Extraordinary Love Story
Disclaimer : Semua karakter bukan milik saya. Mereka milik JK. Rowling. Terima Kasih kepada JK. Rowling.
Hai guys well ini ff pertamaku, rasanya kalo udah baca bacaan bagus tuh jadi pengen bikin sendiri. Tapi yah namanya juga amatiran gitu yah jadi maaf kalo aneh, kritik saran dibutuhin banget. Terimakasih
Oh ya, aku memang men'cuplik' adegan atau scene dari buku atau film Harry Potter jadi kalo ada yang mirip-mirip yah you-know-why lah. Dan aku sama sekali tidak meng-klaim itu milik aku. JKR always the best as usual, no doubt!
Tahun Pertama.
Perahu – perahu kecil mengapung elegan diatas danau. Hanya cahaya bulan dan lentera yang menyinari. Danau itu menampilkan refleksi mereka. Yah, mereka. Murid – murid baru Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry. Setiap murid yang berada di perahu tak henti – hentinya berdecak kagum dengan apa yang dilihatnya – dan menunggunya pula. Kastil megah tempat mereka belajar selama tujuh taun kedepan, atau koreksi; menjadi rumah mereka yang baru. Setiap murid berarti tak terkecuali gadis itu, gadis bermata hazel itu. Memang ia telah membaca segalanya di buku. Tapi yah sebagai anak yang 100% awam dengan hal 'ini', sangat pantas dipikir.
Tak lama -bila boleh dibilang- perahu telah sampai, waktu memang terasa sangat cepat disaat seperti ini; kagum, gugup, campur aduk. Murid – murid turun dengan tertib dari perahu. Masih dengan kekaguman mereka. Seorang pria tinggi dengan wajah besar berewokan menginterupsi acara kagum – kaguman. Terlihat lampu bergoyang – goyang di tangannya yang baiklah besar pula.
"Murid baru, murid kelas satu! Mendekatlah!" Pria itu menghela nafas sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya. Kelelahan?
"Tetaplah disini sebelum aku kembali untuk menjemput kalian. Dan para prefek cepatlah segera ke kastil atau Profesor McGonagall akan membunuhku! Upacara seleksi kalian ingat! Kalian berhutang nafas padaku, setelah aku berlari …" pria tinggi itu terus meracau walaupun ia sudah berjalan bersama orang – orang yang dipanggil 'prefek' dan meninggalkan sekerumunan orang yang menatapnya. Mungkin ia tak sadar menjadi pusat perhatian. Sesaat hening kemudian pecah juga suara bising murid – murid baru. Upacara seleksi katanya? Aku harap aku di asrama ini. Jangan sampai itu aku di asrama itu. Dan blablabla . Setidaknya itulah yang didengar gadis bermata hazel. Jengah. Entah karena ia suka kesunyian atau karena tidak ada teman yang bisa ia ajak bicara. Menyerah akhirnya ia meninggalkan kerumunan murid. Melihat – lihat, mencari sesuatu baru dan mengindar dari gerombolan berisik menyebalkan. Terus berjalan, melangkah.
"Hei anak baru! Jangan terlalu jauh!" Gadis itu membalikkan badannya tapi terus berjalan. Mengangguk tersenyum pada seseorang yang meneriakinya. Pria berkacamata dengan rambut lurus coklat. Dari badge-nya sangat jelas ia seorang Ravenclaw. Untuk kelasnya? Emm mungkin tahun kelima?
BRAKK!
Gadis itu menabrak seseorang dan terjatuh. Seseorang yang ia tabrak hanya kehilangan keseimbangan sampai ia kembali mendapatkannya. Seseorang itu berbalik badan. Menatap sinis. Matanya yang abu – abu seakan berkata apa-yang-kau-lakukan-dasar-gadis-bodoh!
"Sedikit bantuan?" ucap gadis itu sambil mengulurkan tangannya. Terlihat kesakitan.
"Lakukan sendiri" suaranya sangat datar. Sekarang matanya tidak melihat kearah gadis yang kesakitan itu – mengerlingnyapun tidak. Gadis itu menatap seseorang didepannya. Menyebalkan, gumamnya pelan. Ia menarik lagi tangannya dan mencoba berdiri -yang untungnya berhasil. Dia kini melihat ke seseorang yang ada didepannya. Dari atas ke bawah. Orang ini sangat rapi. Rambutnya yang pirang, kemejanya yang hitam, sepatunya yang sangat mengkilat…
"Apa yang kau lihat!" suaranya kini lebih ber-intonasi.
"Eh .. em .. ma.. af..maaf! Hanya … eh…hanya .."
"Demi merlin!" Seseorang itu memutar bola matanya, mendengus kesal, dan menampilkan wajah sinis sebelum kemudian berlalu, meninggalkan gadis itu.
-o0o-
Pintu itu telah dibuka. Pintu besar yang akan membawa mereka ke 'dunia baru'. Murid – murid baru berjalan berdampingan dua – dua. Decak kagum itu datang lagi. Tepuk tangan para senior mengiringi langkah mereka seperti backsound seorang supermodel. Langkah – langkah itu berhenti serempak tanpa disuruh sesaat mereka sudah sampai tepat di depan meja para professor. Gadis itu dapat merasakan decak kagum kawan – kawannya kini telah berubah menjadi helaan nafas gugup. Termasuk dia juga memang. Wajah – wajah orang tua didepan mereka terlihat bahagia. Berbanding terbalik. Dengan siapa? Dengan murid baru pasti.
"Yang disebut namanya harap maju dan memakai topi, lalu duduk di atas bangku untuk diseleksi," kata salah seorang Profesor yang tadi sempat memberi wejangan atau tepatnya petunjuk pada murid baru. Siapa namanya tadi, ah Profesor McGonagall. Yang tadi disebut – sebut pula oleh pria tinggi besar. "Hannah Abbot!" Gadis berwajah merah dan rambut pirang maju dan duduk di kursi yang sudah di siapkan. Topi tua dan lusuh yang sempat bernyanyi tadi dipakaikan ke kepalanya. Topi itu berpikir sejenak.
"HUFFLEPUFF!" teriak topi itu. Jujur, sangat keras. Hampir separuh penghuni ruangan terlonjak kaget sebelum rasa kaget itu ditandingi oleh teriakan para senior Hufflepuff.
Satu persatu murid baru diseleksi. Gadis mata hazel itu terus memandangi pemandangan yang sama; dipanggil, dipakaikan topi, diteriakkan nama asramanya, disambut para senior.
"Hermione Granger". Gadis itu menegang namanya dipanggil. Ia berjalan cepat atau bisa dibilang nyaris lari ke arah bangku seleksi. "Apapun yang terbaik" pikirnya sesaat setelah topi itu diletakkan diatas rambut coklat bergelombangnya. Topi itu sempat berpikir beberapa detik sebelum ia berteriak "GRYFFINDOR!". Suara sorakan dari senior yang sejak tadi ia dengar kini ditujukan untuknya. Lagi – lagi ia berjalan cepat, namun kali ini ke arah meja Gryffindor. Sesampainya disana tangan – tangan menyambutnya untuk berjabat tangan dan berkenalan. Senyum Hermione terus mengembang.
"Ronald Billius Weasley" ucap orang terakhir yang bersalaman dengan Hermione. Senyum orang bernama Ronald itu mengembang lebih dari normal-bila aku terlalu kasar mengatakannya dengan menjijikan-. "Hermione Granger" jawab Hermione singkat dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Mata Hermione kembali pada penyeleksian. Terlihat laki – laki gendut dengan gigi yang lucu sedang duduk disana dengan mata tertutup. Topi seleksi berpikir lama sekali sebelum ia memutuskan Gryffindor menjadi asramanya.
"Draco Malfoy" panggil Profesor McGonagall. Mata Hermione membulat melihat siapa yang maju sekarang. Pria sinis yang ditabraknya tadi. Hermione terus memandangi langkah pria itu. Draco berjalan dengan sok ketika namanya dipanggil. Seperti yang lain topi itu dipasangkan. Begitu menyentuh kepalanya, si topi langsung berteriak, "SLYTHERIN!". Wajah kecewa muncul di wajah Hermione. Entah kenapa ia ingin satu asrama dengan pria sinis itu; gila memang. Berbeda dengan Hermione, Draco malah terlihat bangga. Mata mereka sempat bertemu beberapa detik sebelum Draco berjalan angkuh ke meja Slytherin dan disambut oleh gerombolannya.
"Ah sudah kuduga" Pernyataan singkat Ronald cukup mengalihkan pandangannya dari Draco.
"Apa maksudmu dengan sudah kuduga?"
"Yah, seorang Malfoy mana mungkin tidak Slytherin. Akan menjadi berita bagus untuk Daily Prophet bukan begitu?" Ronald tertawa, diikuti kembar yang ada disebelahnya. Penjelasan Ronald sama sekali tidak membuat Hermione mengerti.
"Ayolah Hermione, demi Merlin kau masih tidak mengerti?" Hermione menggelengkan kepalanya.
"Keluarga Malfoy sangat terkenal, Hermione. Dari kakeknya, ayahnya, yah setidaknya itu yang aku tau, semuanya Slytherin. Pantaslah dia masuk asrama ular itu."
"Memang ada hubungannya antara keturunan dengan asrama? Aku tak pernah membacanya." Akhirnya Hermione bicara.
"Memang tidak, tapi seandainya kau melihat tingkahnya kepadaku dan Harry di kereta, orang idiotpun akan tau dia sangat pas di Slytherin."
"Apa yang dia lakukan padamu dan Harry, eh tunggu Harry? Harry Potter?"
"Iya itu disana. Masih menunggu diseleksi." Ronald menunjuk laki – laki kurus berkacamata.
"Dia benar – benar ada?"
"Iyalah Hermione! Kau kira ia tokoh dongeng?" Kini pembicaraan mereka mengarah ke Harry. Sifatnya, lukanya, sejarahnya yang terkenal. Hermione menyimak dengan baik walaupun sesekali ia mengerling ke pria pirang di meja Slytherin.
-o0o-
Jam masih menunjukkan pukul enam pagi namun Hermione sudah siap dengan seragamnya. Senyum manisnya terus mengembang tak peduli apapun yang ia lakukan. Mandi, ganti baju, merapikan rambutnya. Hari pertama di Hogwarts harus terlihat istimewa pikirnya. Kaki kecilnya melangkah keluar asrama. Sudah rencananya dari tadi malam untuk bangun pagi, berkeliling Hogwarts dan mencocokannya dengan yang ada di buku. Berita baik, Hermione sudah punya teman baru setelah sebelumnya hanya celingak celinguk sendiri. Tadinya ia ingin mengajak teman – teman barunya jalan – jalan bersamanya. Tapi melihat mereka yang tertidur kelewat pulas membuat Hermione tak tega membangunkannya.
Kaki Hermione terus melangkah. Melewati koridor – koridor dengan senangnya. Matanya tertuju pada pemandangan di depannya lalu ke buku, jalanan di depannya lalu ke buku, ruangannya di depannya lalu
BRAKK!
Hermione lagi – lagi menabrak orang. Hermione mengumpat dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia menabrak orang dua hari berturut – turut. Hermione mengangkat kepalanya. Mencoba mencari tau kali ini siapa yang ia tabrak. Mulutnya yang terbuka untuk berkata maaf menutup lagi setelah melihat siapa yang ada di depannya. Mata hazel sempat beradu dengan mata abu –abu. Hermione bersumpah ia melihat ekspresi terkejut sebelum air muka seseorang yang ada didepannya kembali datar seketika.
"Kau lagi?" suara itu sama datarnya dengan tadi malam. Hermione hanya terdiam.
"Ayolah, kita harus berhenti bertemu seperti ini" entah kenapa mendengar lawan bicaranya berkata seperti itu Hermione langsung berdiri dengan cepat dan mengulurkan tangannya. Yang diuluri tangan malah mengangkat alisnya dan melipat tangannya ke dada. Ujung bibirnya terangkat membentuk seringai. Harus dengan kata apa aku mendeskripsikan seringai itu. Manis tapi mengejek?
"Untuk apa tangan itu?" Hermione menarik tangannya sama cepatnya dia berdiri tadi. Wajahnya bersemu merah.
"Yah.. em.. aku tak tau aku hanya mengira kalimatmu tadi mengarah ke ajakan berkenalan. Tapi ternyata tidak ya? Maaf-"
"Draco Malfoy" potong Draco cepat, membuat seseorang didepannya kembali terkejut.
"Hei!" Draco menjentikkan tangannya tepat di depan wajah Hermione.
"Kau bilang tadi ajakan berkenalan. Aku Draco Malfoy. Kau?"
"Eh.. iya, ma..af aku Hermione Granger"
"Kenapa kau selalu terbata – bata saat bicara?" wajah Hermione kembali memerah.
"Dan wajahmu selalu memerah. Gryffindor eh?" Draco melirik badge di seragam Hermione. Hermione ikut melihat badge itu sesaat sebelum mengangguk.
"Aku sebenarnya anti Gryffindor. Tapi aku bisa buat sedikit pengecualian untukmu"
"Untukku?"
"Kau terlihat…" Draco berhenti sejenak mencari kata yang pas untuk diucapkan.
"Menyenangkan." Sambung Draco yang disambut senyum dan wajah merah Hermione lagi.
"Kau mau kemana?" Hermione akhirnya bisa menguasai dirinya dan berbicara.
"Hanya jalan – jalan. Aku bosan di asrama. Kau?"
"Sama denganmu. Hanya ditambah dengan ini. Mencocokkan setiap detail ruangan dengan yang di buku." Hermione mengangkat buku yang ada di tangan kirinya.
"Sejarah Hogwarts? Satu – satunya buku pelajaran yang aku sentuh selama ini" senyum Draco mengembang, membuat sesuatu di hati Hermione meleleh.
"Yang benar saja? Aku sudah menghabiskan setengah dari jumlah buku yang akan kita pelajari"
"Wow, kutu buku! Kalau aku jadi topi jelek itu, kau akan kutempatkan di Ravenclaw!"
"Kau tahu, aku juga berpikir sama denganmu" Mereka tertawa bersama. Aneh bila diingat tadi malam, laki – laki pirang itu melempar pandangan sinis pada perempuan rambut coklat didepannya.
"Mau melanjutan acara cocok – cocokan?" kata Draco setelah tawa mereka reda.
"Iya. Kau mau ikut?"
"Boleh, tapi pastikan kau cepat. Kau tau Slytherin dan Gryffindor kan? Air dan api, langit dan bumi" Hermione tertawa. Anak Slytherin dan Gryffindor itu berjalan berdampingan. Saling melempar lelucon. Saling bertanya dan menjawab. Hanya ada satu yang mengganjal di pikiran Hermione : seandainya kau melihat tingkahnya kepadaku dan Harry di kereta. Ya benar pernyataan Ronald tadi malam saat upacara seleksi. Apa yang dilakukan Draco pada mereka. Rasanya tidak mungkin Draco melakukan yang aneh – aneh, melihat Draco yang ada disampingnya saat ini sangat baik dan em manis. Apa mungkin Ronald yang mengada – ngada. Ya! pasti Ronald hanya iri pada Draco lalu berusaha membujuknya supaya ikut benci pada Draco. Masuk akal!
-o0o-
Aula besar sudah sangat ramai dengan anak – anak kelaparan. Ini memang waktunya sarapan sebelum pelajaran dimulai. Yay! Pelajaran pertama di Hogwarts. Hermione mengerling ke Draco yang sudah berjalan menuju meja asramanya. Mungkin ia akan terus memandangnya sebelum suara seseorang memanggil namanya dengan sangat kencang, untung saja suara orang itu tak lebih keras dari suara cuap – cuap orang se-aula.
"Hermione!" Hermione menengok ke sumber suara dan segera menghampirinya. Seseorang itu telah memberi tempat di sebelahnya. Wajah orang itu terlihat khawatir.
"Kau dari mana saja? Aku sangat khawatir" Hermione tak menjawab. Hanya mengangkat bukunya.
"Sejarah Hogwarts? Apa yang sebenarnya kau lakukan?" Hermione sempat ingin berkata jujur sebelum ia mengingat apa yang telah diperingatkan Draco tadi.
"Granger, apakah kau tersinggung apabila kau kuminta menyembunyikan pertemanan kita?" Hermione mengernyitkan dahinya. Berpikir.
"Tidak, tapi mengapa?"
"Kau tau, Gryffindor-Slytherin, air-api,langit-bumi" Draco menyeringai.
"Oh aku mengerti, baiklah my secret friend" balas Hermione dengan memukul pelan lengan Draco.
"Jalan – jalan" Hermione menjawab singkat sambil mengisi piring kosong didepannya dengan berbagai makanan.
"Seharusnya kau bilang dulu Hermione, aku mencarimu tadi-"
"Kau mencariku? Untuk apa?" Hermione menghentikan aktivitasnya, menatap tajam pada Ronald.
"Eh, tidak, hanya… ingin memperkenalkanmu pada Harry Potter, Hermione! Ya! memperkenalkanmu pada Harry!"
"Kau sudah memperkenalkanku pada Harry tadi malam, saat makan malam ingat? Iyakan Harry?" Harry mengangguk lalu kembali memakan pudding yang ada di depannya.
"Benarkah?"
"Benar Ronald"
"Bisakah kau berhenti memanggilku Ronald, terdengar sangat resmi dan menjijikan di telingaku. Ron saja" permintaan Ron disanggupi Hermione dengan anggukan. Akhirnya hening terjadi diantara mereka bertiga – Harry, Hermione, dan Ron-. Hermione berhenti menyuapkan sup ke mulutnya setelah melihat senyum manis terpampang di seberang sana; di meja Slytherin. Hal kecil itu entah mengapa membuat hati Hermione merasa lega. Hermione memberikan senyumnya balik kepadanya. Tanpa sengaja, tanpa diperintahkan oleh otaknya.
-o0o-
Jadwal pelajaran hari ini adalah pelajaran terbang. Diantara para Gryffindor yang berjalan ke lapangan yang berhadapan dengan Hutan Terlarang, ada seorang gadis kecil yang terus sumringah. Bagaimana tidak, di pelajaran terbang ini mereka akan bergabung dengan Slytherin. Tak perlu dijelaskan lagi kenapa dan ada apa dengan Slytherin.
Gryffindor dan Slytherin sudah berbaris berhadap – hadapan saat guru mereka; Madam Hooch, datang. Rambutnya pendek kelabu, dengan mata kuning seperti mata elang.
"Nah, apa lagi yang kalian tunggu?" gertaknya. "Semua berdiri di sebelah sapu. Ayo, cepat." Hermione mengikuti perintah sang guru. Matanya kini menangkap manik abu – abu yang ternyata tepat berhadapan di depannya. Demi Merlin bagaimana dia baru sadar.
"Julurkan tangan kananmu di atas sapu," seru Madam Hooch di depan, "dan katakan, UP!'"
Hermione mengikuti perintah gurunya lagi. Dia mencoba dengan suara pelan awalnya, namun sapunya tak bergerak sedikitpun. Dia memperbesar volume suaranya sedikit, sapu itu menunjukan reaksi, yah hanya sedikit reaksi ; cuma berguling di tanah. Dia melihat ke sekelilingnya. Harry dan Ron sudah berhasil, sapu Neville tidak bergerak sama sekali, dan seseorang di depannya yah juga sudah berhasil. Seringai orang itu muncul lagi, mulutnya mengucapkan beberapa kata tanpa suara. Hermione hanya bisa menangkap sedikit kata – katanya "Bagaimana denganmu, Granger" dan "Loser". Wajah Hermione memerah. Bukan karena malu lagi sekarang, ia juga marah.
"Miss Granger! Kenapa diam saja, ayo lakukan biar kulihat." Madam Hooch meneriakinya, membuat dia sedikit terlonjak dan mundur selangkah kebelakang.
"UP!"
"Lebih dengan perasaan Miss Granger!"
"UP!" Hermione mengeraskan suaranya, hampir berteriak. Dia tak sadar teriakannya malah membuat semua orang di lapangan menatapnya. Beberapa orang Slytherin menertawainya.
"Madam Hooch, kira – kira kapan kita akan belajar terbang yang sesungguhnya, dan meninggalkan acara UP-UP-an ini" pandangan semua orang berubah dari Hermione ke sumber suara datar menghina. Draco Malfoy-lah sang empunya suara itu.
"Sok sekali dia, sok bisa!" desis Ron. Hermione yang ada di sebelah Ron tidak mengiyakan pernyataan Ron. Ia tau sebenarnya Draco hanya menyelamatkannya. Sekaligus membawanya ke masalah besar. Hanya membuat sapu melompat ke tangannya saja tak bisa, apalagi terbang.
"Ah, iya Mister Malfoy kau benar juga, semua dengar, kalau aku meniup peluitku, kalian menjejak ke tanah, keras - keras pegang erat - erat sapu kalian, naik kira-kira semeter, kemudian langsung turun lagi dengan cara agak membungkuk ke depan"
Hermione menatap Draco tajam. Seakan tau perasaan Hermione, Draco mengucapkan kata – kata tanpa suara lagi "Pergilah, berpura – puralah" Hermione mengangguk paham dan tanpa disuruh dia berjalan mendekati Madam Hooch.
"Madam maaf, aku rasa aku harus ke Hospital Wing"
"Oh dear, ada apa denganmu?"
"Entahlah Madam, daritadi aku kehilangan konsentrasi."
"Merlin, pantas saja daritadi kau tak bisa, baiklah silahkan dear perlu kuantar?"
"Tidak Madam, terima kasih" Hermione mengangguk hormat pada Madam Hooch sebelum meninggalkan lapangan. Tak lupa mengerling dan tersenyum pada penyelamat mukanya saat ini.
-o0o-
"Hermione kau tak apa?" tanya Ron setelah masuk ke ruang rekreasi. Wajahnya lebih cemas daripada yang di aula. Tak berapa lama Harry menyusul, wajah sumringah terlihat dari pria kacamata the-boy-who-lived.
"Aku tak apa, Ron. Kau bisa lihat kan?" jawab Hermione tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca.
"Lalu kenapa kau meninggalkan kelas? Apa karena ucapan Malfoy? Aku tau dia kelewat pedas tadi-"
"Pfft, apa yang kau pikirkan Ron. Aku hanya tak enak badan. Tak ada hubungannya dengan Malfoy" Hati Hermione tertawa, Ron hanya tidak tahu kalau maksud omongan Draco tadi hanya untuk menyelamatkannya.
"Baiklah – baiklah, sudah dapat obat dari Hospital Wing?"
"Ada apa dengan Harry? Apa dia mulai gila?" Hermione mengalihkan pembicaraan ke topic lain; Harry yang senyam senyum sendiri.
"Ah! Andaikan kau lihat tadi Hermione, aku menjadi seeker Gryffindor!"
"Apa!" Hermione menegakkan tubuhnya, matanya berbinar, mulutnya terus mengucapkan kata yang sama; WOW!
"Dan ini berkat Malfoy, Harry. Aku rasa kau harus berterima kasih padanya" Harry menggelengkan kepalanya dengan wajah yang super masam, pemandangan ini membuat Ron tertawa.
"Ada apa lagi dengan Malfoy?" Hermione sangat penasaran. Kenapa hampir setiap pembicaraan mereka berujung mengarah ke Malfoy.
"Tadi dia mengambil Remembrall milik Neville, kau ingat? Paket miliknya tadi pagi. Dia mengambilnya saat Neville dibawa ke Hospital Wing, ia terjatuh" Ron menghela nafas.
"Lalu Harry membela. Draco malah membawa Remembrall terbang dan melemparnya. Harry mencoba menangkapnya-"
"Dengan terbang?" potong Hermione.
"Ya dengan terbang, tentu saja lah Hermione. Mungkin saat itu Profesor McGonagall melihat Harry berhasil menangkapnya dan voila Harrylah seeker kita sekarang."
"Mana mungkin Malfoy bertindak seperti itu" Hermione menggumam dengan keras. Membuat wajah teman – temannya itu kebingungan.
"Apanya yang tidak mungkin Hermione? Dia Malfoy. Menyebalkan seperti menjadi nama tengahnya kau tahu. Dan harus kuakui tanpa tingkah menyebalkannya aku mungkin tak menjadi seeker sekarang"
"Seeker termuda!" sambung Ron dan mereka berdua tertawa. Meninggalkan Hermione yang kecewa dengan apa yang ia dengar.
-o0o-
Suara langkah kaki menggema sepanjang koridor. Laki – laki itulah penyebabnya. Ia baru kembali dari dapur untuk mengambil buah kesukaannya; apel. Dia melangkah sangat santai. Ini belum jam malam pikirnya. Apalagi koridor sebelah sini sangat sepi. Jarang ia melihat ada orang yang berjalan apalagi berpacaran seperti koridor di sebelah aula sana. Menjijikan. Koridor ini sangat pas untuknya berpikir. Berpikir? Menyesali mungkin tepatnya. Ia tak pernah mengira hal kecil bodoh yang ia lakukan tadi siang bisa mengubah nasib seseorang. Seandainya dia hanya diam, mendengarkan, tak berulah. Yah itu hanya seandainya bukan. Nasi telah menjadi bubur. Dan tak mungkin bubur itu dikembalikan menjadi nasi kembali.
Langkah itu mendadak berhenti. Ia merasa sesuatu sedang berlari menuju pintu kastil. Tanpa komando ia segera berbalik menuju arah sesuatu itu. Tangannya menggenggam tongkat erat. Setelah sedikit mengejar, akhirnya ia bisa melihat apa yang sedang berlari itu. Ia bersembunyi dibalik dinding bata yang membatasi dua ruangan. Mengintip lagi ke arah apa yang dikejarnya, memastikan. Gadis berambut coklat bergelombang sedang berjalan bolak – balik didepan pintu kastil. Gerak –geriknya sangat jelas menunjukkan ia ragu. Laki – laki yang sedang mengintip itu mengucek matanya. Mencoba meyakinkan pada otaknya bahwa hal yang dilihatnya adalah benar .
"Granger?" gumamnya pelan tanpa sadar.
-o0o-
Hermione sedikit berlari menuju lapangan luar. Ia sengaja memilih koridor yang ini agar tak banyak orang yang menemuinya dan bertanya. Hal yang memperlambat saja pikirnya. Larian Hermione berhenti saat ia sudah sampai di depan pintu kastil. Ia memutar otak. Apa dampak positif dan negatif akan tindakannya malam ini. ia akan bisa berlatih dengan bebas tanpa ejekan teman – temannya, tapi bila ketahuan Flich atau prefek yang berjaga ia bisa terkena detensi. Berlatih, detensi, berlatih, detensi, berlatih, detensi. Ah persetan dengan detensi!. Hermione melangkah keluar. Sedikit berjalan cepat ke arah lapangan dekat Hutan Terlarang. Diangkatnya tongkat yang sedari tadi digenggamnya.
"Accio Sapu terbang" desisnya pelan. Sebuah sapu terbang –yang sudah Hermione siapkan tadi setelah makan malam- melayang kearahnya. Ia menelan ludah sekali sebelum meletakkan sapu terbangnya dan berdiri di sampingnya. Tangan Hermione sudah terangkat sebelum suara berat menghentikan aktivitasnya.
"Hei apa yang kau lakukan!"
-o0o-
Huah! Akhirnya chapter ini selesai juga! Chapter ini aku persembahkan buat Mini Constantinest dan Fitri Ramadhani 'Breakerz'yang udah semangatin aku, support aku buat percaya diri ngepost FF gaje ini di FFn. Thank you :)
Aku tau iya aku tau, bahasanya aneh kan? Tata katanya juga gak bener juga OOC banget. Dan sejuta maaf buat fans Ron, disini dia aku gambarin nyebelin banget. Ini baru awal teman. Maafin aku, aku memang masih baru. Saran senior sangat dibutuhin banget banget banget. Terimakasih review ditunggu :D
