9 Second Eternal Time

Kaisoo

(Slight) Chanbaek

Yaoi

Ini remake yah, jadi ini bukan cerita milikku. Semoga kalian suka dan maafkan jika ada typo.

Happy Reading

.

.

.

Chapter 1

Koneksi Keberuntungan

Layar ponsel menyala. Getarannya mampu menarik perhatian si pemilik. Melirik layar, ibu, terpampang di layar. Tanpa minat pemuda tersebut meraih ponsel yang tergeletak tak jauh dari kepalanya yang bersandar di atas meja.

Jongin, tunggulah di depan minimarket dekat toko bunga. Ibu telah memesankan taksi. Taksi itu akan membawamu ke rumah baru kita.

Mimik keruh menguar dari wajah Jongin seketika. Memutar kepala 180 derajat, ia menatap minimarket di belakangnya. Sebenarnya, Jongin telah menunggu ibunya disana sejak dua jam lalu karena sang ibu mengatakan bahwa mereka akan pindah bersama-sama. Namun, ibunya ingkar. Menelungkupkan kepala di meja, Jongin mulai menapak tilas keluarganya hingga harus pindah seperti ini.

Ayah dan ibu Jongin diam-diam bertengkar di belakangnya. Kedua dewasa itu sangat ahli menyembunyikan peperangan mereka hingga anak semata wayang mereka tak tahu. Jongin yang tak tahu menahu mengira kedua orang tuanya adem ayem. Hingga puncaknya, dua bulan yang lalu saat ia pulang sekolah dan mendapati ibunya bersimbah air mata dan rumah mereka di penuhi barang-barang tak pada tempatnya. Ibu akan berpisah dengan ayah. Itulah perkataan ibu yang bisa di tangkap Jongin. Ibunya mengatakan hal itu di tengah rentetan air meluncur dari kedua manik indahnya. Tentu saja Jongin terkejut, ia hanya pemuda tahun kedua di sekolah atas. Bahkan ia tak mengucapkan kata bernada tenang untuk ibunya dan memilih berlalu masuk ke kamar.

Tujuh hari lalu, keinginan dua dewasa egois itu dikabulkan. Mereka resmi berpisah. Dan Jongin memilih tinggal bersama ibu. Tak ada alasan khusus. Hanya, masakan ibu enak.

Tiin, tiin.

Lamunan Jongin buyar. Taksi pesanan ibu datang. Di bantu sopir taksi, Jongin memasukkan koper dan tas ke bagasi. Dan taksi melaju. Melewati barisan gedung pertokoan. Meninggalkan minimarket yang di tempatinya tadi.

Pedal sepeda di kayuh dengan kecepatan konstan. Roda sepedanya mengabsen jalan beraspal dan roda-roda itu tak ada niatan untuk protes sekalipun tubuh mereka melindas sebutir bahkan berpuluh-puluh butir kerikil. Sang pengayuh sangat terfokus pada jalan hingga ia menghiraukan sebuah taksi melaju berlawanan arah dengannya. Kaca bagian penumpang terbuka dan itu taksi yang di naiki Jongin.

Si pengayuh bernama Do Kyungsoo. Sangat menggilai warna hitam jadi wajar saja kalau pagi ini di temani teriknya mentari musim panas ia tak ragu mengenakan pakaian serba hitam dan oh, jangan lupakan kacamata yang sudah dipastikan berwarna senada.

Kyungsoo memarkirkan sepeda di depan studio foto. Memasuki studio, pemuda kelahiran 12 Januari itu tak berniat membuka kacamata hitamnya.

Menikmati waktu, pemuda pendek berpipi kembung itu mulai menyetel piringan. Meletakkan figura foto di etalase, menyapu sisi rak etalase dengan jemari dimana huruf braille tertempel dan meraih cangkir kopi di atasnya. Kyungsoo membuat latte. Sambil menikmati latte buatannya, ia membersihkan lensa kamera.

Musik piringan, secangkir latte, hari Kyungsoo sangat menyenangkan. Bosan dengan aktivitas membersihkan lensa kamera, Kyungsoo pun memilih berkeliling. Memeriksa peralatan. Melihat foto-foto yang tertempel di dinding bagai cicak. Dan ia pun mengaduh saat tak sengaja kakinya menendang bangku yang tak di lihat menyebabkan tas punggungnya terjatuh.

...

Jongin melempar tasnya di lantai kayu setelah dirinya berhasil mendorong pintu. Rumah barunya lebih mini di bandingkan rumah terdahulu, itulah kesan pertama yang ia dapat saat pertama kali sampai. Ia maklum karena penghasilan ibu tak sebesar penghasilan ayah. Berkeliling, Jongin mencari dimana kamarnya berada.

Di ruang makan, Jongin menemukan sebuah amplop tergeletak tak berdaya di meja seakan amplop tersebut tak ada artinya. Penasaran, Jongin mengangkat amplop. Belilah makan malam dan tidurlah dulu. Tulisan yang tertempel di badan amplop. Itu dari ibunya dan ada beberapa lembar won di dalamnya. Jongin cemberut.

Merasakan perut keroncongan dan tahu diri bahwa ia tak bisa memasak, Jongin memutuskan pergi ke minimarket terdekat. Membeli beberapa cup ramen lebih baik daripada dirinya menunggu ibu dan mati kelaparan di dalam rumah.

Jongin menunggu ramennya di hitung untuk di bayar. Bersamaan dengan itu, tiga orang siswa sebaya dirinya masuk. Dua diantara berteriak bahwa mereka ingin makan ramen.

"Paman, apa kau punya pengisi baterai 10 detik?" tanya salah satu dari ketiganya.

"Harusnya ada disana." balas paman penjaga toko.

"Tidak ada disini."

Paman kasir meninggalkan meja kasir dan membantu mencarinya. Kekosongan meja kasir di manfaatkan siswa yang bertanya tadi untuk mencuri rokok. Jongin melirik, menyaksikan kejadian pencurian itu. Sang siswa yang ketahuan menatap Jongin. Menggunakan bahasa tubuh, siswa nakal itu menyuruh Jongin tutup mulut.

"Apakah ini yang kau maksud?" paman kasir mengangkat sebuah benda.

"Bukan." jawab si siswa nakal. "Teman-teman, ayo pergi ke tempat lain!" perintahnya pada kedua temannya.

"Jenis toko apa ini tidak ada pengisi batrenya."

"Bahkan ramen pun tak ada."

Ketiganya berjalan ke arah pintu. Paman kasir hanya terdiam di tempatnya. Belum sempat siswa nakal itu keluar, Jongin berkata, "Bayar dulu rokokmu sebelum pergi!" siswa nakal itu berhenti, berbalik dan menatap Jongin. "Dia baru saja mengambil rokok." adunya.

"Dasar bocah tengik!" pekik paman kasir. Siswa-siswa nakal itu pun tunggang langgang meninggalkan minimarket dan paman kasir mengejar mereka.

Jongin menggeleng kepala prihatin. Ia membungkus belanjaannya sendiri dan berniat meninggalkan tempat tersebut.

"Bocah tengik mengerikan!" racau paman kasir. Sepertinya paman itu tak berhasil menangkap gerombolan siswa tadi.

Tak perduli, Jongin berjalan pelan ke pintu minimarket. Saat hendak membuka pintu, Jongin di kejutkan oleh dorongan kaca pintu dan mengenai dirinya. Si pembuka pintu tak lain adalah Kyungsoo yang berniat masuk tapi sayangnya pemuda dengan kacamata hitam itu tak melihat Jongin dan akhirnya insiden pun terjadi.

"Maafkan aku" sesal Kyungsoo. Ia baru menyadari keberadaan Jongin setelah mendengar pekikan Jongin.

"Apa kau tak menggunakan matamu saat berjalan!" marah Jongin.

Kyungsoo menguarkan raut menyesal. Ia diam dan menempelkan tubuh ke sisi pintu memberi Jongin jalan. Jongin melewati Kyungsoo dan Kyungsoo melihat Jongin berjalan menjauh.

Dari dalam minimarket, Kyungsoo dapat melihat pemuda yang di tabraknya tadi tengah melewati siswa nakal dan gerombolannya. Sepertinya Jongin tak menyadari keberadaan siswa itu, buktinya Jongin lewat dengan santai. Kyungsoo masih memperhatikan gerak gerik para siswa nakal. Dari pengamatannya, ia dapat melihat ketiga siswa itu berniat mengikuti Jongin. Karena dua diantaranya berjalan ke gang yang di lalui Jongin dan satunya berjalan entah kemana.

...

Jongin dengan menenteng kantong belanjaan berjalan santai di sepanjang jalan. Saat hendak berbelok di tikungan, dirinya terpaksa menghentikan langkah karena siswa pencuri rokok tadi menghadang jalannya. Jongin menatap datar siswa tadi.

"Kau pikir kau siapa?" ucap siswa pencuri rokok.

Jongin tak mengubris, dan berniat melanjutkan jalan, melewati siswa pencuri. Si siswa tak menyerah dan kembali menghentikan jalan Jongin. Tanpa sepengetahuan Jongin, dua teman siswa yang mencuri tadi telah berdiri di belakangnya.

"Aku belum selesai bicara!" bentak si siswa pencuri.

"Kau pikir kau siapa?" Jongin balik bertanya. Nada suaranya begitu datar dan dingin. Si siswa terkekeh mendengar ucapan yang terkesan menantang itu.

"Apa kau tidak tahu aku hampir tertangkap karenamu? Itulah sebabnya kau harus ganti rugi."

"Apa? Ganti rugi?"

"Iya, ganti rugi. Kau bisa membayar rokok yang aku curi tadi atau kau bisa berlutut dan memohon ampun padaku."

Jongin menunjukkan smirknya "Bagaimana jika aku tak mau?"

"Jika kau tak mau, aku hanya perlu memukulmu saja. Aku tidak akan mengalah dengan mudah hanya karena kau seorang penghuni baru di daerah ini."

Jongin menyemburkan napas kesal. Ia pun merogoh ponsel dan mulai mengetik disana "Aku sedang tak ingin berulah." ucapnya sambil tetap mengetik.

Siswa nakal tadi penasaran dengan apa yang di ketik Jongin. "Siapa yang kau hubungi?" tanyanya.

Yakin panggilannya di respon, Jongin menempelkan ponsel ke telinga. "Halo. Saya menelepon untuk melaporkan kasus kejahatan."

"Kau gila!" sungut si siswa pencuri. "Siapa yang kau telepon? Cepat tutup!" teriaknya sambil merebut ponsel di tangan Jongin. Membuat Jongin menghentikan pengaduannya. Acara berebut ponsel pun terjadi.

"Apa yang kalian lakukan disana!" teriakan seseorang yang tiba-tiba memaksa siswa nakal tadi menghentikan aksi merebut ponsel Jongin. Berbalik, si siswa dapat melihat lelaki pendek berkacamata yang berteriak. Memunculkan senyum remeh, dia pun berkata, "Bukankah kau Do Kyungsoo?"

Jongin menatap pemuda itu, Do Kyungsoo, pemuda yang menabraknya tadi. Untuk apa dia ikut campur? Tanpa lelaki itu pun Jongin bisa mengatasinya. Huh. Benar-benar menambah pekerjaan Jongin.

"Sudah lama sekali." Ucap si siswa tersenyum lebar. Kedua temannya yang sedari tadi berada di belakang Jongin melambai kearah Kyungsoo. Menyapa Kyungsoo. Dan mengulang ucapan siswa pencuri rokok. "Tapi aku sibuk sekarang." ucapnya sambil menatap Jongin. Ia kembali menatap Kyungsoo dan berkata, "Kenapa kau tak pergi ke tempat tujuanmu saja?"

"Aku tak mau."

Si siswa terkekeh. "Tau mau? Kau bilang tak mau? Kau gila, huh?!" tak menghilangkan senyum mengejeknya, siswa tersebut berjalan ke arah Kyungsoo dan membuat ancang-ancang. Bersiap memberi tinjunya pada Kyungsoo. Saat sebuah tinju di layangkan, dengan sigap Kyungsoo berhasil menangkisnya. Jongin sedikit takjub akan kemampuan pemuda berkacamata hitam itu.

Kyungsoo mengunci kedua tangan siswa pencuri kebelakang tubuh, mendorong siswa tersebut mendekat ke arah dua temannya yang lain dan ia pun menabrakkannya. Dan ketiga orang tersebut saling bertubrukan. Memanfaatkan moment saling bertubrukannya siswa-siswa nakal tadi, Kyungsoo tanpa sungkan menarik tangan Jongin dan bersama-sama melarikan diri dari sana.

"Tangkap mereka!" perintah si siswa pencuri pada dua rekannya. Dan aksi saling kejar pun terjadi.

Kyungsoo yang tahu seluk beluk daerah itu berlari. Sangking paniknya sampai dirinya tak sadar bahwa tangan mungilnya menggenggam erat tangan yang lebih besar darinya. Sedangkan Jongin, lelaki itu tak ingin mengacau dan hanya mengikuti kemana langkah cepat Kyungsoo menuju.

Setelah melewati beberapa tikungan, belokan, akhirnya Kyungsoo dan Jongin terjepit. Mereka salah jalan. Ternyata itu jalan buntu. Tiga berandal sudah ada di belakangnya. Merasa tak ada pilihan lain, Kyungsoo berniat menghadapi tiga berandal itu.

"Kau ternyata cukup berani." ucap siswa pencuri sambil mengatur oksigen yang dipaksa terenggut darinya akibat saling kejar tadi. "Kau mengerjaiku seperti mutt.."

"Bukankah julukanmu memang mutt?" sela Kyungsoo. Tak berbeda dengan si siswa pencuri, Kyungsoo juga tengah mengatur ulang pernapasannya.

Jongin yang menyaksikan adu mulut itu merasa jengah. Ia ingin langsung melayangkan salah satu bogemnya, tapi dia sudah berjanji pada ibu bahwa bogem itu tak akan keluar lagi darinya. Huft, Jongin frustrasi.

Perkelahian di mulai. Siswa pencuri itu maju dan meninju pipi Kyungsoo. Kyungsoo yang belum siap terpaksa menerima pukulan itu dan terjatuh. Melihat Kyungsoo terjatuh, dua teman lainnya turun tangan dan membantu memukuli Kyungsoo.

"Hentikan!" teriak Jongin. Ia sudah tak tahan melihat pertarungan tak imbang itu. Ia melirik Kyungsoo yang babak belur. Jongin tak percaya, Kyungsoo yang ingin menolong dirinya malah berakhir dengan ia yang harus menolong Kyungsoo. Benar-benar.

"Kau mau kami buat babak belur seperti dia?" tanya si siswa.

Jongin menghamburkan napas kesal dan mulai melakukan pemanasan. "Kau membangunkan singa yang tidur bung!" Jongin melompat dan memajukan tinjunya ke arah si siswa berandal.

Pertarungan sesungguhnya di mulai. Jongin membabi buta. Ia tak mendengarkan permohonan-permohonan berandal itu agar di ampuni. Kyungsoo terbengong melihatnya. Ia terlalu terkejut. Pemuda yang di tolongnya jago bertarung. Jongin bahkan tak terluka sedikitpun. Perkelahian itu terpaksa terhenti saat polisi menangkap mereka berlima.

...

Di kantor polisi, Jongin yang tidak lecet sedikit pun di persilahkan duduk di ujung rungan. Dia di ijinkan duduk disana karena sebagai pelapor. Sedangkan ketiga siswa duduk beriringan di depan meja petugas. Dan Kyungsoo duduk di sisi meja dan pemuda berkacamata itu menunduk. Tundukannya sangat dalam. Jongin menduga pemuda itu menyesal. Menyesal menolongnya. Menyesal ikut campur. Menyesal karena harus berurusan dengan polisi.

Sedari tadi ketiga siswa itu terus menggembar gemborkan bahwa Kyungsoo lah biang kerok pertarungan. Mereka sepakat tak akan menarik Jongin dalam masalah ini. Mereka terlalu takut pada Jongin. Jongin tak selemah yang mereka duga. Jongin jago berkelahi. Jongin mengerikan. Jongin berbeda dengan Kyungsoo. Itulah alasan mereka.

Petugas menatap Kyungsoo. Ia merasa aneh melihat Kyungsoo memakai kacamata hitam di dalam ruangan dan memintanya melepaskan kacamata tersebut.

"Karena cahayanya terlalu terang. Dan mataku terlalu berharga untuk itu." tolak Kyungsoo halus.

Seterang itu 'kah ruangan ini? Jongin membatin dan mulai memperhatikan ruangan. Cahaya di ruang ini biasa menurutnya. Benar-benar lelaki aneh.

Sedangkan petugas tak peduli. Dan mengabaikan kacamata hitam Kyungsoo. Ia kembali menaruh tatapannya pada siswa nakal tadi. "Kalian memintaku percaya pada kalian! Dia sendirian. Kalian bertiga! Apa itu masuk akal!" bentaknya. Ketiga siswa itu tetep kekeh memojok 'kan Kyungsoo. Mereka tak mau menyerah.

"Kyungsoo! Kyungsoo!" tiba-tiba seorang pria berisik membuat keributan. Merasa namanya di panggil Kyungsoo menoleh. Seorang pria tinggi. Tampan. Dia pamannya. Paman Chanyeol.

"Paman!" Kyungsoo mengangkat tangannya demi menarik perhatian pamannya. Melihat Kyungsoo, Chanyeol langsung berlari menghampiri Kyungsoo.

"Kau terluka? Apa yang terjadi? Dengan kepribadian Kyungsoo, tak ada alasan baginya untuk berkelahi." paman Chanyeol memeriksa wajah Kyungsoo. Dan betapa paniknya dia melihat memar di wajah Kyungsoo. Saat ingin meminta penjelasan pada petugas, mata besar Chanyeol menangkap tiga sosok dengan seragam sekolah. "Siapa Kalian? Kenapa kalian memulai pertarungan? Apa kalian gangster?" Chanyeol berucap bagaikan knalpot bocor. Menggebu-gebu. Dia sangat yakin dengan kepribadian Kyungsoo, tak mungkin keponakannya yang memulai pertarungan ini. Tanpa tedeng aling-aling dia menuduh tiga siswa penuh lebam di wajah itulah pemulai dan penyebab pertarungan.

Petugas menyuruh Chanyeol yang terselimut emosi untuk duduk. Namun Chanyeol menolak. Dia tak bisa duduk jika keponakannya dalam situasi seperti ini.

"Pertarungan ini bukan satu lawan satu! Dasar bocah-bocah pengecut!" bentak Chanyeol sambil menggedor meja petugas.

"Untuk saat ini, kami belum yakin apa yang sebenarnya terjadi. Kami masih berusaha mencari tahu sekarang." nada bicara sang petugas begitu sopan, seakan ucapan tersebut juga memiliki maksud untuk menenangkan Chanyeol.

"Apa yang kalian perlu tau! Tanpa mencari tahu pun kita bisa tahu, bahwa anak-anak ini," ucap Chanyeol sambil menunjuk ketiga siswa berandal "..berkomplot untuk melawannya.." Chanyeol menjeda kalimat penuh emosi itu, "Itu yang terjadi kan Kyungsoo?" Chanyeol memelankan suaranya dan memandang Kyungsoo untuk memastikan. Raut wajahnya berharap Kyungsoo akan mengamini ucapannya, namun Kyungsoo hanya menunduk.

"Bukan itu yang terjadi!"

"Dia yang memulainya!"

"Dia yang memukul kami!"

Ketiga siswa saling berteriak membela diri. Tak mau kalah, Chanyeol melanjutkan aksi membela dengan mengatakan bahwa wajah Kyungsoo terluka. Sudah di pastikan Kyungsoo korbannya. Dan keributan kembali berlanjut. Petugas tak tahan. Lelaki itu pun menggedor meja untuk menenangkan keributan antara tiga siswa nakal dan paman Chanyeol.

"Harap tenang!" galak sang petugas. Ketenangan pun terjadi. Baik paman Chanyeol dan tiga siswa itu terbungkam. Memastikan tenang, petugas mengalihkan tatapannya pada Kyungsoo. "Apa benar kau yang memulai perkelahian?" tanyanya.

"Apa maksudmu?!" protes Chanyeol. Dia tak terima ponakannya di tanyai seperti itu. Bukankah itu artinya petugas mempercayai perkataan tiga berandal itu?

"Tidak, bukan seperti itu!" teriakan dari ujung ruangan menggema. Mengakibatkan keenam kepala menoleh bersamaan. Itu Jongin. Dia jengah mendengar keributan yang konyol tadi. Ia berdiri dan berjalan ke meja petugas. Jongin menceritakan secara rinci kronologi yang terjadi. Bahwa tiga berandal itu yang mulai perkelahian dengannya, lalu Kyungsoo datang, memegang tangannya dan membantu dirinya melarikan diri. Berandal itu mengejar dirinya dan Kyungsoo dan menyerangnya. Jongin tak menyebutkan soal ia yang pada akhirnya menolong Kyungsoo dari bulanan tiga berandal. "Dia tidak melakukan kesalahan. Dia terlibat karena bermaksud menolongku."

Dengan kepala yang masih tertunduk, Kyungsoo melirik Jongin. Kenapa dia tak mengatakan yang sebenar-benarnya. Bahwa Jongin yang akhirnya menolongnya.

"Benar kan, apa yang kukatakan! Kyungsoo kami anak yang baik, dia tak mungkin melakukan itu!" teriak Chanyeol penuh kemenangan. Seakan sebuah lotre baru diterimanya. Sedangkan ketiga siswa tadi menerima pukulan petugas di kepala mereka. Mereka tak mau membela diri lagi. Terlampau takut pada Jongin.

Jongin, Kyungsoo dan paman Chanyeol keluar dari kantor polisi. Paman Chanyeol terlihat sangat girang karena ponakannya terbukti tidak bersalah. Ia berterima kasih pada Jongin yang bersedia membela Kyungsoo.

"Kerja bagus." ucap paman Chanyeol. Ia mengulurkan tangannya di depan Jongin bermaksud untuk bersalaman. Jongin hanya memandang uluran tangan itu tanpa minat. Dia tak sudi bersalaman dengan lelaki dewasa aneh macam Chanyeol dan memilih ngeloyor meninggalkan Kyungsoo, paman Chanyeol dan kantor polisi yang menyebalkan. Chanyeol tersenyum hingga ke telinga melihat Jongin pergi. "Aku akan mentraktirmu karena rasa terima kasihku!" teriak Chanyeol dan ia berharap Jongin yang sudah berjalan beberapa langkah bisa mendengarnya.

"Paman, aku harus pergi." pamit Kyungsoo dan ia pun meninggalkan paman Chanyeol.

Jongin dengan langkah berat pulang ke rumah. Melewati trotoar, gang, tikungan, belokan dan dia menyadari bahwa beberapa langkah di belakangnya ada pemuda berkacamata hitam mengikutinya. Jengah di ikuti pemuda berkacamata, Jongin yang tinggal satu blok lagi sampai rumah berbalik. Pemuda berkacamata hitam itu masih di belakangnya. Dengan nada dingin Jongin berkata, "Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mengikutiku? Kau pikir aku butuh perlindungan? Hei, kau yang seharusnya butuh perlindungan tuan berkacamata hitam."

Kyungsoo kaget. Mengikuti pemuda jago bertarung itu? Butuh perlindungan? "Karena ini rumahku." jawabnya sambil menunjuk gerbang rumah berwarna biru muda.

Jongin gantian yang kaget. Ia tak percaya. Rumah di sebelah rumahnya adalah rumah pemuda berkacamata?

"Jadi kau tetangga yang baru pindah itu? Baiklah, sampai jumpa." Kyungsoo menunduk sopan lalu memasukkan tubuhnya ke gerbang rumah mereka. Jongin terpaku di tempatnya. Memastikan Kyungsoo menghilang, mereka tetangga?

...

Jongin menenteng cup ramen yang sudah diseduh ke kamar. Mendudukkan diri di meja belajar, Jongin memeriksa punggung tangannya yang terluka. Luka yang ia dapat karena menolong pemuda bernama Kyungsoo, itu yang ia tahu. Saat hendak menikmati ramen tersebut, tiba-tiba mood Jongin buruk dan ia melempar sumpitnya. Wajahnya merengut. Dia kesal.

Tanpa Jongin sadari, di seberang sana. Tetangganya. Do Kyungsoo. Melalui jendela kamar pribadinya tengah memperhatikan perubahan mood Jongin. Menghamburkan napas, Kyungsoo membuka kacamata hitam yang seharian menemaninya. Membuka mata pelan. Mengedipkannya. Kyungsoo memiliki mata bulat sejernih dewi malam. Mata bulatnya membuat ia terkesan polos.

Di ujung meja belajarnya, Jongin bisa melihat sebuah figura berdiri disana. Meraih figura tersebut, Jongin menatap foto keluarganya. Mata sipitnya berkaca-kaca. Foto keluarganya saat harmonis. Ayah, ibu, dan dirinya yang berusia tujuh tahun. Ia merindukan saat itu.

Kyungsoo mengambil kameranya. Membuka penutup lensa, bersiap untuk memoto. Dia mengarahkan mata kameranya ke luar jendela. Kearah jendela kamar Jongin. Dia memfokuskan lensanya dan tampaklah wajah Jongin yang bersedih sambil mengamati figura.

Klik.

Jongin menyadari ada mata yang memperhatikannya. Itu tetangganya. Pemuda berkacamata hitam. Untuk apa pemuda itu memotret dia yang sedang bersedih?

Menurunkan kamera. Kyungsoo ketahuan. Jujur ia sedikit gugup. Apa yang bakal terjadi padanya? Dirinya ketahuan mengambil gambar tetangganya diam-diam.

Mereka berdua saling melempar pandang.

To Be Continued