"Namaku Jongin. Panggil aku Kai." Kai mengulurkan tangannya ke lelaki bermata bambi. Lelaki tersebut tertawa. "Halo Kai," Ketika lelaki tersebut mengucapkan namanya, Kai merasa tubuhnya menggigil penuh antisipasi.
"Namaku Lu Han. Senang bertemu denganmu."
In Control © sayestoyaoi
Genre: Angst/Hurt&Comfort
Pair: Kaihun, broken! Kaisoo.
Rate: R
Note: Ini Sekuel dari Boy Toy. Gue sarankan baca itu dulu (terus review ofcos) baru baca ginian. Thanks all)
Summary: Bukankah kau merasa terbohongi, Sehun? Pernahkah kau menyangka kau akan dipermainkan sebegitu kejamnya oleh sahabatmu sendiri? Tetapi aku merindukanmu. Kembalilah kepadaku, Sehun.
Special for semuanya yang ngereview Boy Toy dan yang minta sekuel dan si anak sialan Zhehoons3
.
.
Kai bertemu dengannya di sebuah klub yang ia tidak terlalu ingat namanya. Ia memang adalah sebuah penari bebas di klub tersebut. Ia dibayar dengan gaji yang lumayan mencukupi kebutuhan pokoknya juga pribadinya.
Ia sudah selesai menari dan sedang menunggu minuman gin and tonic-nya saat seorang lelaki menghampirinya dengan muka yang Kai kira, tidak berumur lebih dari dua puluh tahun.
"Gerakan tarianmu cukup bagus." Ucapnya secara tiba-tiba dan Kai menatapnya aneh. "Cukup bagus? Memangnya kau bisa melakukan yang lebih bagus daripada itu?"
"Kau menantangku?" Tanya orang asing tersebut, meminum bir di gelasnya. "Menurutmu?" Kai memutar matanya bosan. "Baiklah, tunggu disini dan awasi aku. Taruhan dua puluh dolar kau akan memujiku."
"Tambahkan dengan dua botol alkohol maka aku ikut, cantik." Ucap Kai dan lelaki asing tersebut menaikkan alisnya. Ia menyisip gelas birnya untuk terakhir kali, lalu menaruhnya di meja bar. Kai mengawasi gerak-geriknya.
Sesaat dia turun ke dance floor, DJ telah menganti lagu dengan lagu yang nadanya lebih cepat dan berirama. Lelaki asing tersebut berbaur di sekitarnya, lalu mulai menari. Kai dapat melihat keluwesannya dan hasratnya dalam satu tengokan.
Ujung bibir Kai menaik. Beberapa orang sudah berkumpul disekitarnya, berteriak-riak tentang betapa bagus pantatnya dan betapa luwes gerakannya. Kai rasa ia cukup terkenal dan sering datang di klub ini. Lima belas menit kemudian, lelaki itu datang dengan muka arogan.
"Jadi bagaimana?" Tanyanya, menaikkan alis. Kai tertawa. "Baiklah, gerakanmu bagus. Apa aku harus membayarnya sekarang?" Ucap Kai, mengeluarkan dompetnya. Lelaki asing tersebut tertawa, dan Kai merasa ia telah mendengar tawa paling indah; selain tawanya Sehun tentu saja.
"Tidak usah," Ucapnya mendorong dompet Luhan menjauh. "Aku punya ide lain. Bagaimana jika kau membayarku dengan sesuatu di celanamu itu, yang aku yakin aku bisa bangunkan heh?" Ucapnya, bibirnya berbisik di telinga Kai dan Kai yakin ia baru saja menjilat telinganya.
Kai memutuskan untuk mengikuti permainan orang asing ini. Ia mendekatkan mulutnya ke leher sang lelaki dan mencium. Tidak meninggalkan bekas.
"Namaku Jongin. Panggil aku Kai." Kai mengulurkan tangannya ke lelaki bermata bambi. Lelaki tersebut tertawa. "Halo Kai," Ketika lelaki tersebut mengucapkan namanya, Kai merasa tubuhnya menggigil penuh antisipasi.
"Namaku Lu Han. Senang bertemu denganmu."
.
Sebagai pria yang menyadari ketampanannya, Kai sering kali bangga dengan kemudahan yang ia dapat dalam mencari mangsa. Menurutnya, hal ini patut dibanggakan. Luhan terbukti menjadi mangsa yang cukup mudah, walau Kai sadari hal itu terjadi karena mereka menginginkan hal yang sama.
Tetapi, untuk kepentingan harga diri, Kai memutuskan untuk tidak mengindahkan pikiran itu. Baginya, dia masih berhasil dalam menangkap mangsa selanjutnya, walau mangsa tersebut memang ingin.
Dalam pertarungan mereka berdua di ranjang, di antara gigitan yang di gunakan untuk meluapkan nafsu yang mereka rasakan, di antara tangan yang mengenggam tubuh satu sama lain, Luhan membuktikan kepiawaiannya dalam bermain. Berkali-kali Kai dibuat mendesah dengan sentuhan dan ciuman ringan di titik sensitifnya yang Luhan termukan sendiri.
"Sayang, sebentar." Ucap Kai sambil menahan Luhan yang sedari tadi tidak sabaran. Dengan rentang tangannya, ia membuka laci nakas lalu mengambil sebotol pelumas. Luhan langsung mengambil dari tangannya, siap untuk bermain.
Kai membiarkan dirinya berada di bawah, memangku tubuh mungil Luhan. "Lakukan sesukamu, babe." Tak biasanya dia membiarkan dirinya terbawa hanyut, namun pengecualian untuk Luhan. Lelaki manis itu merupakan pecinta yang handal dan Kai rasa dia cukup bisa mempercayainya. Sebuah pemikiran yang terbukti benar saat Luhan melakukan pijat pada adik kecilnya.
Persiapan itu tidak berlangsung lama. Walaupun Luhan cukup ahli sampai ia tidak membutuhkan bantuan, Kai tetap memegang pinggangnya sebagai sopan santun saat Luhan memanjat–dan pelan-pelan menyatukan dirinya dengan si besar. Sambil memeluk leher Kai, yang di pangku itu perlahan-lahan melenguh dengan Kai yang memujinya secara konstan.
"That's a good boy."
Pertemuan kedua kasih tersebut tidak berlangsung lama. Belum sampai ke titik puncak, pintu kamarnya terbuka. Kai baru sadar dia belum menguncinya akibat terlalu berantisipasi dalam bermain. Kalau itu Chanyeol atau Baekhyun, mungkin mereka bisa merasa maklum dan langsung pergi.
Tetapi yang muncul bukan pasangan tersebut, tapi Sehun.
"Sehun? Kau ingin ikutan?" Sapa Kai santai sambil mengelus paha mulus milik Luhan, dalam diam mendorong Luhan untuk meningkatkan permainannya. Luhan hanya melenguh dan menahan nafas saat Kai mengganti sudut, dengan sudut ini prostat miliknya lebih terkena lagi.
"Itu.. siapa?" Tanya Sehun ragu, tangannya ia taruh di samping badannya. Kai tersenyum, sebelum menggerakan adiknya lebih keras lagi, kepala Luhan tersentak kebelakang dengan teriakan kecil. Pikirkanlah cara ini sebagai cara Kai mengenalkanya pada Sehun.
"Hey," sapa Luhan, menoleh sebentar ke arah Sehun sebelum kembali menyembunyikan mukanya di leher Kai. Namun kemudian bocah mungil itu menjadi nakal, bibirnya menyambar bibir Kai dan memagutnya lebih kasar daripada Kai suka.
Dengan tenang ia membalas pagutannya, masih membuka mata sementara Luhan tampak sedang melayang. Matanya sedaritadi tidak pernah lepas dari Sehun, yang tidak menunjukkan apa-apa di ekspresinya selain gugup.
"Kali ini tidak." Jawab Sehun terbata-bata, bergetar nadanya. Kemudian ia langsung pergi, secepat dia masuk ke ruangan tadi. Itu merupakan turn off yang paling efektif bagi Kai, tetapi ia tetap melanjutkan acaranya dengan Luhan sebagai tingkah sopan santun. Walau pikirannya masih berpusat kepada Sehun, ia harus akui bahwa tubuh mangsanya kali ini lebih indah. Yang lebih baik lagi adalah mangsanya tahu cara menggunakannya.
Mereka berpisah dengan ciuman terakhir, nomor telepon Luhan yang terselip di saku setelan semalam, dan janji kosong Kai yang Luhan paksa buat bahwa ia akan menelponnya lagi. Seandainya dia benar-benar ingin merendahkan diri dengan bercinta dengan orang yang sama dua kali, mungkin.
Kai kembali dalam kesendiriannya di kamar, sebatang rokok yang baru dinyalakan tadi ia biarkan mengepul di antara jemarinya. Ia memandang asap yang ia buat dengan rasa tertarik, menyadari kalau pikirannya tidak ada bedanya dengan asap rokok.
.
Baekhyun dan Chanyeol menerobos masuk ke apartemennya, membangunkannya dengan seember air lalu menginterogasinya dengan ancaman disana-sini. Topik utama yang mereka bicarakan adalah: Sehun. Sebenarnya Kai sudah menebak hal ini akan terjadi. Mereka tipe-tipe pasangan yang selalu ingin tahu.
Sehun mengerti Kai. Kai juga mengerti Sehun. Jadi harusnya bukan hal yang salah kalau semalam ia bercinta dengan Luhan. Toh saat perjanjian mereka di buat, keduanya juga sadar bahwa mereka tidak punya hubungan apa-apa selain memberi kenikmatan bagi masing-masing. Kalau tahu hasil akhirnya bakal begini, Kai mungki akan berpikir-pikir dulu.
Impulsif sekali, Jongin.
"Kai, apa kau dapat kabar dari Sehun? Dia tidak menjawab telepon dari kita dari kemarin, ataupun pulang ke apartemen. Kau tidak khawatir?" Chanyeol kelihatan cemas, nadanya menaik dan menurun, Kai pikir itu lumayan lucu untuk di lihat.
"Dia perlu waktu." Ucap Kai singkat. Ekspresi Kai bahkan tidak berubah saat Chanyeol menarik kerahnya dengan kasar dan menatapnya tajam, ekspresi serius.
Chanyeol menatapnya layaknya dia akan membunuh Kai saat itu juga. Ia berpikir sejenak apakah kematian bakal lebih berasa daripada eksistensinya sekarang. "Aku tak perlu jadi cenayang untuk mengetahui kau ada sangkut pautnya dengan kehilangan Sehun. Kalau memang kau berhasil membuat Sehun berubah, kau selamanya aku benci!"
Kai tetap menatapnya dalam diam. Ia pikir itu ucapan terakhir Chanyeol, jadi ia sudah siap untuk kembali mengisap rokoknya, tetapi dia salah besar. Selalu dramatis, pikir Kai saat Chanyeol kembali mengucapkan beberapa latah kata kasar.
"Kenapa kau tak bisa mengalahkan nafsumu, sih? Memangnya menurutmu Sehun secara sukarela begitu mengizinkanmu menyentuhnya? Heck, sejak umur enam tahun aku mandi bersamanya dan dia bahkan tidak membolehkanku melihat juniornya!"
Muka Kai sedikit berubah, namun ketika bibirnya menyesap ujung rokok ekspresinya berubah normal. Ia mengeluarkan asapnya tepat di depan muka Chanyeol hanya untuk membuat yang lebih tua lebih kesal.
"Apa kau begitu bodohnya membiarkan dia pergi? Dia mungkin tidak kembali lagi ke kehidupanmu, Kai. Camkan itu! Mungkinkah benar apa kata mereka? Bahwa keegoisanmu lebih besar daripada eksistensimu?"
Mata Chanyeol diam-diam berkaca. Kai tidak tahu apa itu karena dia terlalu terbawa emosi atau akibat terkena asap rokok yang tadi ia sembur.
"Kau memang brengsek, Kai. Aku berharap aku tidak pernah mengenalmu dari dulu. Dan aku harap aku bisa mencegah Sehun untuk mengenalmu." Ucapnya berbalik dan bahunya bergetar.
"Jangan pernah tunjukkan mukamu lagi di hadapanku, Kai."
Mata Kai terkatup, pelan. Chanyeol pergi duluan. Baekhyun menatapnya. "Aku tahu masih ada kebaikan di dirimu, Kai." Baekhyun mendekat, ragu. Agak aneh melihat si lelaki muda yang ceria itu menjadi raga kosong.
"Bantu aku dan dirimu sendiri." Baekhyun berkata, menghela napas. "Kejarlah dia sebelum terlambat. Kau mencintainya, setidaknya kau punya perasaan untuk dia yang lebih dari teman.. Aku tahu itu. Selamat tinggal, Jongin." Baekhyun berkata, berjalan menjauh dan Kai membiarkannya pergi, mungikin ini terakhir kali ia akan bertemu mereka.
Baekhyun menutup pintu dan ia mulai menjauh. Mulut Kai terbuka, hanya untuk kembali merokok dan merokok, sampai ruang tamu apartemennya penuh dengan asap seracun pikirannya sekarang. Merokok membawa dia euforia tentang hal lain, perlahan-lahan memori terkutuk itu tak sengaja main di otak Kai.
"Selalu tidak berguna!" Pria yang lebih tua dan jelas lebih kuat itu berteriak di mukanya, kedua tangannya yang besar tampaknya tertanam secara permanen di leher Kai. Ia meringis menyadari bahwa ia harus memakai kerah tinggi lagi nanti ke sekolah. "Memang harusnya aku bunuh kau dari dulu!"
Pria itu menambahkan tekanan di lehernya, mencekiknya, membuat anak kecil itu menangis. Rintihannya diabaikan. Namun ia terselamatkan dengan kekerasan, karena pria itu merasa tidak puas dengan mencekik. Akhirnya, ia hanya mengakhiri dengan tamparan cukup keras ke pipi si anak.
"Pergi sana!" Ucap lelaki itu. "Jangan pernah tunjukkan mukamu di hadapanku lagi, Kai."
Kai tertawa pahit. It's funny how at some point life's gonna get back at you somehow.
.
Mereka bertemu lagi di sebuah kafe yang dulu mereka temui saat perkenalan pertama. Waktu itu Sehun masih remaja baru lulus SMA, 17 tahun, dengan impian seterang lampu di kota-kota besar. Mungkinkah itu mengapa mereka menyatu dengan indahnya? Sehun adalah penerang optimis yang ia butuhkan dalam hidupnya. Kai adalah Kai. Selalu gelap dan pesimis yang ia anggap adalah realistis.
"Kai?" Tanya Sehun ragu, ia enggan duduk bersamanya, kalau boleh jujur. Tapi Baekhyun baru saja bilang kalau ini kesempatan terakhir yang mereka punya. Mereka akan berbicara, seperti orang-orang dewasa lakukan, dan kalau hasilnya tidak sesuai dengan yang Sehun mau, Sehun bisa pergi.
"Apa kabar?" Tanya Kai santai, menyesap kopi hitamnya yang barusan datang sebelum Sehun masuk. Dengan gerakan tangan, ia menyiratkan Sehun untuk duduk di depannya. Tampaknya yang lebih muda masih menerima perintah darinya. Pikiran itu saja sudah cukup untuk membuatnya senang.
"Maaf kalau aku membuatmu tidak nyaman kemarin-kemarin. Sungguh, itu hal terbrengsek yang pernah aku lakukan."
Sehun mengamati pria di depannya dengan ketertarikan baru. Kelewat sopan. Sisi baru mana lagi ini? Jongin paling benci orang formal. Ia selalu berkata kepada Sehun kalo orang begitu mengingatkannya kepada ayahnya, yang ia benci juga.
"Aku berharap kita bisa kembali ke semula." Lanjut Kai, tampaknya tidak keberatan kalau daritadi Sehun tidak mendengarkan permintaan maafnya dan lebih tertarik menganalisis dirinya. Ia tidak menyalahkannya. Salahkan saja wajah tampannya itu.
Sehun mengetukkan jari-jari di atas meja plastik kafe tersebut. Kemudian ia menggeleng. "Maaf, kalau yang di maksudmu 'kembali semula' adalah bermain seks dengan dirimu lagi, aku harus menolak. Aku sudah ada yang punya."
Sejujurnya Sehun juga tidak yakin mengapa ia harus mengumumkannya ke Kai. Mungkin sebagai bentuk pembuktian diri? Untuk membuktikan bahwa Sehun bukan budak cinta atau apalah. Untuk membuat dirinya merasa lebih baik.
Namun yang lebih penting, untuk membuat Sehun merasa di cintai. Sesuatu yang Kai tidak pernah lakukan sedikit pun.
Awalnya Sehun menebak Kai akan marah. Dia akan melempar kopi hitamnya ke arah Sehun dan mengucapkan kata kasar. Hal itu tidak terjadi. Sebaliknya, Kai masih kalem seperti biasa, alisnya terangkat naik. Senyumnya mengatakan bahwa ia akan mengejek Sehun tentang pacarnya seperti yang biasa ia lakukan.
"Siapa laki-laki tidak beruntung itu?" Tanyanya, singkat. Kopi hitamnya telah habis dan tangannya gatal untuk membuka sebungkus rokok. Alhasil, sambil terang-terangan mengabaikan larangan merokok di dalam ruangan, Kai menyalakan sebatang di bawah meja.
"Kris. Mantanku dari Kanada itu." Jawab Sehun pelan, mulai merasa tidak nyaman namun ia tetap melanjutkan berbicara karena percakapan mereka belum selesai. Kai belum menyetujui keputusannya.
"Dengar, kau setuju sama keputusanku tidak?" Tanya Sehun, langsung. Kalau bukan usulan dari Kris untuk menyelesaikan saat ini juga, Sehun tidak akan berpindah dari tempat tidurnya yang nyaman dan pelukan Kris. Bahkan saat pacarnya tahu hal ini penting, maka hal ini benar-benar penting.
"Setuju saja, apa masalahnya juga?" Ucap Kai enteng sambil menghembuskan asap rokok ke arah jendela. Bukan ke arah Sehun untungnya, tampaknya sahabatnya itu masih mengingat bahwa ia tidak bisa dekat dengan perokok.
"Bagaimana kalau kita main sekarang juga, ke apartemenku?" Ajak Kai tiba-tiba, memecahkan Sehun dari lamunan sebelumnya. Punya pacar atau tidak, Sehun sadar sepenuhnya bahwa aura Kai memang berbeda dari yang lain. Memenuhi indra penglihatannya.
"Aku.. tidak yakin bahwa itu ide yang bagus." Jawab Sehun, ragu. Terlihat dari matanya yang menolak untuk bertemu tatapan milik Kai.
Kai tertawa melihat reaksinya. "Oh ayolah, sudah aku bersihkan semua insiden kemarin." Bujuk Kai, yang merupakan sebuah kebenaran. Ia nyalakan lilin aromatis yang Jongdae berikan kepada setahun yang lalu, dengan pesan hanya boleh dipakai jika ia ingin mengosongkan pikirannya. Kai tidak pernah pakai lilin itu karena dia memang tidak tertarik, namun sekarang ia sadar itu bisa menjadi pengharum ruangan.
Sprei yang kotor akibat ulahnya dan Luhan kemarin juga ia bawa ke laundry, sambil membayar ekstra mengetahui pekerja disana akan jijik dengan hasil Luhan yang kemana-mana. Berantakan. Sekarang kasur miliknya cuman di alasi selimut usang yang biasa ia pakai.
"Hmm, baiklah." Ucap Sehun sambil menaruh selembar uang untuk membayar pesanannya, sebuah donat yang sudah hampir habis. Donat tersebut di habiskan oleh Sehun sambil berdiri, menunggu Kai mengikutinya.
Di belakang punggung Sehun yang polos. Kai menyeringai. Ia akan membuat Sehun menyesal membatalkan perjanjian mereka.
Sehun benar-benar menyesal mengiyakan usul Kai.
Ia terduduk di ujung ruangan sambil memegang lampu tidur, siap memukul Kai jika bajingan tersebut bangun lagi dari pukulan Sehun yang lumayan keras di tengkuknya. Tidak cukup keras untuk menyakitinya tapi cukup keras untuk membuat dia pingsan. Dalam keheningan yang nyaman dan sinar matahari yang menembus dari sela gorden, Sehun berpikir kapan ia akan belajar dari kesalahan.
Seharusnya ia sudah tahu dari dulu. Kecanggungan Kai terhadap hal-hal yang seharusnya manusia normal sukai, seperti keluarga, cinta dan hal bahagia lain. Awalnya Sehun mengira hal itu di sebabkan akibat trauma. Jika Sehun mengalami hal yang sama seperti Kai, tentu ia akan merasa benci dengan hal-hal seperti itu.
Namun, sekarang Sehun yakin. Kai adalah seorang sosiopat.
Sehun hampir saja meragukan keputusan yang ia buat tadi, tenggelam sebentar dalam memori bahagianya antara Kai dan dia. Waktu itu mereka di pantai, saat Baekhyun dan Chanyeol sedang kencan dan mereka berdua memaksa untuk ikut. Tanpa sunblock, kulit Sehun yang relatif pucat menjadi merah muda akibat matahari.
Kai-lah yang memakaikannya sunblock, bermain dengannya di pinggir pantai, berburu kerang di laut dangkal dan bahkan membuat istana pasir bersama-sama. Hal yang remeh, tapi cukup bahagia untuk menjadi memori favorit Sehun tentang mereka berdua. Ia ingat betul tatapan Kai saat itu. Tidak terbesit di pikiran dia bahwa Kai akan menjadi sesuatu yang bukan dirinya.
Sambil melihat lebam di kedua pergelangan tangannya, hasil ulah Kai tadi saat dia memaksakan diri kepada Sehun, Sehun yakin diagnosis miliknya benar. Berpacaran dengan psikolog selalu ada keuntungannya. Sehun jadi tahu apa saja yang harus ia lakukan untuk menjauhkan Kai darinya. Ini hanyalah satu dari sekian cara yang ia punya.
Keheningan kembali merambat dalam ruangan, dan Sehun mengakui bahwa ia tidak keberatan. Baru beberapa detik kemudian tercium bau terbakar. Sehun tidak perlu menoleh untuk menyadari bahwa lilin aromatis yang Kai tadi pasang, apinya mengenai gorden. Namun ia menoleh juga untuk memastikan, dan benar apa yang ia prasangka.
Ia berdiri, pelan-pelan. Tubuhnya yang telanjang masih sakit karena perlakuan Kai sebelumnya. Seakan-akan perlakuan Kai tidak menyakiti hatinya, ia menyakiti tubuhnya juga. Sehun meringis melihat nasib tubuhnya yang penuh warna. Entah itu lebam akibat Sehun yang terus berontak atau gigitan cinta Kai yang tenggelam dalam nafsunya.
Sehun mengambil coatnya yang panjangnya selutut. Ia sebenarnya enggan untuk memakai coat tersebut karena bahannya yang tebal dan udara luar cukup panas. Tetapi sepertinya dia tidak ada pilihan lain. Sayangnya, ini satu-satunya pakaiannya yang selamat dari serangan Kai. Sisanya ada di lantai dalam potongan semrawut. Sehun juga tidak sudi memakai baju milik Kai.
Ia melempar lampu tidur yang tadi ia pegang ke arah Kai, tersenyum puas saat sasarannya tepat mengenai wajah si sialan itu. Mengabaikan api yang semakin besar di belakangnya, ia mematikan lampu lalu keluar dari kamar sambil menutup pintu. Layaknya pemeran utama film, Sehun pikir aksi dia tadi lumayan sinematis. Cocok untuk adegan film.
Tahapan pertama dari rencananya berhasil. Cepat atau lambat lagi, dia akan ikutan bermain kok. Kali ini, dia berniat untuk mengalahkan Jongin.
