Hei,
pernah tidak kalian mencoba untuk menantang maut?
Aku pernah.
Aku melakukan itu bersama teman-temanku.
Dan aku menyesal karenanya.
Hei,
apakah kalian mau mendengar ceritaku?
Mungkin, jika kalian mendengar ceritaku,
kalian akan ragu-ragu untuk menantang maut
Jadi...
Bagaimana?
Apa kalian mau mendengar ceritaku?
.
Roses Are Red
by
Kusanagi Mikan
/
Vocaloid
by
Yamaha and Crypton Future Media
.
1 Agustus 20xx, hari pertama liburan musim panas
.
"Kazamoto?"
"Ya," si rambut merah muda mengangguk. "Kazamoto, keluarga Kazamoto. Apakah kalian tidak pernah mendengarnya?"
"Sejujurnya tidak," Shion Kaito menggeleng. "Tidak pernah dengar."
"Kazamoto? Kazamoto? Tidak pernah dengar!" Nakajima Gumi, si rambut hijau, ikut menggeleng.
"Well, wajar sih, peristiwanya sudah lama sekali," ucap si rambut merah muda, Yuuma.
Si kembar Kagamine Rin dan Kagamine Len yang tadinya tidak begitu antusias langsung menoleh ke arah Yuuma dan bertanya nyaris bersamaan. "Peristiwa apa?"
"Hah... Benar-benar. Masa tidak ada yang tahu soal peristiwa Kazamoto, sih?" Yuuma menghela napas kesal.
"Tidak tahu~ Makanya, ceritakan dong, Yuu!" pinta Miku dengan nada manjanya.
"Baiklah, baiklah... Aku akan menceritakan pada kalian, tentang keluarga Kazamoto," Yuuma menarik napas panjang sebelum mulai bercerita. "Keluarga Kazamoto, dulunya adalah keluarga bangsawan ningrat di Jepang. Keluarga Kazamoto selalu berjaya di setiap masanya, sampai di suatu masa.
"Pada musim dingin di bulan Desember, lahir seorang anak perempuan dari keluarga Kazamoto. Anak itu... memiliki mata semerah darah dan rambut seputih salju. Tidak ada satu pun anggota keluarga Kazamoto yang berfisik seperti anak itu. Maka, anak itu pun disebut dengan 'anak pembawa sial'. Anak iblis. Tadinya, keluarga Kazamoto mau membunuh anak itu. Namun sang ibu melarangnya. Beliau memohon agar anak itu diiinkan melihat dunia terlebih dahulu sebelum dibunuh. Keluarga Kazamoto pun mengabulkannya.
"Saat anak itu berumur sepuluh tahun, ayahnya hendak membunuhnya. Namun sang ibu melindungi anak itu, hingga dirinya sendiri terbunuh. Anak itu histeris. Sementara sang ayah, kepala keluarga Kazamoto, mengamuk. Dia membunuh anak itu dengan pedang yang digunakannya untuk membunuh sang ibu. Mayat keduanya dibuang ke kandang anjing Kazamoto.
"Malam setelah pembunuhan tersebut, sang ayah tidak bisa tidur dengan tenang. Ia bermimpi mendengar jeritan keluarganya, meminta tolong untuk diselamatkan. Pintu kamar bergeser, dan sang ayah tahu itu bukan mimpi. Seorang gadis membuka pintu kamar sang ayah. Gadis itu berambut putih dan bermata merah, persis seperti anak yang dibunuh sang ayah.
"Kepala keluarga Kazamoto ketakutan. Dia meraih pedangnya, namun semua sudah terlambat. Pisau yang dipegang gadis itu sudah menusuk jantungnya. Matilah dia. Dan sejak saat itu, rumah keluarga Kazamoto kosong, tidak pernah dihuni siapapun. Pemerintah pun merahasiakan soal peristiwa Kazamoto.
"Konon, siapa pun yang memasuki rumah Kazamoto pada tengah malam, akan dibunuh oleh hantu keluarga Kazamoto."
Yuuma menyudahi ceritanya. Dipandanginya wajah-wajah teman sekelasnya yang memancarkan beragam ekspresi. Ketakutan, tegang, kagum, atau malam ekspresi bodoh seperti milik Kaito.
"Yang kau ceritakan itu... kisah nyata?" Kaito bertanya.
"Ya," angguk Yuuma. "Kisah nyata. Benar-benar kisah nyata. Soal mitosnya aku tidak tahu benar atau tidak. Tapi yang pasti, tidak ada yang kembali setelah memasuki rumah Kazamoto."
Miku bergidik ngeri. "Menyeramkan sekali!"
"Dan, Yuuma, apa tujuanmu menceritakan soal itu pada kami?" tanya Gakupo tajam. "Kau tidak bermaksud mengajak kami memasuki rumah Kazamoto itu, kan?"
"Hmm... Sebetulnya itu tujuanku," jawab Yuuma.
"Gila kau!" pekik Len. "Kisah itu pasti nyata, termasuk mitosnya! Kau mau menantang maut?"
"Tapi, Len," Rin menyergah. "Memangnya hantu itu ada? Dan mana ada hantu yang bisa membunuh manusia? Itu tidak masuk akal."
"Tidak bisa dicerna logika," Luka mengiyakan.
"Tapi kata Yuuma setiap orang yang masuk ke rumah Kazamoto tidak ada yang kembali lagi! Berarti mitos itu benar, kan?" protes Len.
"Bisa benar, bisa salah," komentar Yuuma. "Satu-satunya cara untuk membuktikan benar atau tidaknya ya, pergi ke rumah Kazamoto itu. Aku tahu tempatnya, kok."
"Aku tidak yakin," Furukawa Miki berkata dengan suara pelan. "Mungkin mereka tidak kembali bukan karena hantu, tapi sesuatu yang lebih nyata. Perampok. Mungkin saja, kan? Para perampok itu memanfaatkan mitos yang ada. Mereka membunuh setiap orang yang datang ke rumah Kazamoto, lalu mengambil harta bendanya. Logis, kan?"
"Kurasa Miki benar!" seru Kaito. "Itu logis - sangat logis!"
"Seperti kau mengerti arti logis saja, Kaito," sindir Gakupo sinis.
"Apa katamu?!"
"Hei, sudahlah!" lerai Gumi kesal. "Miki ada benarnya juga. Tapi aku lebih penasaran dengan rumah Kazamoto itu. Aku ingin datang kesana."
Teman-teman sekelas Gumi, kecuali Yuuma, menatap gadis itu dengan tatapan 'apa-kau-gila?'.
"Sudahlah, sebaiknya begini saja," ucap Yuuma tegas. "Aku ingin sekali menyelidiki soal benar atau tidaknya mitos itu. Tidak mungkin aku menyelidiki sendiri, jadi aku mengajak kalian. Tapi aku tidak memaksa. Jika ada yang ingin ikut, silahkan. Jika ada yang tidak, juga tidak apa-apa. Yang ingin ikut, bilang saja kepadaku. Aku akan mengatur semuanya sehingga kita bisa pergi ke rumah Kazamoto itu. Bagaimana? Ada yang mau ikut?"
Gumi mengangkat tangan paling awal sementara yang lainnya nampak ragu-ragu. Mereka berpandangan sejenak, sebelum akhirnya semua siswa-siswi kelas 9-3 itu mengangkat tangan. Sepertinya mereka juga penasaran dengan mitos itu meskipun takut.
Hari ini, hari pertama liburan musim panas, seluruh siswa-siswi kelas 9-3 berkumpul di rumah Yuuma karena Yuuma mengundang mereka untuk datang ke rumahnya. Mereka awalnya heran untuk apa Yuuma mengundang mereka, sampai akhirnya rasa heran mereka terbalas oleh sebuah cerita seram keluarga Kazamoto dan ajakan untuk membuktikan mitos Kazamoto. Terang saja seluruh anggota kelas 9-3 setuju untuk membuktikan mitos tersebut. Mereka penasaran. Manusia memang penuh rasa penasaran. Terkadang rasa penasaran itu membuahkan kesuksesan, namun terkadang rasa penasaran itu pula yang menjatuhkan manusia.
"Wah... Semua ikut rupanya," Yuuma tersenyum simpul. "Baiklah! Besok, kalian datang lagi ke rumahku, jam tujuh pagi. Kita akan pergi ke daerah tempat rumah Kazamoto itu berada, Nagano!"
.
To Be Contiuned
A/N :
Halooo! Mikan disini!
Well, ide untuk membuat fic ini lahir begitu saja. Tadinya saya mau membuat tentang Hitori Kakenrubo, tapi nggak jadi. Malah ribet jadinya.
Prolognya pendek, iya. Ini kan cuma prolog. Chapter 1 baru panjang (Insya Allah lho ya! Saya gak bisa janji juga kalau chapter 1 bakal panjang)
Gimana prolognya? Terlalu singkat? Jelek? Tidak menarik? Punya pendapat lain? Utarakan di kolom review!
Sekian,
Kusanagi Mikan
