.

.

SASUHINA

.

.

.

.

Disclaimer Naruto belongs to Masashi Kishimoto

.

.

.

.

Heart and Kiss

.

.

.

.

.

"Hinata, saat kau dewasa nanti pasti ada akan ada seseorang yang akan datang untuk melindungimu," ucap Hikari.

"Seseorang, Kaa-chan? Siapa?" tanya Hinata kecil.

"Nanti juga kamu akan mengetahuinya,sayang," jawab Hikari.

"Tetapi aku tidak membutuhkannya," ucap Hinata.

"Kenapa?"

"Bukankah sudah ada Tou-chan yang akan melindungiku dan juga Kaa-chan."

"Iya, kamu benar. Tetapi seseorang ini akan melindungi kekuatan suci yang ada pada dirimu."

"Kekuatan suci?"

"Iya. Yang ada di dalam sini". Hikari menyentuh dada Hinata.

Hinata kecil belum mengetahui arti besar yang terkandung dalam perkataan Ibunya. Gadis kecil itu hanya menatap Hikari dengan kedua mata besarnya. Hikari tersenyum lembut pada permata hati kecilnya itu, yang akan dia lindungi dengan segenap jiwa dan raganya.

.

.

.

.

.

Kejadian di masa kecilnya itu, akhir-akhir ini sering muncul di mimpi Hinata. Dan anehnya ketika terbangun dari tidurnya, jantungnya pasti akan berdetak lebih cepat dari biasanya.

Hinata menyentuh dadanya sebelah kiri sambil mengatur nafasnya yang sedikit terengah-engah. Belakangan ini dadanya sering merasa sedikit sesak. Selain jantungnya berdetak lebih keras, keringat juga meluncur deras dari dahinya.

Mungkin Hinata akan berinisiatif untuk memeriksakan gejala-gejala aneh yang dirasakannya ini pada dokter. Gadis Hyuuga tersebut langsung terlonjak bangun dari futon-nya ketika melihat jam yang menempel setia di dindingnya.

"Kyaa...sudah jam 7! Aku bisa terlambat nanti," teriak Hinata.

Dia langsung bergegas pergi menuju kamar mandi yang ada di lantai bawah rumahnya ini. Lebih tepatnya, rumah pamannya, Hyuuga Hizashi. Semenjak kedua orang tuanya meninggal 8 tahun yang lalu, Hinata tinggal bersama paman dan sepupunya, Hyuuga Neji.

"Neji-nii! Kenapa tidak membangunkanku, sih?" protes Hinata sambil berlalu meninggalkan Neji yang tengah menyiapkan sarapan di dapur.

Kamar mandi terletak di samping dapur. Jadi ketika akan ke kamar mandi pasti akan melewati dapur terlebih dahulu.

"Aku lihat kau tertidur dengan nyenyak. Itu pasti karena tadi malam kau kerja lembur. Aku tidak tega untuk membangunkanmu," jelas Neji.

"Tapi lain kali tolong bangunkan aku, Neji-nii. Jangan sampai nanti aku terlambat datang ke sekolah," ucap Hinata.

"Baik, Hinata-sama".

Hinata hanya nyengir saja mendengar godaan sepupunya itu sambil melenggang pergi masuk ke dalam kamar mandi. Dia tidak boleh menghabiskan waktu lebih banyak lagi. Karena dia tidak mau berhadapan dengan Guru BK karena terlambat datang ke sekolah.

.

.

.

.

.

Dampak dari bangun siangnya itu kini telah terjadi. Ketika jarak tinggal 1 meter lagi dari Konoha Gakuen, bel tanda masuk telah berdering. Hinata segera bergegas menuju ke belakang gedung Konoha Gakuen. Karena hanya di tempat itulah tidak ada yang menjaganya.

Setelah sampai, Hinata langsung memasang 'kuda-kudanya'. Dengan sekuat tenaganya, Hinata melompat dan dia berhasil melewati tembok tersebut. Walaupun berhasil dalam pelompatannya, namun kata 'berhasil' tidak terwujud dalam pendaratannya.

Bruk!

"Meong."

Loh, Hinata kok dapat mengeong? Jangan-jangan dia berubah menjadi kucing setelah melompati tembok. Sungguh malang nasibmu wahai Hyuuga Hinata. Sudah jatuh berubah jadi kucing pula. *dijyuken Hinata*

"Aduh! Gomenasai... Kamu tidak apa-apa 'kan?"

"Meong."

Ternyata bukannya Hinata yang berubah menjadi kucing. Tetapi itu memang adalah suara seekor kucing asli. Ketika Hinata berhasil melompati tembok, dia mendarat dengan tubuhnya yang menimpa seekor kucing.

Hinata memungut dan membawa kucing yang berwarna hitam itu ke dalam pelukannya. Dia mengelus-elus kucing itu dengan lembut. "Sekali lagi, maaf yaa. Kamu pasti kesakitan," keluh Hinata.

Jantung Hinata seakan berhenti berdetak untuk sesaat ketika sepasang mata lavendernya bertemu dengan mata hitam kucing tersebut. Mata hitam itu seperti mempunyai kekuatan yang mampu menghipnotis dirinya.

"Meong."

Hinata langsung tersadar dari lamunannya ketika mendengar kucing itu mengeluarkan suaranya.

"Ah! Aku sudah terlambat." Hinata buru-buru meletakkan kucing itu ke tanah. "Aku harus segera masuk ke dalam kelas. Semoga lain kali kita dapat bertemu lagi, ya," pamit Hinata seraya mengelus kepala kucing itu.

"Meong."

Hinata lantas tersenyum dan melangkahkan kakinya untuk meninggalkan tempat tersebut. Baru berjalan beberapa langkah, Hinata berhenti sejenak. Dan menengok ke belakang, seraya tersenyum pada kucing yang masih tetap berdiri diam di tempatnya. Kemudian Hinata kembali melanjutkan perjalanannya.

Kucing hitam itu menatap kepergian Hinata dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Setelah sosok Hinata menghilang di balik gedung Konoha Gakuen, barulah dia beranjak pergi dari tempatnya.

.

.

.

.

.

"Aduh... sudah jam segini. Aku harus segera pergi ke restoran." Hinata mempercepat langkahnya untuk menuju ke tempat kerja part time-nya itu.

Ketika Hinata hendak berlari, tiba-tiba dia merasakan jantungnya berdetak lebih keras. Perlahan-lahan Hinata merasakan nyeri pada dadanya. Akhirnya Hinata berhenti dan menyentuh pusat rasa sakit itu. Rasa sakit di dadanya itu kian bertambah.

Dan entah karena apa? udara yang ada di sekitar Hinata terasa menyesakkan. Bahkan nafas Hinata sampai terengah-engah merasakannya. Hinata dibuat jatuh terduduk karenanya.

Udara di sekitar Hinata terasa lebih menyesakkan saat tiba-tiba di hadapannya muncul sebuah kabut. Dari kabut tersebut muncullah sesosok mahluk yang mengerikan. Alhasil, sepasang lavender itu terbelalak terkejut melihatnya.

Wajahnya putih, matanya merah menyala dan tubuhnya berwarna hitam. Sosok tubuhnya tidak menyerupai manusia, tetapi lebih mirip seseorang yang sedang memakai jubah hitam. Mahluk itu menatap intens pada gadis yang terduduk lemah di hadapannya.

"Hyuuga," desis mahluk itu.

Hinata hanya dapat diam membeku melihat mahluk aneh yang baru pertama kali ini dijumpainya. Gadis Hyuuga itu terlihat meringis ketikauntuk kesekian kalinya dadanya berdenyut keras.

"Serahkan HEART padaku," perintah mahluk itu.

"H-heart? A-apa maksudmu?" tanya Hinata. Raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya.

"Jangan berlagak tidak mengerti. Cepat serahkan Heart sekarang juga padaku!"

"A-aku benar-benar ti-tidak mengerti, a-apa yang sedang kamu bicarakan?"

"Cukup bermain-mainnya. Cepat serahkan atau-..." Di kedua telapak tangan mahluk tersebut muncul sebuah sinar merah yang begitu menyilaukan mata.

Walaupun Hinata tidak mengetahui apa itu. Tetapi dia tahu kalau hal itu akan menyebabkan sesuatu yang buruk. Hinata semakin tidak bisa menggerakkan tubuhnya saat mahluk itu mengarahkan sinar itu kepadanya.

"Jangan diam saja, Hyuuga! Serahkan Heart kepadaku!" seru mahluk tersebut.

Lidah Hinata terasa kelu saat ingin menjawabnya. Alhasil, kata-kata tidak bisa keluar dari bibir mungilnya itu. Dia hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kau tidak mau menyerahkannya padaku, Hyuuga!" desis mahluk itu.

Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya, bukan karena tidak mau. Tetapi memang dia tidak mengetahui apa yang dimaksudkan oleh mahluk mengerikan itu. Dan sebenarnya apa yang harus diserahkan pada mahluk itu?

"Rasakan ini!"

DUARRR!

.

.

.

.

.

Hinata memejamkan kedua matanya erat-erat saat sinar merah itu dilemparkan ke arahnya. Dan bunyi ledakan seperti kedua benda yang saling bertabrakan pun memekakkan telinga Hinata.

Namun anehnya, gadis Hyuuga tersebut sama sekali tidak merasa kesakitan sedikit pun pada tubuhnya. Karena penasaran dengan apa yang telah terjadi, Hinata membuka sepasang lavendernya. Untuk kedua kalinya, mata Hinata nampak terbelalak kaget.

Karena sekarang dia diselubungi oleh sebuah benda yang transparan. Sepertinya benda inilah yang telah melindunginya dari ledakan tadi. Hinata terperangah kembali saat menemukan bukan hanya dirinya yang ada di situ. Tetapi ada seekor kucing hitam yang kini tengah membelakanginya.

'Kucing itu..."batin Hinata. Sepertinya kucing itu terlihat familiar di mata Hinata.

"Dasar pengganggu!" teriak mahluk mengerikan tersebut.

Kucing hitam itu terlihat menggeram kesal mendengar teriakan mahluk mengerikan tersebut.

"Kau kira dapat melindunginya, hah! Rasakan ini!"

Mahluk mengerikan itu melemparkan sinar merah yang terus muncul di kedua telapak tangannya ke arah Hinata dan kucing hitam itu tanpa henti. Dia mencoba memecahkan benda yang telah menyelubungi Hinata.

Karena beberapa hantaman yang diterimanya, benda transparan yang melindungi Hinata itu terlihat semakin memudar. Hinata tahu beberapa saat lagi pasti benda ini akan hancur. Dan pada akhirnya, dirinya dan kucing itu yang akan menjadi sasaran empuk serangan mahluk mengerikan itu untuk berikutnya.

"Ba-bagaimana ini? Kalau tetap seperti ini kami akan-..." Hinata tidak dapat melanjutkan perkataanya, karena dia merasa terlalu ngeri untuk dapat mengatakannya.

Hinata mencoba menggerakkan tubuhnya dan ternyata berhasil. Peelahan namun pasti, dia bergerak mendekat ke kucing hitam itu. Semakin dekat, Hinata semakin yakin bahwa kucing hitam yang ada di hadapannya ini adalah kucing yang sama dengan yang ditemuinya –ditimpanya- tadi pagi.

Setelah dirasa sudah cukup dekat, Hinata mengulurkan kedua tangannya dan membawa kucing hitam itu ke dalam pelukannya. Raut khawatir terlihat jelas di wajahnya yang manis itu.

"A-apa yang harus kita lakukan?" Air mata terlihat menetes di kedua pipi Hinata.

"Hwahahahaaa... Kalian tidak akan bisa menghindari seranganku lagi!"

Mahluk itu mengumpulkan kekuatannya sehingga muncul sinar merah menyala dari telapak tangannya dengan ukuran yang lebih besar dari sebelumnya.

"Rasakan ini!" Mahluk itu melemparkan serangannya pada Hinata.

Entah mendapat keberanian darimana, tetapi yang pasti Hinata ingin dapat menyelamatkan dirinya dan juga mahluk yang sekarang ada di pelukannya tersebut.

"Aku tidak mau mati di siniii!" teriak Hinata. "Kyaaa..."

Bersamaan dengan itu muncul sebuah kekuatan besar dari tubuh Hinata. Kekuatan itu seakan terbangun dari tidur panjangnya. Membuncah keluar dan bertabrakan dengan serangan mahluk tersebut. Dan...

DUUAAARRR!

Terjadi ledakan yang sangat besar. Bahkan jauh lebih besar dari ledakan-ledakan sebelumnya. Bahkan kekuatan Hinata tidak berhenti sampai di situ saja. Kekuatan itu terus maju menerjang mahluk mengerikan itu. Dan mampu menghancur leburkan tubuh mahluk itu.

"Aaaaaakh!"

Teriakan histeris mahluk itu semakin menghilang seiring dengan tubuhnya yang mulai hancur lebur.

.

.

.

.

.

Sambil terengah-engah, Hinata menatap tidak percaya dengan peristiwa yang telah terjadi di hadapannya. Namun, perhatiannya segera teralihkan dengan mahluk yang ada di pelukannya kini.

"Ka-kamu tidak apa-apa 'kan?" tanya Hinata sambil menstabilkan kembali pernafasannya.

"Meong," jawab kucing itu.

"Sebenarnya apa yang telah terjadi? Apa kamu bisa menjelaskannya padaku?" tanya Hinata dengan menatap kucing itu.

Kucing itu seakan mengerti dengan perkataan Hinata itu. Kedua kaki depannya yang kecil itu dia gerakkan untuk merangkum wajah Hinata. Dia menarik wajah gadis itu untuk mendekat kepadanya. Dan...

Cup

Kedua mata Hinata melebar ketika kucing itu mencium bibirnya. Dan sepasang lavender itu kian melebar ketika kucing yang sedang menciumnya kini berubah menjadi seorang manusia.

Jadi, sekarang Hinata tengah berciuman bukan dengan seekor kucing lagi. Melainkan dengan seorang manusia, lebih tepatnya dengan seorang pemuda. Pemuda itu menghentikan ciumannya dengan menjauhkan bibirnya dari Hinata.

Wajah Hinata sekarang sudah berubah warna menjadi merah padam. Dia sungguh tidak menyangka bahwa first kiss-nya akan dia dapatkan dalam kondisi yang seperti ini.

Hari ini sudah terlalu banyak kejutan yang dia terima. Apalagi kejutannya itu sungguh diluar pemikiran manusia pada umumnya. Sekarang kepala Hinata terasa begitu kosong. Dia sudah tidak dapat memikirkan apa-apa lagi.

Pemuda itu tersenyum lembut pada Hinata. Wajahnya yang tenang itu seolah-olah seperti tidak terjadi apa-apa di tempat itu.

"Aku adalah seseorang yang bertugas untuk melindungimu. Namaku-..."

Pemuda itu tidak dapat melanjutkan perkenalannya, ketika tiba-tiba tubuh Hinata limbung dan ingin jatuh ke tanah. Namun sebelum itu terjadi, dengan sigap pemuda itu menangkap tubuh Hinata dan membawanya ke dalam pelukannya.

Sebelum seluruh kesadarannya hilang, samar-samar Hinata dapat melihat seorang pemuda yang menatap khawatir kepadanya. Setelah itu, kesadarannya benar-benar menghilang sepenuhnya.

.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

.

.

.

Ketika Meiru membaca sebuah manga online terlintas sebuah ide untuk membuat fic yang baru

Dan akhirnya fic ini dapat tercipta

Meiru benar-benar minta maaf kalau scene petarungannya itu begitu berantakan

Ini adalah pengalaman pertama bagi Meiru untuk membuat fic yang ada scene pertarungannya –wlopun cuma sediki-.

Semoga fic ini dapat menghibur para reader

Apakah fic ini layak untuk dilanjutkan?

Hal itu Meiru serahkan kepada para reader

Review Minna-san begitu berarti bagi fic ini –terutama Authornya-

Oleh karena itu...

M

O

H

O

N

R

E

V

I

E

W

N

Y

A

.

.

.

Arigatou Gozaimasu