FIRST ENCOUNTER
Disclaimer : Psycho-Pass milik Gen Urobuchi/Noitamina/IG Production
Tokyo tahun 2099.
"Ugh, kau yakin akan aman? Di sini banyak orang. Bagaimana kalau ada yang mengenali kita?" Gino bertanya pada Kou namun matanya liar menyisir keadaan di Taman Ueno. Berusaha memastikan bahwa tidak ada pengunjung di taman itu yang tampak akrab di matanya. Tapi tampaknya tidak ada sosok yang ia kenali, kecuali Kou sendiri dan Dime yang duduk di dekat kakinya.
Kou memutar bola matanya. Bosan mendengar kekhawatiran Gino. Ia hampir membanting ranselnya ke tanah. Untung tidak jadi. Remaja empat belas tahun itu lebih mengkhawatirkan nasib barang-barang yang ia bawa.
"Tenanglah. Atau kau mau pindah lokasi? Uhm, ke Jalan Sensu... Di sana pasti tidak ada yang akan mengenali kita," usul Kou mencoba sabar.
"Tapi di sana 'kan..."
"Lebih aman daripada taman ini atau atap sekolah, 'kan? Di sana tidak ada pemindai simatik yang bisa mengukur rona kita. Jadi, seharusnya aman," potong Kou sambil mengedipkan mata.
Gino memperbaiki letak kacamatanya. Ia mengangguk setuju.
Kou tersenyum puas. Ia merangkul pundak sahabatnya, "nah, begitu dong! Yuk!"
Gino tersenyum canggung. Kemudian berjalan agak cepat demi menyusul Kou yang sudah lebih dulu meninggalkan taman.
Tampaknya, lokasi baru yang dipilih oleh Kou memang lebih aman. Setelah tahun 2076, jalan itu dan Jalan Angu menjadi daerah yang ditinggalkan menyusul serangan teroris yang menewaskan sekitar empat ratus dua puluh orang yang tengah berada di sana. Insiden berdarah itu menjadi salah satu pemicu dimulainya Sistem Sibyl di Jepang. Kou dan Gino belum dilahirkan saat sistem tersebut dibangun, namun dampaknya mereka rasakan saat ini. Hidup tanpa ketakutan di tempat teraman di dunia : Jepang.
Di dua jalan itu, tidak ada kamera pengintai atau pemindai simatik yang bisa mengukur rona seseorang karena memang tidak diperlukan. Daerah tersebut telah menjadi semacam monumen peringatan bagi korban keganasan terorisme sehingga tidak berpenghuni. Tempat aman bagi Kou yang ingin bersenang-senang sebelum kelulusan mereka tahun depan.
"Anjingnya lucu."
Gino menoleh. Seorang anak kecil ternyata sedang mengikuti dia dan Dime. Dia tidak menyadarinya karena sedang sibuk dengan kekhawatirannya mengenai rencana mereka berdua.
Anak berambut pendek itu memeluk Dime tanpa permisi pada pemiliknya. Ia menyandarkan kepalanya di tubuh Dime, merasakan kehangatan rambut lebatnya.
"Namanya siapa, Kak?" tanya anak itu.
"Uhm... namanya Dime. Mmm... boku, orangtuamu di mana? Kau berjalan sendirian sampai di daerah ini?" tanya Gino. Ia mencari-cari di antara orang-orang yang lalu-lalang di sekitarnya. Berharap menemukan orangtua anak ini agar ia bisa menyusul Kou.
Anak itu tertawa geli. Usianya sekitar enam atau tujuh tahun, mengenakan t-shirt dan celana pendek.
"Namaku Akane. Aku sedang mengunjungi Nenek yang tinggal di dekat sini. Sebenarnya aku mau jalan-jalan saja karena bosan, tapi tadi kulihat anjing Kakak lucu sekali."
"Oh..." Gino tercengang.
Ternyata dia anak perempuan. Meski agak malu karena salah sangka, tak ayal Gino merasa senang karena ada yang menyayangi Dime selain dirinya.
"Ini hadiah dari nenekku juga, sih. Dia memang disukai banyak orang," ujar Gino bangga. Ia berjongkok di dekat Dime dan mengusap-usap lehernya. Dime menjilat wajahnya. Senang.
"Oh ya? Kalau begitu, aku akan minta Nenek memberiku anjing juga!" sergah Akane dengan mata berbinar. Lucu sekali.
"Boleh. Kalau kau sudah punya anjingnya, kita bisa mengajaknya jalan sama-sama," balas Gino kekanakan.
Akane tertawa. Ia memeluk Dime sekali lagi, membenamkan wajah kecilnya di antara lebatnya rambut Dime. Gino tersenyum senang, lalu ikut-ikutan memeluk Dime.
"Oi, Gino! Anak itu terlalu kecil untuk kau ajak pacaran!"
Kou muncul dengan mata mendelik. Ia sudah memasuki Jalan Sensu saat menyadari bahwa Gino dan Dime tidak berada di belakangnya. Ternyata, sahabatnya malah asyik bermain dengan anjingnya dan seorang anak kecil yang tidak ia kenal. Apa-apaan itu?
Gino berdiri dan mendengus, "aku mau pulang saja. Kurasa ini ide buruk. Buktinya, ada anak ini yang mencegahku pergi ke Jalan Sensu."
Kou tampak gemas. Ia menarik tubuh Gino dan berbisik di telinganya, "kita hanya melihat-lihat majalah pria dewasa, Gino. Apa bahayanya? Setelah gagal mengakses layanan wanita virtual karena umur kita belum cukup, hanya ini satu-satunya cara. Media cetak 'kan tidak punya pemindai simatik atau pelacak atau semacamnya."
"Entahlah..." Gino masih ragu.
"Aku sudah janji akan mengembalikannya pada Mitsuki-san besok. Ini kesempatan terakhir kita. Aku juga sudah menemukan tempat yang bagus untuk bersantai sambil membaca majalah," lanjut Kou serius.
Gino mulai terpengaruh. Ia menoleh pada Akane yang masih asyik bermain dengan Dime. Kou segera memahami keraguan Gino.
"Begini saja, kita ajak anak itu juga. Dia bisa menemani Dime sementara kita melaksanakan tujuan kita di Jalan Sensu. Lihat, dia pasti akan kecewa jika dipisahkan dengan Dime saat ini juga. Kalau perlu, setelah kita selesai, kita antarkan dia pulang," bujuk Kou lagi. Licik.
Gino memandang Akane dan Dime sekali lagi. Ia menghela napas, lalu membungkuk untuk berbicara dengan Akane. Akane menyambut dengan sukacita. Satu tangannya memegang tali kekang Dime, sementara tangan lainnya menggandeng tangan Gino. Mengikuti kedua remaja itu menuju Jalan Sensu tanpa menyadari bahwa ia sedang dimanfaatkan.
Namun, apa yang tidak disadari oleh Kou mau pun Gino adalah keberadaan sebuah kamera pengawas di salah satu sudut jalan yang berbatasan dengan Jalan Sensu. Kamera itu dengan jelas menangkap sosok Akane dengan dua orang pemuda tanggung yang tidak dikenal oleh orangtua Akane.
Baik Kou mau pun Gino tidak mengira, bahwa kenakalan mereka ini akan membuat mereka berada dalam kesulitan. Kesulitan yang sangat besar dan berbahaya.
Ruang kerja CID Divisi 3 kantor MWPSB, saat yang sama.
Tomomi menekan-nekan tombol keyboard. Lalu berdecak kesal karena tampaknya tidak berfungsi. Ia menoleh ke meja kosong di sebelahnya untuk meminjam keyboard yang tidak terpakai. Meja kerja Satonaka. Dulunya.
Tomomi menghela napas berat. Pekerjaan sebagai Penegak memang berurusan dengan bahaya dan maut. Selama ia bertugas, sudah terlalu banyak korban jiwa yang jatuh. Tomomi lupa menghitungnya. Betapa sayangnya, terlalu banyak orang-orang muda yang harus gugur demi menjadi tameng Inspektur.
"Pakai saja, Masaoka-san. Maaf untuk sementara Anda bekerja sendiri. Para Penegak yang baru akan bertugas minggu depan," kata Waku. Rupanya inspektur muda itu mengetahui masalah kecil yang dihadapi Tomomi.
Tomomi menoleh ke arah meja di sebelah meja Waku. Jika Tomomi kehilangan tiga rekan kerja sekaligus, maka Waku kehilangan seorang rekan kerja sekaligus mentor. Divisi ini pada akhirnya akan berada di bawah pengawasan Waku, yang kelak harus menjadi pembimbing bagi inspektur baru.
Tomomi mengambil keyboard di meja Satonaka. Ia baru saja akan menyambungkannya ke komputer saat Waku tiba-tiba berdiri.
"Masaoka-san, kita ada pekerjaan baru," ujarnya, lalu bergegas ke luar.
Tomomi melongo. Lalu tersenyum seolah berkata, kita memang tidak boleh beristirahat dalam duka.
"Kou."
Tidak ada balasan.
"Kou!"
"Y-ya?" balas Kou gelagapan. Ia menarik sedikit kerah bajunya. Apa yang ia lihat di majalah rupanya cukup banyak mempengaruhinya. Dasar remaja tanggung.
"Ke mana Dime dan Akane?"
Gino seolah tidak terpengaruh dengan apa yang ia lihat di majalah. Remaja itu malah mencemaskan anjingnya dan anak yang masih asing bagi mereka.
Tapi, waktu memang sudah cukup lama berlalu sejak terakhir kali Kou mendengar tawa Akane diselingi gonggongan Dime. Pantas saja Gino mencari-cari. Bisa gawat kalau anak orang sampai hilang hanya karena ulah mereka berdua.
"Kita cari saja," jawab Kou. Ia memasukkan majalah-majalah ke dalam ranselnya. Kaleng bir—yang isinya ia bagi dengan Gino—ia biarkan teronggok di lantai.
Gino mendahului Kou meninggalkan toko suvenir yang terabaikan tempat mereka menghabiskan waktu dengan 'mempelajari' majalah dewasa. Walaupun ia mengetahui bahwa Jalan Sensu adalah daerah kosong, namun bahaya bisa saja datang dari bangunan mau pun jalanan yang diabaikan tersebut. Saat memasuki Jalan Sensu, Kou nyaris tertimpa rangka jendela yang runtuh dari sebuah bangunan berlantai dua. Gino tentu saja tidak menginginkan hal itu terjadi pada Dime mau pun Akane.
"Kita berpencar saja. Aku ke arah sana. Bertemu mereka atau tidak, kita berkumpul di sini lagi," usul Kou.
"Ya. Kita harus cepat-cepat. Tidak lama lagi malam akan tiba. Ugh, kenapa juga aku harus keasyikan sendiri?" rutuk Gino kesal.
"Hei, ini salahku. Akan kuusahakan menemukan mereka," sahut Kou. Setengah berlari menyusuri jalan sambil meneriakkan nama Akane dan Dime.
Gino memandang kepergian sahabatnya. Ia menghela napas berat. Kemudian berpaling ke arah yang berlawanan dengan arah yang dituju oleh Kou. Juga sambil meneriakkan nama Akane dan bersiul memanggil Dime. Berharap menemukan mereka segera.
"Aku tidak akan melihat majalah orang dewasa lagi, aku tidak akan minum minuman keras lagi, asalkan Dime dan Akane ditemukan," sumpahnya lirih.
Akan tetapi, sumpah saja tidak akan berguna, 'kan? Apalagi, tanpa Kou dan Gino sadari, seorang pria mengamati gerak-gerik mereka dari lantai atas sebuah bangunan yang terletak di depan toko suvenir. Saat Gino beranjak pergi, ia tersenyum sambil menunjuk ke arah Gino. Seperti seekor predator yang telah menentukan sasarannya.
Tomomi memahami perasaan Nobuchika lima tahun yang lalu saat dirinya dinyatakan sebagai kriminal laten. Namun Tomomi tidak bisa memahami apa yang ada di benak putra tunggalnya saat ia memasuki Jalan Sensu. Kamera dan pemindai secara jelas menangkap sosok Nobuchika bersama anjingnya serta dua anak lagi beranjak memasuki area terabaikan itu. Putranya yang masih polos itu tidak tahu bahaya apa yang mengancam saat memasukinya.
Jalan Sensu bukan sekadar area yang ditinggalkan. Bagi MWPSB, Jalan Sensu adalah daerah yang diduga sebagai salah satu sarang kriminal karena tidak terdeteksi oleh Sistem Sibyl. MWPSB dan sejumlah lembaga terkait sudah mengusulkan agar daerah tersebut dihancurkan dan dibangun lagi sebagai daerah yang terbaca oleh Sistem Sibyl. Apalagi, beberapa hari sebelumnya di sekitar Jalan Sensu, telah ditemukan jenazah seorang perempuan muda yang diduga telah diculik, diperkosa lalu dibunuh. CID masih menyelidiki kasus tersebut melalui Divisi 2.
Kini Divisi 2 meminta bantuan personil Divisi 3 yang tersisa—Waku dan Tomomi—untuk ikut menyelidiki kasus baru di Jalan Sensu. Lagi-lagi pembunuhan dengan korban seorang perempuan. Tapi kali ini, si korban jauh lebih muda. Jenazahnya ditemukan sekitar sejam setelah Nobuchika dan temannya yang bernama Kougami Shinya serta seorang gadis kecil bernama Tsunemori Akane memasuki Jalan Sensu. Hingga kini, keberadaan ketiga anak tersebut—serta seekor anjing—belum diketahui.
Tetapi, keselamatan Nobuchika dan kawan-kawan bukan menjadi satu-satunya perhatian saat ini. Ada hal yang tidak kalah menarik perhatian CID. Dan itu menjadi sumber kekhawatiran terbesar Tomomi.
"Masaoka-san," panggil Waku. Membuyarkan lamunan Tomomi mengenai keadaan Nobuchika.
"Anda tetap diikutkan dalam kasus ini karena kita benar-benar kekurangan tenaga. Saya harap, Anda menyikapi kasus ini secara obyektif, apapun kebenaran yang berada di baliknya," ujar Waku tanpa menoleh karena mengemudikan mobil menuju Jalan Sensu. Walaupun terhitung baru, ia bisa memahami apa yang dipikirkan oleh anak buahnya saat ini.
"Ya, saya mengerti, Inspektur," balas Tomomi tercekat.
Pemindai simatik rupanya menangkap adanya peningkatan rona yang cukup signifikan dari Nobuchika dan kawannya yang bernama Shinya. Apalagi mereka membawa serta seorang gadis cilik dengan rona yang tidak bermasalah. Membawa pergi seorang anak kecil ke daerah berbahaya niscaya hanya akan membawa kesulitan. Asumsi bisa saja dijatuhkan hanya berdasarkan sedikit fakta : Nobuchika dan Shinya mungkin merencanakan sesuatu terhadap Akane. Menggunakan anjing untuk memikat Akane, lalu membawanya ke tempat yang sepi, terabaikan dan berbahaya. Demi sebuah rencana yang hanya mereka berdua yang tahu. Bagaimanapun, mereka adalah pemuda-pemuda yang sedang mengalami pubertas, bukan? Dan mereka jauh lebih kuat daripada Akane. Sangat, sangat mudah untuk mengatasi Akane yang sendirian dan lemah.
Tomomi menepis dugaan itu. Ia harus percaya pada putranya sendiri. Meskipun ia bisa melihat jelas betapa tegangnya Nobuchika saat menggiring Akane memasuki Jalan Sensu. Dan Shinya tampak bersemangat. Seperti hendak mencoba hal baru yang sudah lama membuatnya penasaran.
Tomomi menunduk, menyentuh keningnya. Berkali-kali membisikkan penyangkalan yang hanya didengar olehnya sendiri, "itu tidak benar... itu tidak benar..."
Kou sudah sejak tadi merasa waswas. Sedikit takut. Ia merasa ada yang sedang mengamatinya. Namun sejauh mata memandang, ia tidak melihat siapa-siapa kecuali bangunan-bangunan tua, kusam dan cacat di sana-sini. Apakah pengintip itu bersembunyi? Gino-kah?
"Gino?!" serunya. Tak ada sahutan.
Lagipula, Gino bukanlah tipe orang yang suka bersembunyi untuk menjahili orang lain. Gino terlalu serius untuk itu. Apakah ada orang lain di daerah ini?
Kou sudah kembali ke depan toko suvenir setelah gagal menemukan Dime dan Akane. Ia mencoba menghubungi Gino sejak tadi, tapi gagal. Kou percaya hal itu bukan karena Gino kesal padanya hingga menolak menjawab panggilannya. Gino bukanlah pribadi yang seperti itu.
"Kakak!"
Kou berbalik saat sayup-sayup mendengar suara seorang anak perempuan. Ia berharap semoga itu adalah suara Akane.
Senyum Kou mengembang saat melihat sosok Akane berlari menuju ke arahnya.
Saat pandangannya akan sosok Akane semakin jelas, Kou menyadari bahwa anak itu tengah berlari dengan wajah ketakutan. Pipinya tertempel debu yang bercampur dengan air mata. Pakaiannya juga kotor dan lututnya terluka. Tapi Akane terus berlari ke arahnya.
Akane berteriak-teriak sambil menunjuk ke arah belakangnya. Mula-mula kurang jelas bagi Kou, namun saat Akane hanya berjarak dua meter darinya, Kou memahami satu hal.
Akane—dengan kata-kata yang tidak teratur di tengah napas yang terengah—meminta Kou menolong si Kakak pemilik Dime. Lalu Akane mengatakan sesuatu mengenai Dime yang menggigit seorang pria yang memukul Gino. Lalu tentang Dime yang dipukul oleh seorang pria lain. Kemudian tentang Gino yang menyuruhnya lari.
Akane sudah ditemukan. Tapi tanpa Gino dan Dime.
Gino berada dalam bahaya. Hanya itu yang Kou simpulkan.
NYAMBUNG MINGGU DEPAN KALAU INTERNET LAGI BERSAHABAT.
