Disclamer: Tsugumi Ohba dan Takeshi Obata
A/N: Ini cerita detektif pertama saya jadi mohon kritiknya dan maaf kalo ceritanya aneh atau tidak nyambung. Tolong tinggalkan review setelah membaca. Enjoy :)
Chapter 1
26 Januari 1996, banyak media masa yang menampilkan berbagai kasus bunuh diri yang tidak hanya melibatkan diri si pelaku, melainkan juga bersama kekasihnya. Love Case, itulah sebutan bagi masyarakat untuk epidemi aneh ini.
Lawliet membaca koran paginya yang tergeletak di atas meja bersama dengan cangkir kopi beserta gula-gula baloknya. Tidak mengindahkan kasus-kasus pembunuhan lain kecuali Love Case yang sedang gemar dibicarakan oleh masyarakat.
Di Thailand, sepasang kekasih yang berlibur di Pataya ditemukan meninggal tenggelam sambil berpelukkan dengan rantai berat karatan mengikat kaki mereka. Di Inggris, seorang wanita meracuni kekasihnya lalu membunuh dirinya sendiri. Di Jepang, dua orang remaja meloncat ke jalur kereta yang sedang melaju dengan bergandengan tangan. Di Amerika, seorang istri menembak suaminya lalu membakar dirinya sendiri.
Banyak media masa yang menyadari bahwa ini semua bukanlah suatu tindakan bunuh diri biasa, melainkan sebuah histeris. Suatu epidemi yang akan menyerang siapa saja, tidak peduli usia, tidak peduli latar belakang korban, epidemi ini telah membunuh sekitar puluhan manusia hingga saat ini dan diduga jumlahnya akan terus bertambah.
Laki-laki remaja itu mengaduk kopinya setelah memasukkan banyak gula balok ke dalamnya. Ia mengangkat alisnya, berita yang sedang dibacanya ini mungkin agak terlalu berlebihan, tetapi mungkin juga ada benarnya.
Romeo and Juliet Syndrome, beberapa media masa berasumsi inilah yang menyebabkan segala epidemi ini. Mereka menggunakan kata epidemi seolah-olah kejadian ini merupakan suatu penyakit yang belum diketahui penyebabnya, mengingatkan laki-laki bertubuh kurus ini akan epidemi tarian Strasbourg pada tahun 1518. Mungkin tidak hanya dia yang teringat akan epidemi tarian itu, melainkan semua orang yang ketakutan.
"Watari, saya ingin menyelidiki kasus ini sendiri. Tolong siapkan tiket ke Tokyo," ucap Lawliet tanpa mengalihkan pandangan dari korannya.
"Apakah L akan mengambil kasus ini?" Seorang pria tua berpakaian kasual yang sedari tadi berdiri di sisi Lawliet bertanya dengan wajah datarnya yang biasa.
"Untuk saat ini bukan L, tetapi Erald Coil."
"Erald Coil?"
Lawliet mengambil sebuah kertas putih yang dilipat segiempat dari dalam saku celananya. "Semalam ketika sedang berjalan-jalan di luar, saya menemukan ini, lebih tepatnya menginjaknya karena ini ada di bawah kaki saya."
Quillsh Wammy atau yang biasa dipanggil Watari oleh Lawliet mengambil kertas tersebut.
Untuk Tuan Lawliet
Wammy's House
Winchester
Room 27
Aku melihatmu di sana.
Love
"Apa maksud surat ini, L?"
"Saya belum tahu, yang pasti seseorang dengan inisial Love sedang mengawasiku."
"Room 27?"
"Di dalam amplop yang berisi data-data tentang Love Case yang kuterima kemarin lusa oleh pengirim tanpa nama juga terdapat tulisan Room 27. Saya belum mengetahui apa artinya."
"Bukankah ini berbahaya?"
"Ini suatu kemajuan. Setidaknya sekarang saya tahu bahwa saya harus memecahkan kasus ini atau saya akan mati seperti yang lainnya."
"Lalu, apa hubungannya semua ini dengan Erald Coil?"
"Coil akan menemukan orang berinisial Love ini dan L akan mengakhiri Love Case."
27 Januari, 1996. Erald Coil telah berada di salah satu stasiun TV swasta dengan memperkenalkan diri sebagai detektif muda bernama Yamashita Ryuuzaki. Laki-laki yang duduk dengan cara yang unik itu sedang menunggu kedatangan seorang reporter perempuan yang pertama kali meliput kejadian bunuh diri seorang pria di sebuah apartemen bersama dengan kekasihnya tanggal 28 Desember lalu.
"Saya tertarik dengan kata-kata anda yang mengatakan bahwa peristiwa bunuh diri pada saat itu tidak terjadi karena keputusasaan si pria ataupun Romeo and Juliet Syndrome. Apa yang menjadi latar belakang anda untuk berbicara seperti itu?"
"Saya hanya merasa bahwa itulah yang harus saya katakan. Si pria mencintai si gadis, mereka seharusnya akan segera melangsungkan pernikahan jika peristiwa mengenaskan itu tidak terjadi. Keluarga mereka tidak mengalami masalah apa-apa hingga menyebabkan pasangan ini mengalami depresi."
"Kesimpulannya, tidak ada penyebab yang membuat si pria mengalami depresi dan keputusasan hingga nekat menikam si gadis lalu membunuh dirinya sendiri," Coil melengkapi.
"Benar, karena itu saya menduga bahwa latar belakang terjadinya peristiwa ini tidak lain adalah keinginan atau lebih tepatnya rasa cinta si pria terhadap si gadis."
"Maaf, saya tidak mengerti. Mengapa si pria membunuh kekasihnya jika ia benar-benar mencintainya?"
"Justru karena si pria mencintainya, maka ia membunuhnya. Ini seperti suatu pembuktian bahwa cintanya terhadap si gadis adalah nyata, bahkan kematian bukanlah pemisah cinta mereka."
Coil yang sedari tadi mendengarkan sembari meletakkan ibu jarinya di bibir mendapatkan suatu pernyataan tak nampak dari reporter ini. "Uemura-san, bolehkah saya bertanya satu hal lagi."
"Ya, silahkan."
"Mengapa anda merasa bahwa anda harus mengatakan semua yang anda pikirkan itu kepada media massa?"
Reporter itu menatap Coil sebelum menjawab, ia tampak ragu-ragu akan jawaban yang hendak diucapkannya. "Saya merasa hal seperti itu memang dapat terjadi karena terkadang saya juga merasa ingin melakukannya. Akan tetapi, saya merasa ada yang salah."
"Apa kesalahan itu jika saya boleh tahu?"
"Cinta tidak perlu menuntut nyawa manusia, kan?"
"Jadi anda ingin menyampaikan bahwa Love Case ini terjadi bukan karena suatu keobsesian manusia akan cinta yang dapat menular kepada manusia lainnya sehingga menyebabkan epidemi ini melainkan hanya sifat liar manusia yang ingin menguasai satu dan yang lain. Bukankah itu berarti jalan pikiran manusia mengalami kemunduran, tidak, bukan seperti itu. Manusia kembali berpikir bahwa sesuatu yang bernama cinta adalah sebuah perasaan harus memiliki dan abadi. Jika kita beranggapan seperti itu maka pelaku yang mendominasi sebenarnya adalah korban dari ketakutan akan keinginan untuk memiliki tersebut, sedangkan korban yang seharusnya terbebas dari kesalahan seolah-olah pendorong ketakutan tersebut hingga terjadilah aksi bunuh diri ini."
"Saya tidak berpikir sejauh itu."
"Baiklah, terima kasih atas waktu yang telah anda berikan."
Lawliet merasa bodoh karena telah secara gamblang mengungkapkan pemikirannya kepada orang asing. Alih-alih melakukan penyelidikan secara diam-diam, dia malah memberikan banyak kesempatan kepada orang asing atau calon pelaku untuk memahami kebenaran dibalik kasus irasional ini. Jika pemikirannya benar, maka dia telah melakukan sebuah kecerobohan besar.
Laki-laki pengidap skoliosis itu menoleh ke arah jalanan gelap dan sepi yang terbentang di hadapannya, ia merasa ada seseorang yang mengawasinya dari tadi. Apakah itu orang berinisial Love yang memberinya surat kemarin malam? Apakah ia boleh mencari dan menangkap orang tersebut?"
Sekonyong-konyong, ia merindukan rasa manis di lidahnya dan segera meninggalkan tempat itu.
28 Januari 1996, pagi hari. Seorang bell boy mengantarkan surat yang terjatuh di lobbi hotel. Setelah memberikan tip secukupnya, Wammy menyerahkan surat tersebut kepada Lawliet yang sedang asyik membaca analisis psikologi Love Case oleh seorang psikiater terkenal asal Jerman.
Untuk Tuan Lawliet
Mitsui Garden Hotel
Room K-2008
Tokyo
Aku mendengarmu, bahkan suara napasmu.
Manusia makhluk yang serakah, bukan? Termasuk diriku.
Love
Lawliet cukup terkejut sekaligus terkesan. Orang ini nampaknya seperti bayangan, sangat professional dalam mengawasi seseorang. Ia tahu bahwa kalimat kedua ditunjukkan untuk pemikiran yang keluar dari mulutnya secara ceroboh semalam. Entah mengapa Lawliet semakin merasa tertantang untuk menyelesaikan kasus ini.
"Watari, tampaknya aku akan kehilangan nyawaku pada kasus ini."
Review?
