Chapter 1
Horee… Akhirnya bisa publish fic pertamaku,, gomen kalau ceritanya kurang bagus.
warning : AU, mungkin OOC.
disclaimer : yang pasti bukan aku.
TRUST YOU
'Kenapa jadi seperti ini? Kau mulai berubah. Apa kau tidak peduli lagi padaku.?' Cagalli terus bertanya di dalam hati, berharap bisa mendapatkan jawaban yang mungkin bisa menenangkan hatinya. Sudah 2 jam dia duduk di kursi taman sambil memikirkan tentang hubungannya dengan sang kekasih.
'Aku merindukanmu, aku ingin bersamamu seperti dulu. Mungkinkah kau mendengar suara hatiku yang terus menjerit ingin bertemu denganmu, memandang wajah yang takkan pernah membuatku bosan, memegang tangan yang selalu terasa hangat bagiku.?' Takkan bisa Cagalli berhenti memikirkan orang yang sangat ia cintai itu. 'Apakah kau juga memikirkan aku, layaknya aku yang selalu memikirkanmu?' batinnya.
'Athrun..' dia terus saja menyebut nama itu dalam hati.
Tiba-tiba sepasang tangan kekar menutup mata Cagalli dari belakang. Senyum tipis terukir di wajahnya, seolah dia tahu siapa yang menutup matanya.
"Athrun,, kau kah itu?" tebak Cagalli dengan semangat.
"Hah? Athrun?,, Hei, ini aku..!" ucap orang itu seraya menjauhkan tangannya dari mata Cagalli.
"oh,, ternyata kau, Shin.." sapa Cagalli dengan kecewa karena ternyata bukan orang yang selalu memenuhi pikirannya.
"kau,, sedang memikirkan Athrun lagi ya?" ucap Shin seraya duduk di samping Cagalli.
"…."
"sudahlah,, daripada terus seperti ini lebih baik kau langsung berbicara dengannya tentang apa yang kau rasakan selama ini" ucap Shin memberi saran.
"aku tidak bisa.." jawab Cagalli.
"Kenapa? Dia harus tau tentang perasaanmu selama ini! Semua ini tidak adil bagimu, kau harus jujur..! tegas Shin.
"aku tidak bisa, aku tidak ingin mengganggunya. Saat ini dia sedang sibuk mengurusi kegiatan OSIS, terlebih lagi dia adalah Ketua OSIS. " ucap Cagalli berusaha setegar mungkin.
Semenjak menjadi Ketua OSIS, Athrun sudah tidak punya waktu lagi untuk Cagalli. Dia selalu sibuk dengan berbagai kegiatan, mulai dari Perayaan Ulang Tahun sekolah pertandingan persahabatan dengan sekolah lain, sampai acara Pentas Seni. Cagalli terus bersabar dengan semua itu, dia ingin menjadi kekasih yang pengertian, yang tidak akan mengganggu dan membebani Athrun. Meskipun begitu, Athrun tidak pernah menyadari pengorbanan Cagalli, karena dia tidak punya waktu untuk mengurusi hal semacam itu.
"Aku harus mengerti, walaupun dia sudah tidak punya waktu untukku lagi" kata Cagalli dengan mata berkaca-kaca.
"Mengerti katamu? Apakah semua itu harus dilakukan dengan mengorbankan perasaanmu? Seharusnya dia sadar, betapa kau sangat mencintainya dan rela mengorbankan perasaanmu seperti ini!" ucap Shin yang mulai emosi.
"…" hening sejenak.
Shin terus menunggu tanggapan dari Cagalli, tapi… Cagalli terus diam.
"Haahhh..." Shin menghembuskan napas panjang. "Apa perlu aku langsung yang bicara padanya jika kau memang tidak bisa melakukannya?" kata Shin pelan sambil berdiri dari posisi duduknya.
"Ku mohon jangan lakukan itu,, hiks.. hiks.. aku tidak ingin dia tahu. Ku mohon, demi aku,, hiks.." jawab Cagalli sambil terisak dan langsung meraih tangan Shin, berusaha untuk mencegahnya berbicara dengan Athrun.
"Tapi…." Shin berpikir sejenak. "Baiklah, aku tidak akan melakukannya. Demi kau." akhirnya Shin mengalah dan kembali duduk kemudian merangkul Cagalli, membiarkan Cagalli menangis dipundaknya.
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang dari tadi terus mengawasi mereka. Meskipun jaraknya cukup jauh, tapi cukup bagi orang itu untuk mendengarkan percakapan Cagalli dan Shin. Dia kemudian berbalik hendak pergi sambil tersenyum, tepatnya menyeringai.
###
"Emm.. terima kasih telah mengantarkanku pulang" ucap Cagalli sambil membungkuk kepada Shin.
"iya, iya.. sampai bertemu besok ya, Cagalli" kata Shin melambaikan tangan kemudian melaju dengan mobil BMW silver meninggalkan Cagalli.
Setelah Shin pergi, Cagalli langsung berjalan ke arah pintu rumahnya. Saat akan memegang knop pintu, dia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Kemudian memasang wajah seperti biasa agar tidak ada orang yang tahu tentang masalah yang dihadapinya sekarang, terlebih lagi Kira-saudara kembarnya. Cagalli tidak tahu apa yang akan terjadi jika Kira tahu bahwa Athrunlah yang telah membuatnya sedih, mungkin saja persahabatan mereka sejak kecil akan hancur dan Cagalli tidak ingin hal itu terjadi.
Saat Cagalli membuka pintu rumahnya, Kira sudah menyambutnya didepan pintu.
"Ternyata kau sudah pulang" sapa Kira dengan ramah disertai senyuman untuk menyambut kedatangan Cagalli.
"Hn" tanggapan yang singkat dari Cagalli.
"Hei, hei,, aku sudah menyambutmu dengan seramah mungkin, apa tanggapanmu hanya begitu saja?" protes Kira pada kakak-kembarnya itu.
"Memangnya kau mau aku menanggapinya seperti apa? Bukankah berbuat baik itu tidak mengharapkan balasan apa-apa" jawab Cagalli dengan sinis sambil berjalan melewati Kira yang tadi ada didepannya.
"Setidaknya kau juga berikan tanggapan yang ramah juga, CAGALLI-CHAN" balas Kira dengan setiap penekanan pada kata terakhirnya.
"Hei jangan panggil aku seperti itu, aku lebih dulu lahir daripada kau. Lagipula menanggapi seperti apapun, itu terserah aku. Jadi jangan banyak protes" ucap Cagalli semakin sinis.
"Kau ini selalu saja bersikap seenaknya, aku jadi bingung kenapa Athrun jadi menyukai gadis seperti dirimu" kata Kira meremehkan Cagalli.
DEG..
Cagalli tersentak mendengarnya. Ucapan Kira tadi bagaikan seribu jarum yang langsung menusuk ke dalam hatinya. Dia jadi bertanya-tanya juga kenapa Athrun menyukai gadis seperti dirinya.
"TANYAKAN SAJA LANGSUNG PADA ATHRUN" ucap Cagalli setengah berteriak pada Kira.
Hening…
"Sudahlah, aku ingin ke kamarku dulu" Cagalli angkat suara sambil berlari menuju tangga karena kamarnya ada dilantai atas. Kalau dilihat dengan jelas, Cagalli berlari menuju tangga dengan mata yang mulai berair, tapi untungnya Kira tidak menyadari bahwa Cagalli sedang menangis.
'Aneh, apa yang terjadi padanya. Apa dia benar-benar tersinggung dengan kata-kataku tadi? Kalau benar, kenapa dia jadi sesensitif itu?' tanya Kira yang jadi bingung melihat kelakuan aneh Cagalli kali ini, biasanya kalau terjadi adu mulut dengan Cagalli bisa menghabiskan waktu selama 2 jam.
'Mungkin dia sedang ada masalah, lebih baik besok langsung kutanyakan saja pada Athrun mungkin saja dia tahu apa yang terjadi pada Cagalli. Lagipula kalau menanyakannya pada Cagalli, bisa-bisa dia malah marah-marah padaku' batin Kira sedikit bergidik membayangkan Cagalli mengeluarkan death-glarenya. Kemudian Kira langsung berlalu menuju kamarnya.
###
Di dalam kamar, Cagalli menangis mengingat kata-kata terakhir yang dilontarkan Kira tadi padanya. Terlebih lagi jika mengingat bagaimana hubungannya dengan Athrun sekarang. Dia sudah jarang bertemu dengan pujaan hatinya tersebut. Bayangkan saja dalam waktu satu bulan mereka baru 2 kali bertemu, itupun hanya ketika mereka berpapasan di sekolah. Yang paling membuat Cagalli bersedih, Athrun bahkan tidak menghubunginya lagi akhir-akhir ini.
Meskipun begitu, Cagalli terus berusaha mempercayai Athrun. Dia percaya bahwa Athrun tidak akan mengkhianatinya, karena dia tahu seberapa besar cinta Athrun padanya. Lagipula, Athrun bukan tipe laki-laki yang tega menyakiti hati seorang perempuan, terlebih lagi hati Cagalli-orang yang sangat dicintainya. Dan dimata Cagalli, Athrun adalah laki-laki terbaik yang pernah dia temui dalam hidupnya.
Cagalli berharap tidak ada yang tahu tentang apa yang sedang menimpa dirinya. Hanya satu orang saja yang tahu, yaitu sahabat terbaiknya sejak kecil dan sahabat yang paling dipercayainya untuk menumpahkan segala keluh kesah yang ada di hatinya. Ya, dia adalah Shin Asuka yang selalu ada disaat Cagalli senang dan sedih.
TBC
Yang mau komentar, silahkan review dan tidak menerima flame…!
