.
Kedua kelopak mata berkulit putih itu mengerjap beberapa kali. Tidurnya terusik kala telinganya mendengar suara gaduh dari arah luar. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum beranjak turun dari atas kasurnya. Tidak perlu berpikir dua kali untuk mengetahui siapa orang yang membuat kegaduhan tersebut. Itu pasti suaminya.
Ia berjalan pelan menuju sofa ruang tamu, dimana tempat seorang pemuda tengah berbaring. Ia menatap lamat-lamat wajah tertidur pemuda itu. Kemudian tanpa menunggu lama, ia berjalan semakin mendekat lalu berjongkok tepat di samping tubuh tinggi milik pemuda yang tadi ia perhatikan.
Dahinya sedikit mengernyit kala hidungnya dapat mencium bau menyengat alkohol dari celah bibir milik lelaki itu. "Mabuk, hm?" Gumamnya kemudian menyibak poni yang menutupi dahi lelaki itu.
Ia mengelap sedikit keringat yang mengalir di pelipis pemuda yang menyandang status sebagai suaminya dengan lengan piyamanya yang panjang. Sebuah senyuman tipis terulas di bibirnya, entah sejak kapan ia memiliki hobi untuk memandangi wajah terlelap orang lain.
Baekhyun bangkit dari posisi berjongkoknya untuk memasuki kamar. Ia kembali berjalan menuju ruang tamu dengan sehelai selimut tebal di tangannya. Ia membentangkan selimut itu untuk menutupi tubuh tinggi milik pemuda itu. Setidaknya dengan selimut ini, pemuda di hadapannya tidak akan merasa kedinginan.
Dengan perlahan, Baekhyun mendudukkan dirinya di atas lantai samping sofa. Sebuah ringisan meluncur dari bibirnya namun segera ia tahan ketika melihat raut terganggu pemuda lainnya.
"Maaf mengganggumu," Baekhyun menjulurkan tangannya lalu mengelus belah pipi sebelah kanan milik pemuda itu dengan lembut. "Tidurlah yang nyenyak." Lanjutnya kemudian.
Baekhyun melantunkan melodi pengantar tidur dan ia kembali tersenyum kala mendapati wajah tenang dari pemuda di hadapannya. Setelahnya ia ikut terlelap di samping sofa.
.
Bitter Wedding
.
T/M
(1/15)
Cast : Byun Baekhyun, Park Chanyeol and others
Warn : BoysLove-Yaoi, typos, alur berantakan, cerita pasaran
.
Ide cerita dari msy_mt . Saya hanya mengetik dan mengembangkannya.
.
DON'T LIKE DON'T READ
.
.
Seperti pagi sebelum-sebelumnya, Baekhyun terbangun tanpa adanya sosok pemuda itu di sampingnya. Pemuda bersurai hitam legam itu bangkit dari posisi duduknya. Ia sedikit merenggangkan tubuhnya ketika rasa pegal menjalari tubuhnya. Mengingat ia tertidur dengan posisi duduk. Helaan nafas ia hembuskan sekali.
"Selamat pagi, Baekhyun." Ucapnya pada diri sendiri.
Baekhyun tersenyum lalu pergi ke kamarnya untuk segera membersihkan diri karena hari ini ia harus berangkat ke sekolah. Selang beberapa saat, Baekhyun keluar dari kamarnya dengan tubuh yang terbalut seragam sekolahnya lengkap dengan sebuah dasi yang melingkar rapi di sekitaran lehernya.
Kakinya melangkah ke arah dapur, berniat untuk membuat sarapan untuk dirinya. Matanya membulat lucu ketika melihat sesosok pemuda tinggi tengah terduduk di salah satu kursi meja makan dengan tubuh yang membelakanginya. Tanpa bisa ia tahan, senyuman merekah di wajah manisnya.
Ia berdiri tepat di seberang laki-laki itu. "Pagi." Baekhyun berujar dengan ceria.
Bukannya menjawab, pemuda yang ia sapa tadi malah bangkit dari posisi duduknya lalu melangkah pergi dari sana. Meninggalkan Baekhyun yang hanya mampu tersenyum lemah. Ia kemudian mengambil selembar roti, mengolesinya dengan selai sebelum memasukkannya ke dalam mulut.
Dua lembar roti dan segelas susu menjadi sarapannya pagi ini. Selesai dengan sarapan, Baekhyun segera berangkat menuju sekolah seperti biasanya diiringi dengan kata-kata penyemangat untuk dirinya sendiri.
.
"Baekhyun-ah, pagi~"
Baekhyun tersenyum lalu membalas sapaan dari sahabatnya. "Pagi, Lu,"
"Kau baik?"
Sebelah alis Baekhyun terangkat, pura-pura tak mengerti. Padahal ia sangat paham apa maksud dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Luhan untuknya. Baekhyun terkekeh kecil mendengar suara decakan Luhan.
"Aku baik, Lu."
"Tapi kenapa wajahmu tampak menahan sakit?"
Baekhyun mengerjapkan matanya beberapa kali. "Maksudmu?"
"Oh, ayolah Baek," Luhan mengerang lalu mencubit sebelah pipi Baekhyun dengan gemas. Baekhyun meringis sekali lalu menampik tangan Luhan agar berhenti mencubiti pipinya. Ia yakin pipinya telah berubah warna menjadi merah.
"Aku sungguh baik-baik saja."
Luhan menampakkan wajah tak puas setelah mendengar penuturan Baekhyun. Menurut Luhan, Baekhyun benar-benar jauh dari kata baik sejak dari dua bulan yang lalu. Bukannya Luhan sok tahu, tapi dia mengetahuinya melalui pancaran mata Baekhyun. Ia dan Baekhyun sudah berteman sejak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar, jadi Luhan tahu segala hal tentang Baekhyun dan begitu juga sebaliknya.
Namun melihat Baekhyun yang tersenyum tipis dengan mata menatapnya memohon, Luhan pun menyerah. Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut. Ia hanya dapat menunggu hingga akhirnya Baekhyun siap untuk menceritakan segala hal tentangnya. Karena yah, sudah terhitung dua bulan lamanya, Baekhyun tidak pernah lagi menceritakan tentang masalahnya dengan Luhan.
Keduanya berjalan beriringan. Keheningan melanda keduanya. Baik Luhan dan Baekhyun tidak ada yang berniat untuk sekedar membuka suara. Hingga akhirnya Baekhyun yang tak tahan mulai memecah keheningan tersebut.
"Bagaimana hubunganmu dengan Sehun?"
Untuk sesaat, tubuh Luhan menegang disertai langkah kakinya yang terhenti. Tapi kemudian, Luhan kembali melangkah di samping Baekhyun. Wajah cantiknya sedikit tertekuk dan hal itu sukses membuat Baekhyun terkekeh pelan. "Seperti biasa. Dia masih bertingkah kekanakan."
"Bertengkar lagi, hm?" Baekhyun mencolek lengan Luhan yang dihadiahi wajah sang empu yang semakin tertekuk.
Baekhyun tertawa kecil melihat wajah tertekuk sahabatnya. Setelahnya, percakapan panjang terjadi di antara keduanya entah itu percakapan penting atau tidak. Diam-diam Luhan tersenyum melihat Baekhyun yang dapat tertawa seperti biasanya.
Langkah Baekhyun terhenti saat matanya menangkap siluet seorang pemuda tinggi. Matanya terus bergerak memperhatikan pemuda tersebut. Hatinya menghangat kala melihat pemuda itu tertawa dengan lepas bersama teman-temannya. Baekhyun selalu menyukai suara tawa milik pemuda itu.
Baekhyun berjengit kaget saat mendengar suara teriakan nyaring Luhan dari kejauhan. Dan ia merutuki kebodohamnya sendiri yang bisa-bisanya melamun di tempat hingga dirinya bisa ditinggalkan oleh Luhan. Ia buru-bur pergi dari persimpangan lorong tanpa menyadari sepasang mata yang terus menatapinya dengan pandangan yang tak dapat di artikan.
#
"Hei, apa yang kau lihat?" Chanyeol tersentak kala mendengar pertanyaan yang dilontarkan temannya. Kepalanya menggeleng sebagai tanggapan.
Chanyeol bangkit dari posisi duduknya, berniat pergi dari sana. Ia sedang tidak berada dalam mood yang baik untuk berkumpul bersama teman-temannya. "Aku pergi." Ucapnya.
Kemudian ia berlalu pergi tanpa menunggu balasan dari teman-temannya karena Chanyeol yakin teman-temannya tahu apa maksud dari ucapan Chanyeol tadi. Kedua kaki jenjangnya di bawa melangkah menuju atap sekolah yang jarang didatangi oleh siswa maupun siswi di sekolah ini.
Helaan nafas dihembuskannya sekali sebelum mendaratkan tubuhnya pada pagar pembatas yang ada. Matanya terpejam menikmati semilir angin yang membelai lembut sisian wajahnya dan menerbangkan beberapa helaian rambut berwarna peraknya. Setidaknya cuaca hari ini baik, sehingga Chanyeol dapat menenangkan dirimya.
Chanyeol membuka kedua matanya saat merasakan getaran pada kantung celana sebelah kanannya. Dengan malas Chanyeol membuka sebuah pesan yang baru ia terima. Matanya melotot kaget kala membaca sederet kalimat yang membuat emosinya memuncak detik itu juga. Tubuhnya yang semula menyender pun kini telah terduduk dengan tegak.
Tangan besarnya meremas ponsel putihnya dengan berang. Ia sekuat tenaga menekan emosinya yang siap meledak kapan saja. Ia tidak boleh lepas kendali saat di sekolah. Itu tidak baik untuk dirinya nanti.
Chanyeol menarik lalu menghembuskan nafas perlahan secara berulang. Hingga pada hembusan keempat, nafas Chanyeol mulai teratur, pertanda ia mulai tenang dan emosinya sudah mereda.
"Sialan." Umpatnya pelan.
Chanyeol merebahkan dirinya, sesaat ia melupakan pesan singkat yang diterimanya. Ia akan mengurus perihal tersebut nanti, saat ia telah tiba di apartemennya. Untuk sekarang, ia ingin beristirahat dengan tenang.
#
Waktu telah menunjukkan waktu pulang sekolah. Kini Baekhyun dan Luhan tengah berada di salah satu kafe dekat sekolah mereka. Awalnya Baekhyun berniat segera pulang ketika bel pulang sekolah berdentang namun secara tiba-tiba Luhan menariknya hingga kemari.
Jika sebelumnya Baekhyun akan dengan senang hati menemani Luhan selama berjam-jam di sini, tapi tidak untuk saat ini. Ia melirik ponsel di hadapannya lalu melirik Luhan melalui ekor matanya.
"Jadi, apa ada yang ingin kau katakan padaku, Byun Baekhyun?" Luhan bertanya dengan nada suara yang terdengar sedikit membentak.
Baekhyun duduk dengan tidak nyaman pada kursinya. Ia bergerak-gerak gelisah dengan kedua iris sipitnya yang terus bergerak ke sana kemari asalkan tidak bertemu tatap dengan mata doe sang sahabat. Kepalanya menunduk hingga sebagian wajahnya tertutupi oleh surai hitam legamnya. Ia juga menggigit bibir bawahnya tanpa sadar.
Ia tidak menyangka semuanya akan terbongkar secepat ini. Bukannya ia ingin menyembunyikannya dari Luhan, dirinya hanya belum siap. Karena semua ini juga bukan karena kehendaknya. Ia hanya menuruti apa yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya. Baekhyun menggigit semakin keras bibir bawahnya. Tak menyadari kini darah telah mengalir turun dari sudut bibirnya itu.
Terdengar helaan nafas pelan dari seberang Baekhyun, tempat dimana Luhan berada. Pemuda bersurai coklat madu itu menyandarkan tubuhnya sesaat dengan tangan yang sibuk memijat pelipisnya. Entah kenapa ia merasa sangat pusing. Luhan menatap Baekhyun dengan mata berkilat sedih.
"Hei, Baek. Tenanglah," Luhan menepuk pelan kepala Baekhyun yang tertunduk.
Baekhyun mau tak mau mendongak untuk melihat sahabatnya dengan iris yang berkaca-kaca. Ia semakin merasakan rasa tak enak ketika mendapati senyuman tulus dari Luhan. "Aku tidak memaksamu untuk menceritakan semuanya sekarang. Tapi setidaknya, bagilah sedikit bebanmu padaku, ne? Aku hanya khawatir setelah mengetahui kabar tersebut." Luhan mengelap luka di sudut bibir Baekhyun dengan ibu jarinya.
Sesaat keheningan melanda keduanya. Baekhyun hanya terus menatapi Luhan dengan mata siap menangis sedangkan Luhan menunggu dengan sabar apa yang akan dikatakan Baekhyun padanya setelah ini. Luhan sedikit merasa bersalah karena tadi secara tak sengaja dirinya membentak Baekhyun. Baekhyun memiliki hati yang terlalu lembut, jadi suatu kesalahan jika ia membentak pemuda yang lebih muda darinya.
Tangis Baekhyun pecah saat itu juga. Air mata yang ditahannya selama dua bulan ini luruh begitu saja hanya karena beberapa kalimat yang dilontarkan sahabatnya. Ia bangkit dari posisi duduknya, berpindah ke sisi Luhan agar ia dapat dengan leluasa memeluk erat tubuh Luhan untuk meredam suara tangisnya yang kencang. Luhan yang masih tampak bingung hanya mampu membalas pelukkan Baekhyun lalu menepuk kembali kepala bersurai hitam Baekhyun.
"Jangan menangis, Baek. Kenapa kau tidak mengatakannya lebih awal jika kau telah menikah dengannya?" Luhan memejamkan kedua matanya sebelum mengeratkan pelukkannya pada tubuh Baekhyun.
"Aku melakukannya demi keluargaku, Lu," Luhan terdiam sesaat, ia tahu bagaimana kondisi keluarga Baekhyun saat ini dan ia sedikit meringis ketika dirinya kurang lebih mulai dapat mengerti apa yang dialami oleh Baekhyun.
"Aku mengerti. Kau bisa menceritakan segala hal padaku, aku akan selalu mendengarkanmu dan membantumu seperti yang selalu kau lakukan padaku."
"Terima kasih." Baekhyun berucap disela-sela tangisannya. Merasa bersyukur memiliki seorang sahabat yang sangat mengerti dirinya.
"Apa kau bahagia, Baek?"
Pertanyaan yang paling Baekhyun hindari. Baekhyun melepaskan pelukkannya, sedikit menjauh dari sosok Luhan dan kembali menghindari tatapan dari Luhan.
"Baek, jawab aku dengan jujur,"
Hening kembali menayapa di antara keduanya. Luhan menunggu dengan sabar jawaban apa yang akan Baekhyun berikan untuknya kali ini. "Ya, aku bahagia." Kepala Baekhyun mengangguk dengan mata yang masih tidak mau menatap ke arah Luhan.
"Katakan itu dengan menatap ke arah mataku," Luhan berujar dengan lembut.
Baekhyun menghela nafas sekali sebelum mengangkat wajahnya. "Aku bahagia, Lu."
Luhan menghembuskan nafas dengan pasrah ketika ia dapat dengan jelas melihat kilat serius dari iris kembar milik sang sahabat. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi di belakangnya. Tidak tahu lagi harus bagaimana. Baekhyun dan segala kekeras kepalaannya.
"Baiklah. Tapi katakan padaku jika dia melukaimu," Baekhyun mengangguk untuk menanggapi ucapan Luhan.
"Aku menyayangimu, Lu." Ujar Baekhyun lalu memeluk Luhan lagi.
.
"Aku pulang." Ucap Baekhyun dengan nada pelan ketika kakinya telah menginjak lantai apartemen. Ia melepaskan sepatunya lalu meletakkannya di dalam rak sepatu yang tersedia di dekat pintu masuk apartemen tersebut.
Ia melangkah semakin masuk ke dalam apartemen. Baru saja ia mencapai ruang tamu, tiba-tiba langkahnya terhenti untuk sejenak ketika telinganya dapat menangkap suara seperti desahan yang berasal dari arah dapur. Baekhyun menggigit bibir bawahnya, tidak perduli jika luka sobekkan di bibirnya akan kembali terbuka. Ia berjalan dengan cepat menuju kamar, berusaha sekuat tenaga mengabaikan suara desahan nyaring milik seorang wanita dan suara geraman rendah milik seorang pria.
Namun ketika ia hampir mencapai pintu kamar, ia tak sanggup lagi menahan rasa perih di kakinya. Baekhyun jatuh tersungkur dengan keras. Belum lagi tangannya secara tak sengaja menyenggol sebuah meja berisikan vas bunga kaca. Bunyi pecahan terdengar nyaring, mengimbangi suara desahan yang didengarnya tadi.
Baekhyun menelan ludah susah payah. Suara desahan itu terhenti namun digantikan dengan suara langkah kaki seseorang. "Apa yang kau lakukan?!" Baekhyun meremas kain celana seragam sekolahnya dengan kencang.
"Ma—"
"Aku tidak perduli!" Suara berat itu memotong ucapan Baekhyun dengan bentakan keras. "Apa kau tidak dapat berjalan deng—ah aku lupa. Kakimu masih sakit, eh?" pemuda tinggi itu tersenyum miring.
Ia berjalan mendekati Baekhyun yang masih terdiam di posisinya. Tangannya terulur lalu menarik rambut Baekhyun keras, membuat pemuda mungil itu terpaksa mendongakkan kepala. Bibir tipisnya meringis pelan karena tarikan pada rambutnya sangatlah keras.
"Apa kau bisu atau tuli? Aku sedang berbicara denganmu, Byun," Baekhyun memejamkan matanya erat, bukannya ia tidak ingin menjawab, tapi ia tidak bisa.
Seluruh bagian tubuhnya selalu menjadi kaku hanya dengan kehadiran sosok pemuda di hadapannya. "Maaf."
Lagi dan lagi. Baekhyun terus mengulang satu kata itu setiap kali membuka suara. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia katakan. Pemuda di hadapannya mendesis penuh amarah, tangan besarnya yang sedari tadi masih menarik rambut Baekhyun langsung menghempaskan kepala bersurai kelam itu dengan kasar.
"Kau tidur di sofa hari ini. Aku ingin menghabiskan malamku dengannya." Pemuda itu menarik pinggang ramping seorang perempuan yang tubuhnya hanya terbalut sebuah kemeja kebesaran. Baekhyun tidak menyadari sosok perempuan itu sebelumnya.
Kepala Baekhyun kembali tertunduk, tidak sanggup melihat lebih jauh apa yang tengah dilakukan oleh kedua insan berbeda jenis di hadapannya. Dengan sedikit kesusahan Baekhyun bangkit berdiri lalu berjalan menuju sofa ruang tamu.
"Ibu, aku merindukanmu." Isaknya pelan sebelum jatuh terlelap.
.
.
ToBeContinued
.
.
Em, haloo~~ Ini ff ChanBaek pertama saya, semoga feelnya dapet yaaa :'v . Maaf klo semisal ceritanya gaje atau alurnya kecepetan :'v . Ff ini saya buat karena permintaan msy_mt~~ Di sini saya hanya mengembangkan ide cerita yang dia kasihhh. Klo ada kesamaan alur atau sebagainya, itu bener" gak di sengaja. Buat msy_mt dan semua readers yang baca, semoga kalian suka sm ff gaje ini~~ Saran dan kritik saya terima dgn senang hatii~~
16/05/10 –hundeer.
