Title: Dumheit

Fandom: Gakuen Hetalia

Pairing/Characters: Espana/Austria

Rating: G

Warning : yang gak suka EspAus jangan baca.

Summary : Semua orang boleh menyukai Antonio, termasuk Arthur. Tetapi hanya satu orang yang sangat mengenal bagaimana Antonio memakai topengnya dengan sangat baik.

Language : Bahasa Indonesia.

Disclaimer All characters are the wonderful brainchildren of Hidekaz Himaruya. The characters and the situations in the fic are in no way intended to be a reflection upon the actual countries or the people who reside there.

word count : 1362

A/N : Request dari Heracles 'Zeus' Karpussy di Facebook. FINALLY I MET SOMEONE WHO ALSO LIKED SPAIN/AUSTRIAAAAAA….

Jangan lupa. Review!

Hetalia Gakuen tak pernah sepi oleh murid-murid. Bahkan di sore hari di saat murid-murid seharusnya berjalan pulang ke asrama dan rumah masing-masing, setiap bagian sekolah masih penuh dikarenakan klub-klub yang berbagai macam mengadakan pertemuan.

Klub-klub di Gakuen sangatlah banyak dan bermacam-macam, dari memasak sampai memanjat pohon. Dari yang biasa saja hingga kebiasaan yang absurd. Dari semacam Klub Penikmat Sepakbola hingga Klub Pecinta Arthur Kirkland. Tetapi dari klub-klub yang abstrak dan unik-unik seperti itu, Roderich Edelstein hanyalah mengambil sebuah klub yang cocok akan bakat memainkan pianonya, tidak, bukanlah Klub Jazz, Perkusi, bukanlah Klub Pecinta Musik-musik Mozart, tetapi hanyalah Klub Orkestra.

Sore itu, Klub hanya mengadakan pertemuan untuk membahas konser berikutnya, dan untuk persiapan latihan dan selanjutnya akan dibahas lain kali.

Roderich keluar dari ruangan musik dengan perasaan bersemangat. Konser sebelumnya telah sukses, dan dia ingin konser selanjutnya semakin sukses. Oleh karena itu, moodnya sedang baik-baiknya.

Saat berjalan melewati lapangan sepak bola, dia tiba-tiba berhenti lalu menatap ke arah lapangan sekedar ingin tahu.

Dilihatnya Antonio sedang menggiring bola. Roderich langsung terpaku padanya dan memperhatikan apa yang dilakukannya selanjutnya. Memang saat itu adalah sesi latihan Klub Sepak Bola Gakuen. Antonio terlihat sangat bergairah dan terus digiringnya bola hingga ke gawang lawan lalu ditendangnya. Saat bola itu masuk, terdengar beberapa teriakan dan seruan menyelamatinya.

Ini hanyalah latihan bukan? Tetapi begitulah Antonio, sebagai kapten tim dengan ketampanannya dapat menarik beberapa siswi untuk menonton sesi latihan tersebut.

Roderich yang melihat ini hanya mendesis lalu kembali berjalan. 'Antonio, apa menariknya orang itu?' gumamnya dalam hati. Dia telah mengenal Antonio sejak lama, dia sangat mengenal baik Antonio. Tetapi kesan yang selama ini dia dapatkan darinya adalah buruk. Sejak dia memutuskan hubungan, Roderich sangat menginginkan untuk tidak dapat mengenalnya lagi.

Tetapi itu susah.

(****)

"Roderich! Kau sudah mengerjakan PR kimia belum?" tanya Antonio.

Roderich menjawab dengan acuh, "Sudah,"

"Kalau begitu…"

"Tidak!" serunya ketus. Dia beranjak meninggalkan kursinya.

Setiap pagi selalu saja, Antonio datang pagi-pagi sekali menghampiri kursi Roderich setelah itu meminta pekerjaan rumahnya untuk dia salin.

"Ayolah Roderich…" Antonio beranjak juga untuk menghentikan Roderich.

Roderich menatapnya dengan tajam, "Sudah kubilang berkali-kali untuk mengerjakan sendiri, bukan? Aku tidak mau kau menyalin punyaku! Titik!"

"Tetapi Roderich, kemarin aku kecapaian latihan. Kau tahu kan liga sebentar lagi,"

Roderich semakin mengerutkan alisnya, "Mau liga atau tidak, latihan atau tidak, kau tetap tidak mengerjakan PRmu!"

"Tapi…"

"Tidak!"

Antonio pun menyerah, dia yakin Roderich tak akan meminjamkannya walaupun dia meminta dengan cara apapun. "Terserah! Aku akan minta Arthur!"

Roderich tak berkata apa-apa. Dilihatnya Antonio berjalan menuju bangku Arthur, melakukan apa yang telah ia lakukan padanya. Dia pun berjalan kembali menuju mejanya. Dengan hati kesal dia duduk di kursi. "Eine dumheit," gumamnya.

(***)

'Slut, dumb and whore'

Itulah julukan Roderich kepada Antonio. Sejak Antonio meminta putus darinya, Roderich bisa melihat bagaimana sisi buruk orang tersebut. Menurutnya Antonio adalah orang yang licik yang memakai topeng orang yang baik. Wajahnya dan ketampanannya, mudah untuk menciptakan topeng tersebut. Dia yang terkesan selalu tersenyum dan tertawa, melekatkan topeng tersebut kepada wajahnya. Tak akan bisa orang menduga sifatnya dari balik topeng tersebut. Dan sayangnya, hanya Roderich lah yang mengetahuinya.

Kalaupun ada, pastilah dia akan berteman baik dengan orang tersebut. Selain Elizabetha, orang yang paling berpotensial untuknya dijadikan teman adalah Arthur. Setidaknya Arthur juga menganggap hal yang sama seperti Roderich. Dari sikapnya saja, dia sudah menolak Antonio.

Tetapi sayangnya, Roderich tahu kalau Arthur memendam perasaan pada Antonio. Dia tahu perasaan itu bukanlah perasaan benci seperti dirinya. Melainkan perasaan yang hampir sama dengan benci. Dan Roderich seumur-umur tak akan memiliki perasaan itu kepada Antonio. Perasaan itu adalah cinta.

(****)

"Oi! Roderich!"

Saat itu tepat pulang sekolah, dan entah kenapa Antonio memanggilnya.

Roderich tak menggubris dan terus berjalan bersama Elizabetha.

"Oii!"

Dia tetap tak menggubris sampai Elizabetha berkata, "Sayang, sepertinya Antonio memanggilmu,"

Roderich berdecak kesal lalu meladeni lelaki berambut kemerahan tersebut, dia berhenti sambil berputar, "Apa?"

"Kau ini sombong sekali!" serunya mengambil beberapa langkah hingga berhenti tepat di depan mereka berdua.

"Tidakkah kau punya klub?"

"Hari ini hari kamis, tak ada latihan. Bukankah kau mengetahui itu?" kata Antonio mengeluarkan senyum.

Muncul kemerahan di sekitar pipi Roderich, "Tetapi bukankah kau bilang kalau liga itu sebentar lagi?"

"Eeh itu…" Antonio menggaruk kepalanya.

Roderich berputar acuh lalu menarik Elizabetha, kembali berjalan.

"Tu-tunggu..!"

"Kau mau menjadi juara kan? Kalau begitu kau harus terus latihan," katanya ketus sambil terus berjalan.

Antonio mempercepat langkahnya, mendahului mereka lalu berhenti di depan mereka. "Pulanglah denganku! Sekali saja!"

Roderich bingung, tapi dia dapat menebak kalau Antonio pasti ada maunya, "Maaf tapi aku akan pulang dengan Elizabetha,"

Elizabetha tiba-tiba mengangkat tangannya setinggi bahu, "Maaf sayang, tapi aku ada pertemuan klub mendadak, jadinya…. Tschüβ!" tanpa menunggu respon Roderich, dia melesat pergi, meninggalkan Roderich dengan Antonio saja.

Masih bingung, Roderich tiba-tiba ditarik tangannya oleh Antonio.

"Vamos!" serunya lalu menariknya untuk berjalan.

"Tu-tunggu!" Roderich sangat terusik, dia berusaha untuk melepaskan tangannya. Tetapi, Antonio sudah melingkarkan tangannya sehingga terkunci.

"Kau ini kenapa sih?"

"Kau yang kenapa?"

Antonio akhirnya menyilangkan alisnya, "Aku hanya ingin mengajakmu pulang, tidak boleh?"

"Tidak!"

"Makanya aku bertanya kenapa,"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa kau terlihat menjauhiku? Tuhan, kukira kau lebih pintar daripadaku!" seru Antonio memalingkan wajahnya.

Roderich membetulkan kacamatanya, dia lalu menyentakkan tangannya dengan kuat sekali hingga akhirnya terbebas dari Antonio.

"Kau ini mengesalkan sekali!" serunya.

Di saat itu mereka berada di ujung tangga ke bawah. Roderich yang sedang kesal tidak melihat ke mana kakinya ingin melangkah, rupanya kakinya malah menuju ke anak tangga. Karena tidak siap kakinya yang lain, dia pun terjatuh.

Untungnya Antonio segera mengambil salah satu tangannya. Karena sentakan itu, tangan di satu sisinya yang mengapit beberapa kertas –yang kemungkinan lembaran not-not musik- lolos dan berterbangan menuju dasar tangga.

Antonio cepat-cepat menariknya ke atas.

Sambil memegangi pinggangnya, Antonio berkata dengan lega, "Tadi bahaya sekali,"

Roderich tahu, kalau dia harus berterimakasih, tetapi dia tak mau untuk mengatakannya, lebih tepatnya, tidak sudi.

Antonio menatap Roderich, perlahan tersenyum, "Sudahlah, tidak apa-apa kok," dia bingung kenapa Roderich masih terlihat tidak lega. Dia melihat tangannya yang memegang Roderich dekat dengannya, dia lalu sadar kalau Roderich tidak menyukainya.

"Maaf!" dia melepaskan Roderich sambil melangkahkan kakinya mundur, lalu…

Antonio terjatuh menuruni tangga.

"OUUUUUUCH!"

(***)

Keduanya kini berada di ruang UKS.

"Bagaimana keadaanmu?" Roderich berjalan masuk ke tempat tidur pasien dengan malu-malu. Dia sangat khawatir, tetapi tak mau menunjukkanya. Maka dari itu dia bertanya dengan biasa-biasa saja.

"Tidak apa-apa! Cuman pusing sedikit!" kata Antonio mengeluarkan senyumnya.

Roderich menatapnya dengan tak percaya, "Kau ini…"

Antonio mengedipkan matanya, "Ada apa?"

"Kau sudah jatuh dari tangga. Tetapi kau masih bisa tersenyum?"

Antonio mengedipkan matanya kembali, "Memangnya kenapa? Tidak boleh?"

"Boleh sih…"

"Kalau begitu bagus lah!" Antonio memalingkan mukanya kembali, kepalanya dipegangnya karena masih dirasakan cenat-cenut.

"Untung kepalamu tidak pecah," kata Roderich setelah beberapa lama hening.

"Iya, aku jatuh dengan bokongku!" katanya dengan giginya diperlihatkan.

"Lalu kenapa malah kepalamu yang sakit?"

"Tidak tahu,"

Mendengarnya Roderich tertawa.

"Oke-oke, aku jatuh dengan bokongku, dan kepalaku mengenai dinding sedikit,"

Bukannya mereda, tawa Roderich makin kencang.

"Be-berhenti tertawa!"

Roderich berusaha untuk menurutinya, tetapi tawa itu susah dihilangkan, "Kau ini aneh sekali," katanya di sela.

Antonio yang mukanya sedikit merah, menjawab, "Kau juga aneh!"

"Aneh?"

"Iya. Kau bilang kau tidak mau pulang denganku. Tapi kau sekarang, malah berada di sini menungguiku!"

Roderich kini benar-benar hilang tawanya, cepat-cepat digantikan oleh bingung dan malu.

Dalam kebingungannya itu, Antonio maju lalu mendaratkan ciuman di bibirnya.

Roderich tersentak dan sangat terkejut, tetapi dia tidak melepas ciuman tersebut. Ditariknya kepala Antonio, semakin mendekat dan menekan ciuman tersebut.

Dalam kepala Roderich, dia menekankan pada dirinya bahwa itu hanyalah ciuman sekedar memberikan rasa terimakasih untuk Antonio karena telah menyelamatkan dirinya tadi.

Tidak lebih.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tetapi apakah seperti itu? Kita lihat saja nanti.