A Tad Different
Fanfic SNK
Disclaimer : Shingeki no Kyojin punya om Isayama Hajime (bener ga sih disclaimer begini?) bukan punya Kucing :3
Warning : Mantan pembaca liar yang akhirnya memutuskan membuat fanfiction, ga ngerti cara publish tapi maksa, ga ngerti gimana disclaimer dan warning tapi masih ditulis, cerita belum tentu bagus. Hati-hati! Anda sudah saya peringatkan! Tekan tombol back sebelum terlambat!
Chapter 1 : Welcome Back, Scouting Legion!
Hari itu, umat manusia diberi sebuah peringatan, hidup dengan ketakutan terhadap para Titan, juga dipermalukan untuk hidup seperti hewan ternak dalam sangkar yang disebut dinding.
"Eren."
"Umh... Lima menit lageeh."
"Eren. Kita harus segera pulang."
"Rapopolah."
"Er−"
Eren menepis tangan kecil yang baru mau menyentuh pipi gembulnya. Seketika, suasana menjadi sunyi. Terdengar suara langkah kaki yang menjauh. Oh, Mikasa sudah menyerahkah? Eren tak peduli. Yang penting bobok cantiknya bisa lan−
Serangan guyuran air sungai sedingin es sukses membuat kedua bola mata emerald Eren terbebas dari belenggu bunga tidur. Si rambut cokelat unyu menggemeletukkan gigi kedinginan sambil sesekali terbatuk-batuk ringan. Si pelaku pengguyuran hanya meletakkan daun yang menjadi mangkuk air tadi di rerumputan sembari menatap datar sang korban. Tatapannya tak kalah dingin dengan air guyurannya. Atau barangkali karena pelakunya berhati es, air guyurannya juga sedingin es? Oke. Lupakan.
"Mikasa! *insert batuk gembel here* Apaan tadi itu!"
"Akhirnya kau bangun juga Eren. Ayo pulang."
Eren merajuk. "Nggak mau." Mulutnya mengerucut imut.
Mikasa pengen banget nyubit tuh mulut ampe copot sangking gemesnya, tapi tidak. Prioritas utamanya saat ini membawa si bocah tatakae itu kembali ke sarang. Gadis oriental bersyal merah itu menghela napas lelah lalu mengangkat Eren bridal style tanpa kesulitan padahal bawa-bawa kayu bakar jatahnya dan Eren yang melebihi berat mereka berdua sekaligus. Emang perkasa nih bocah.
"Mi-Mikasa!"
Mikasa memberi tatapan yang menusuk relung kalbu. "Diam."
Eren langsung kicep di tempat.
Di perjalanan pulang, terdengar suara lonceng di gerbang dinding, menandakan terbukanya gerbang. Tampak kerumunan manusia terbentuk di sepanjang jalan seolah-olah sedang menyambut kedatangan tamu penting. Suara toplakan kuda, tapak kaki sepatu dan roda-roda yang menggeret tanah terdengar bersahutan. Eren yang dari tadi pundung di gendongan Mikasa langsung berbinar menyadari ini lalu melompat ke tanah, mengambil tempat menampung kayu bakarnya dan menarik saudari machonya itu untuk menyatu dengan keramaian.
Di atas sebuah kotak kayu, Eren dan Mikasa melihat gerombolan prajurit gagah berani dengan jubah hijau kinclong berlambang sayap biru putih kebanggaan bangsa memasuki jalanan kota kecil itu. Orang-orang menatap mereka penuh kekaguman dan harapan, harapan untuk mendapat secuil informasi yang berharga demi kebebasan mereka. Situasi ini seharusnya disertai dengan wajah bangga para pahlawan dengan kuda-kuda mereka, tapi...
Wajah mereka tak sekinclong jubahnya. Ekspresi mereka tak secerah orang-orang ini. Mata mereka tak berbinar-binar seperti para bocah yang mengagumi mereka. Kuda mereka mirip Jean. Hanya ada kesedihan, teror juga putus asa. Ada seorang prajurit berambut pirang klimis menatap ke arah penduduk kota dan bertemu pandang dengan binar-binar mata hijau toska milik Eren. Ia langsung mengalihkan pandangannya untuk menutupi wajah bersalahnya. Eren menautkan kedua alis cokelatnya sementara Mikasa menarik-narik lengan bajunya tak sabar.
"Mosses! Mosses!" Seorang ibu tua renta berjalan tertatih-tatih menuju salah satu anggota pasukan pengintai. "Mosses! Di mana anakku?"
Wajah orang itu sedikit menegang, "Dia ibunya Mosses. Bawa benda itu kemari."
Prajurit dengan mata kanan yang terbalut perban di belakangnya segera mengambil sebuah kain putih yang membungkus sesuatu dan menyerahkannya kepada ibu tua itu. Ibu itu tampak menunjukkan ekspresi bingung sekaligus syok. Tatapannya baru teralih dari prajurit yang ia hampiri ketika sebuah kain pembungkus lonjong berwarna putih diletakkan di kedua tangan keriputnya. Masih dengan mata yang membelalak, dibukanya perlahan kain putih yang membungkus entah apa itu. Isinya−
−sekumpulan sisir dan minyak rambut?
"Maaf. Itu punya saya," pria rambut pirang klimis yang tadi sempat bertemu mata dengan Eren mengambil kain pembungkus itu dari tangan si ibu tua yang sekarang membelalak plus menganga. Kenapa bisa salah ambil sih?! Merusak suasana saja!
"Ah. Sepertinya saya salah ambil," prajurit berperban itu membuka sebuah kereta kuda (iya bukan?) memperlihatkan kumpulan kain pembungkus yang tak terhitung jumlahnya. Pantesan salah! Kain pembungkusnya sama semua bentuknya. Lonjong dan putih. -_-a
"Di manakah benda yang kita cari?" entah kenapa muncul seorang bocah berambut pendek dan berkulit cuklit bersama monyet biru ajaibnya.
Di sana Dora! Di sana!
"Di mana? Aku tak mendengarmu." Kedua tangannya ditangkupkan di belakang telinga.
Alah! Dasar lo aja yang emang budeg! Di sebelah lu kampret!
"Di mana? Aku tak melihatnya." Makhluk itu noleh-noleh inosen.
Mbak! Di sana! Plis! Di kaki lo! Ya Allah! Kokoro gua gak nahan pengen nyakar sesuatu!
Lalu tiba-tiba muncul sebuah tanda panah dengan ajaibnya menunjuk sebuah kain pembungkus putih. Klik!
"Benar! Di sana!"
Apa gue kate... gue remes juga nih bocah!
Dan secara ajaib pula, makhluk itu lenyap.
Prajurit itu langsung mendekati kain pembungkus yang berada di dekat pintu itu lalu menjentikkan jari, "Aha! Pasti yang ini. Berdarah, tak salah lagi!" Prajurit itu turun dengan kain pembungkus putih berdarah kemudian menyerahkannya dengan bangga, berasa habis menang lomba makan kerupuk, kepada si emak-emak yang dari tadi keukeuh mempertahankan ekspresinya yang priceless. Membelalak dan menganga. Apakah ibu itu melihat makhluk halus berambut pendek dengan monyet birunya? Who knows...
Kembali dibukanya kain pembungkus berdarah itu dan tampaklah isinya. Sebuah tangan pucat. Si ibu pun memucat pula dan terkesiap.
"Hanya itu bagian tubuhnya yang dapat kami selamatkan," prajurit dengan jenggot jarang berkata namun tak sanggup menatap langsung orang tua tersebut. Ibu itu bergetar hebat kemudian jatuh terduduk sembari memeluk kain pembungkus itu erat-erat (bukan, ini bukan balonku ada lima). Suara erangan memilukan membahana di jalanan kecil itu. Eren menatap pemandangan itu dengan kedua bola mata yang membulat horor. Prajurit berjenggot jarang itu berlutut di depan wanita tua yang masih menangisi anaknya.
"Anakku... berguna... 'kan? Dia... makan dengan... baik di sana 'kan?"
"Iya. Sangat baik sampai jatah makanku juga diculik," seseorang bergumam pelan. Untung nggak ada yang denger. Masih sibuk dengan drama di jalan.
"Anakku bukan... pahlawan... tapi," nada ibu itu mulai meninggi, "tapi setidaknya ia mati untuk membantu umat manusia 'kan?!"
Prajurit di depannya nampak kaget. Bukan, bukan karena suara melengking yang tak terduga dari si wanita ringkih atau karena jumlah air liur yang terciprat di wajahnya. Tapi karena kalimatnya barusan.
"Tentu saja−" ia terhenti lalu menundukkan kepala.
"Tidak. Selama misi ini.. bahkan setelah semua misi yang kami lakukan," bapak itu menutup pilu kedua matanya guna menahan sakit, "kita masih belum ada kemajuan!"
Semua pasang mata di sekitar jalanan itu melebar tak percaya.
"Saya telah gagal! Banyak prajurit tewas di dekat saya!" air mata mulai membanjiri wajahnya, namun prajurit itu tetap melanjutkan kalimatnya walau perih, "Tapi kita tak menemukan informasi yang berguna untuk mengalahkan Titan!"
Semua orang di tempat itu tak ada lagi yang bersuara. Hanya tatapan mendung, kosong juga benci terhadap prajurit-prajurit di depan mereka yang mereka anggap telah lalai melaksanakan tugas. Jadi, untuk apa mereka membayar pajak demi membiayai ekspedisi sia-sia ini? Masih adakah harapan untuk kebebasan umat manusia? Apakah umat manusia hanya akan berdiam di dalam dinding layaknya hewan ternak yang menunggu disembelih? Akankah ada hari ketika umat manusia dapat melihat dunia di luar kandang yang disebut dinding ini?
Temukan jawabannya dengan mengikuti manga serialisasi Shingeki no Kyojin karya Isayama Hajime! Bukan karya saya! Hohohoo...
Terima kasih sudah mau repot-repot membaca fanfic abal ini. Yang nggak sengaja kebuka juga makasih. Berarti kita sudah terhubung dalam sebuah ikatan takdir. #muntaber
(= RnR =)
