Disclaimer : Masashi Kishimoto
Warning : Typo(s), Canon, Abal, Only Twoshoot, dll
A ShikaTema Fanfic (Akhirnya kalian bersama)
.
.
SYARAT TERAKHIR
.
.
.
Tiga tahun berlalu sejak berakhirnya Perang Dunia Ninja keempat. Banyak hal berubah. Zaman, tradisi, pola pikir dan nasib, mungkin.
Sama halnya dengan pemuda ber-IQ 200 ini. Nasibnya berubah jadi lebih merepotkan karena tanggungjawab sebagai shinobi entah kenapa bertambah banyak. Wajar sih, mengingat Hokage ke-6 suka sekali dengan otak Shikamaru.
Beda karir, beda lagi asmara. Walau karirnya sedang menanjak naik, tidak dengan asmaranya. Hubungannya dengan perempuan asal Suna bernama Temari masih begitu-begitu saja.
Jalan di tempat.
Tidak ada perubahan.
Kencannya hanya jalan-jalan keliling desa, makan dango sambil minum teh, kemudian membicarakan masalah pekerjaan.
Tidak ada kata 'aku sayang kamu'.
Tidak ada pelukan, apalagi ciuman.
Sebenarnya mereka itu pacaran atau tidak, sih?
Kalau ditilik dari sejarah mereka, tidak ada tuh adegan pernyataan cinta. Bermula dari sebuah permusuhan, kemudian berubah jadi tolong menolong, dan berakhir menjadi kerjasama yang apik, akhirnya kenyamanan itu pun tercipta.
Karena sering bersama, tanpa ada pengucapan 'aku mencintaimu' pada akhirnya hati merekalah yang mengucapkannya.
Oleh karena itu, pria berkuncir tinggi itu ingin memperjelas niatnya. Niat baik memang harus disegerakan, menikah.
Shikamaru ingin memperkenalkan wanitanya kepada sang ibu.
Dan di sinilah ketiganya dipertemukan oleh nasib.
"Menikah? Apa aku tidak salah dengar?" tanya ibu Shikamaru penuh selidik. Kemudian ia meyeruput teh hangat yang tersaji di meja itu sedikit. "Jadi benar rumor yang selama ini beredar? Anakku punya hubungan khusus dengan kakak dari Kazekage?"
Keduanya mengangguk. Tapi hanya Temari yang terlihat tersenyum.
"Tiba-tiba datang, langsung bilang ingin menikah. Kalian anggap aku ini apa? Kenapa kau baru menyapaku sekarang? Sejak kapan kalian bersama?"
Perempuan berkuncir empat itu menoleh pada Shikamaru sebentar, kemudian beralih lagi pada wanita paruh baya di hadapannya, "Maaf , Bu. Aku—"
"Temari sangat sibuk, Bu. Apa perlu aku jabarkan tugas-tugas seorang duta desa?"
Ibu Shikamaru; Yoshino Nara melotot pada anaknya seolah berkata, 'Aku tidak tanya padamu.'
Ketiga manusia yang berada di ruang tamu kediaman Nara itu terdiam. Terlihat jelas kalau Temari gugup. Beda halnya dengan Shikamaru yang malah menguap dengan sangat lebar.
Melihat kelakuan anaknya yang tak sopan, spontan Yoshino melemparkan sendok pengaduk teh tepat mengenai kepala nanas itu.
"Ibu!" gerutu Shikamaru sambil mengusap-usap kepalanya.
"Yakin dengan keputusanmu? Tentu kautahu julukan Shikamaru, selain 'si jenius' tentunya."
Temari mengangguk sambil tersenyum, "Aku sudah terbiasa, Bu. Lagipula kurasa sifat pemalasnya sudah mulai berkurang, meski hanya 20%."
Yoshino dapat melihat ketulusan pada senyum Temari. Ia juga bisa melihat Shikamaru tersenyum meski sangat samar-samar.
Wanita berambut hitam panjang itu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Ia menatap intens wajah gadis di hadapannya. Siapapun akan bilang kalau Temari memang sangat cantik, Yoshino pun tak bisa mengelak.
Shikamaru yang hebat. Atau perempuan itu yang matanya rusak?
Sang Nyoya Nara menarik nafas panjang, "Baiklah, kita tidak perlu basa-basi lagi. Karena kau berasal dari keluarga terhormat, maka aku tidak perlu meragukan asal-usulmu lagi. Tapi aku tidak akan mengistimewakanmu karena kau kakak dari Kazekage. Bagaimanapun kauharus memenuhi syaratku untuk bisa masuk dalam daftar keluarga Nara."
"Ibu ... kumohon jangan persulit kami, ini bukan ujian Chuunin. Merepotkan!" celetuk Shikamaru.
Yoshino mengacungkan jari telunjuk ke Shikamaru, "Kau, diam saja. Ini urusan perempuan," kemudian tatapannya beralih pada jade Temari, "kausiap?"
Temari mengangguk yakin, "Ya, Bu."
"Kauharus tahu bahwa menikah tak semudah kelihatannya. Kauharus bisa beradaptasi dengan kebiasaan keluarga suamimu. Karena aku orang yang sangat cerewet pada kebersihan, maka syarat pertama adalah kauharus bisa beres-beres rumah. Kaubisa mencuci?"
Temari mengangguk, "Bisa."
"Mengepel? Mencuci piring? Membersihkan kebun?"
Temari melirik Shikamaru. Shikamaru memberi aba-aba agar Temari menjawab semua pertanyaan sang ibu dengan kalimat 'bisa', walaupun Temari tidak bisa.
"Kenapa? Kalau tidak bisa, katakan saja tidak bisa."
"A-ano, aku bisa melakukan pekerjaan rumahtangga. Hanya saja karena aku jarang di rumah, jadi jarang kulakukan. Tapi kalau sedang tidak ada misi, aku ikut membantu pembantu rumahtangga melakukannya kok."
Yoshino menghela nafas lagi, "Baiklah. Yang kubutuhkan hanyalah jawaban kaubisa melakukannya."
Temari tersenyum senang.
"Syarat kedua; sabar. Bisa kau bersabar mengurusi laki-laki semacam dia? Kauharus teriak-teriak membangunkannya setiap pagi. Harus bersabar dengan sikap cuek dan ketidakpeduliannya. Juga harus bersabar ketika anakku sedang marah." Yoshino menatap Temari penuh harap.
Lagi-lagi Temari mengangguk, tapi kali ini lebih mantap.
"Berjanji kau akan tetap mendampingi dan tidak akan meninggalkannya meski dalam keadaan sulit sekalipun?"
"Iya."
"Berjanjilah kau tak akan ngotot meminta hal-hal yang tak bisa Shikamaru penuhi."
"Iya."
"Berja—"
"Sudahlah, Bu. Temari gadis yang baik. Dia takkan melakukan hal-hal yang Ibu khawatirkan. Ibu jangan membuat semuanya jadi terlihat sangat sulit," potong Shikamaru, "haahh, ini benar-benar merepotkan!"
Kali ini entah kenapa Yoshino memilih mengalah saja. "Yah, intinya kalian harus meredam keegoan masing-masing. Jangan pernah khianati kepercayaanku. Shikamaru juga akan kurebus kalau berani meninggalkanmu, apalagi karena faktor wanita lain."
Temari tertawa kecil sedangkan dari bibir Shikamaru lirih terdengar, "Merepotkan."
"Syarat yang ketiga," wanita berusia empatpuluh tiga tahun itu mengacungkan tiga jari kanannya sekaligus, "perempuan harus bisa me-ma-sak! Kaubisa memasak?"
Sang pria mengusap wajahnya. Alamat buruk.
Temari tampak berpikir sejenak, kemudian menggangguk, "Bisa, sedikit."
Shikamaru menyerngit heran. Setahunya, Temari tidak bisa memasak. Apa Temari berniat berbohong?
Bibir Yoshino terlihat melengkung, ini pertama kalinya ia tersenyum pada Temari, "Oh ya? Katakan padaku apa yang bisa kaumasak?"
"Ehm, ikan bakar,"
"Oh ya? Bagus sekali, lalu apalagi?" ujar Yoshino semangat, senyumnya semakin mengembang.
"Lalu ... Burung bakar,"
Senyum Yoshino sedikit memudar, dia agak heran dengan jawaban Temari. "Apalagi?"
Temari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Kelinci bakar, lalu—"
"Macan bakar? Srigala bakar?" potong Yoshino cepat. Senyumnya sudah menghilang.
"Aku belum pernah coba sih. Daging mereka terlalu banyak," celetuk Temari.
Sementara pria di sampingnya hanya bisa geleng-geleng kepala.
BRAKK!
Yoshino berdiri dan menggebrak meja. Wajahnya terlihat marah. Sedangkan Temari dan Shikamaru terlihat menegang.
"Jangan bercanda! Kaupikir keluargamu tinggal di hutan?"
Shikamaru menghampiri ibunya, "Tenang dulu, Bu."
"Tenang bagaimana? Otakmu bisa jenius salah satu faktornya karena Ibu sangat selektif memberimu makanan bernutrisi. Lalu setelah menikah, kau akan makan hewan liar hutan, begitu?"
Temari juga ikut-ikutan memegangi lengan sang ibu yang terihat kesal, "A-ano, Bu. Sebenarnya ada satu lagi yang bisa kumasak."
"Apa itu? Ular bakar atau buaya bakar."
"Bukan hewan, Bu," Temari menggeleng, kemudian melanjutkan, "tapi ... Mie instan."
Saat itu rasanya penyakit darah tinggi Yoshino kumat.
"JANGAN HARAP AKU AKAN MERESTUI KALIAN!"
.
.
.
Kedai makanan saat jam makan siang memang sangat ramai. Perut Shikamaru juga terasa lapar, tapi melihat orang yang menemani di sampingnya makan dengan sangat lahap, ia jadi berasa kenyang.
"Kamu tidak makan? Ini enak sekali." Perempuan pirang berkuncir empat itu berbicara tanpa melihat lawan bicaranya. Jade-nya sibuk dengan cumi-cumi saus tiram di piring.
"Tukang makan, tapi tidak bisa masak." Sindir Shikamaru, bolamatanya mengikuti arah tangan Temari dari mulut ke piring, lalu dari piring ke mulut.
Temari tertawa, "Kalau di rumah kan sudah ada pembantu yang masak. Dan kalau sedang ada misi ya makan di kedai-kedai. Kalau kebetulan bermalam di hutan, ya makannya yang tersedia di hutan."
Shikamaru masih setia mengamati Temari yang sedang makan. Ia menopang kepalanya dengan satu tangan bertumpu di atas meja.
"Kamu yakin mau terima tantangan ibu?"
"Tentu saja. Hanya itu satu-satunya cara agar ibu mau merestui kita."
"Gadis pintar." celetuk Shikamaru sambil tersenyum.
Temari balas tersenyum, "Seperti kamu bisa mengambil hati kedua adikku, aku juga harus bisa mengambil hati ibumu."
Hanya dengan bersama Temari-lah, Shikamaru merasa bisa tersenyum selebar ini. "Makanya, berusaha dengan keras. Ok, perempuan merepotkan?"
"Supaya bisa berusaha maksimal, harus makan yang banyak. Kamu juga harus makan yang banyak," ujar Temari seraya menyodorkan sumpit yang diujungnya terselip potongan cumi-cumi ke depan mulut Shikamaru.
Shikamaru tersenyum kecil sebelum menangkap pergelangan tangan Temari, kemudian tangannya menuntun tangan Temari yang memegang sumpit kearah mulutnya.
Potongan cumi-cumi itu sudah hilang terlahap mulut Shikamaru. Tapi tangan Shikamaru masih tidak mau melepaskan pergelangan tangan Temari.
"Lepaskan, aku masih harus makan." Ujarnya seraya menarik tangannya dari genggaman pemuda nanas di sampingnya ini.
Shikamaru hanya menggeleng. Mata sipitnya mengamati wajah Temari.
"Kamu kenapa sih? Banyak orang, malu tahu."
Lagi-lagi Shikamaru menggeleng, bedanya sekarang disertai senyum lebar.
Shikamaru yang sibuk dengan kegiatan tidak pentingnya tak sadar kalau dua Sabaku yang lain sudah berada di belakangnya.
Pria berbaju hitam dengan wajah penuh tato—atau coretan?— segera saja menjitak kepala nanas Shikamaru. Shikamaru kontan kaget dan bersiap memaki sang penjitak.
"Apa yang kau—"
Tapi melihat sang pelaku adalah Kankurou, nyalinya langsung hilang.
"—Kalian?"
Kankurou tersenyum sinis, sementara pria berambut merah di sebelahnya tetap memasang wajah datar tak berekspresi. Tapi dari matanya, Shikamaru bisa melihat kalau orang itu; Gaara menyimpan rasa kesal.
Kankurou dengan jahil melepaskan paksa genggaman tangan Shikamaru pada Temari, "Sudah berani bermesraan di tempat umum ya?"
Temari yang salah tingkah hanya bisa tersenyum kecut, "Ka-kalian belum makan, kan? Duduklah, kita makan bersama."
Dalam hati Shikamaru meruntuk, 'Akhh, mereka selalu saja mengganggu!'
Kankurou duduk di samping Shikamaru, sedangkan Gaara duduk di samping Temari.
"Hei, kau kan bisa duduk di sana," ucap Shikamaru menunjuk kursi di hadapannya, "sempit tahu!"
"Jangan mentang-mentang sudah dapat persetujuan kami, kau bisa seenaknya berbuat kurang ajar pada Temari," Kankurou mengalungkan lengannya ke leher belakang Shikamaru, "iya kan, Gaara."
Shikamaru, Kankurou, dan Temari kompak mengalihkan pandangan ke arah Gaara. Tapi yang merasa terintimidasi dengan tatapan Gaara hanya Shikamaru seorang.
Melihat Shikamaru yang menelan ludah takut, Kankurou tertawa.
"Hei, Shikamaru hanya memegang tanganku, kenapa kalian ribut sekali sih? Shikamaru sudah janji takkan berbuat yang aneh-aneh sebelum kami menikah," ucap Temari kemudian memberikan kedua adiknya piring berisi makanan, "sudah, makan saja ini."
Sejenak yang terdengar dari meja mereka hanya suara sumpit beradu dengan piring. Sampai tiba-tiba suara berat terdengar.
"Kami masih akan di sini sekitar sembilan hari lagi. Persiapkan semuanya dengan baik. Dan cepatlah ke Suna untuk menyapa keluarga kami."
Meski agak bising, Shikamaru yakin masih bisa mendengar dengan jelas perkataan lugas dari sang Kazekage.
Ada sesuatu di hati Shikamaru yang terasa sangat hangat. Ia melihat bahwa Temari sedang tersenyum pada Gaara meski sang adik tidak membalas senyumnya.
"Ya, tentu saja," jawab Shikamaru yang berinisiatif menuangkan teh pada cangkir Gaara yang masih kosong. Gaara seolah tidak peduli, namun ia tetap meminum teh yang dituangkan oleh Shikamaru.
"Hei, kenapa gelasku tidak diisi juga?"
Kankurou cemburu rupanya.
.
.
.
TBC
.
A/N : karena sudah malam, baiklah, kuputuskan untuk membuat twoshot.
Ketiga syarat udh dijabarkan, tapi berhubung syarat terakhir Tema gak lulus, jadilah Mami Yoshino memberi tantangan ke Tema. Mau tahu apa tantangnnya? Baca chapter 2 ya!
Fic ini hadiahku untuk semua fans ShikaTema atas ending yang sesuai harapanku.
Dan selamat datang untuk Shikadai Nara~~~
Terima kasih telah membaca. Kunjungan doang boleh, baca doang juga boleh, mau review boleh banget.
See You!
Endo
