.
INSANITEAM
Team of Insanity
.
.
Kasus kriminalitas yang meningkat tajam dan semakin rumit membuat Namikaze Minato membuat keputusan paling fenomenal yang pernah terjadi dalam sejarah lembaga kepolisian. Ia membentuk tim khusus yang beranggotakan pasien rumah sakit jiwa dan Sasuke beserta pemuda lainnya dengan sangat terpaksa harus turut terlibat di dalamnya.
.
.
Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto. Saya hanya meminjam karakternya saja tanpa mengambil keuntungan apapun.
Rate : T +
Warning : AU, OoC, typo(s), misstypo(s), little bit humor, etc
.
.
Sebuah berkas yang dilemparkan ke mejanya membuat Namikaze Minato mendongak. Wajah kusut putera semata wayangnya langsung menyambutnya dengan gerutuan yang meluncur lancar dari mulut pemuda itu.
"Apa ini lelucon, Ayah?"
Minato menelengkan kepala. "Apa Ayah terlihat bercanda?"
Naruto menjambak helaian rambutnya dengan kesepuluh jarinya. Mata saphirenya semakin melotot. "Kami dipulangkan hanya untuk terlibat proyek aneh ini?" tanyanya tak percaya. Ia bersama teman-teman lainnya merupakan anggota interpol yang kini bertugas di Amerika Serikat dan beberapa waktu yang lalu mereka diberi perintah untuk kembali ke Jepang untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah pekerjaan. Setelah membaca berkas yang diberikan, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah tercengang dengan mulut menganga lebar.
"Jalankan saja tugasmu, Naruto." Minato tersenyum tipis. "Selain itu, kau tidak punya hak untuk membantahku."
Lidah Naruto berdecak kesal. "Apa tidak ada manusia lain yang bisa kalian rekomendasikan?" Ia merengut seraya menatap aneh ayahnya. "Mereka itu cuma orang—"
"Gila?" Minato memotong. Ia bersandar lalu balik memandang bijak Naruto. "Terkadang apa yang kau anggap gila adalah suatu kewarasan yang sebenarnya," ucapnya pelan.
Alis Naruto semakin naik, masih belum paham.
"Dunia ini sudah terbalik, Nak. Kau harus melihat dari semua sisi." Bersamaan dengan itu, ia mengangkat tangan, memberi kode pada pemuda di depannya agar segera keluar dari ruangan. Diskusi selesai. Ia tak ingin menerima komplain dari Naruto, apapun alasannya.
Naruto dengan kening dan bibir yang kompak mengerut terpaksa menurut. Ia berdiri, melangkahkan kaki ke luar ruangan, setelah sebelumnya berkata malas.
"Kalau aku kenapa-kenapa, Ayah yang tanggung jawab."
"Tenang saja. Aku dan ibumu akan membuat anak baru." Minato tertawa kecil, membuat Naruto menutup perbincangan itu dengan mata berkaca-kaca.
"Ayah durhaka!"
.
.
.
.
Mereka semua duduk di sebuah ruangan dengan meja melingkar berbentuk tapal kuda dengan sebuah layar besar di depan sana yang terhubung dengan beberapa kamera. Selain Sasuke dan kawan-kawan, hadir pula para peninjau yang terdiri dari Uchiha Madara, Senju Hashirama, Sarutobi Hiruzen, dan para pria tua lainnya. Entah apa alasannya mereka ikut nimbrung di sini, yang jelas itu merupakan pertanda buruk bagi Sasuke. Semakin banyak orang tua yang berkumpul, pasti semakin banyak pula komentar yang akan dilontarkan. Dan semakin banyak celotehan yang dikeluarkan, semakin cepat pula otaknya diare. Apalagi kakeknya, yang terkenal luas paling sering protes. Sasuke berusaha tak peduli dan memilih untuk membaca dan meneliti lembaran file di atas meja, wajahnya serius, hingga sebuah teguran membuat pemuda itu menoleh.
"Mau dimulai sekarang?" Neji bertanya kepadanya. "Shizune-san sudah siap mewawancarai mereka."
Sasuke mengangguk singkat lalu memusatkan seluruh perhatiannya pada tampilan di layar.
Begitu screne dihidupkan, terlihat dua sosok pemuda, satunya berambut merah bermuka innocent dengan kedua tangan mencengkram sebuah boneka, sementara yang satunya lagi berambut jingga dengan pierching yang menghiasi hidung, alis, dan telinganya. Keduanya duduk tenang di sebuah ruangan interogasi tertutup. Shizune sendiri mengamati mereka melalui sebuah kaca dua arah yang terletak tepat di hadapan mereka. Sengaja tidak diadakan tatap muka dan kontak langsung demi alasan keamanan. Bagaimanapun juga mereka adalah pasien khusus rumah sakit jiwa dan merupakan tindakan kurang bijak jika tidak memikirkan kemungkinan akan adanya hal-hal tak terduga yang bisa menyebabkan seseorang terluka. Meski proyek konyol Minato sudah merupakan tindakan yang sangat amat tidak bijak. Ingin mempekerjakan orang yang jiwanya labil? Yang benar saja.
Suara Shizune tiba-tiba terdengar menyapa kedua pemuda itu melalui speaker yang berada di tempat tersebut. Mereka celingak celinguk, bingung mencari darimana arah datangnya suara.
"Halo, Sasori dan Pein. Jangan takut. Aku Shizune, penjaga kalian untuk hari ini."
Uchiha Madara menautkan alis. Dari segi tampang, mereka sangat tampan untuk ukuran orang yang sakit jiwa. Walaupun yang satu cenderung menggelikan karena selalu memegang boneka dan yang satunya lagi sangar bak preman terminal, tapi mereka bersih, terawat, dan...
"Halo juga, Shizune. Kau mau mati?"
... tetap saja mereka sinting.
Gaara menahan tawa melihat respon Madara. Sedangkan Sasuke menghela napas berat. Sudah bisa diduga akan muncul jawaban-jawaban abstrak dari mereka. Apa yang bisa diharapkan dari orang-orang yang akal sehatnya saja dipertanyakan keberadaannya?
"Oke, Next," perintah Sasuke tegas. Bagus. Ia sekarang sudah mirip juri-juri di ajang pencarian bakat. Untuk dua orang pshyco yang suka main boneka dan pasang tindik, maaf, aku sih no. Ia sudah senewen duluan. Belum apa-apa sudah ngomongin mati. Seluruh warga akan dibantas habis jika mereka dilepas ke alam bebas.
Tak berapa lama kemudian, muncul lagi sebuah tampilan di layar berpendar tersebut. Kali ini berbeda dari sebelumnya. Dua pasang anak manusia berlainan gender yang berpenampilan lebih necis dan modis. Salah satunya adalah seorang perempuan muda pirang bermata biru yang terus menerus menyisir rambutnya yang panjang dengan jari. Sementara sang lelaki, memiliki rambut abu-abu mirip uban yang diatur rapi ke belakang. Ia berpakaian seksi, memamerkan dadanya yang bidang. Persis seperti penyanyi dangdut pantura.
"Selamat siang, Ino dan Hidan. Aku Anko, penjaga kalian untuk hari ini. Apa kabar?"
Ino dan Hidan saling pandang dan tertawa terbahak-bahak. Mereka lalu memandang lurus ke depan lantas mengacungkan jari tengah. Bahkan Hidan mulai menggali lubang hidungnya dengan jari lalu mengeluarkan isinya. "Makan nih upil."
Hiruzen spontan mengernyit aneh. "Dasar anak muda zaman sekarang tidak ada sopan-sopannya."
"Sejak kapan mereka punya sopan santun?" Sasuke memijat batang hidungnya yang terasa kaku. "Darimana asalnya orang-orang ini?" Ia mendesah kasar. "Next."
Sebuah tampilan baru kembali ditayangkan. Dua pasang laki-laki dan perempuan, namun yang ini lebih kalem dan anteng. Gadis dengan rambut merah muda panjang yang dikepang samping dan bermata hijau berkilau tampak duduk santai sembari membaca buku. Di sebelahnya, terdapat seorang pemuda yang berparas mirip gadis dalam wawancara sebelumnya.
"Hay, Sakura. Halo, Deidara. Aku Ayame. Bagaimana kabar kalian?"
Gadis pink yang dipanggil Sakura itu menengadahkan wajah, meletakkan buku yang ia pegang ke atas meja, kemudian tersenyum manis.
"Halo, Ayame-san. Kami baik-baik saja di sini."
"Dia sepertinya normal," komentar Hashirama sambil bersidekap. Gadis itu cenderung sopan dan tidak agresif. Ia pun menjawab pertanyaan dengan baik, tanpa mengancam mati ataupun mengupil sembarangan. Akhirnya ada juga yang bisa diandalkan.
"Baiklah. Bisa bercerita tentang diri kalian masing-masing? Ada yang ingin berkenalan dengan kalian."
Sakura menunjuk dirinya sendiri, "Ada yang ingin berkenalan?" Ekspresinya berubah takjub. "Apa mereka melihat kami dari alat ini?" Telunjuknya beralih ke kamera.
"Ya. Silahkan perkenalkan diri, Sakura dan Dei."
Sakura lantas mendekati kamera dan berdiri tepat di depannya. Ia sejenak menoleh ke arah Deidara yang masih diam memperhatikan tingkahnya. Beberapa detik senyap, sebelum ia berdehem, seolah menjernihkan suaranya, lalu ia mulai berbicara.
"Salam kenal. Namaku Sakura. Temanku bernama Deidara." Ia bergeser sedikit, agar kamera bisa menyorot pemuda pirang di belakangnya. "Dia saudara kembar Ino, tapi mereka harus dipisahkan karena sering jambak-jambakkan." Ia tertawa renyah seraya menutup mulutnya. "Aku harap kalian tidak salah paham. Aku tidak gila." Bibirnya lantas mengerucut, seolah mengecup, kemudian ia mengedipkan sebelah mata, dan kembali tersenyum lucu.
Wajah lugunya yang terpampang nyata di layar besar itu membuat Naruto dan kawan-kawan terperangah dan menyeru gemas. "Kawaii."
Sasuke reflek menegur keras. "Hoi! Fokus!"
Kiba mengerjap-ngerjapkan mata. "Habisnya cuma dia yang normal. Yang lain menyeramkan semua."
Dengusan terdengar dari hidung pemuda Uchiha itu. Memang sih. Kalau boleh jujur, ia sepakat dengan Kiba. Cuma gadis ini yang masih memiliki harapan. Meskipun agak aneh, paling tidak ia sedikit lebih waras dibanding yang lainnya.
"Oh, ya. Aku bisa sulap lho." Sakura kembali berceloteh. "Dei-kun, sini."
Sasuke meraih cangkir kopi hitamnya dan menyeruputnya sedikit demi sedikit, menunggu kira-kira apa lagi yang akan dilakukan si pink itu.
"Aku bisa memunculkan hewan." Sakura mundur, mengambil kursi besi, dan meletakkan benda itu di sampingnya. "Dei, naik."
Pemuda pirang itu patuh. Ia naik ke atas kursi hingga yang terlihat di layar hanyalah bagian bawah tubuhnya. Sasuke menaikkan alis, mulai merasa ganjil dan tak nyaman.
"Sim salabim, jadi apa prok prok prok."
Sebelum Sasuke sempat bereaksi, celana Dei telah ditarik turun. Sebuah benda imut nan mengerikan terlihat jelas di depan mata semua orang.
"Ini gajah kecil berbelalai panjang milik Dei."
"BANGSAT!" Sasuke menyemburkan kopi panasnya. Sedangkan yang lainnya nyaris semaput dan kejang-kejang melihat penampakan laknat tersebut. Para orang tua sudah melayang entah kemana nyawanya. Madara yang biasanya banyak demo, kali ini bungkam dengan bibir pucat. Trauma.
"MY EYES!"
Suasana semakin rusuh karena 'Dei kecil' tampak sengaja digoyang-goyangkan di depan kamera. Tawa Sakura dan Deidara semakin kencang. Ini cewek lebih gesrek ternyata.
"MATIKAN CEPAT!" titah Sasuke panik, sebelum terjadi bunuh diri massal di tempat ini.
Naruto yang bingung akhirnya sembarangan menekan tombol.
"KENAPA MALAH DI-ZOOM, BAKAYARO!"
'BLITZ'
Neji terpaksa mematikan proyektor langsung dari stop kontak. Sumpah, jarinya gemetaran sampai ke ubun-ubun. Benar-benar harus cuci mata pakai pasir tujuh kali kalau begini caranya. Hina abis.
Sasuke yang tak kalah shock-nya, menelan ludah, mencoba menormalkan deru napas dan jantungnya yang hampir berhenti mendadak karena melihat burung pipit yang bentuknya tak jelas itu.
Ia merapikan jasnya, bersiap pergi, mau terapi otak.
"Dobe," panggilnya saat mencapai ambang pintu. "Bilang ayahmu, mending kita ditembak mati saja daripada harus berurusan dengan proyek abnormal kayak begini. Bikin darah tinggi."
.
.
.
Author's note :
Nista :3 Ada yang minta dibuatin cerita kayak gini. Biarpun masih prolog, yang penting ada lah pokoknya *dicakar. Terinspirasi dari suicide squad. Disitu ngumpulin orang-orang aneh juga. Well, makasih sudah mau baca :* Mind to review?
