Hai, minna? Apa kabar? Seneng deh akhirnya bisa publish nih fict. Hoshi bikin fict ini karena terinspirasi dari sekolah Hoshi yang katanya terdapat beberapa 'sosok makhluk' yang ada di tempat-tempat tertentu. Makanya, jadilah fict abal ini. Oke, langsung masuk ke cerita ya? Enjoy it…
x x x x x x x x
Sakura tidak pernah menyangka bahwa kehidupannya akan bertambah buruk ketika ia terdampar di Konoha High School, sebuah sekolah elit yang ada di Konoha. Bertambah buruk? Apa maksudnya buruk? Buruk, karena ia selalu mendengarkan teman-temannya mencaci maki dirinya. Mencaci maki?
Ya, setiap hari Sakura selalu mendapatkan perlakuan tidak adil dari teman-temannya. Cacian, ejekan, olok-olokan, hinaan, dan semuanya! Bahkan pernah Sakura ditampar oleh salah seorang temannya. Tapi kenapa? Kenapa Sakura diperlakukan seperti itu? Kenapa teman-temannya begitu tega memperlakukan hal tersebut padanya? Memang apa salah Sakura? Apakah Sakura pernah berbuat sesuatu yang tidak mereka inginkan? Kita akan segera mengetahui jawabannya…
x x x x x x x x
I Want To Kill Them
Naruto by: Masashi Kishimoto
Story by: Hoshi Rei
Genre: Horror, Friendship
Rated: T
Warning: AU, OOC, gaje, abal, typo (kalo ada)
Don't like don't read
-Chapter 1-
Sakura tengah duduk di bangkunya, dikelas 1A –menyendiri, sambil menulis sesuatu dibukunya. Entah apa yang ditulisnya, tapi wajahnya nampak begitu serius.
Sakura memang selalu sendiri, jarang sekali ada orang yang mengajaknya bicara. Dekat-dekat pun tidak pernah, apalagi menjadi temannya? Hei, teman? Mereka tidak mau jadi teman Sakura? Memangnya kenapa? Bukankah Sakura adalah anak yang manis dan cantik? Selain itu ia juga pintar. Ia ramah terhadap semua orang. Lalu apanya yang salah darinya? Karena Sakura adalah anak 'aneh.' Apa maksudnya 'aneh'?
Aneh yang pertama mungkin karena Sakura adalah anak yang pendiam. Ya, semenjak orang tua meninggal karena kecelakaan, Sakura berubah drastis. Ia berubah menjadi anak yang begitu pendiam. Ia hanya bicara seperlunya saja. Kadang jika ada yang mengajaknya bicara, ia hanya menjawab ya, tidak, mungkin, entahlah, baiklah, atau terkadang hanya mengangguk, menggeleng, atau tersenyum saja. Membuat orang yang mengajaknya berbicara agak kesal juga. Bahkan tak jarang kalau ia tidak menjawab perkataan atau pertanyaan orang lain.
Semenjak saat itu pula sikapnya juga berubah. Dari yang awalnya begitu periang dan ramah pada semua orang, ia malah jadi sering murung dan jarang tersenyum. Kalau pun ia tersenyum itu hanya senyum palsunya saja, bukan senyum tulus yang biasanya diperlihatkannya.
Aneh yang kedua mungkin karena ia dianggap teman satu kelasnya, atau bahkan satu sekolahnya 'gila'. Gila? Mengapa ia disebut gila? Bukan karena Sakura tidak waras. Sakura masih waras dan masih sehat-sehat saja. Otaknya masih bekerja dengan sempurna. Tapi karena Sakura sering berteriak-teriak tidak jelas dan menangis-nangis sendiri sampai terisak di dalam kelasnya, itulah yang menjadi alasan mengapa teman-teman Sakura sering menganggapnya orang gila.
Ya, itu sering terjadi. Bahkan mungkin hampir setiap hari ia tidak pernah absen untuk berteriak-teriak seperti orang kesetanan. Dan pernah, ia berteriak-teriak seperti itu sampai pingsan.
Teman-teman Sakura beranggapan bahwa gadis berambut pink ini sudah tidak waras. Ia sudah gila, stres! Perilakunya benar-benar aneh. Ia sudah sinting. Dan penyakit gilanya sudah melewati batas. Tapi kenapa? Kenapa? Sakura bersikap seperti itu? Apakah ia sudah kehilangan kesadarannya?
Tidak. Sakura tidak kehilangan kesadarannya. Itu karena kejadian yang menimpa orang tuanya selalu berputar di otaknya. Setiap ia mengingat hal itu, ia selalu menangis dan berteriak-teriak. Kepalanya selalu terasa sakit jika mengingatnya. Kejadian yang menimpa orang tuanya itu selalu membuatnya trauma. Ia selalu ketakutan. Apalagi ketika ia melihat cairan merah pekat berbau anyir yang keluar dari dalam tubuh kedua orang tuanya.
"Halo, Jidat Lebar? Apa kabar? Makin hari makin manis saja?" sapa salah seorang gadis teman sekelas Sakura sambil mencubit pipi kanan gadis bermata emerald itu. Sebenarnya kalau boleh jujur, tadi itu bukan sapaan, tapi yang tepat adalah sindiran. Ya, sindiran. Mengapa? 'Jidat Lebar' adalah sindiran yang sering kali diucapkan teman-teman Sakura untuk mengejeknya. Itu benar, Sakura punya jidat yang lebar. Jadi, tak jarang yang mengejeknya dengan sebutan 'Jidat Lebar.' Walau disapa seperti tadi, Sakura hanya diam dan meneruskan kegiatan menulisnya.
"Sakura-chan, kamu sedang menulis apa sih? Kok kelihatan serius sekali?" tanya gadis itu. Sakura tidak mempedulikan omongan orang yang ada di sebelahnya dan terus menulis.
"Karin-chan, kau sedang apa dengan Si Sinting Sakura itu?" tanya seorang perempuan lagi pada gadis yang tadi dipanggil Karin itu. Karin pun menoleh ke belakang dan mendapati ketiga teman dekatnya sedang berjalan mendekatinya.
"Oh, ternyata kalian, Fuka, Yakumo, dan Konan," jawab Karin mengabsen ketiganya.
"Karin sayang, apa sih yang sedang kau lakukan dengan gadis gila itu? Nanti kau ketularan virus gilanya juga, lho," kata Yakumo.
"Iya, Karin. Kalau kamu ketularan, kami tidak mau berteman denganmu lagi, lho. Hihihi…" sahut Konan yang diakhiri dengan tawa kecilnya, diikuti Yakumo dan Fuka.
"Kalian ini? Aku hanya mencoba bersikap baik saja kok dengan Sakura-chan. Aku kan ingin jadi temannya Sakura-chan yang baik. Kan kasihan, Sakura-chan tidak ada temannya," balas Karin. Ketiga temannya itu hanya saling pandang.
"Sakura-chan, kamu mau kan jadi teman kami berempat? Sakura-chan akan jadi teman satu geng dengan kita," tawar Karin.
"APA?" sorak ketiga teman Karin berbarengan. Mulut mereka menganga lebar. Mereka benar-benar tidak percaya akan apa yang dikatakan oleh Karin.
"Kenapa? Ada masalah kalau Sakura-chan ikut dengan kita?" tanya Karin.
"Karin, apa kau tidak salah pilih orang? Lihat dan perhatikan baik-baik siapa yang kau ajak itu. Dia itu Si Sinting Jidat Lebar! Perempuan gila yang aneh yang jadi satu kelas dengan kita! Apa kau lupa? Hei, ada apa denganmu, Karin?" kata Fuka.
"Tentu saja tidak. Tidak masalah bukan jika Sakura-chan jadi teman kita?" tanya Karin.
"Hei, tentu saja itu jadi masalah. Aku tetap menolak kalau Si Sinting itu jadi teman dalam geng kita!" protes Konan.
"Guys, jangan berpikiran yang macan-macam dulu. Maksudku adalah, teman dalam satu geng sebagai babu kita. Bukan teman seperti kita ini! Enak saja. Aku kan tidak sudi punya teman geng seperti dia," jelas Karin. Keempat gadis itu pun tertawa lepas. Sakura masih diam saja mendengar dirinya terus disindir dan disindir.
"Sakura-chan mau, kan? Ayolah, aku bisa memanfaatkan jidatmu yang lebar itu untuk mengelap kaca mobilku. Atau kegilaanmu untuk menakut-nakuti perampok yang ingin merampok kami. Apa kau tidak mau? Ada upahnya kok. Aku akan memberimu apa saja yang kau mau. Hahaha…" sindir Karin lagi diikuti tawa ketiga orang temannya.
"Ayolah, Sakura-chan. Masa' kau tidak mau?" paksa Karin yang sebetulnya ia sedang mengolok-olok Sakura yang sedari tadi hanya diam tertunduk dan tidak melakukan apa-apa.
"Hei, Si Sinting Jidat Lebar, jangan diam saja! Ayo jawab! Kau mau atau tidak? Hahahahaha…" kata Yakumo. Sakura masih tetap diam. Wajahnya tetap tenang tanpa ekspresi. Tapi hatinya menjerit kesal dengan semua perkataan menyakitkan dari keempat gadis di depannya itu. Ia ingin sekali menampar wajah-wajah mereka, tapi niat itu diurungkannya.
"Hei, Jidat Lebar! Kau bisa bicara atau tidak, sih?" bentak Karin sambil menggebrak meja Sakura. Sakura awalnya memang terlonjak kaget, tapi ia masih tetap diam dan semakin menundukkan kepalanya.
"Karin, sepertinya ia sudah bisu, jadi ia diam saja," kata Fuka sambil memainkan rambut merah panjang kesayangannya.
"Huh, kupikir juga begitu. Ia sudah tidak bisa bicara lagi rupanya. Rasakan, kau, Jidat Lebar! Makanya, jangan kebanyakan diam kau!" ejek Karin.
Sakura sudah tidak tahan lagi. Emosinya menggebu-gebu. Air matanya mulai berkumpul menjadi satu. Bibir bawahnya bergetar hebat. Tangannya mengepal. Cairan bening yang sudah terkumpul banyak di depan mata emeraldnya jatuh ke pipi lembutnya.
"Dasar cengeng! Begitu saja menangis! Lemah sekali, kau, Jidat Lebar?" ejek Karin lagi.
"Tutup mulutmu atau aku akan membunuhmu!" bentak Sakura yang juga menggebrak mejanya sekeras mungkin. Karin dan ketiga temannya terlonjak kaget. Mereka mundur beberapa langkah menjauhui Sakura. Jujur saja, ini adalah pertama kalinya Sakura membentak orang yang mengejeknya.
"Apa kalian belum puas menghinaku terus, hah? Apa kalian belum puas membuatku menderita? Apa kalian tidak bisa sehari saja tidak menghinaku?" bentaknya lagi. Ketiga teman Karin terlihat ketakutan melihat amarah Sakura meledak. Mereka hanya diam dan saling padang. Sementara Karin, ia malah tersenyum sinis mendengar ucapan Sakura.
"Wah, wah, wah. Kupikir kau tidak bisa marah. Tapi ternyata bisa. Kemajuan yang begitu pesat, Jidat Lebar," kata Karin masih sambil tersenyum sinis. "Kalau kau mau meningkatkannya lebih lagi, kupikir akan ada orang yang mulai mau berteman denganmu. Itu sih kalau mereka mau. Tapi kurasa tidak."
PLAAK..!
Tangan kanan Sakura mendarat dengan sangat keras di pipi Karin. Karin memegangi pipinya yang ditampar dengan mata yang berlinang karena kesakitan. Tapi Sakura belum merasa puas walau hanya dengan menampar Karin saja.
"Apa yang kau lakukan padaku?"
"Perempuan brengsek kau!" bentak Sakura lagi. Emosinya sudah betul-betul memuncak. Mungkin kali ini tidak akan ada yang dapat menyurutkan amarahnya. Ya, emosi yang sudah lama dibendungnya sekarang dikeluarkannya dan dilampiaskannya pada Karin, yaitu dengan menampar pipinya sebagai awal. Sakit, memang. Tapi rasa sakit itu tak sesakit perasaan Sakura ketika banyak orang telah menghancurkan perasaannya.
"Apa katamu? Berani sekali kau?" balas Karin yang emosinya tak kalah besar dari Sakura. Sakura hanya diam saja dan menatap Karin tajam. "Setelah ini, lihat apa yang akan terjadi padamu! Camkan itu!"
Karin pergi menjauhi Sakura diikuti dengan ketiga orang temannya. Sakura duduk di bangkunya kembali dan menghapus air matanya. Kemudian ia menghela nafas panjang dan kembali menulis di bukunya.
x x x x x
Sakura berjalan melewati lorong sekolahnya yang panjang menuju gerbang sekolah. Sekolah sudah sepi karena jam pelajaran telah usai dan orang-orang juga sudah banyak yang pulang. Ketika ia berjalan, seseorang mencoleknya dari belakang. Sakura pun langsung menoleh.
"Ada sesuatu untukmu," kata orang itu sambil menyerahkan sebuah kertas pada Sakura. Ketika Sakura menerimanya, orang itu langsung pergi begitu saja. Sakura melihat keras putih yang terlipat itu. Ia pun membuka lipatannya dan membaca tulisan yang tertera di kertas itu.
Hai, Sakura? Bisa minta waktunya? Sebentaaaaaaar saja. Aku tidak akan lama, kok. Lima menit saja, tidak akan lebih. Kalau aku bohong, kau boleh bunuh aku. Aku ada di atap sekolah saat ini. Kumohon datanglah. Aku punya kejutan untukmu. Kau akan suka. Please, Sakura-chan. Datang, ya? Kutunggu…
Sakura mengerutkan dahinya selesai membaca tulisan itu. Tidak biasanya ada seseorang yang mengiriminya pesan seperti itu, apalagi ingin memberinya kejutan. Sakura sempat mengacuhkannya, tapi karena ia penasaran, ia kembali berjalan dan menuju ke atap sekolah. Ia ingin tahu siapa orang itu.
Sesampainya di atap, Sakura menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari orang yang mengiriminya pesan tadi. Tapi Sakura tidak menemukan siapa pun di sana. Matanya terus mencari-cari. Rambutnya yang berwarna merah muda berterbangan disapu angin yang begitu lembut berhembus.
"Halo? Apakah ada seseorang di sini?" panggil Sakura. Tapi tidak ada jawaban. Tidak ada suara seseorang yang menjawab panggilannya.
"Halo? Apakah ada seseorang di sini?" ulang Sakura dengan suara yang lebih keras. "Aku mendapat pesan dari seseorang dan diminta untuk datang ke sini. Dan sekarang aku sudah datang. Cepat keluarlah. Kau sendiri yang memintaku, bukan? Kalau dalam waktu lima menit kau tidak datang, aku akan pergi," lanjut Sakura. Tapi masih sama, tidak ada jawaban yang membuatnya puas. Oleh karena itu, sesuai perkataanya tadi, ia akan menunggu orang itu untuk keluar selama lima menit.
Tiba-tiba saja, seseorang berjalan mengendap-endap di belakang Sakura. Sakura tidak mengetahuinya karena orang itu berjalan mengendap-endap dan suara langkahnya tak terdengar. Kemudian, ia mengeluarkan sesuatu dalam sakunya. Orang itu tepat berada di belakang Sakura, lalu ia mencoleknya dari belakang. Sakura menoleh ke belakang dan tengah mendapati seseorang. Tapi tiba-tiba matanya terbelalak lebar. Ia merasakan ada sebuah benda tajam menancap di perutnya. Cairan merah pekat keluar dari sudut bibirnya. Begitu pula dengan di perutnya. Cairan merah pekat berbau anyir itu semakin banyak keluar dari dalam tubuh Sakura.
"Aarrgghh… Apa yang kau… Lakukan… Pada….ku?" erang Sakura sambil memegangi perutnya yang sudah berwarna merah oleh darah. Orang yang ditanyai Sakura hanya tersenyum sinis penuh arti.
"Memberimu sebuah kejutan," jawab orang itu santai.
"Ja… Jadi ini… yang kau… sebut dengan… kejutan…?" kata Sakura dengan menatap orang itu tajam.
"Iya. Sudah lama sekali aku ingin memberimu kejutan ini. Dan kupikir teman sekelas atau bahkan satu sekolah juga mengharapkannya, Sakura," jawab orang itu.
"Sebenarnya… apa mau…mu…?" tanya Sakura yang sudah mulai kehilangan kesadarannya.
"Mauku? Kau tahu, Sakura? Aku begitu membencimu. Aku membenci semua yang ada pada dirimu. Aku benci sikapmu, aku benci sifatmu, aku benci pada kelakuanmu, terutama saat kau menamparku. Aku benci semua itu. Terlebih aku benci kegilaanmu! Kau tahu, itu?"
"Tapi…un… tuk… apa kau mem…bunuhku?"
"Agar aku dan teman-teman tidak perlu melihatmu lagi. Kau itu perusak di sini. Makanya kau kami beri julukan Si Sinting Jidat Lebar. Jadi, daripada kami yang ada di sekolah ini menahan muntah karena jijik melihatmu terus di sini lebih baik dibunuh saja kau. Lagipula kau juga tidak berguna di sini."
"Kau… memang wanita breng… sek…!"
"Sudah cukup mengatai aku wanita brengsek! Bahkan kau lebih brengsek dariku, bukan? Dasar orang gila! Akhirnya kau pergi juga untuk selama-lamanya."
BRRUUKK…!
Akhirnya, Sakura pun ambruk. Tubuh gadis itu telah tergeletak lemah tanpa nyawa. Sementara dia yang telah membunuh Sakura hanya tersenyum sinis penuh kemenangan. Ia puas bisa membunuh Sakura dan melenyapkan gadis itu dari dunia ini. Itu memang keinginannya sejak dulu.
"Gadis yang malang," kata orang itu seraya pergi meninggalkan Sakura yang tanpa nyawa itu, bak sebuah sampah yang telah dibuang dan dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya yang sudah tak terpakai.
x x x x x
"Kau lama sekali, sih, Karin? Dari mana saja kau?" tanya Yakumo dengan wajah cemberut yang sudah menunggu di depan gedung sekolah.
"Maaf sudah membuat kalian menunggu. Tapi tadi aku kembali ke kelas karena mapku ketinggalan. Padahal map tersebut berisi tugas-tugasku. Ini dia. Untung saja tidak hilang," jawab Karin sambil memperlihatkan mapnya.
"Begitu? Oh, ya, apakah Si Sinting Sakura itu sudah pulang? Kok dari tadi aku tidak melihatnya keluar-keluar? Padahal aku masih ingin mengejeknya sekali lagi," kata Konan.
"Iya, ya? Dari tadi aku juga tidak melihatnya. Karin, sewaktu di kelas kau melihatnya, tidak?" tanya Fuka.
"Ah? Eh… Mm... Ti… Tidak tuh. Di kelas tidak ada siapa-siapa sewaktu aku kembali ke sana. Mungkin saja dia baru di toilet atau ke mana begitu. Padahal aku juga masih ingin mengejek si jidat lebar itu sekali lagi. Hihihi…" jawab Karin yang awalnya terbata-bata.
"Ya sudah, dari pada membicarakan Si Sinting Jidat Lebar itu, lebih baik kita segera pulang," kata Yakumo. Karin dan yang lainnya pun mengangguk, kemudian berjalan menuju parkiran sekolah untuk mengambil mobil dan pulang.
-To Be Continued-
Eh…? Apa-apaan itu? Yang barusan tadi itu apa? Hah? Yang barusan tadi itu apa? Itu lho, yang di atas itu. Deretan-deretan tulisan abal yang di atas itu apa? Gaje banget.
Untuk horror belum Hoshi ceritakan. Ini masih awal permulaan. Apakah feelnya sudah terasa? Atau belum?
Hoshi juga mau minta maaf buat fans-nya Sakura, ya? Maaf kalau di sini Sakuranya Hoshi bikin menderita, diejek dan diolok-olok. Apalagi dibunuh. Duh… Sekali lagi Hoshi minta maaf. Bukan karena Hoshi benci Sakura, malahan saya suka banget sama Sakura. Sekali lagi, MAAF!
Terus, maaf lagi kalo di ch ini masih kependekan, jadi nggak puas bacanya. Dan (sekali lagi) maaf kalo ada typo. Hoshi belon sempat periksa karena Hoshi lagi males #plak. Maaf, ya? #reader: ah, maaf terus lo dari tadi!
Review, please?
