Bayangan kastil megah berlatarkan pegunungan malam itu hanya tersinari oleh sinar redup bintang-bintang. Sekelilingnya tampak gagah menara-menara dengan puncak menantang langit dibangun dengan jarak yang tepat sangat diperhitungkan. Benteng-benteng dan perkemahan prajurit terlihat sangat jelas bahkan dari jarang yang luar biasa jauhnya. Istana utama dibangun dengan begitu agungnya di puncak bukit secara strategis untuk alasan yang begitu jelas, bukan hanya agar orang-orang dapat menikmati keindahannya dari jauh, namun juga untuk mempertajam mata pengawasan terhadap kota-kota di bawahnya.
"Bagaimana situasinya?"
Kuda yang Sasuke tunggangi berjingkrak, membuat tangannya seketika membelai leher kuda itu untuk menenangkannya. "Kita akan sampai di wilayah Hyuuga saat matahari terbit."
"Haruskah aku informasikan kepada Yang Mulia?" tanya salah satu prajurit.
"Ya," Sasuke mengunci pandangannya terhadap gambaran nyata istana megah milik musuh tanah airnya. Di dalam kepalanya bertanya-tanya soal petualangan apa yang kiranya telah menunggu mereka—menunggunya—disana. "Hey.. hey.." ia menepuk leher Kiruma saat kuda itu kembali kehilangan kendali, "tenanglah," bisiknya seakan kudanya itu dapat mengerti titahnya. Sasuke kembali mengangkat kepalanya dan mempelajari pemandangan area kerajaan di hadapannya. Belum pernah sebelumnya ia menjejakkan kaki di tanah kerajaan itu.
Tumbuh dengan prinsip untuk memandang kerajaan lain sebagai musuh membuatnya selalu waspada. Hari-hari mudanya yang berisi pelatihan oleh sang ayah telah membentuk tekad dasar dalam dirinya untuk melindungi Miroku besera Raja dan keturunannya.
Peperangan yang dimulai hampir sekitar seratus tahun antara Miroku dan Hyuuga berdampak besar terhadap keduanya. Meski satu abad hampir lewat, rasa dengki dan kebencian masih tercium hingga sekarang.
"Sasuke," panggilan dari Sang Raja—Ratu—membuatnya melompat seketika dari punggung Kiruma untuk menghadap Ratunya yang masih duduk tegak di atas kuda putih. "Kau tidak istirahat? Aku yakin Kiruma juga membutuhkannya," tatapan Sang Ratu kini terarah pada kuda cokelat di samping Sasuke.
Senyum penuh rasa hormat terbentuk di bibir Sasuke, "aku tidak tertidur saat Ratuku beristirahat."
"Kau tidak perlu cemas," Sang Ratu membalas senyuman itu. "Kita mungkin berada di tanah musuh, namun kita disini untuk perundingan damai. Jangan terlalu membebani dirimu sendiri."
"Baik, Yang Mulia. Namun telah menjadi tugasku untuk memastikan keselamatan Anda. Dan aku takkan berhenti sebelum tugasku benar-benar selesai, setidaknya tidak untuk sekarang."
"Kau memang bocah keras kepala," Sang Ratu menanggapi.
Sasuke menahan ekspresinya agar tak berubah. Bocah? Bagaimana bisa seorang Ratu yang tak lebih 5 tahun lebih tua darinya terus memanggilnya bocah. "Anda harus istirahat, Yang Mulia. Kita akan segera melanjutkan perjalanan kita."
Kedua ujung bibir Sang Ratu terangkat, membentuk lengkung kecil, "jangan terlalu serius setiap waktu, Sasuke. Sebelumnya kita berteman, kan?"
Sasuke masih berusaha membuat Kiruma tenang dengan mengelus lehernya. "Waktu berlalu, sekarang kita menjalaninya dengan siapa diri kita sekarang," ungkapnya tegas namun masih diselimuti perasaan hormat kepada lawan bicaranya.
"Kau benar," timpal Sang Ratu lembut. "Setidaknya, berikan Kiruma sedikit waktu untuk beristirahat jika kau tidak membutuhkannya," ia mengarahkan kudanya ke arah tenda yang telah dibuat.
Sasuke menatap punggung Yang Mulia-nya. Rambut panjang pirangnya yang diikat seperti ekor kuda bergerak-gerak. Masih merupakan pemandangan yang sulit melihat baju ksatria dengan pedang di pinggangnya menggantikan gaun indah yang seharusnya memancarkan keanggunan si pemilik tubuh.
Shion. Ia lah seorang gadis yang tumbuh sebagai satu-satunya pewaris tahta Miroku. Gadis yang tumbuh bersama dengannya. Sebagai seorang gadis, ia juga dituntut untuk menjadi seorang petarung. Kini ia dapat memainkan pedang dan perisainya di area tempur seperti halnya wanita pada yang memainkan pisaunya di dapur.
Sasuke sudah mengenalnya sejak awal ia menginjakkan kaki di istana Miroku. Ayah Sasuke juga salah satu pelatih seni tempur Shion. Sasuke bahkan sering diminta untuk menjadi lawan bertarung Shion saat latihan-latihan tertentu. Tentu saja Shion tak pernah sanggup mengalahkan Sasuke dalam duel, namun seiring waktu berjalan, Sasuke mulai memberikan kesempatan untuk Shion mengalahkannya. Sikap mengalah itu tak hanya karena perasaan tanggung jawab dan hormatnya karena Shion merupakan putri mahkota, namun juga atas rasa sayangnya karena Shion merupakan temannya.
Hari-hari itu adalah masa lalu. Hari dimana Raja Miroku sebelumnya, ayahanda Shion, mengeluarkan volume nafas terakhirnya menjadi titik yang menuntun mereka ke jalan yang baru. Kini Sasuke bersanding dengan ayahnya memimpin militer Miroku dan memastikan keselamatan kerajaan dan Ratu baru mereka. Dan Shion, dengan segala bekal yang ia terima sejak kecil berusaha tumbuh menjadi pemimpin ideal. Usia dan gender tak membuat Shion dipandang lemah sebagai sosok pemimpin, malah berkatnyalah perundingan damai antara Miroku dan Hyuuga dapat terlaksana untuk menghentikan perang dingin antar keduanya.
Sasuke kembali tenggelam dalam pikirannya tentang Hyuuga. Setelah semua pertempuran dan blokade yang terjadi, pada akhirnya Miroku akan bekerjasama dengan Hyuuga. Entah mengapa fakta itu membuatnya berpikir bahwa perjalanan kali ini akan menjadi sangat menarik. Sesuatu yang besar pasti telah menunggunya disana.
..
...
..
Kicau burung tanpa interval tetap mengisi suasana bagai petikan harpa surga. Hinata menerawang sinar matahari yang menembus kristal kaca jendela, meninggalkan jejak garis dan corak abstrak di permukaan ranjang atas hasil pembiasannya. Hinata duduk tanpa gerakan di atas ranjangnya, dunia menghilang saat ia terhanyut dalam pikirannya sendiri.
Cinta merupakan bagian dari kehidupan, namun hati akan selamanya tertusuk oleh pisau yang dibawanya. Cinta hanya akan datang untuk merampas lalu pergi berlalu. Takkan ada kepedulian untukmu kecuali jika kau mati. Cinta merupakan sesuatu yang berbeda dari awal hingga akhirnya. Keyakinan Hinata mengatakan ia takkan pernah merasakan cinta yang selalu mereka definisikan.
Ia bukanlah petarung handal. Tak juga membawa bakat sebagai pemimpin yang cakap. Satu-satunya fungsinya sebagai putri raja di Hyuuga hanyalah sebagai tropi. Pada dasarnya ia memang tidak dididik sebagai pemimpin seperti kakaknya. Hinata lebih tenggelam dalam tata krama, mereka bilang itu dibutuhkan seorang putri kerajaan untuk menarik perhatian para pangeran di masa mendatang.
"Apa ada yang lainnya yang Anda butuhkan lagi, Yang Mulia?" tanya satu pelayan.
Hinata menggeleng pelan, "tidak, kau bisa pergi sekarang."
Hari ini pemimpin dari Uzumaki dan Miroku akan tiba. Hinata tak terlalu ambil pusing memikirkan orang-orang dari Miroku. Namun ia mencemaskan kedatangan pangeran dari Uzumaki, Naruto Uzumaki.
Ia menatap bayangan dirinya di cermin, membayangkan hidup yang mungkin akan ia miliki bersama Pangeran Naruto. Dimatanya, tak seincipun dari seorang Naruto yang memancarkan pesona. Ia hanya salah satu bangsawan yang tak pernah bisa mengistirahatkan bola matanya terhadap wanita.
Pintu ruangannya terbuka secara tiba-tiba, "Hinata!" suara Neji, Sang Kakak, cukup mengagetkannya.
"Ada apa? Kau tidak memiliki izin untuk masuk ke kamarku," jawabnya dengan nada suara gusar yang mungkin tak disadarinya.
"Aku tidak peduli," Neji mengangkat bahu, "ada sesuatu yang ingin ayah sam—" Neji menghentikan gerakan bibirnya, menahan suaranya keluar saat suara terompet terdengar. Untuk beberapa saat, Hinata dan Neji saling menatap tanpa arti. "Mereka tiba," kepalan Neji menguat, menggantung di sisi tubuhnya. Kakinya mulai bergerak melangkah kasar lebih masuk kedalam ruangan Hinata, menuju balkon sedangkan Hinata dalam diam mengikutinya di belakang.
Dari atas balkonnya, Hinata dapat melihat bendera dan panji-panji Miroku masuk ke area istananya. Raja dan Pangeran Uzumaki kelihatannya belum sampai. Hinata menghela nafas lega.
"Ayo," lagi-lagi Neji mengagetkannya, kali ini kakaknya itu tiba-tiba meraih pergelangan tangannya dan menariknya ke luar kamar.
..
to be continued...
First timer for posting on ffn, but the story published already on my facebook acc.
Review are gladly welcomed.
See ya in next chap...
