Namaku Naruto. Aku hidup sebatang kara di usiaku yang baru 18 tahun. Aku punya keinginan, membunuh orang telah membunuh seluruh keluargaku tepat di ulang tahunku yang ke 17. Ulang tahun yang harusnya menjadi momen terindah bagiku, berubah menjadi petaka. Ulang tahunku yang harusnya penuh tawa, berubah penuh darah dan jerit kesakitan. Ulang tahun yang tak terlupakan bukan?

This is fanfic pertama aku di Fandom ini.. buat para senpai mohon bimbingannya..

Story Begin

Angin bergerak bersemilir. Membelah langit-langit kota malam yang seakan tak pernah tertidur. Membawa butir-butir debu yang mengganggu kehidupan dan berlalu beterbangan. Angin malam yang seakan tak peduli dengan setiap sosok yang di laluinya yang telah mengkeret karena dinginnya suhu di bulan desember. Tak peduli seberapa erat mantel-mantel bulu itu dilekatkan pada tubuh, udara dingin yang kejam terus menusuk pada setiap orang yang terus berlalu lalang pada malam yang telah larut ini.

Begitu pula dengan sosok pemuda yang melangkahkan kakinya yang terseok-seok di dalam gang sempit di New York, kota sibuk di negara adidaya ini. Anak-anak rambutnya menari-nari mengiringi langkahnya yang tertatih. Sementara tangannya sibuk menggenggam belanjaan yang baru saja di belinya dari supermarket. Ia mendekap erat kertas belanjaannya seakan itu adalah benda berharga dalam hidupnya. Tentu saja, karena ini adalah penyambung hidupnya.

Laki-laki itu terlihat begitu lusuh, wajah tampannya terlihat kumal. Menyembunyikan seluruh pesonanya dalam ukiran debu-bebu kotor yang memenuhi wajah indahnya. Sesekali umpatan kecil keluar dari mulut kecilnya kala angin malam menerjangnya lebih hebat lagi, tak peduli tubuh ringkihnya yang sudah tak kuat lagi menahan dingin.

Butiran kapas kecil nan dingin berjatuhan, menebar kebahagiaan kecil bagi beberapa orang tapi tidak dengan lelaki ringkih itu. Ia mengumpat sejadi-jadinya. Tak bisakah tuhan mengurangi sedikit saja penderitaannya? Lelaki itu berlari dan terus berlari, mengabaikan beberapa supir taksi yang menghentikan taksinya berharap lelaki itu mau menaiki kendaraan itu. Seolah tak peduli ia terus menembus salju, karena memang ia tak punya cukup uang untuk membayar taksi yang berhenti itu.

Langkahnya terhenti pada sebuah apartement sederhana dan terlihat sedikit tidak terurus. Dari pada di sebut apartemen, tempat itu lebih menyerupai flat bobrok yang tak lagi terawat. Penerangannya yang minim dan hanya menggunakan lampu pijar lima watt, membuat suasana tampak remang-remang di sekitar apartemen kecilnya. Lelaki itu masuk dan terus berjalan menaiki lantai dua, dan berhenti tepat di pintu kamar no 13. Tepat pada pintu yang berwarna coklat tua terdapat ukiran nama Uzumaki Naruto, yang menandakan bahwa ialah pemilik apartement itu.

Dalam ruangan itu ia tak lagi merasakan udara tak lagi sedingin suhu diluar, meski ia tak punya pemanas ruangan, tapi setidaknya ia merasa hangat di sini. Ia pun meletakkan barang-barangnya di atas meja dapurnya. Ia membuka sarung tangan yang sedari tadi membungkus tangannya, dan mengambil sepotong roti prancis, menggigitnya dengan penuh nafsu seakan ia sudah lama tak merasakan roti tersebut masuk melalui kerongkongannya. Setitik air mata mengalir dipipi pemuda itu, mengikis sedikit debu yang menempel dipipinya. Menampakan warna putih dari kulitnya yang tetap terlihat halus meski berdebu.

Ia teringat akan masa lalu, dulu ia tak begini. Dulu ia tak pernah makan sendiri. Dulu ia tak tak pernah bekerja hanya untuk mendapatkan beberapa roti memasuki mulutnya dan mengisi perut kecilnya. Ia hanya perlu belajar dan bermain dan semua kebutuhanya sudah tersedia. Tak peduli betapapun sulitnya, para pelayan pasti akan membuatkan semua makanan yang ingin dimakannya.

Dulu ia tak pernah makan malam selarut ini, dulu ia tak pernah makan sendiri pada malam-malam dingin seperti ini. Semua terasa hangat. Setiap jam tujuh ia akan berada di meja makan yang mewah bersama kedua orang tuanya, tak peduli sesibuk apa mereka dengan bisnisnya, mereka selalu pulang menemani putra tunggalnya untuk makan malam. Dan pada musim dingin, pemanas ruangan sudah di stel untuk menghangatkan ruangan.

Air mata itu terus mengalir, pemuda itu tak pernah melupakan tragedi dan mimpi buruk itu. Semua berubah dalam satu malam. Satu malam yang begitu menghancurkannya. Satu malam yang mengubah segalanya. Satu malam yang merenggut semuanya darinya. Malam yang terus menghantuinya sejak saat itu dan mengejarnya seperti mimpi buruk yang hidup dan berjalan, mengejarnya tak peduli apapun yang terjadi pada ia telah lelah menghadapinya.

"Arrggghhhh..." Pekikan pilu keluar dari bibirnya. Tak peduli apakah tetangganya akan terganggu karena pekikannya. Matanya melotot tak percaya dengan kenyataan yang terjadi padanya. Roti yang tadi digigitnya jatuh tak berdaya di atas lantai. Air matanya mengalir deras dan dadanya terasa sesak.

"Oh, Tuhan kenapa kau melakukan hal ini padaku? Apakah kau menuntutku karena kebahagiaanku yang terlalu banyak di masalalu?" teriaknya dalam kesendirian. Ia terus berteriak dan memaki entah pada siapa. Ia bagai orang gila, dalam setiap malam yang ia lalui ketika ia mengingat masa lalu.

"APA INI ADIL UNTUKKU?" teriaknya lagi. Ia menarik rambutnya dan membuat beberapa helai mahkota cokelatnya berjatuhan. Tertarik dari akarnya dan ia tak peduli dengan sakitnya.

"Akan kutemukan, akan kutemukan ... haha, akan aku temukan siapa yang telah melakukannya... lalu akan kubuat ia juga merasakan apa yang aku rasakan... bahkan lebih parah dari ini... haha... ya.." gumamnya di sela tangisnya, dan tawa yang begitu mengerikan keluar dari sela-sela giginya yang putih dan rapi.

"Kau ingin aku membantumu?" ujar sebuah suara, lembut namum menyeramkan. Kengerian yang seakan menghancurkan dengan keindahan dan pesona yang memabukkan. Suara yang penuh jebakan.

"Siapa kau?" tanya pemuda itu, tak gentar sedikit pun pada suara itu.

"Aku adalah iblis, aku akan membantumu dan menuruti segala keinginanmu" jawab suara itu penuh bujukkan. Sarat akan rayuan yang akan melenakan si pemuda.

"Lalu, apa yang harus ku berikan padamu sebagai balasan untukmu" jawab pemuda itu.

"Kau, aku ingin kau. Tubuh dan jiwamu. Serahkan padaku seutuhnya dan aku akan membantumu dalam setiap urusanmu" jawab sang suara.

"Kalau begitu, tunduklah padaku Iblis. Bantu aku balas dendam pada orang yang telah menghancurkan keluargaku. Bantu aku kembalikan kehidupanku yang dulu. Dan akan kuserahkan tubuh dan jiwaku padamu"

"Kau telah bersumpah padaku Uzumaki Naruto. Dan mulai hari ini aku Uchiha Sasuke adalah iblismu" dan sesosok kupu-kupu hitam muncul di hadapan pemuda bernama Naruto itu. Terbang dengan cepat dan menyusup ke dalam mantel dan bajunya. Ia merasakan seakan ada sesuatu yang terjadi pada dada sebelah kirinya. Dengan sangat cepat tangan kecil Naruto melepaskan bajunya. Dan ia melihat ukiran kupu-kupu hitam yang cantik terlukis tepat pada bagian kulit dimana seharusnya jantungnya berada di dalamnya.

"Itu adalah tanda perjanjian bahwa kau adalah milikku. Ya akulah iblis kupu-kupu hitam" ucap sebuah suara. Dan Naruto menoleh, ia dapati seorang lelaki tinggi pucat tengah berdiri di hadapannya. Rambut keperakan dan wajah tirusnya yang menegaskan wajah tampannya. Untuk sesaat Naruto terpesona pada sosok lelaki di hadapannya. Tangannya terulur untuk menyentuk lelaki di hadapannya.

"Uchiha Sasuke–" Lirih Naruto saat menempelkan kedua tangannya pada wajah Sasuke.

Naruto tidak mengerti, atau ia memang terlalu bodoh dengan semua situasi. Semua terasa aneh dan sedikit menjengkelkan bagi dirinya. Ia tak tahu apa yang sudah ia lakukan, dan kini semua telah terjadi. Mungkin Naruto harus memeriksa kondisi kejiwaannya apakah ia sudah tidak waras atau mungkin terlalu banyak berhalusinasi. Bagaimana mungkin ia bisa menerima atau melihat sesosok laki-laki yang tak tahu dari mana datangnya dan kini sudah berada di hadapannya. Atau lebih tepatnya sedang meringkuk di sofa ruang tamunya. Dan ia lebih mengutuk dirinya karena sempat terpesona pada mahluk berkulit putih pucat yang mengaku dirinya adalah sosok iblis kupu-kupu hitam. Oh God, yang benar saja, Naruto adalah laki-laki dan iblis itu pun ia rasa memiliki kelamin yang sama dengannya.

Dalam hidupnya Naruto tak pernah terlalu percaya akan hal gaib. Ia tak pernah percaya bahwa Iblis atau malaikat itu ada, atau setidaknya mereka tak pernah menampakkan wujudnya pada manusia. Lalu kini ia melihat ada iblis tampan berwajah kelam namun pucat di hadapannya, sekali lagi meringkuk di sofanya.

Naruto tak tahu, sudah berapa lama ia mengamati mahluk bernama Uchiha Sasuke itu sambil berdiri seolah mematung. Naruto tak sadar bahwa ia telah mengamati terlalu lama. Tak menyadari bahwa kini sebuah senyum tak seimbang tengah terpasang di wajah sang Iblis dengan mata tetap terpejam. Dengan gerakan tiba-tiba sang Iblis menghilang dari sofanya dan tiba-tiba sudah berada di hadapannya dengan ekspresi seperti bayi nan sangat menggoda. Ekspresi lugu dengan wajah tak berdosa yang sangat tak pantas bila ditunjukkan oleh sang Iblis Kupu-kupu.

"Mengamatiku Naruto" ujarnya dengan suara kekanak-kanakan yang menggoda. Tak lupa sebuah senyuman manis yang membuat kedua matanya membentuk lengkungan garis yang indah. Sungguh innocent dan membuat Naruto lupa bahwa sosok di hadapannya adalah seorang Iblis.

"Aku hanya tak percaya kalau aku bisa melihat dan bertemu dengan sosok Iblis sepertimu. Kukira Iblis itu menyeramkan dan sangat buruk. Tapi kau ..." Naruto memandang pada mata hitam kecokelatan di hadapannya dan lanjut berkata "tampan dan menggemaskan" ucapnya.

"Tidurlah Naruto, kukira kau mulai tak waras karena pertemuan kita yang mendadak ini dan juga besok akan menjadi hari yang sangat melelahkan. Kita akan berusaha mendapatkan kembali kehidupanmu. Setidaknya yang jauh lebih layak dari tempat buruk ini" ucap sang Iblis dan mengelus rambut pirang Naruto.

"Kurasa, dari segi fisik aku jauh lebih tua darimu untuk kau perlakukan seperti ini Uchiha" ucap Naruto sambil menggerutu menuju sarangnya yang nyaman, dan tentu saja dengan Sasuke yang setia mengekorinya.

"Sasuke, panggil aku Sasuke. Well, sejurnya nama Sasuke terdengar lebih cocok di New York city. Dan soal usia, aku ratusan tahun lebih tua darimu" lelaki bernama Sasuke itu merangkul pundak Naruto, memberikan kesan mereka sudah lama saling mengenal.

"Oh, kalau begitu Can I call you grandfather, ?" terselip nada menyindir dari bibir tipis merah jambu Naruto. Sebersit perasaan lucu menggelitik perutnya saat mengucapkan kata Grandfather.

"Well, terserah kau saja. I only your buttler, my master" mata Sasuke berkilat tajam menampilkan warna kemerahan gelap dari kedua matanya. Mempesona, kilatan merah darah yang sangat mempesona. Dan sekali lagi Naruto jatuh jauh kedalam mata sang Iblis

Ranjang Naruto sangat kecil untuk ukuran tubuh dua laki-laki dewasa seperti ia dan Sasuke. Tentu saja, ranjang yang seharusnya merupakan single bad itu terpaksa menerima beban tambahan tubuh seorang lagi.

"Sebelum kau tertidur, katakan padaku apa yang ingin kau dapatkan untuk hari esok" ucap sebuah suara khas lelaki yang dalam dan penuh kelembutan. Seperti sebuah nyanyian selamat malam yang menggoda yang di lantunkan oleh iblisnya.

"Aku ingin mendapatkan kembali rumah dan hartaku, segala sesuatu yang seharusnya diwariskan padaku, namun di ambil alih oleh pamanku. Padahal dulu ia adalah paman yang baik, dia sering mengunjungi kami dan membawakanku beberapa hadiah yang sangat menarik" Mata Naruto menerawang kosong, mengingat kembali pada masa lalunya selalu membuatnya kehilangan sebahagian hatinya untuk kesekian kalinya. Tiap bagian tubuhnya tertingal disana seperti serpihan-serpihan yang tak berbentuk karena berkelana pada setiap kepingan masalalunya.

"Apakah pamanmu itu yang membunuh keluargamu? Jika memang dia yang saat ini mengambil harta keluargamu, bukankah sangat tepat bila kita menduganya begitu?"

"Awalnya aku juga berpikir demikian, dan aku tahu itu bukan dia. Aku sudah menyelidinya dan pembunuhnya sama sekali bukan dari keluargaku. Entah itu rekan kerja atau saingan bisnis keluargaku, kurasa merekalah tersangkanya."

"Baiklah, besok kita akan rebut kembali milikmu, dan ku harap kau siap dengan bayaranku" suara rendah Sasuke mengejutkan Naruto. Tak sadar jika saat ini ia tengah berbaring di ranjang dan berada dalam pelukan Sasuke, atau tepatnya salah satu tangan Sasuke di pinggangnya.

"Maksudmu?" tanya Naruto bingung, berusaha menyingkirkan lengan tan di tubuhnya dan berpaling dari lelaki yang kini bertelanjang dada di hadapannya. Well, Naruto pikir, mungkin iblis ini tak terlalu merasakan dinginnya udara di bulan desember.

"Kau tahu bayaranku, aku tak butuh uang, makanan, atau apapun itu. Setiap iblis itu memakan jiwa manusia, semakin kelam semakin baik. Dan khusus untuk iblis sepertiku aku memiliki satu lagi syarat khusus. Dan sialnya kau, kau harus memenuhinya karena telah membuat kontrak denganku. I want your body too, Mr. Uzumaki" suara Sasuke terdengar begitu seduktif dan menggoda. Seolah suara itu hanya di ciptakan untuk menggoda. Well, dia Iblis, tentu saja semua yang ada pada dirinya dibuat untuk menggoda. Oh bodohnya kau Uzumaki Naruto.

Naruto merona merah. Menyesal telah bertanya, dan mengutuk dirinya sendiri yang bereaksi seperti anak perempuan baru matang yang di goda lawan jenisnya. Ia mengutuk dirinya yang tak bereaksi seperti lelaki seharusnya.

"Well, maksudmu? We will make in love, right?" Wajah bersemburat merah jambu itu ia palingkan dari lelaki pucat yang entah kenapa tak henti-hentinya menelusuri dalamnya mata Naruto.

"Tentu saja. Aku tak masalah bila kau pria, selagi masih aku yang diatas. Pria atau wanita kurasa sama saja. Tentu kau tak lupa aku ini iblis bukan? Perbuatan dosa apapun itu terasa indah bagiku" Sasuke mengatakan hal itu seolah semuanya adalah hal yang mudah. Well, dosa memang hal mudah bagi mahkluk seperti Sasuke.

"Sasuke, kau tahu aku masih normal. Dan aku tak pernah berhubungan dengan lelaki manapun sebelumnya" Lelaki itu memaki iblis di hadapannya. Tak habis pikir, kenapa ia harus terjebak membuat sebuah perjanjian dengan iblis mesum seperti Sasuke. Oh, fucking damn! Hidupnya benar-benar sial.

"Well, aku yang akan mengajarimu kalau begitu. Dan harus kau ingat Mr. Uzumaki, kau juga tak pernah berhubungan dengan wanita manapun sebelumnya. Jadi kita tak tahu apakah kau itu normal. Tapi, setelah ini aku jamin kau akan jadi slasher bersamaku" jarak wajah Sasuke semakin merapat setiap kalimatnya berakhir. Menghapus celah antara wajahnya dengan Naruto, menghalangi bahkan secercah angin yang hendak berhembus. Menghantarkan nafas yang hangat dan menggelitik bulu-bulu halus di pipi Naruto yang merah jambu. Terpesona akan wajah Naruto yang terlihat seperti gadis perawan yang polos dan mengemaskan, Sasuke tergoda untuk mencicipi pipi tan merona tersebut. Di kecupnya kedua pipi Naruto dengan sangat perlahan, dan dengan senyum iblis yang tersampir di bibir tebalnya, ia merasa menang. Terlebih mendengar detak jantung Naruto yang sudah hampir berhenti hanya karena sebuah kecupan di pipi.

"Ternyata, kau memang masih perawan Uzumaki Naruto" ejeknya. Naruto hanya diam dan mengambil seluruh selimut mereka, menyelimuti dirinya sendiri dalam sebuah kepompong selimut.

"Good night baby, have a nice dream my litle doll" dan malam ini berakhir dengan senyum iblis yang terkembang mempesona di wajah Sasuke.

Read and Review please