Kembali lagi dengan fanfic absurd. Semoga banyak yang suka.

Ada banyak yang reviews fanfic Kehangatan. Jujur author gak nyangka ada yang review.

Author seneng banget. Terima kasih kepada semua yg sudah review

Entar dibikinin sequelnya.

KAFE SEVENTEEN

Cast : All Seventeen Member

Enjoy Reading^^

Pagi itu Seungchol dibangunkan oleh suara ketukan di pintu kosannya. Dengan langkah gontai dan mata yang setengah terbuka, dia menghampiri pintu dan membukanya dengan perlahan.

"Selamat pagi, Seungchol" seseorang yang berada di balik pintu menyapanya. Seungchol yang masih mengantuk mengucek-kucek matanya. "Selamat pagi, Paman" jawab Seungchol.

Pria paruh baya di depannya melangkah masuk ke kosan kecil Seungchol. "Ada apa paman pagi-pagi kesini?" tanya Seungchol seraya meletakkan teh hangat yang baru dia buat ke atas meja. Sang paman meminum teh terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan keponakan kesayangannya.

"Kau sedang menganggurkan?".

Seungchol memutar bola matanya malas. Tidak perlu dijawab. Semua orang tahu kalau Seungchol itu pengangguran. Sang paman hanya tersenyum melihat kelakuan keponakannya.

"Paman baru-baru ini membeli sebuah gedung dan paman ingin menjadikannya sebuah kafe" ujar pamannya. Seungchol meminum tehnya, mendengarkan cerita pamannya.

"Paman ingin kau yang mengelolanya". Seungchol tersentak kaget. Beruntung tehnya sudah dia letakkan di meja kalau tidak mungkin tehnya akan tumpah.

"Kau lulusan teknik manajemen pemasaran, benarkan?" Seungchol mengangguk.

"Kau juga pernah kerja paruh waktu di cafe" Seungchol kembali mengangguk.

"Kau cerdas. Kau juga berpengalaman. Paman yakin kau bisa mengelolanya" Seungchol sedikit tersipu dengan pujian pamannya.

"Paman akan memberimu waktu untuk memikirkannya, tapi paman berharap kau akan menerima tawaran paman ini. Daripada kau menganggur terus. Paman juga sudah berbicara dengan ayahmu dan dia juga mengharapkan hal sama seperti paman". Sang paman kembali meminum tehnya sebelum akhirnya berdiri.

"Paman harus pergi bekerja. Pikirkan ini baik-baik Seungchol" ujar sang paman. "Akan aku pikirkan dulu paman" Seungchol tersenyum. Mengantar pamannya ke depan pintu. Ketika sang paman sudah pergi, Seungchol kembali masuk ke dalam. Duduk di tempat dia duduk tadi. Menatap kosong gelas tehnya yang tinggal setengah, melamun.

"Apa sebaiknya aku terima saja tawaran paman?" monolognya. Seungchol kembali berfikir. Setengah jam berfikir tapi dia masih tidak menemukan jawabannya. Merasa kepalanya sedikit pusing Seungchol akhirnya memutuskan untuk kembali tidur dan memikirkannya lagi saat dia bangun nanti.


Yoon Junghan, pemuda yang baru lulus universitas ini untuk yang kesekian kalinya menghela nafas. Dia sudah berkeliling kota Seoul sejak pagi hari untuk mencari pekerjaan. Tapi nihil. Hingga siang ini dia tidak menemukan satu lowonganpun.

Merasa lelah, dia memutuskan untuk beristirahat sejenak disebuah mini market kecil. Membeli satu minuman dan meneguknya sedikit. Termenung sebentar memikirkan masa depannya.

Junghan tiba-tiba meresakan ponselnya bergetar. Sebuah panggilan masuk dari Seungchol.

"Hallo" Junghan mendekatkan ponselnya ke telinga kanannya.

"Yoon Junghan, apa kau sedang sibuk?" tanya Seungchol dari seberang.

Junghan berfikir sebentar. Apakah dia akan melanjutkan mencari pekeerjaan atau tidak. Dia memutuskan untuk tidak melanjutkannya. "Tidak. Ada apa?".

"Bisa kau datang ke kosanku? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu".

Tanpa pikir panjang, Junghan mengiyakan. Dia pergi meninggalkan mini market kecil itu dan berjalan menuju kosan kecil Seungchol.


Junghan membuka pintu kosan Seungchol. Saat dia masuk dia menemukan sebuah sepatu –yang dia yakini tentu bukan sepatu Seungchol-. Seungchol berhamburan menghampiri Junghan. "Ikut denganku" ujarnya sambil menarik Junghan.

Junghan mendapati seorang pria paruh baya duduk di kursi tamu kosan Seungchol. Dia membungkuk hampir 90 derajat, memberi hormat.

"Perkenalkan, dia pamanku" ujar Seungchol. Junghan dan Seungchol duduk berhadapan dengan Paman Seungchol. "Yoon Junghan". Junghan menjabat tangan paman seungchol. Sang paman tersenyum.

Seungchol memutuskan untuk mengambil tawaran sang paman. Dia bertanya apakah dia bisa mengajak temannya dan pamannya mengiyakan. Seungchol dengan segera meminta Junghan untuk datang ke kossannya untuk membicarakan hal ini.

"Sebenarnya pamanku akan membuka sebuah kafe" ujar Seungchol mulai membuka pembicaraan.

"Dia memintaku untuk mengelolanya" sambung Seungchol. Junghan mendengarkan dengan seksama.

"Tapi aku merasa sedikit kurang yakin dengan kemampuanku". Seungchol sedikit menunduk.

"Makanya, aku ingin mengajakmu untuk mengelolanya bersamaku". Seungchol kembali mengangkat kepalanya. Menatap Junghan dengan penuh harap. "Apa kau mau?".

Junghan sedang membutuhkan pekerjaan. Dan sebuah kesempatan datang kepadanya dengan cuma-cuma. Junghan menatap paman Seungchol yang duduk dihadapannya. Sang paman tersenyum dan mengangguk. Dia juga mengharapkan hal yang sama dengan Seungchol.

Dia banyak mendengar tentang Junghan dari Seungchol. Bagaimana telatennya dia saat bekerja. Sifatnya yang easy going sangat cocok untuk bekerja di caffe. Kecerdasannya juga kurang lebih sama seperti Seungchol. Bedanya dengan Seungchol adalah Junghan lulusan akuntansi. Kemampuannya sangat dibutuhkan. Karena itulah Seungchol mengajak Junghan. Seungchol buta akan akuntansi. Dia pernah mencobanya di SMA tapi nihil, dia tidak mengerti satu halpun.

Seungchol masih menatap Junghan dengan penuh harap. Begitu juga paman Seungchol. Junghan kembali memikirkannya sebentar hingga akhirnya iya mengangguk.

"Baiklah, aku kan membantu". Seungchol yang mendengarnya sontak memeluk sahabatnya. Junghan sempat kaget tapi kemudian balas memeluk Seungchol. Sang paman tersenyum senang.

"Paman harus kembali ke kantor. Kita bicarakan lagi besok" pamit sang paman. Seungchol dan Junghan mengantar sampai depan pintu.


"Aku sedang mencari pekerjaan dan sekarang pekerjaan itu datang dengan sendirinya kepadaku. Aku merasa sangat beruntung" ujar Junghan. Mereka sedang berbaring di kasur Seungchol.

"Aku sempat tidak yakin untuk menerima tawaran paman" ujar Seungchol. Junghan memiringkan tubuhnya,menatap Seungchol.

"Tapi aku juga sedang menganggur. Aku rasa tidak ada salahnya untuk mencoba" sambungnya. Junghan tersenyum. Dia juga memikirkan hal yang sama. Tidak ada salahnya untuk mencoba.


Wonwoo dan Soonyoung berjalan santai menuju universitas mereka. Sambil bercakap-cakap ringan tentang berbagai hal. Sesekali berhenti di depan sebuah toko. Melihat-lihat barang yang dipajang di depan toko tanpa ada niat sedikitpun untuk membeli. Maklum, mereka kan mahasiswa dengan kantong tipis. Makan mie instan hampir tiap hari. Puasa tiap tanggal tua.

Mata Wonwoo tiba-tiba menangkap sebuah brosur yang tertempel ditiang listrik. membacanya sebentar kemudian merobeknya.

"Soonyoung, lihat". Wonwoo menyodorkan brosur tadi tepat di depan wajah Soonyoung. Soonyoung sempat kaget. Mengambil brosur tadi dengan kasar. Wonwoo hanya nyengir.

"Kafe Seventeen" Soonyoung mulai membaca brosur tadi.

"Di cari pelayan kafe. Laki-laki. Umur minimal 17 tahun. Maksimal 25 tahun. Berpenampilan menarik. Jika tertarik silahkan datang ke Jln. Pledis. No.17" Soonyoung selesai membaca. Wonwoo menatapnya dengan senyuman aneh -menurut Soonyoung itu aneh-.

"Bagaimana kalau kita bekerja disana?" tanya Wonwoo. Soonyoung sekarang tahu arti senyuman tadi.

"Kita ini mahasiswa dengan kantong tipis. Hitung-hitung menambah uang saku" sambung Wonwoo. Soonyoung mulai memikirkan perkataan Wonwoo. Benar juga. Soonyoung bosan makan mie instan mulu.

"Ide bagus tuh. Kita kesana sore nanti, gimana?" Wonwoo mengacungkan dua jempolnya. "Oke".


Joshua baru keluar dari bandara. dia celingukan mencari sepupunya, Vernon.

"Dimana anak itu?" monolognya.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya. Joshua memutar badannya. Vernon sekarang berdiri di depannya dengan senyum lebarnya.

"Aku tadi membeli kopi" ujar Vernon sambil mengangkat gelas kopi di tangan kanannya. Joshua hanya mengangguk.

"Kita naik taksi" Vernon menghampiri sebuah taksi yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Mereka menaiki taksi itu dan Vernon mengatakan tujuan mereka kepada si supir. Tkasi mulai berjalan meninggalkan bandara.


"Yang ini kamar hyung" Vernon membuka pintu berwarna coklat itu. Ada banyak kotak di dalam kamar itu. Semuanya milik Joshua.

"Barang-barangku sudah sampai semua" ujar Joshua pelan.

"Sangat melelahkan mengangkat semua kotak-kotak ini" Vernon merebahkan dirinya di kasur baru Joshua.

"Semua perabotannya juga baru" ujar Vernon lagi. Joshua tersenyum kecil.

"Maaf merepotkanmu" ujarnya. Dia duduk di samping Vernon. mengamati kamar barunya.

"Apa kau menyukainya, hyung?" tanya Vernon. Joshua mengangguk. "Sangat".

"Maaf, hyung. Mulai besok aku akan bekerja. Padahal hyung baru tiba diKorea" ujar Vernon. Terdengar kesediahn dan kekecewaan dari suaranya. Joshua kembali tersenyum.

"Tidak apa. Lagi pula, aku juga akan sibuk membereskan barang-barangku" ujar Joshua masih dengan senyum khasnya.

"Btw, kau kerja apa?" tanya Joshua.

Vernon menjawab masih dengan posisi berbaring. "Ada kafe baru, jaraknya dua blok dari sini. Aku bekerja sebagai pelayan. Hitung-hitung menambah uang saku".

"Kafe?" pikir Joshua. Dia kemudian memandangi gitarnya yang sengaja dia bawa dari Amerika. Vernon menyadari itu. Dia kemudian tersenyum.

"Aku akan menanyakan apa mereka perlu musisi di kafe mereka". Joshua sedikit tersentak. Tidak menyangka sepupunya ini mempunyai pemikiran yang sama dengannya. Joshua kembali tersenyum, kali ini sedikit lebih lebar.

"Thanks bro"


Seokmin berlarian masuk ke rumah Mingyu. Dia menyapa nyonya Kim yang sedang membuat sarapan sebelum akhirnya kembali berlari kelantai dua.

Mingyu yang saat itu masih berada dialam mimpi dibangunkan dengan paksa oleh Seokmin. Merasa terusik, Mingyu menendang Seokmin hingga dia terjatuh dari tempat tidur Mingyu. Seokmin meringis merasakan sakit dibokongnya, tapi dia tidak menyerah. Kali ini dia berteriak tepat di telinga Mingyu. Membuat sang empunya mau tidak mau terbangun.

"Apa?" tanya Mingyu kesal.

Seokmin nyengir. Membuat Mingyu semakin kesal. Seokmin mengambil secarik kertas dari tasnya dan memberikannya kepada Mingyu.'

"Bagaimana kalau kita kerja paruh waktu?" tanya Seokmin antusias. Mingyu menatap sahabatnya heran. Bagaimana mungkin ada orang yang sepagi ini sudah sangat bersemangat?.

Tanpa memperdulikan Seokmin, Mingyu membaca kertas yang diberikan Seokmin tadi. Ternyata kertas itu brosur.

"Kafe Seventeen?" tanya Mingyu yang dijawab dengan anggukan oleh Seokmin.

"Mereka baru buka dan sedang mencari pelayan. Bagaimana kalu kita berkerja disana?" ujar Seokmin.

Mingyu tanpa pikir panjang menerima ajakan Seokmin. Dia memang sedang ingin bekerja paruh waktu. Nyonya Kim tiba-tiba mucul dari balik pintu.

"Mingyu sebaiknya kau mandi. Kau ada kelas pagi hari ini, kan?" ujar nyonya Kim. Mingyu mengangguk. "Baik, bu". Dia turun dari tempat tidur, mengambi handuk dan berjalanmenuju kamar mandi. Sebelumnya dia berpesan kepada Seokmin untuk menunggunya di bawah. "Aye-aye, Kapten" balas Seokmin.

tbc?

Kalau ada yg review bakal lanjut

Thanks for reading