Disclaimer : demi apapun, naruto bukan punya saya, punya masashi sensei, aku hanya pinjam saja.
.
.
Run away
.
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
.
Run away by author03
Uzumaki Naruto x Hinata Hyuga.
Romance\Drama
.
.
.
Please.. Dont like dont read.. Thanks.
.
.
Chapter 1
.
.
.
Matahari masih saja bersembunyi dibalik awan, jam baru saja menunjuk pukul 16.01
Dimana suatu tempat di Konoha di depan rumah besar tengah dipenuhi banyaknya manusia disana. Rata-rata mereka adalah perempuan yang telah berdandan cantik dengan pakaian bagus mereka.
Menatap penuh harap tangan seorang lelaki yang tengah mengambil acak kertas-kertas didalam kotak yang mungkin adalah nama mereka.
Mata mereka semua tak lepas dari tangan yang masih mengabrik didalam kotak yang dipenuhi kertas-kertas itu. Semoga kertas berisi nama mereka lah yang terambil oleh tangan itu. Kesempatan tak akan datang dua kali..
...
Jantung semua manusia semakin berdebar kencang ketika tangan lelaki itu telah mengengam kertas yang ia dapat secara acak dan membuka kertas yang terlipat itu.
Deg deg..
"Hyuuga Hinata." gadis bersurai indigo diantara keramaian membelakkan matanya terkejut ketika namanya tersebut dengan alat bantu mic ditangan lelaki itu. Diantara banyaknya nama-nama gadis cantik dikotak itu, mengapa bisa-bisanya namanya yang lelaki itu dapatkan?
Jika bagi para gadis yang mendambakan namanya terpilih, ini adalah keberuntungan tapi bagi Hinata, ini sungguh kesialan. Bagaimana ini bisa terjadi?
Bagaimana bisa? Dari semakin banyaknya gadis disini? Bagaimana bisa?
.
.
.
Flashback..
.
.
.
09.21
"Ayah, aku tak mau.." Hinata memelas pada ayah nya yang terduduk di bangku di seberang nya di ruang tamu didalam rumah kecilnya.
"Mengapa? Kesempatan tak selalu datang, Hinata. Lelaki ini memiliki segalanya. Kau tak akan menyesal jika kau bersamanya." pujuk Hiashi, Ayah Hinata. Ia baru saja membaca koran nya dan menemukan tulisan yang mengatakan, anak dari orang terkaya di dunia tengah mencari seorang istri dengan syarat gadis itu berumur 19-25, perawan dan memiliki asal usul yang jelas. Hiashi tahu keluarga mereka memang miskin tapi keluarga mereka sangat jelas, jadi tak ada salahnya ia meminta anaknya untuk menguji keberuntungannya kan?
"Ayah, itu tak masuk akal. Jika lelaki itu sangat kaya, harusnya akan ada banyak gadis yang mau dengannya. Mengapa ia malah mencari istri dengan cara begini?" tanya Hinata tak mengerti. Mengapa lelaki itu mencari jodohnya dengan cara pemilihan acak?
"Kedua orang tuanya yang melakukan acara pemilihan acak ini. Tak ada alasan yang pasti. Mungkin mereka hanya memberikan kesempatan untuk gadis manapun bersaing dengan anaknya." jelas Hiashi menebak. Apapun alasan mereka membuat pemilihan ini, ia tak akan membuang kesempatan emas ini.
"Menurutku mereka memberi harapan palsu untuk para gadis." Hinata mengungkapkan pemikirannya. Siapa yang bisa menolak lelaki yang kaya super raya dan katanya muda dan tampan maksimal itu? Oh, kecuali Hinata. Bukannya Hinata dengan percaya dirinya mengatakan bahwa ia pasti terpilih atau lelaki itu akan menerima nya. Ia hanya tak mau mengambil resiko dan berakhir dengan lelaki itu merendahkan dirinya dan keluarganya yang sangat jauh jika dibandingkan dengan keluarga emas itu. Hinata tak mau.
"Hinata, ikuti saja acara ini. Jika kau terpilih, kau bisa mengenalnya dulu dan jika kau tak mau. Kau bisa menolaknya." Ucap Hiashi. Anaknya cukup cantik, baik dan pintar, usianya pun baru 21. Tak ada salahnya menguji keberuntungan anaknya, hidup keluarganya akan sentosa, jika Hinata sungguh menikah dengan orang yang hampir tak menyisihkan kesempatan untuk didekati manusia miskin seperti ini. Jadi Hiashi tak akan pernah mengabaikan kesempatan ini meskipun hanya ada 10persen kemenangan.
"Jika pada akhirnya aku pasti menolaknya. Mengapa aku harus mengikuti acara ini?" Hianta berusaha membungkam ayahnya.
Hiashi terdiam sejenak. Anaknya ini sungguh sulit dibodohi, mungkin..
"Hinata, tak ada salahnya memcoba untuk dekat dengannya jika ada kesempatan. Ayah rasa kau juga tahu bahwa kau mungkin tak akan bisa seberuntung itu hingga bisa terpilih diantara banyaknya perempuan." Hinata terdiam. Ia tahu, ia yakin ia tak akan terpilih. Hanya saja ia tak mau mengikuti benda seperti itu. Ia merasa seolah sangat tergila-gila pada lelaki yang tak pernah ia temui. Ia juga punya harga diri. Jangan pernah samakan dirinya dengan gadis penggila uang diluar sana.
"Cukup ikuti saja. Tolak dia jika kau tak suka padanya. Sangat gampang bukan?"
...
Perlahan Hinata mengangukkan kepalanya dengan pasrah. Ayahnya pasti tak akan mengalah.
.
.
.
Dua minggu kemudian..
"Nee-san, sudah selesai." Hinata masih terdiam ketika adik perempuannya baru saja selesai mengancingkan seleting gaun dipunggungnya hingga ke leher. Hanya inilah satu-satunya gaun bagus yang Hinata miliki, ini pemberian temannya saat temannya itu menikah. Gaun selutut berwarna putih dengan bercak biru langit disetiap sudut dan berlengan pendek.
Hinata sedikit menepuk kedua pipinya dengan kedua telapak tangannya dan menghela nafasnya. Mengapa ia harus menjadi salah satu dari perempuan disana? Hinata tahu zaman apa sekarang, uang adalah segalanya. suami tampan nan kaya juga segalanya bagi para perempuan tapi tidak untuknya. Ia hanya ingin hidup damai dan bahagia bersama keluarganya tapi kedua orang tuanya tak mengerti hal itu. 65persen, Uang adalah segalanya menurut mereka.
"Nee-san, jika kau terpilih. Jangan lupa menolak lelaki itu didepan semua orang." ucap Hanabi, adik Hinata bersemangat yang membuat Hinata menatapnya bingung. Apa maksud ucapan adiknya ini?
"Mengapa?" tanya Hinata tak mengerti. Tanpa adiknya mengatakan hal itu, ia akan menolak lelaki itu jika terpilih tapi mengapa adiknya terlihat sangat bersemangat?
"Jika saja kau menolaknya, dia akan merasa malu dan berita itu akan tersebar dimana-mana. Kau akan terkenal." Hinata memutar bola matanya ketika ia melihat ucapan adiknya yang diakhiri oleh mata berbinar-binar.
"Tidak terima kasih dan tenang saja nee-san tak akan terpilih."
Flashback end..
.
.
.
18.01
"Aku pulang." sapa Hinata lesu sambil memasuki rumah bata kecilnya tapi langkahnya berhenti ketika ia melihat semua anggota keluarganya tengah sibuk diruang tamu kecil yang dipenuhi banyaknya kantong-kantong belanjaan. Apa-apaan ini?
"Neee-san! Semua ini untukmu." ucap Hanabi bersemangat ketika ia beranjak dari tempatnya dilantai dan menghampiri kakaknya yang masih membeku di belakang pintu.
Gila! Baru dua jam kakaknya terpilih. Sekumpulan manusia berseragam hitam mengantarkan semua ini. Isinya sungguh mengerikan! Bahkan jika keluarga mereka bekerja seumur hidup pun, mereka tak akan sanggup membeli semua ini.
Hinata masih terdiam, mencerna semua ini. Apa isi benda itu pakaian, tas, sepatu bermerek? Apa maksud nya ini?
"Hinata, besok pagi orang-orang mereka akan menjemputmu untuk menemui lelaki itu." ucap Hana, ibu Hinata sambil menepuk pelan pundak kanan Hinata. Ini sungguh keberuntungan mereka. Kami-sama pasti sedang berpihak pada mereka. Mereka harus banyak berterima kasih pada Kami-sama.
Hinata terdiam. Tenang saja karena ia akan menolak lelaki itu besok dan memintanya untuk mengangkat semua barang ini dari rumah Hinata.
Hinata punya pekerjaan yang pastinya menghasilkan uang meskipun tak cukup untuk membeli semua ini tapi ia sama sekali tidak mau menerima semua benda ini.
.
.
.
.
Besok paginya dimana Hinata baru saja dituntun masuk ke sebuah mobil limo hitam mengkilat yang harganya ah, sudahlah..
.
.
Sesampainya mobil didepan pintu sebuah rumah megah, besar nan mewah Hinata pun turun dari mobil, tentunya ketika sang pengawal membuka pintu untuknya.
Hinat menatap sekitarnya, rumah ini sungguh besar, ini sungguh bisa dibilang istana, lihat saja tinggi dan lebarnya. Mengapa seseorang memerlukan rumah sebesar ini? Ini bahkan lebih besar dari mall besar sekalipun dan banyak tempat besar lainnya.
Oh, jika kalian berharap Hinata berlari sana-sini dan berteriak tak jelas, mengagumi tempat mewah harga selangit ini? Maaf, Hinata tak akan melakukannya. Ia memang miskin dan tempat ini sungguh emas dimata nya tapi sayangnya ia tidak norak dan ia masih punya rasa malu.
.
.
.
Hinata bahkan sudah tak tahu lagi, berapa belokan yang telah ia lewati setelah menaiki lift. Bagaimana bisa mereka menghafal banyaknya belokan dan jalan di rumah ini?
.
.
.
Tok tok tok..
Seorang lelaki bersurai kuning yang terduduk disofa didalam sebuah kamar di dekat ranjang king sizenya menoleh kearah pintu yang diketuk.
Gadis itu sudah tiba?
Ia berdiri dari posisi duduknya dan menarik ujung jasnya. Mengapa ibunya harus membuatnya melakukan permainan perjodohan bodoh seperti ini?
Klik.. Perlahan pintu didepannya dengan jarak beberapa meter terbuka.
Kedua pengawalnya menuntun seorang gadis bersurai indigo dengan gaun pink selutut masuk kedalam dan berdiri dihadapannya.
Deg.
Mungkin ia harus sedikit menarik kata-katanya karena gadis yang berdiri dihadapnnya ini sungguh terlihat sangat manis dan cantik. Lihat saja wajah cantik manis bimbangnya yang sedikit tetunduk. Jantung Naruto berdebar. Apakah ini yang orang katakan jatuh cinta pada pandangan pertama? Ini memang gila tapi gadis cantik ini sungguh mendebarkan hatinya.
Dari mata jatuh ke hati..
Tanpa sadar sebuah senyuman tipis menghiasi bibir sang lelaki.
"Naruto-sama, ini gadis yang bernama Hyuuga Hinata." jelas sang pengawal yang berdiri dibelakang Hinata singkat.
...
Hinata jujur, lelaki di hadapannya ini memang sangat tampan, muda, tegap, sempurna dan manis lebih tampan dari yang ia lihat di tv beberapa kali tapi tak cukup untuk mendebarkan hatinya. Bukannya sombong, tapi inilah kenyataannya.
..
Satu tangan Naruto mengapai tangan lembut Hinata, hendak mengecupnya tapi Hinata malah menarik tangannya menjauh.
"Ano.. Maafkan saya, kedatangan saya kesini karena saya ingin mengatakan saya tak ingin menikah dengan anda dan tolong angkat semua barang anda dirumah saya." ucap Hinata sopan yang berhasil membuat lelaki dihadapnnya membeku.
"Apa?" tanya lelaki yang bernama Naruto tak percaya. Apakah pendengarannya salah atau apakah mulut gadis ini yang bermasalah?
"Maafkan saya, ayah saya mengatakan saya boleh menolak anda jika saya mau, jadi saya menolak pernikahan ini." jauh didalam diri Hinata, ia merasa sangat malu. Kelakuannya seolah ia adalah orang besar. Harusnya kini ia sadar siapa yang ia tolak tapi apa boleh buat? Ini lebih baik daripada lelaki ini yang pertama menolaknya kan?
Naruto mencerna apa yang baru saja terjadi yang kemudian mengangkat sudut bibirnya. Apa ia baru saja di tolak? Sungguh?
"Mengapa kau mengikuti pemilihan itu jika kau ingin menolakku?" tanya Naruto memastikan. Ini pasti ada kesalahan.
Hinata terdiam sejenak, ia tak tahu bagaimana menjelaskannya. Ia tak mungkin bilang ayahnya memaksanya untuk pergi.
"I-itu itu hanya untuk menguji sesuatu. Saya sungguh tak tahu hal ini bisa terjadi." jawab Hinata yang entah bohong atau jujur.
Naruto kembali mengangkat sudut bibirnya. "Kau yakin bukan karena orang tua mu menyuruhmu pergi?" tanya Naruto menebak. Tak ada satu gadis waras pun yang bisa menolak lelaki yang sempurna seperti dirinya. Jadi, bisa Naruto simpulkan gadis ini dipaksa ikut oleh orang tuanya dengan sebuah kebohongan 'kau boleh menolaknya jika kau tak suka padanya.'
"Tapi sayangnya kau tak bisa pergi begitu saja. Keluargamu telah menerima beberapa aset perusahaan dari kami semalam, Jadi kau tak bisa pergi sesukamu." Hinata menelan rasa terkejut nya ketika ia mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut lelaki ini. Apakah keluarganya tengah menjualnya? Mengapa mereka tak mengatakan hal ini?
Naruto tersenyum lucu pada wajah terkejut Hinata. sudah ia duga, Hinata tak tahu soal hal ini.
"Kalau begitu maaf kan saya dan keluarga saya. Anda bisa mengambil kembali semua pemberian anda." ucap Hinata terburu-buru. Ia harus berbicara pada ayahnya. Pasti ayahnya telah membohonginya soal boleh menolak lelaki ini. Dengan bodohnya Hinata percaya pada kelimat itu. Ia sungguh bodoh.
...
Naruto terdiam sejenak. Gadis ini sungguh menolaknya? Apa yang ia mimpikan semalam hingga seorang gadis yang jauh dari tingkatnya menolaknya mentah-mentah? Gadis diluar sana bahkan bisa saling menghabisi untuk mendapatkan status 'istri' dari Uzumaki Naruto.
"Kalian keluarlah."
"Ha'i" kedua pengawal itu melangkah keluar ketika mendapat perintah dari majikan mereka.
Jika sampai kabar penolakan ini keluar ke luar sana. Hal ini bisa melukai harga diri Naruto sebagai lelaki idaman semua gadis. Apa yang akan dikatakan semua berita jika tak ada acara pernikahan Naruto dengan gadis yang terpilih ini? Berbagai-bagai gosip akan bermunculan di mana-mana. Tak akan mudah menangani nya.
"Bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" tawar Naruto yang masih dengan wajah tenang nya.
"Kesepakatan?" tanya Hinata tak mengerti.
"Hm.. Aku memberimu waktu dua untuk menghilang dari jangkauanku selama dua hari penuh. Jika kau berhasil, pernikahan ini akan dibatalkan tapi jika kau gagal, kau harus menikah denganku." jelas Naruto singkat. Dengan begini harga dirinya bisa terselamatkan. Dan setidaknya ia bisa melihat gadis cantik ini sedikit lebih lama dan dekat. Dia akan menyesal karena telah menolak Naruto. Camkan itu.
Hinata berpikir sejenak. Permainan melarikan diri? Hal itu sangat mudah. Hinata hanya perlu menghilang selama dua hari, kan?
Deg..
Naruto membeku ketika Hinata menampilkan senyum manis hingga matanya menyipit.
"Aku setuju." jawab Hinata tanpa ragu. Ia tak punya pilihan lain selain pilihan ini. Lagipula cukup adil kan? Permainan bersembunyi tak lah susah. Jepang ini sangat besar, dia seorang diri tak akan bisa dengan mudahnya menemukan Hinata.
"Apakah aku harus mulai sekarang?" tanya Hinata memastikan. Ia akan keluar dari masalah ini secepat mungkin dan ayahnya tak akan ada alasan untuk memarahinya.
"Tentu saja. Kapanpun kau mau." jawab Naruto enteng. Gadis itu akan menyesal karena terlalu terburu-buru.
Huss.. Hanya dibutuhkan satu detik setelah jawaban Naruto, Hinata telah meleset keluar dari ruangan.
Naruto mensakukan kedua tangannya ke saku celana hitam panjangnya. Calon pengantinnya yang cantik harus sedikit diberi pelajaran. Sialan! Jika saja ada manusia lain yang mendengar pembicaraan mereka. Media akan penuh dengan namanya dengan kata 'ditolak' dan karirnya sebagai lelaki teridamkan berakhir. Sungguh memalukan.
.
.
.
.
"Eh?" Hinata kembali menutup pintu ruangan yang ternyata kamar mandi dan kembali berlari pergi. Ia terlalu terburu-buru hingga ia tak ingat dimana ia kini. Ia bahkan sampai lelah berlari. Ia bahkan tak bisa menemukan lift kerena ia tak mengingat dimana letak benda itu. Ia sungguh tak mengira hal ini akan terjadi.
.
.
Hinata kembali berbalik ketika ia memasuki jalan buntu. Ini rumah atau labirin? Bagaimana caranya menghilang jika keluar dari tempat ini saja ia tak bisa? Ia bahkan tak menemukan seorang manusia pun. Apakah lelaki itu tinggal sendiri disini? Tak mungkin.
.
Rasanya Hinata terus berlari ke tempat asalnya. Ia sungguh bingung. Tapi setelah satu jam mencari dan menebak, akhirnya ia berhasil menemukan lift. Ya ampun.. Terima kasih Kami-sama.
.
Tk.
Hinata menekan tombol paling bawah dan lift pun tertutup. Seberapa banyak pun tingkat ru-istana ini. Hinata akan segera keluar ketika ia telah menemukan lantai dasar. Permainan berakhir. Ia menang.
Ting.. Lift terbuka dan Hinata langsung terdiam. Perasaan ketika masuk tadi ia tak melewati tempat yang dipenuhi deretan mobil mewah?
Hinata melangkah keluar dari lift. Berusaha memastikan dimana dirinya kini tapi baru dua langkah keluar dari lift, lampu tiba-tiba saja mati tanpa menyisihkan cahaya sedikitpun.
!
Hinata terperanjat kaget sambil menahan teriakan nya. Ia tak bisa melihat apapun, semuanya gelap. Apa yang terjadi?
...
Kaki dan tangan Hinata perlahan meraba udara, berusaha mencari apapun yang bisa ia gapai dan melindungi dirinya dari dinding, mobil atau apapun yang bisa membentur nya.
"Hello?" suara Hinata mengema hingga ke ujung. Ia menelan susah payah ludahnya, mengerikan sekali. Ia sama sekali tak melihat apapun.
Peng.. Hinata membalikkan badannya didalam kegelapan. Suara apa itu?
Peng.. Hinata kembali membalikkan badannya. "Siapa?" suaranya kembali mengema yang langsung membuatnya mengelus tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin.
Braak! Biam! Piang!
"Kyaaaaahh!" pekik Hinata terkejut dan takut pada suara beruntun seolah beberapa barang jatuh secara terus menerus.
Hinata berlari dalam kegelapan tapi ia malah menabrak kuat benda yang mungkin kap mobil.
Brackk!
Badannya bergetar, ia takut sekali. Tolong siapapun. Mengapa lampu mati disaat-saat seperti ini?
Hinata kembali membalikkan badannya yang merinding, tangannya meraba udara tapi tak sengaja menyentuh..
...
? Tangan? Lengan?
"Kyaaaaaaahhh!" Hinata kembali membalikkan badannya dan berlari pergi. Air matanya mengalir deras. Benda apa itu?
"Hiksss hiks! Tolong!" langkah Hinata kembali berhenti ketika badannya menabrak dinding. Tolong. Ia takut sekali. Ada apa dengan tempat ini? Ia tak bisa melihat apapun.
"Hiks.. Tolong." Hinata menurunkan volumenya. Apa itu? Mengapa ada suara langkah kaki melewatinya?
Tap.
"Kyaaaahh! Hiks! Siapapun! Naruto! Ayah! Siapapun! Kumohon tolong!' pekik Hinata takut ketika seuatu benda kasar tiba-tiba menyentuh pundaknya.
"Hiks! Tolong! Tolong! Hiks.. Hiks.. Tolong. Aku menyerah. Kumohon keluarkan aku dari sini. Hiks.." pekik Hinata histeris ketika lagi-lagi acara larinya terhenti karena terhalang kap mobil.
.
.
.
.
Naruto sungguh tak bisa menahan tawanya ketika ia melihat calon istrinya terus memekik histeris didalam kegelapan lewat tv besar dikamarnya yang terhubung dengan cctv disetiap sudut rumah termaksud tempat Hinata kini.
Naruto mengambil walkie-talkie di meja kecil disebelah ranjangnya.
"Zztt.. Keluarkan dia."
.
.
.
Hinata lagi-lagi terperanjak kaget ketika sebaris lampu di langit-langit tiba-tiba menyala.
"Hinata-sama." Hinata membalikkan badannya menatap dua pengawal tadi yang entah sejak kapan berdiri didepan pintu lift.
Hinata terdiam dan mengikuti kedua pengawal itu menuntunnya. Ia takut. Ia sungguh takut. Ia tak bisa melawan kini.
Jantungnya berdebar kencang seolah hendak terjatuh dari tempatnya. Badannya bergetar. Air matanya tak kunjung berhenti mengalir. Ada apa dengan tempat mobil itu? Mengapa mengerikan sekali? Ia sungguh merasa ada yang menyentuh pundaknya. Ia takut.
.
.
Tanpa Hinata sadari, kedua pengawal tadi telah menuntunnya masuk ke sebuah ruangan.
"Hiks.." Hinata tak kuasa menahan isakannya ketika ia mengingat betapa mengerikannya tempat itu.
Naruto beranjak dari pinggir ranjangnya dan menghampiri calon pengantinnya yang telah berdiri dibelakang pintu dengan kedua pengawalnya yang baru saja membungkuk hormat dan melangkah keluar.
Naruto memeluk lembut Hinata dan membelai pelan surai indigo yang terasa sangat lembut itu. Ia tak bisa menyembunyikan senyum lucu diwajahnya saat wajah takut yang terlihat sangat manis milik Hinata terus saja dia pamerkan.
Badan Hinata terus saja bergetar di pelukan Naruto. "Hiks.. Hiks.." ia takut sekali. Ia sangat takut. Ia tak pernah setakut ini sebelumnya. Ruangan itu aneh sekali.
"Apa kau ingin menyerah?" Ucapan Naruto yang berhasil membuat tangisan Hinata terhenti. Apa yang tengah Hinata lakukan?
Hinata mendorong dada bidang Naruto dan menghapus air matanya dengan kedua tangannya. Mungkinkah lelaki ini yang mengerjai nya? Dia terlihat seolah tahu apa yang terjadi dengan Hinata.
"Tolong. Saya ingin pulang." Hinata menundukkan kepalanya. Ia harus menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum melakukan hal lain lagi.
"Semenjak kau masuk ke rumah ini. Kau sudah tinggal disini." Hinata menatap tak percaya mulut dari wajah tampan yang baru saja bersuara.
"Oh.. Pasti kau tak tahu karena keluargamu merahasiakannya." ucap Naruto mengejek dan menebak yang berhasil membuat kepala Hinata kembali tertunduk. Hianta mengutuk dirinya yang bodoh. Ia sungguh merasa ditipu mentah-mentah oleh keluarganya sendiri. Mereka sungguh licik.
"Saya tahu anda memang sangat kaya tapi itu tak berarti anda bisa membeli saya ataupun keluarga saya." Hinata menegaskan perkataan nya. Lelaki ini terlihat merendahkan nya. Hinata tak bisa tinggal diam.
"Lalu katakan.. Mengapa kau disini?" pertanyaan yang langsung membungkam Hinata. Benar. Jika lelaki ini tak berhasil membeli keluarganya, ia tak mungkin berada disini. Sungguh memalukan. Bagaimana hal ini bisa terjadi padanya?
...
"Kumohon, antarkan saya ke kamar." Hinata mengubah topik pembicaraan ketika ia merasa terpojok dengan wajahnya yang sedikit di tundukkan. Ia merasa telah dijual oleh keluarganya sendiri. Tega sekali, Hinata tahu ayah ataupun ibunya ingin kami ataupun mereka hidup layak tapi bukankah menjual anak sendiri tanpa memikirkan perasaannya terlalu keterlaluan? Uang bukanlah segalanya.
Naruto mendekatkan dirinya pada Hinata dan melingkarkan satu tangannya ke pinggang Hinata. Ia mendekatkan bibir seksinya ke telinga Hinata dan berbisik. "Uang memang bukan segalanya tapi kau bisa mendapatkan apapun yang kau mau dengan uang." seolah tahu apa yang Hinata pikirkan.
Hinata menolehkan wajahnya kesamping. Harga dirinya terinjak karena benda yang bernama uang itu. Ia sungguh mati kutu.
Naruto mengecup daun telinga Hinata dan Hinata semakin menolehkan wajahnya. Tak berniat melawan atau lebih tepatnya tak bisa.
Rasanya sangat manis. Rasanya..
.
Naruto jadi ingin memiliki Hinata.
.
.
"Aku akan mengantarmu ke kamarmu."
.
.
.
.
To be continue..
.
.
.
Hyhyhy..
Ini fic yang kemarin author bilang.. Naa.. Udh selesai..
Moga kalian suka.. Maaf kalau ga bagus.. Silahkan tinggalkan komentar.
Bye bye..
