Yuhuuuuuuuuuu... Ciyeee, baru bikin FF pertama ciyeeeee *apadeh. Nih, gue bikin FF *tunjukin ke dunia HAHA...

Thanks segede-gedenya buat orang-orang yang merestui gue bikin FF 'amburegul' ini. Semoga gue nggak males ngelanjutin Chapterannya, HAHA..

Baru Chapter 1 sih, tapi berharap banget ada yang baca. And please, don't be a silent reader ya guys, karena gue yang baru belajar nulis ini butuh wangsit (?) dari elo-elo semua yang baca ini FF :D okedeh, happy reading...

0o0o0

Disc : Harry Potter © J.K Rowling #tetep

FF © Hieme #asli


James SP POV

Tanggal 1 September akhirnya tiba, aku senang sekali menyambut hari ini. Yah, karena aku akan kembali ke Hogwarts dan ini tahun kelimaku bersekolah dikastil indah itu. Setelah melewati segala kesibukan keluarga Potter di pagi hari, kamipun akhirnya tiba di stasiun King's Cross dan segera melewati palang rintangan peron 9 ¾.

Langsung saja aku mencari sahabatku Fred diantara kerumunan anak-anak Hogwarts yang akan memasuki kereta—tentunya setelah aku melakukan salam perpisahan kilat kepada orang tuaku.

Setelah kira-kira 5 menit mencari, akhirnya aku menemukan sosok rambut merah yang aku cari. Sungguh tahun-tahun belakangan ini Hogwarts seperti menjadi tempat persinggahan bagi keturunan Weasley, yah karena banyak sekali cucu kakekku yang berambut merah itu bersekolah disana.

Aku termasuk diantara sedikit cucu kakekku yang tidak mewarisi rambut Weasley. Mom bilang aku tidak mewarisi rambut Weasley karena warna rambutku merah gelap seperti nenek dari pihak ayahku, nenek Lily.

"Oi, Fred! Kemana saja sih kau?" sapaku sambil meninju lengan Fred pelan.

"Aku baru saja akan mencarimu, ayo kita cari kompartemen untuk kita." Ajak Fred.

Kamipun berkeliling mencari kompartemen kosong untuk ditempati, tapi sudah lama kami mencari ternyata kompartemen yang ada penuh semua. Sampai kami akhirnya tiba diujung gerbong kereta dan menemui satu kompartemen yang hanya diisi oleh satu anak perempuan yang kelihatannya sepantaran dengan kami.

"Bagaimana? Hanya ini yang tersisa. Kita masuk?" tanyaku pada Fred

"Tentu saja, kecuali kau mau berdiri terus disini sampai kakimu kesemutan." Jawab Fred sekenanya sambil melongok ke dalam kompartemen

"Lihat, cuma ada Arken disana." Lihat Fred kepada gadis di dalam kompartemen yang sedang memandang keluar jendela.

"Arken? Sepertinya aku tahu nama itu." Kataku mencoba mengingat-ingat "Kau kenal dengan gadis itu Freddie? Namanya aneh sekali, seperti nama seorang pria saja."

Fred yang tadinya akan membuka pintu kompartemen tiba-tiba berhenti dan memandangku seakan tak percaya.

"Demi rambut keriting Merlin, apa kau bercanda James? aku pikir kau lebih pintar sedikit dariku." Kata Fred dengan nada mengejek. Aku sudah mau menyelanya ketika Fred dengan segera memotong perkataanku.

"Lihat James! perhatikan, dia kan teman sekelas kita, Gryffindor juga. Walaupun dia cukup pendiam tapi bukan berarti kau bisa melupakan teman sekelasmu sendiri bodoh." Kata Fred.

Aku melihat dan mengamatinya sekarang. Ya, dia memang teman sekelasku yang suka menyendiri itu-atau apakah dia tidak memiliki teman? Aku tak tahu-tapi aku tidak benar-benar mengingat namanya. Ah, bodoh benar aku.

Mungkin karena suara ribut yang kami timbulkan, tiba-tiba saja Arken yang sedari tadi memandang keluar jendela mengalihkan perhatiannya ke kami. Langsung saja kami jadi kikuk dipandangi olehnya. Untungnya Fred mengambil alih keadaan ini.

"Hai Arken. Dapat kami duduk disini?" kata Fred menanyainya. Arken mengangguk singkat tanda setuju.

Dan kamipun masuk, Fred duduk di sebelah Arken dan aku dihadapan mereka. Arken memandangi kami sesaat sebelum ia kembali memandang keluar jendela. Ketika ia memandangku, aku secara otomatis juga memandangi matanya.

Aku sedikit takjub karena ternyata dia memiliki bola mata berwarna amber yang coklat kekuningan, seperti warna mata serigala. Aku bertanya-tanya dalam hati apakah dia memiliki keturunan dari manusia serigala, karena tidak banyak orang yang memiliki warna bola mata seperti itu.

Setahuku orang yang pernah aku temui yang memiliki warna bola mata amber adalah Teddy Lupin, sepupuku. Itu wajar karena ayah Teddy adalah manusia serigala. Lamunanku tiba-tiba dibuyarkan oleh Fred yang memulai pembicaraan dengan Arken.

"Liburanmu menyenangkan Arken?" tanya Fred yang membuat Arken lagi-agi mengalihkan pandangannya dari jendela.

"Ya, baik" Jawab Arken singkat, sepertinya Arken tidak menyukai pertanyaan ini karena aku melihat sinar matanya tiba-tiba meredup dan dia berusaha memandang jendela lagi sebelum Fred menyelanya.

"Oh iya, apa kau mendengar pembicaraanku dengan James diluar pintu tadi Arken?" Arken mengangkat alisnya.

"James bilang dia tidak tahu namamu. Haha .." kata Fred geli.

"Kau harus memakluminya, dia memang idiot, James itu." Lanjut Fred dalam bisikan keras sehingga aku tetap bisa mendengarnya.

Arken memandang wajahku yang shock, karena omongan Fred yang tiba-tiba itu membuat wajahku berubah memerah.

"Ap.. er, aku.. tidak—" jawabku gagap dan Fred terkikik tertahan mendengarnya.

"Tidak apa-apa, aku mengerti." Jawab Arken, kelihatannya biasa saja.

Aku langsung memelototi Fred dengan pandangan awas–kau–tunggu–pembalasanku–nanti. Tapi Fred malah menunjukkan cengiran kuda nilnya kepadaku. Aku yang masih memerah langsung mengalihkan pandanganku dari mereka ke langit-langit kompartemen. Dan pandanganku langsung tertuju pada rak diatas kepala Arken.

"Apa itu yang ada di atas rakmu?" tanyaku pada Arken. Dia dan Fred juga ikut-ikutan memandari rak.

"Oh, itu gitarku." Jawab Arken sedikit malu, pipinya yang putih langsung dibubuhi semburat pink. Entah kenapa aku suka melihatnya merona seperti itu karena dia terlihat semakin cantik. Eh, aku ini mikir apa sih! Lupakan.

"Gitar? Kau membawa gitar? Apa kau bisa memainkannya?" tanya Fred membuyarkan lamunanku yang konyol itu. Sepertinya dia tertarik dengan gitar itu.

Pertanyaan Fred lagi-lagi membuat pipi putih itu semakin bersemu merah dan aku hampir saja tersenyum melihatnya seperti itu, untungnya aku berhasil menguasai diri sebelum melakukan tindakan bodoh.

"Er.., aku bisa memainkannya." Jawab Arken gugup "Sedikit! Ya, hanya sedikit." Tambahnya buru-buru.

"Bisakah kau memainkannya sekarang?" kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku, aku tidak tau dorongan apa yang membuatku bisa mengatakan hal itu. Seperti yang kuduga, Arken kemudian menatapku dan entah kenapa hal ini membuatku salah tingkah.

Untuk sesaat itu aku juga menatap wajahnya, selain memiliki bola mata amber dia memiliki rambut berwarna coklat dengan potongan sebahu yang sedikit ikal dibawahnya, dia juga memiliki kulit yang pucat tapi tidak seperti mayat-maksudku kulitnya putih bersih-dan juga tampak sangat hidup dengan dihiasi bibir mungil yang merah merona tanpa lipstik-aku bisa membedakan antara gadis yang memakai lipstik dan yang tidak-juga hidungnya yang mancung sempurna.

Menurutku dia sangat cantik. Aku heran mengapa aku baru menyadari ada gadis cantik yang selama ini tersembunyi di asrama Gryffindor, jujur saja aku sudah pernah mengencani hampir seluruh gadis cantik yang ada di Hogwarts , bukan salahku, merekalah yang ingin aku menjadi teman kencannya.


Arken POV

Aku menatap James Potter, aku tidak pernah benar-benar berada sedekat ini dengannya. Wajar saja kalau dia tidak hafal dengan wajah dan namaku, aku juga tidak menyalahkannya, memang aku tidak pernah merasa dekat dengan murid-murid di Hogwarts.

Bicara tentang James, ternyata dia mempunyai mata biru cerah dengan sedikit bintik-bintik di sekitar kelopak bawah matanya, tidak sebanyak yang dimiliki Fred. Kudengar keturunan dari keluarga Weasley memang mempunyai ciri khas berupa bintik-bintik dan rambut merah menyala.

Tapi rambut James berwarna merah gelap, tidak seperti kebanyakan Weasleys yang lain—mungkin karena dia separuh Potter dan aku tidak heran sekarang kenapa gadis-gadis selalu membicarakannya. Karena, yah.. aku akui dia sangat tampan dan penampilannya juga terlihat cool dengan rambut berantakan itu. Ah, sudahlah.. kenapa aku jadi pengamat seperti ini? Peduli sekali aku dengannya, konyol.

"Hei, kenapa kau jadi mengamatiku seperti itu? Ada yang salah dengan wajahku?" tanya James dengan tampang terhina, membuatku buru-buru kembali kekeadaan awal.

"Maaf— maaf." Dan kenapa aku jadi salah tingkah?

"Jadi, apakah kau mau memainkan gitar ini didepan kami dan menyanyikan lagu?" tanya Fred yang sudah mengambil gitarku dari raknya dan menyerahkannya padaku. Aku mengambilnya dengan gugup dan hanya bisa berharap semoga tanganku tidak gemetar.

"Oke, kalian mau aku menyanyikan lagu apa?" tanyaku kepada mereka berdua.

"Terserah kau lah, yang penting kau bernyanyi dan kami mendengarkan. Lagu cinta juga. Haha .." jawab Fred sambil terkikik geli. Sementara itu James hanya menatapku aneh.

"Baiklah! Aku mulai.."


1 ... 2 ... 3 ...

Lalalalalala... Lalalalala...

Kau begitu indah

Namun bukan karena itu aku mencintaimu

Aku tak yakin kau tahu

Bahwa alasanku mencintaimu adalah dirimu

Dirimu, hanya dirimu

Yeah, alasanku mencintaimu

Adalah segala yang tlah kita lalui

Dan karena itulah aku mencintaimu...


Aku mengakhiri nyanyianku dengan berkeringat. Jujur aku belum pernah menyanyi di depan orang lain selain... Luke.

Untuk sepersekian detik itu tidak ada yang memberi tanggapan, akhirnya setelah sekian lama Fred memberiku applaus keras diiringi pujiannya. Melihat itu aku hanya bisa tersenyum malu sambil mengucapkan banyak-banyak terima kasih untuknya.

"Eh James, kenapa kau diam saja? Lagunya bagus kan? Suara Arken juga?" tanya Fred pada James yang sedaritadi memang diam saja.

"Memangnya aku harus memberi tanggapan macam apa? Menurutku biasa saja." Jawab James sambil membuang muka. Tapi kulihat dari wajahnya sepertinya dia gugup.

"Kau tidak bisa begitu sobat, setidaknya kau menghargainya. Kau tidak lihat, dia-"

"Tidak apa-apa Fred, aku juga tidak mengharapkan tanggapan apapun sebenarnya." Kataku menatap James sebentar lalu mengembalikan gitarku ke rak.

Aku jadi teringat apa kata orang-orang tentang mereka—James dan Fred—yang mengatakan kalau mereka menyebalkan dan tukang bikin onar. Tapi setelah aku bertemu
dengan mereka dan duduk sedekat dan selama ini dengan mereka, aku akui perkataan mereka tidak sepenuhnya benar. Mereka memang tukang bikin onar dengan kejahilan yang mereka buat, tapi kalau soal menyebalkan, kurasa hanya Fred yang tidak masuk hitungan itu.

Ya, karena aku melihat Fred selama itu dan dia memberikanku pujian atas hasil kerjaku, tidak seperti James yang acuh tak acuh.

Sepanjang sisa perjalanan itu kami habiskan untuk melakukan kegiatan kami masing-masing—James dan Fred asik sekali memainkan catur sihir mereka, sementara aku juga masih asik menatapi luar jendela.

Tak terasa Hogwarts Express berjalan semakin pelan, kamipun sekarang bisa melihat komplek kastil Hogwarts dengan jelas. Akhirnya setelah Hogwarts Express benar-benar berhenti, kamipun turun setelah sebelumnya memakai jubah Hogwarts kami.

Seperti biasa Hagrid-guru yang merangkap jabatan sebagai penjaga Hogwarts-memanggil murid angkatan pertama untuk naik perahu menuju ke kastil, sementara murid-murid diatas angkatannya harus naik kereta tanpa kuda yang selalu membawa murid-murid menuju kastil, khusus murid kelas dua ke atas.

Selama perjalanan menuju mobil, aku masih berjalan beriringan dengan James dan Fred. Aku senang berjalan dengan mereka sejujurnya meskipun mereka tidak mengajakku bicara, rasanya seperti punya teman, karena selama ini aku selalu berjalan sendirian kemanapun.

Ketika aku sampai di sekelompok mobil-mobil itu, aku kemudian kaget sendiri. Mobil-mobil itu tidak lagi tanpa kuda. Ada makhluk-makhluk yang berdiri di antara kuknya. Kalau aku harus memberi mereka nama, aku akan menyebutnya kuda, meskipun ada sesuatu yang bernuansa reptil juga pada mereka.

Mereka sama sekali tak berdaging, kulit berbulu hitam mereka menempel ke kerangkanya, setiap tulangnya terlihat. Mereka mirip kepala naga, dan mata mereka yang tak berpupil berwarna putih dan memandang kosong. Sayap muncul dari setiap punggung kurus-besar, hitam, dari kulit yang menyerupai sayap kelelawar raksasa. Berdiri diam tak bergerak dalam kegelapan, makhluk-makhluk itu tampak menyeramkan. Aku tak bisa mengerti kenapa mobil-mobil ditarik oleh kuda-kuda mengerikan ini padahal mereka bisa bergerak sendiri.

"Binatang apa itu, menurutmu?" aku bertanya kepada James yang berada di samping kananku, mendongak ke arah kuda-kuda mengerikan sementara murid-murid lain melewati mereka.

"Binatang apa?" tanya Fred bingung

"Itu, yang seperti.. kuda? Aku juga tak yakin." aku menunjuk sesuatu di antara kuk mobil. James menoleh kearahku lalu kearah kuk kemudian kearahku lagi, sementara Fred menatapku dengan mulut yang sedikit terbuka.

"Kau bisa melihatnya?" tanya James kepadaku disertai dengan pandangan antara takjub dan tak percaya.

"Aku.. bisa–melihat–apa?" aku semakin kebingungan

"Kau bisa melihat sesuatu yang menarik keretanya kan? Itu adalah Thestrals. Kau bisa melihat Thestrals. Wow!" sekarang James benar-benar takjub melihatku, sementara Fred nampaknya agak ketakutan mendengar aku bisa melihat makhluk itu.

"Tapi tunggu, jika kau bisa melihat Thestrals dan mengetahui dari caramu melihat mereka, apakah baru-baru ini kau melihat seseorang yang mati didepanmu? Karena Thestrals hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang pernah melihat kematian secara langsung. Wow! Dari dulu aku ingin sekali melihat mereka." Fred langsung memberi James tatapan tajam.

"Jangan pernah kau sekali-kali berharap bisa melihat mereka James." omel Fred ke James, yang diomeli malah nyengir tak berdosa.


James POV

Semenjak pertemuan intens di Hogwarts Express itu, Aku dan Fred kini mempunyai sahabat baru yaitu Arken Dalween. Ternyata Arken orang yang menyenangkan, apalagi jika kami berduel. Aku sering sekali berduel dengan Arken, tapi bukan duel sungguhan alias duel argumen.

Arken selalu saja menentang pendapatku yang katanya terlalu intuitif dan tidak logis. Kuakui memang dia brilliant dengan cara-caranya bertindak, dia juga sering membuatku terpesona ketika dia memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu, tapi tetap saja aku jengkel kalau ada orang yang menentang pendapatku, rasanya seperti hidup dengan Albus.

Arken juga mau menceritakan masalah pribadinya kepadaku dan Fred, akhirnya aku tahu bahwa Arken selama ini tinggal di panti asuhan dan dia mempunyai seseorang yang sudah dianggapnya sebagai kakak yang meninggal waktu liburan musim panas lalu, itulah sebabnya dia bisa melihat Thestrals.

Aku merasa kasihan padanya sekaligus malu karena telah melakukan hal yang kurang menyenangkan saat pertemuan pertama kami. Tapi aku tahu Arken orang yang kuat dan tidak pantas dikasihani.

Terbukti dengan percobaanku dan Fred yang gagal total dengan mencoba mengerjainya ketika minggu pertama kami berteman tapi malah menyebabkan aku keracunan bom kotoran. Akibatnya aku jadi bahan tertawaan seluruh sekolah selama berhari-hari, bahkan Peeves si hantu jahil terus memberiku lemparan bom kotoran untuk memeriahkan suasana.

Yang lebih membuatku jengkel setengah mati adalah wajah Arken yang tidak menampilkan kekhawatiran sedikitpun atas apa yang menimpaku, padahal setidaknya Fred masih mau menampakkan wajah turut–berdukanya kepadaku. Sejak saat itu, jangankan mengerjainya lagi, berencanapun aku tak mau.

Tapi semenjak itu aku jadi begitu sring menatap Arken. Dia memang cantik, tapi entah kenapa ada sesuatu yang lain saat aku menatapnya. Karena tiba-tiba saja jantungku jadi berdegup sangat cepat ketika melihatnya tersenyum kepadaku.

Sebelumnya aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini, bahkan kepada mantan-mantanku yang semuanya cantik. Dan ketika dia menggandeng tanganku, aku merasa seolah melayang ke surga. Apa aku jatuh cinta padanya, entalah.

Pagi itu angin begitu dingin, rupanya musim dingin akan segera datang sebentar lagi. Kami—Aku, Fred dan Arken—segera bergegas ke aula besar untuk sarapan. Baru beberapa menit kami sarapan, pos-pos burung hantu berdatangan. Pagi itu aku mendapat kiriman paket dari Mom berupa syal dan sebuah topi rajutan, ku lihat di meja seberang Al juga mendapat paket yang sama. Fred seperti biasa, mendapat langganan Daily Prophet dan barang-barang dari Sihir Sakti Weasleynya.

"Ada yang baru Freddie?" tanyaku kepada Fred.

"Tidak, hanya stok bom kotoran dan nougat mimisan. Nih, Dad mengirimkannya untukmu!" kata Fred sambil melemparkan satu set 'telinga terjulur' ke arah Arken.

"Apa ini? Kenapa ayahmu memberikan ini padaku?" tanya Arken meneliti paketnya

"Ini adalah 'telinga terjulur' alat untuk menguping pembicaraan rahasia. Aku sudah menceritakan soal kau kepada Dad, dan menurut undang-undang—pelanggar—peraturan dari Dad, kau harus memiliki ini sebagai salah satu syarat untuk menjadi pelanggar peraturan. James dan aku juga punya dan kusarankan juga kau membeli perlengkapan pelengkapnya di toko Sihir Sakti Weasley." Jelas Fred bangga.

Arken mengerjap-ngerjapkan matanya mencoba mencerna omongan Fred. Aku hanya bisa nyengir melihat kelakuan mereka.

"Kau ini mau promosi ya? Dan sejak kapan aku jadi pelanggar peraturan sepertimu? No way!"sanggah Arken.

"Yes way, dengar! Kau sudah menjadi teman dekat kita sekarang, kau selalu bersama kita setiap hari, itu berarti kau sudah tergabung secara resmi dalam kelompok—pelanggar—peraturan—keren ini. Dan walaupun kau menyangkalnya, lama-lama kau juga akan menjadi pelanggar peraturan seperti kami Ark. Walaupun dengan cara tidak sengaja." Kata Fred sambil mengacak rambut Arken.

Dan Arken mengerjap lagi, tapi kelihatannya dia sudah menerima omongan Fred. Dan ngomong-ngomong, aku tidak suka ketika Fred mengacak rambut Arken seperti itu. Aku langsung mengalihkan perhatianku dengan membaca Daily Prophet milik Fred.

Tidak ada yang menarik di halaman depen Daily Prophet, sampai kutemukan di halaman 19 ada artikel yang berjudul "KEMATIAN MANUSIA SERIGALA YANG SELAMA INI DICARI KEMENTRIAN", aku meneruskan membacanya dan terkejut melihat nama manusia serigala yang mati.

Adrian Dalween, nama manusia serigala yang mati itu. Aku memandang Arken meneliti apakah orang ini ada sangkut pautnya dengan Arken?

"Kau kenapa memandangiku begitu James? ada apa?" tanya Arken curiga

"Ini, baca ini.." aku menyerahkan koran itu kepada Arken dan Fred. Dan setelah mereka berdua membacanya, aku melihat reaksi Fred sama dengan reaksiku dan Arken tampaknya menganggap hal itu biasa saja.

"Menurutmu apa artinya ini James?" tanya Fred kepadaku.

"Aku juga tak tahu apa maksudnya, tapi sepertinya ini berhubungan denganmu Ark."

Untuk sesaat Arken diam saja tak memberikan pendapat, matanya masih terpaku pada koran. Kemudian dia memandangku seolah ini tidak seperti yang aku pikirkan.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan James. Menurutmu aku punya hubungan dengan orang ini begitu kan? Oh, ayolah. Aku dan manusia serigala? Yang benar saja?" Arken menyangkalnya dan menganggap hal itu sebagai lelucon.

"Tapi Ark, kau memang memiliki tanda-tanda seperti manusia serigala. Aku sudah bertanya-tanya sejak pertemuanku denganmu di Hogwarts Express. Kenapa kau memiliki mata berwarna amber, kan itu seperti mata serigala." Kataku

"Jangan konyol James, warna mata seperti ini pasti bisa dimiliki oleh setiap orang." Sangkal Arken

"Tidak Arken, itu warna mata yang langkah. Sepupuku Teddy juga memiliki warna mata seperti itu, dan dia adalah keturunan manusia serigala. Dan juga, kau pernah bilang pada kami kalau kau lebih suka makan daging yang dimasak setengah matang. Pamanku Bill pernah digigit oleh manusia serigala, tapi waktu itu dia tidak sedang bertransformasi waktu menggigit Bill, tapi semenjak waktu itu kebiasaan makan Bill menjadi berubah, dia jadi suka makan steak yang dimasak setengah matang..." aku tetap berpegang pada penglihatanku tentang Arken.

"Jadi maksudmu, aku memiliki hubungan darah dengan orang itu? Maaf James, tapi buktimu tidak terlalu kuat..." Arken masih menyangkalnya, tapi kini ada semacam keragu-raguan yang tersirat di wajahnya.

"Kenapa kau selalu meragukan pendapatku! Kau selalu begitu Arken. Lihat ini!" kataku berang sambil menyodorkan koran itu kepada Arken

"Lihat namanya keluarganya! Dalween! Dan kau juga Dalween. Kau tidak mengetahui asal-usul keluargamu kan? Bisa jadi dia itu keluargamu, semua kemungkinan ada kan?" Aku tetap bertahan dengan pendapatku, tak peduli Arken menyangkalnya atau tidak. Aku mencoba mencari dukungan Fred, tetapi Fred malah menunjukkan ekspresi aku—tidak—mau—ikut-ikutan dan itu membuatku semakin sebal.


Arken POV

Berita di Daily Prophet kemarin memuatku tidak bisa tidur. Aku masih terus memikirkan pendapat James tentang manusia serigala itu. Apa benar orang itu ada hubungannya denganku? Selama ini aku tidak pernah mencari tahu siapa diriku, siapa keluargaku dan siapa orang tuaku.

Aku pikir James benar, semua kemungkinan itu ada. Dan mungkin saja manusia seriagala itu adala keluargaku, atau bisa jadi dia ayahku. Huh, memikirkan semua ini membuatku semakin pusing. Besok aku akan tanya James apakah dia mempunyai rencana untuk mengatahui siapa diriku sebenarnya.

Keesokan paginya kami berkumpul seperti biasa di aula besar untuk sarapan. Udara diluar semakin dingin dan salju rupanya turun semalam karena halaman sekolah sudah ditimbuni tumpukan salju kira-kira 5cm. Aku dan James masih belum saling bicara, tetapi kami tetap duduk seperti biasanya ketika makan—Fred dan aku duduk bersabelahan, sedangkan James di seberang kami.

Aku yang sudah tidak tahan memikirkan ini memutuskan untuk memulai percakapan terlebih dahulu dengan James.

"Eh.. James, kupikir kau ada benarnya soal Adrian Dalween itu." Kataku kepada James

"Huk huk.., apa?" kata James tersedak "Eh, akhirnya kau menanggapi pendapatku kali ini Arken." Lanjut James bangga.

Aku sedikit sebal melihat ekspresinya, tapi kuputuskan untuk menahannya. "Apa kau punya rencana James?" tanyaku.

"Tentu saja aku punya Ark, aku baru merncanakannya semalam." Jawab James.

"Apa itu? Kenapa kau tak memberi tahuku?" kali ini Fred yang bicara.

"Sorry Fred, aku sudah berpikir akan menjelaskannya hari ini kepada kalian soalnya." Jawab james sok penting.

"Lalu apa pendapatmu James?" kataku agak sedikit tak sabar

"Oke, oke. Dengar, kau dulu pernah bilang bahwa kau dijemput oleh Hagrid saat kau akan masuk Hogwarts kan? Nah, Hagrid pasti tahu asal-usulmu. Jadi kita tanyakan saja tertang si Adrian Dalween itu ke Hagrid. Bagaimana?" jelas James kepadaku.

Sebenarnya aku juga sudah memikirkan hal yang sama sebelumnya, tapi aku tidak memprotesnya karena aku tak mau mencari keributan dengannya pagi-pagi begini, aku juga ingin cepat menyelesaikan masalah ini.

"Bagus James, bagaimana kalau kita mengunjungi Hagrid sore ini. Ini hari Jum'at dan kita akan free sore ini, bagaimana Ark? Kau setuju?" kata Fred kepadaku. Dan aku menyetujuinya.


Sore harinya kami mengunjungi Hagrid. Kami mengetuk pintu rumahnya dan sesaat kemudian Hagrid akhirnya membuka pintu dan mempersilahkan kami masuk.

"Aku sudah bertanya-tanya kapan kalian akan mengunjungiku lagi." Kata Hagrid seraya membuatkan teh untuk kami.

"Maaf Hagrid, kami akhir-akhir ini sibuk sekali, kau tahu kan sebentar lagi OWL akan dimulai?" jawab Fred merasa bersalah

"Tapi Hagrid, sebetulnya ada sesuatu yang ingin kami tanyakan kepadamu tentang—" perkataan James diputus oleh Hagrid

"Aku tahu apa maksud kalian, aku juga sudah berpikir kalian mungkin akan menanyakan hal ini padaku."kata Hagrid menatapku dalam

"Jadi Anda sudah tahu maksud kami Sir?"

"Sudah kutakatan padamu untuk memanggilku Hagrid saja Arken." Kata Hagrid tersenyum padaku, tapi memang aku tak bisa memanggil orang begitu saja dengan nama depannya, karena dia Hagrid adalah guruku, jadi aku harus memanggilnya Sir atau Profesor.

"Yah, aku tahu maksud kalian, kalian bermaksud untuk untuk menanyakan tentang Adrian Dalween kan? Aku baca Prophet kemarin."

"Jadi apakah Anda—tahukah Anda apa Adrian Dalween mempunyai hubungan denganku? Karena Andalah yang menjemputku untuk pergi ke Hogwarts jadi—mungkin Anda tahu tentang keluargaku, karena Mrs. Bonnie pengurus panti asuhanku tidak mau menceritakan apa-apa padaku."

Hagrid menghela nafas sesaat, kemudian dia bertanya padaku "Apakah kau siap mengetahui semua ini?" James dan Fred mengangguk mantap, tapi aku mengangguk dengan sedikit keragu-raguan.

"Baiklah... jadi, seperti yang kalian duga, Adrian Dalween memang memiliki hubungan darah denganmu Arken. Dia adalah.. Ayahmu."

Hatiku mencelos "Jadi, ayahku adalah... man-usia.. seri-gala..?"

"Ya, Adrian Dalween adalah ayahmu Arken." Hagrid mengulangi perkataannya.

Aku menarik nafas dalam "Oke, jadi ayahku memang manusia serigala. Lalu, kenapa kementrian memburunya? Bukankah kita sudah melarang pengintimidasian terhadap manusia serigala? Apa yang dilakukan ayahku sampai kementrian memburunya Hagrid?"

Hagrid menarik nafas lebih dalam sebelum melanjutkan omongannya. Tampak dari raut mukanya kini menunjukan rasa penyesalan.

"Aku benci mengatakan hal ini padamu Arken, tapi sepertinya kau memang harus mendapatkan penjelasan. Adrian Dalween selama ini diburu karena dia... dia telah melakukan pembunuhan terhadap keluarga Faolan. Kau tahu, Annabeth Faolan adala ibumu. Aku tidak tahu pasti apa motif dari pembunuhan ini, tapi ayahmu membunuh keluarga ibumu tepat saat kau berusia 1 tahun. Bahkan kata saksi mata, dia melihat ayahmu mencoba membunuhmu juga. Tapi gagal karena para Auror datang tepat disaat tangan ayahmu menyentuh lehermu. Tapi dia berhasil lolos saat itu. Tapi berita di Prophet kemarin menyatakan bahwa ayahmu ditemukan mati karena bunuh diri. Aku juga tidak tahu mengenai hal itu." Kata Hagrid.

Dunia seakan runtuh di depan mataku saat itu juga. Aku tak mau menerima semua ini. Kenapa Hagrid mengatakan hal itu? Hagrid pasti berbohong kan? Tapi.. aku tidak bisa melihat pancaran kebohongan dari wajah dan ucapan Hagrid, lagipula Hagrid tak mungkin berbohong kalau menyangkut masalah seperti ini.

Hatiku membara, tanganku mengepal kuat sekali, keringat mengucur deras di keningku padahal udara di sekitar sangat dingin. Ayahku, ayah kandungku sendiri tega melakukan semua hal menjijikkan itu. Rasa sakit dan kebencian yang amat-sangat mendera di sekujur tubuh ku. Seumur hidupku aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini pada seseorang.

Aku bangkit dari kursi Hagrid dan entah kenapa tubuh dan pikiranku memaksaku untuk berlari. Teriakan James, Fred dan Hagrid yang mencoba menahanku tak kupedulikan lagi. Aku terus berlari sekencang jantungku yang berdegup cepat, seakan dengan semua ini aku bisa menjauhi kenyataan pahit ini. Dan akhirnya tubuhku membawaku ke menara astronomi.


James POV

Arken meninggalkan ruang tamu Hagrid begitu saja, kelihatannya dia sangat marah mendengar apa yang disampaikan Hagrid. Aku mencoba mengejarnya, tapi tangan Hagrid yang besar berhasil menahanku.

"Kurasa kita harus membiarkannya sendiri dulu untuk saat ini James." Kata Hagrid penuh pengertian, lalu kulihat Fred mengangguk setuju. Sebenarnya aku sangat mengkhawatirkannya, aku mulai berpikiran yang tidak-tidak. Untungnya Fred mencoba untuk menenangkanku dan mengatakan Arken pasti baik-baik saja.

Setelah kami menghabiskan teh kami dan membicarakan Arken, kamipun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kastil setelah pamit kepada Hagrid terlebih dahulu. Aku dan Fred langsung menuju ke ruang rekreasi untuk mencari Arken, tapi setibanya kami disana ternyata Arken tak ada.

Aku sudah bertanya pada anak-anak perempuan untuk mengecek apakah Arken di kamarnya, tapi mereka juga bilang tidak ada. Aku dan Fred saling berpandangan khawatir, tersirat dari ekspresi yang ditujukan Fred kepadaku, seakan dia ingin menyatakan kemana—lagi—kita—mencarinya. Aku juga bingung karena kali ini aku tidak mencuri peta perompak ayahku lagi, jadi aku tidak tahu Arken ada dimana. Kemudian kami memutuskan keluar dan mencarinya di koridor-koridor, siapa tahu ada anak yang melihatnya.

Ketika kami tengah mencari di koridor yang menuju ke rumah sakit, tiba-tiba aku mendengar suara Albus memanggil kami dari kejauhan. Aku menoleh dan mendapati Albus dan Rose sedang memapah seseorang diantara mereka. Aku dan Fred berlari mendekati mereka dan terkejut melihat siapa yang dipapah oleh Al dan Rose.

Arken tampak sangat kacau dan kelihatannya hampir pingsan, rambutnya yang pirang ikal berantakan, aku melihat tangannya penuh luka dan berdarah, wajahnya menyiratkan ekspresi sangat kesakitan dan aku yakin dia bukannya merasa sakit ditubuhnya tetapi sakit dihatinya, dia juga tidak lagi mengenakan syalnya dan hal itu membuatnya menggigil kedinginan. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi melihat kondisi Arken yang seperti itu, hanya tercengang.

"Apa yang terjadi pada Arken?" tanya Fred kepada Al dan Rose. "Nanti saja kami ceritakan, yang penting dia harus dibawa ke rumah sakit sekarang. Tubuhnya dingin sekali." Kata Al menimpali Fred.

Aku langsung mengambil tubuh Arken dari Al dan Rose lalu menggendongnya dalam pelukanku dan setengah berlari menuju rumah sakit. Arken memandangku sesaat dan kemudian pingsan dalam pelukanku. Akhirnya kami sampai dirumah sakit dan disambut oleh tatapan bertanya-tanya dari Madam Pomfrey.

"Sebaiknya kalian meninggalkan ruangan ini agar aku bisa mengurus teman kalian secara intens." Kata Madam Pomfrey kepada kami.

"Tapi dia akan sembuh kan?" Tanyaku kepada Madam Pomfrey.

"Tentu saja dia akan sembuh." Jawab Madam Pomfrey habis sabar dan dia mengusir kami dari rumah sakit.

Kami keluar dari rumah sakit dan ketika sampai di koridor rumah sakit aku langsung buru-buru menanyai Al dan Rose.

"Sekarang kalian ceritakan apa yang terjadi pada Arken." Tanyaku berapi-api menuntut penjelasan kepada Al dan Rose. Kemudian Rose dan Al mulai menceritakan apa yang terjadi pada Arken.


#FlashBack

Rose dan Albus berada di halaman saat mereka melihat Arken keluar dari rumah Hagrid. Mereka melihat sepertinya dia sangat marah dan dia berlari menju kastil. Lalu Rose berpendapat kepada Al kalau sepertinya mereka harus mengikutinya dan merekapun mengikuti Arken sampai ke menara astronomi. Sesampainya di menara ternyata Arken tahu kalau dia diikuti.

Arken menoleh kepada Al dan Rose

"Apa yang akan kau lakukan disini?" (Rose)

"Seharusnya kalian tidak ikut campur." Kata Arken dingin "Petrificus Totallus!"

Arken melancarkan mantra ikat tubuh kepada Al dan Rose sehingga mereka tidak bisa bergerak. Dia memantrai Al dan Rose agar mereka tidak menghentikan apa yang akan dia lakukan.

Arken melangkah menuju dinding batu dan dengan sekuat tenaga 'CRAACKK!', Arken memukulkan tangan kanannya ke dinding batu dan dari sana dapat terdengar jelas kalau tulang-tulang jarinya hancur dan punggung tangannya berdarah.

Mata Al dan Rose yang tidak terpengaruh oleh mantra hanya bisa membelalak ngeri dan kaget melihat apa yang dilakukan Arken. Tetapi belum sempat menguasai diri dari shocknya, dilihatnya Arken sudah melakukan hal yang sama terhadap tangan kirinya.

Arken meraung "APA SALAHKU?" dia memukulkan lagi tangannya ke tembok dan di juga memukuli dirinya sendiri sampai berantakan, bahkan Rose sampai menangis melihatnya.

Al dan Rose sudah mencoba melepaskan diri sekuat yang mereka bisa, tapi mantranya kuat sekali. Sampai mereka lihat pertahanan Arken yang mulai melemah dan akhirnya mereka bisa melepaskan diri dari mantra Arken. Arken mulai kedinginan disana, ketika Al dan Rose sampai untuk membantunya dan mengangkat tubuhnya yang lemah, Arken mulai gemetar hebat dan membuat mereka panik.

#FlashBackEnd


"Aku sempat berpikiran kalau dia sengaja melukai dirinya sendiri sekuat dia mampu." Kata Al masih dengan ekspresi kekhawatirannya.

Tubuhku tegang mencerna kata-kata Rose dan Al, tak habis pikir tentang apa yang dilakukan Arken. Mengapa ia berbuat seperti itu? Apa dia marah atas apa yang menimpanya? Lalu, apa yang harus aku lakukan? Sungguh, entah kenapa dadaku sakit melihat keadaan Arken yang seperti itu. Serasa ada batu besar yang menghantan jantungku sehingga membuatnya sesaat berhenti berdetak.

Aku dan Fred saling menukar pandang, seolah mengerti apa yang aku pikirkan Fred mengatakan "Aku yakin Arken akan baik-baik saja setelah ini, Madam Pomfrey akan menyembuhkannya dengan segera."

Aku mengangguk kepada Fred, tetapi hatiku masih cemas memikirkan Arken. Aku tahu perasaan Arken pasti sangat hancur sekarang, aku hanya bisa berharap dia akan segera baik-baik saja.


Tungguin lanjutannya ya Guys *kalo mau sih...