh. Dan aku berjanji kalau masuk ke sekolahku yang baru, aku bakalan ikut pecinta alam!
Hari ini seperti biasanya, Sai tetap disana sedangkan aku sibuk bermain kartu dengan yang lain di belakang kelas. Sai masih sendiri disana. Terkadang aku merasa khawatir dengan keadaannya yang menyesakkan.
Siapa sih yang tidak bosan dengan keadaan yang seperti itu?
Hingga kulihat dua orang gadis yang mendekatinya. Kupikir mereka ingin berbicara dengan Sai. hatiku terasa lega jika mereka ingin berteman. Namun aku melihat hal yang lain disini.
Wajah mereka tidak menunjukkan keramahan. Malah seperti menasehati. Aku mulai khawatir. Sai sendiri masih dalam sikap stoic-nya. Namun yang namanya gadis ya gadis. Aku mampu melihat matanya yang berkilau karena air mata ketika dia menoleh ke belakang.
Entah kenapa aku juga merasa sakit…..
Dua gadis itu pergi meninggalkan Sai sendiri. Sai hanya berusaha untuk menarik napas dalam. Aku tahu dia menangis.
"Dasar apatis! Individualis!"
"Pelacur! Jalang!"
Apa-apaan ini!
Mereka yang menjauhi Sai dan sekarang mereka yang menyalahkan Sai karena jauh dari mereka.
Wanita memang menyulitkan…
Sai sudah pergi entah kemana. Namun aku tidak berniat untuk mengejarnya karena aku tahu kalau Sai itu pemalu. Kurasa dia tidak suka jika diikuti dan ditanyai orang ketika sedang kacau. Tapi kata yang terakhir itu…
Apa memang Sai sekotor itu?
Pelajaran berlangsung dengan lambat. Dari tadi Sai tidak muncul-muncul. Dan sekarang sudah jam pulang. Aku berniat untuk internetan dengan saluran wi-fi sekolah. Satu persatu murid pulang dan aku tidak mendapati Sai disini. Di kelas ini.
Cklek!
"Tunggu dulu Jiisan! Aku masih ada di dalam!" teriakku pada penjaga sekolah yang tiba-tiba saja mengunci pintu kelasku. Aku segera memasukkan laptopku ke dalam tas dan membawa tasku dan tas milik sai keluar.
Aku kembali internetan di luar kelas. Perasaanku tidak enak pada Sai. Aku pun berniat untuk mencarinya. Mungkin saja dia sedang menangis di dalam kamar mandi. Biasanya kan cewek-cewek begitu….
Namun pandanganku teralih ketika mendengar isakan tangis di dalam ruang seni rupa. Pada awalnya kukira ada penampakan. Namun aku memberanikan diri untuk mengetuk dan menemukan Sai disana. Menangis…. Sendiri… sambil terus menghisap sesuatu..
Aku mendekatinya. Agak canggung sih. Namun ini sudah sore dan gadis tentunya tidak boleh pulang malam.
Setidaknya itu yang kudengar ketika Kak Hana diceramahi oleh Okaa-san.
"Hey…. Sudah sore… kau tidak ingin pulang?" tanyaku. Dia menggeleng.
"Kau bisa dimarahi ibumu tahu!" ucapku. Dia menggeleng lagi.
"Aku tidak punya ibu….." ucapnya. Hatiku mencelos. Kenapa aku bisa berkata seperti itu? ternyata banyak hal yang tidak kuketahui darinya.
"Gomen… k-kau mau kuantar pulang?" tanyaku agak canggung. Akhirnya aku berhasil mengajaknya untuk duduk di sadel motorku. Sebenarnya dia mulai menolak, namun aku yang bersikukuh untuk mengantarnya. Setidaknya aku tahu rumahnya.
Namun rencanaku gagal. Ternyata dia kos di dekat sekolah. Tempatnya memang agak masuk ke dalam. Jadi agak terpencil. Tapi menurutku tempatnya cukup bagus. Tinggal di kos-kosan yang agak ramai juga merusak konsentrasi belajar.
Dia membungkuk dan mengucapkan terimakasih. Lalu dia tersenyum…
Senyum yang indah namun harus terhapus oleh jejak-jejak air mata….
.
.
.
Sai tetap masuk seperti biasa meskipun aku bis melihat kedua matanya yang sembab akibat kelamaan menangis. Mungkin saja setelah kuantar dia masih tetap menangis. Aku duduk disampingnya karena pelajaran akan segera dimulai. Dia sendiri bersikap seperti biasa namun sembab dimatanya membuatnya tidak biasa.
Namun yang ada hanyalah jam kosong. Kurenai-sensei memberikan tugas fisik yang dikerjakan bersama teman-teman. Sai sendiri sudah menandai mana yang harus dikerjakan. Dia menghela napas dan berjalan ke arah Tenten. Aku hanya bisa menahan napas. Tenten memang tidak begitu memperhatikan perbedaan di kelas. Semoga dia mau menjawabnya.
"Yang dikerjakan yang ini kan?" tanyanya. Tenten yang saat itu sedang berbincang-bincang dengan Ino melihatnya sebentar dan mengangguk.
"Hai. Ini,ini sama yang ini. mengerjakannya bareng-bareng aja biar enak. Kan kita belum dapat materi ini lagi-"
"Iya, enggak boleh apatis!"
Apa lagi ini! kenapa mulut para gadis seperti Karin begitu susah untuk dikontrol? Sai sendiri hanya mengangguk.
"Arigatou Tenten-san," ucapnya dengan senyum. Tenten menghela napas dan wajahnya menunjukkan ekspresi khawatir.
"Gomen ne. Sai…." gumam Tenten seraya memegangi lengan Sai. Sai berusaha untuk melepakannya.
"Iie. Tidak apa-apa kok," ucap Sai seraya kembali ke tempat duduknya. Disampingku. Dia mulai mengambil sebuah buku sketsa. Buku yang sering kulihat ketika dia di waktu luang. Aku juga sering mengintip gambar-gambar yang dia gambar disana.
Dia mulai mengeluarkan pensil dan mulai mencoret-coret buku sketsanya. Begitu indah….
"Kurasa kemarin ada yang menangis di Ottogakure. Mungkin dia bilang 'aku enggak mau sekolah di Konoha Kaa-san. aku mau pindah!' sekalian saja pindah. Merusak pemandangan kelas."
Aku hanya bisa melihat Sai yang kembali menenggelamkan diri di dalam buku sketsanya. Aku tahu bagaimana perasaannya. Dia mungkin tidak melapor pada orang tuanya. Apalagi ke Kaa-san-nya. Dia mungkin hanya menangis di kos-kosan seharian penuh sampai matanya sembab begitu.
"Eh, siapa tuh? Perasaan yang kau gambar cowok melulu?" ucapku seraya mengalihkan perhatiannya. Kali ini yang dia gambar adalah seorang wanita cantik dengan rambut yang panjang.
"Hm? Maksudmu ini?" tanyanya seraya menunjukkan gambar sketsa seorang remaja laki-laki yang sedang tersenyum. "Ini Oniisan-ku."
"Lalu yang barusan itu siapa?" tanyaku penasaran.
"Ini.. Kaa-san…." ucapnya lirih. Kalau kupikir-pikir, wajahnya memang hampir sama dengan Sai. Sai kembali memberikan detil-detil berupa arsiran hitam di rambutnya. Hatiku agak terasa sakit mendengar suaranya yang lemah.
Saat ini pelajaran yang berlangsung adalah pendidikan kewarganegaraan. Gurunya adalah Jiraiya-sensei. Guru yang humoris meskipun agak.. er… begitulah…
"Kalau kalian diberi emas, mobil ataupun barang-barang mewah, maukah kalian memberontak Negara Api?" tanyanya pada masing-masing siswa dan siswi hingga di bagian kami berdua.
"Bagaimana denganmu Sai?" tanyanya.
"Saya tidak tertarik dengan duniawi," ucapnya mantap. Membuat seisi kela memperhatikannya.
"Jadi meskipun kau diberi barang mewah…. Uang banyak.. kau tidak akan berkhianat pada Negara Api?"
"Hai."
Niiing….noooongg….
Suara bel pergantian pelajaran berbunyi. sekarang adalah jadwalnya budi pekerti dengan gurunya adalah Baki-sensei. Guru yang cukup kasar dalam berkata-kata namun semuanya berarti baik.
Sai menoleh ketika ada yang menyentuh bahunya…
"Kau benar tidak menyukai duniawi?"
Sai hanya mengangguk.
"Lalu kenapa kau masih menggunakan hal-hal yang berbau duniawi? Jadi jika kau tidak tertarik dengan duniawi, kau tidak menghargai hal-hal yang berbau duniawi dong? Lalu kenapa kau masih memakainya? Kau bahkan menggunakan facebook yang berbau duniawi-"
"Ohayou minna…"
Sai sendiri hanya tertunduk mendengar ucapan dari Karin. Gadis itu… apa maunya sih? Segitu terpancingnya dengan perkataan Sai. Namun aku sendiri heran dengan Sai.
Aku tidak bisa memilih…..
Dia segera menyingkir ketika Baki-sensei datang. Sai hanya memejamkan matanya dan kembali menarik napas dalam. Memangnya ada yang salah ya dari perkataan Sai tadi? Namun memang, aku menyadari adanya kejanggalan disini.
Pelajaran berlalu dengan pelan hingga materi pu berakhir. Hingga akhirnya Karin mengacungkan tangan dan bertanya.
"Bagaimana sikap seseorang yang berkata misalnya dia tidak menyukai sesuatu namun ternyata dia memakainya?"
Aku tahu kata-kata itu begitu menyakitkan untuk Sai. dia berniat untuk menyindir Sai. namun apa hubungannya tidak suka duniawi dengan facebook? Memangnya kalau tidak suka harus tidak pakai gitu?
"Kaa-san…" gumam Sai lirih seraya meremas roknya dengan tangan kiri. Tangan kanannya masih memegang bolpoint di atas meja. Aku pun yang duduk disampingnya hanya mendengar kata itu samar-samar.
Sindiran-sindiran itu terus berlangsung. Namun Sai tetap tegar seperti biasanya.
Hari ini adalah hari jum'at. Besok sudah hari libur dan aku yakin Sai bakalan pulang dari kos-kosannya ke rumah. Aku berniat untuk membarenginya. Entah kenapa aku melakukannya, peduli mungkin?
Aku mengetuk pintu rumah itu dan muncullah seorang wanita dengan rambut pirang nan seksi. Rambut di belakangnya diikat dua. Dia memang cantik dan seksi. Apakah dia ibu kos disini? mungkin…
"Saya… ingin menemui Sai…" ucapku seraya menggaruk bagian belakang kepalaku yang tidak gatal. Wajah ibu itu menjadi menakutkan.
"Ada urusan apa?"tanyanya.
"Saya mau ambil flashdisk yang dia pinjam dulu," ucapku sekenanya. Semoga Sai tahu 'kode'-ku….
"Sebentar…"
Dan muncullah Sai dengan kaos T-shirt dan rok selutu. Rambutnya yang hitam panjang digerai dan bagian pinggirnya diberi jepit lidi agar tidak menutupi mata. Manis…
"Ada apa? Mendingan kita omong-omongnya di depan saja," ucapnya. Kami pun dudk di teras rumah.
"Ehm.. kau tidak pulang?"
"Tidak.."
"Kenapa? Besok kan hari libur. Kau tidak berniat untuk pulang ke rumah? Kuantar…"
"Kau ini gila apa?! Ini kos-kosan cewek. Untung saja kau tidak diamuk Tsunade-basan. Disini cowok dilarang masuk tahu! Dan kamu seenaknya ngetuk pintu rumah utama lagi!"
"Hehehehe…. Gomen ne… terus… kenapa kau tidak pulang?"
"Aku Cuma tidak ingin membuat Niisan dan jiisan sedih saja…"
"Kok bisa gitu?"
"Lihat ini! mataku masih sembab. Kalau aku pulang, mereka pasti nanya-nanya dan mendesakku untuk bercerita.. aku tidak ingin mereka tahu…."
Aku memperhatikan wajahnya. matanya memang masih sembab…..
.
.
.
To be continued.
.
.
Entah kenapa Risa bikin fanfic yang bener-bener crack begini! Apalagi dua fanfic belum selesai, haduh…..
Risa rasa mungkin fic ini jelek banget dah, lebih jelek dari yang sebelum-sebelumnya. Tapi kalau bagus, ya arigatou gozaimasu….
Review please…..
