.
.
Pheromone
A chanbaek fiction by
Nejumi
.
.
.
페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬
.
"Kau tahu, Chanyeol tadi tersenyum padaku."
Satu
"Benarkah? Waaa! Aku iri padamu..."
Dua
"Badannya makin seksi ya..."
Tiga
Aku menghela napas mendengar obrolan Seulgi, Wendy dan Luna, teman sekelasku. Mereka membicarakan Chanyeol, temanku dari kelas lain. Chanyeol adalah si penebar ranjau yang kali ini sepertinya sudah berubah menjadi penebar pheromon.
Ok, salahkan aku. Aku yang menyuruh Chanyeol untuk jangan memasang tampang horror di sekolah. Maksudku, mata yang bulat dari sananya, suka sekali menatap penuh intimidasi pada seluruh penghuni sekolah. Jangankan anak baru, guru pun jarang ada yang berani menatapnya.
Tapi kenapa aku juga tidak senang dengan hasilnya? Kan aku tidak berharap ia diteriaki bagai idol. Seksi apaan.
Chanyeol, Park Chanyeol. Harus dari mana aku bercerita tentangnya?
Dia siswa biasa sepertiku. Kecuali bagian dia anak Park Siwon, kepala klan penguasa daerah ini, dia normal. Ditambah bagian dia punya banyak penjaga berpistol di depan rumahnya, dia juga normal. Dan kecuali bagian dia pewaris dari tahta klan penguasa itu, dia masih normal. Jangan lupa bagian dia selalu berkelahi dengan siapapun.
Terus saja begini, hingga aku makin sulit mencari hal paling normal darinya.
Aku membalik buku cetak bahasa inggrisku. The meeting gonna be held on 2 o clock terpampang di salah satu kalimat. Meeting? Kapan pertama kali aku bertemu dengan Park Chanyeol?
Papaku bilang, aku sudah berteman denganya sejak bayi. Tapi seingatku, pertama kali aku bertemu denganya, saat aku masuk TK. Karena umur dua sampai empat tahun kuhabiskan di USA, ayahku membuka cabang restoran iga di sana.
Ah iya, namaku Byun Baekhyun. Anak pemilik restoran iga di tepi jalan utama.
.
페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬
.
Taman Kanak-kanak, sekitar 12 tahun yang lalu
Seorang anak lelaki bermata sipit sibuk sendiri dengan robotnya, di antara siswa lain yang bermain. Dia belum punya banyak teman, karena baru saja pindah ke TK ini tadi pagi. Dan sepertinya tidak terlalu bermasalah dengan hal itu juga.
Tidak jauh dari tempat anak itu, ada Chanyeol yang mendekati kumpulan anak lainya.
"Hei, kalian minggir!" yang dimaksud Chanyeol adalah menyuruh empat anak lain pergi dari area permainan lego.
"Tidak mau, kami sudah di sini lebih dulu." Bantah seorang anak lelaki bertubuh tambun.
"Ck! Kubilang minggir ya minggir!" Chanyeol menarik tubuh anak itu, bangkit dari posisi duduknya.
"Chanyeol, hentikan!" Seorang anak perempuan menengahi.
"Makanya pergi dari sini!" Chanyeol memang tidak ada yang bisa membantah. Bakat preman sudah ter-ekstrak di darahnya.
"Tidak mau! Tidak mau!" Anak bertubuh tambun tadi berontak di cekalan Chanyeol. Membuatnya kehilangan keseimbangan, terhuyung dan...
BRUAK!
Semua diam melihat bagaimana Chanyeol jatuh terduduk meringis menimpa mainan anak pindahan tadi. Mainan robot yang dibawanya jauh dari Amerika, buntung kakinya. Anak-anak lain horror melihat bagaimana anak itu menatap Chanyeol sebal.
Chanyeol bangkit, menatap anak itu. Pandanganya berbeda, entah apa artinya.
Anak itu meraih kerah seragam Chanyeol "Kau merusaknya..."
BUGH!
Satu pukulan keras mendarat pada rahang Chanyeol. Anak ketua klan Choi, dipukul oleh entah anak siapa. Jelas anak baru itu tidak tahu status orang yang sekarang merah pipinya.
Tidak ada yang bersuara. Semua anak yang tadinya berisik bukan main, diam menonton bagaimana 'Park Chanyeol, seorang berandal TK dipukul anak baru'
Anak itu kembali pada robotnya yang sudah patah 1 kaki, berusaha memasangnya sambil cemberut. Ia menggerutu Bahasa asing. Namun kemudian tangan kirinya dicekal oleh Chanyeol. Semua anak menahan napas. Ini horror, menurut mereka begitu.
"Siapa namamu?" Chanyeol serius menanyai anak itu.
Masih dengan tatapan sebal, si anak baru menjawab "Byun Baekhyun." Dan kenapa juga anak itu masih menjawab pertanyaan Chanyeol.
"Aaah! Baekhyun ah!" Tanpa disangka, Chanyeol malah memeluk tubuh Baekhyun. Menggoyangkanya, kemudian memainkan pipi chubby miliknya. Pemandangan ini otomatis membuat anak lain bingung.
.
페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬
.
Seharian ini aku sudah berpikir matang untuk mengatakan ini pada Chanyeol. Hal yang benar-benar membuat otakku tidak sinkron. Iya, aku tahu. Aku hanya cari alasan kenapa tadi nilai ulangan Bahasa inggrisku turun, padahal aku sempat tinggal di Amerika.
"Chanyeol ah." Tegurku.
Chanyeol yang sedang mengemut ujung es krim memandangku "Apa?"
"Apa kau bisa berseragam normal, seperti anak sekolah biasa?"
"Memang aku kurang normal?"
Aku memandangnya lalu menghela napas. Melepas jas sekolah, dasi hanya diselempangkan di kerah, kemeja tidak dimasukan, 2 kancingnya tidak terpasang karena copot akibat berkelahi. Kejadian sudah lama sekali sebenarnya, ia kan bisa saja menyuruh salah satu dari pembantunya yang berjejer untuk memasangkanya. Pembantunya bahkan lebih banyak dari pegawai di restoran ibuku. Tapi toh dia sama sekali tidak peduli.
"Memang seragamku kenapa?" tanya Chanyeol lagi. Nada bicaranya seperti orang benar-benar tidak paham arah ucapanku. Seperti.
Aku menghentikan langkah tepat di bawah pohon. Membuang bungkus eskrim di tempat sampah. Saat ini kami berjalan pulang dari sekolah, by the way.
Chanyeol membalikkan badan memandangku.
"Ini seragam sekolah yang normal." Kutunjuk badanku sendiri. Rapi, sesuai standar sekolah. Belum lagi kacamata minus di hidungku. Normal sekali.
"Selama ini tidak ada yang protes aku pakai begini."
Ok, dia lugu, polos, atau bodoh? Siapa yang mau memprotesnya? Guru? Iya kalau mereka tidak takut keamanan sekolah terancam. Siswa lain? Siapa juga yang mau mendapat resiko kehilangan gigi atau patah hidung? Malah yang kulihat baik siswa lelaki ataupun perempuan sangat menikmati melihat dada bidangnya dari celah kemeja. Penebar pheromon.
Kembali kulangkahkan kaki "Berjalan denganmu seperti berjalan dengan—"
"Anak yakuza?" Potongnya.
"Memang begitu kenyataanya kan?" Aku balik tanya. Sebenarnya tidak enak juga menyinggung hal paling sensitif baginya. Tapi seperti yang papaku bilang, aku sudah mengenalnya seumur hidupku. Dan tidak ada sejarahnya dia marah padaku.
.
페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬
.
Esok harinya.
"Kau sudah bertemu Chanyeol hari ini?"
Satu
"Belum, memangnya kenapa?"
Dua
"Dia...berbeda. tapi, kyaaa makin tampan."
Tiga
Aku yang sedang membaca materi yang akan diajarkan agak terganggu dengan percakapan dua cewek teman sekelasku ini. Lagi dan selalu seperti itu setiap pagi. Mereka membicarakan hal yang sama. Tapi kali ini berbeda? Apanya?
Hari ini aku tidak berangkat sekolah dengan Chanyeol. Dia bahkan belum bersiap waktu aku menghampiri rumahnya. Dan yang jelas aku tidak mau dapat resiko dihukum karena terlambat.
.
.
.
Istirahat...
"Hari ini Chanyeol kenapa?" tanya Kyungsoo, teman sekelas Chanyeol.
Aku menggeser salah satu kursi kantin lalu duduk "Ada apa denganya?"
"Baekhyun ah, geser mangkukmu." Jongdae yang baru datang protes "Kau menyuruhnya lagi?
Kugeser mangkuk makan siangku yang terlalu mengekspansi meja "Memang kenapa?" penasaran kenapa semua orang bicara tentangnya, padahal aku belum melihatnya dari pagi.
"Ya, ya,... tadi saat aku jatuh dari tangga Chanyeol membantu memapahku ke UKS!" Teriakan heboh salah satu siswa perempuan terdengar.
Aku mengaduk mangkuk kasar "Ck, baru dipapah saja sudah heboh. Aku yang sering mandi bersama biasa saja." Maksudku itu jaman dulu, masih TK, di pemandian.
Jongdae mengayunkan sendoknya "Woi, woi, ada apa ini? Kenapa kau terdengar—"
"Jealous?" sambung Kyungsoo tersenyum licik.
"What? Aku cemburu? Nonsense!" elakku. Cemburu katanya? Hah.
"Tapi dari caramu bicara tadi terdengar tidak mau kalah." Ucap Jongdae mengemut sendoknya.
Kyungsoo kembali memakan isi piringnya "Artinya cemburu." Penegasan, sial.
Kudengar seseorang menarik kursi di sebelahku "Siapa yang cemburu?" suara berat yang sangat kukenal "Kau cemburu?"
Aku otomatis menoleh "Aku? Aku tidak cembu—" Entah kenapa ucapanku tertahan di tenggorokan melihat Chanyeol di sebelahku.
Ini yang mereka sebut 'Chanyeol berbeda'. Kali ini dia terlihat rapi. Baju, kancing, dasi, jas, semua terpasang dengan benar. Ditambah kacamata yang kupastikan bukan minus bertengger di hidungnya.
Aku menelan ludah susah payah. Baru menyadari bahwa teman kecilku ini... tampan.
"Siapa yang cemburu?" tanya Chanyeol lagi. Aku seketika sadar dari lamunan.
"Ada apa dengan... penampilanmu?" jariku menunjuk kepala hingga perutnya.
"Bukankah kau ingin aku berseragam normal?" jawab Chanyeol santai "Siapa yang cemburu?" ia mengulang pertanyaan untuk ke sekian kali. So persistent.
Aku terbatuk, mengalihkan pandangan. Sial! Entah kenapa napasku jadi sesak begini melihatnya. Padahal tidak ada special-nya.
"Sepertinya Baekhyun cemburu." Ucap Jongdae cuek.
"Aku? Tidak! Aku tidak cemburu." Tanganku serampangan berayun di udara, bentuk ketidaksetujuan. Hingga...
BRUGH
Semua yang ada di kantin berpaling ke arah meja kami. Melihat bagaimana 'Chanyeol yang hari ini rapi ditumpahi semangkuk kare'.
Aku tahu, mereka pasti menunggu reaksi Chanyeol. Namun, setelah tahu bahwa akulah pelakunya, mereka paham tidak akan ada kejadian Chanyeol mengamuk di kantin.
.
.
.
Angin langsung menampar wajahku ketika aku sampai di atap sekolah. Jam pelajaran masih berlangsung sebenarnya, tapi ada yang harus kulakukan di sini.
Bisa kulihat Chanyeol duduk di pembatas pagar atap. Mendengarkan musik dari earphone sambil mengemut lolipop. Kulangkahkan kaki duduk di sebelahnya.
Chanyeol melepas earphone nya "Hei, kau bolos juga?" ia bertanya enteng.
Kugaruk kening. Aku bersumpah, tadi niatku menghampirinya adalah untuk minta maaf. Tapi melihatnya ceria begini...
"Kau tidak ingin ikut pelajaran?" tanyaku.
"Dengan keadaan begini?" ia mengibaskan kemejanya yang masih agak basah, bekas dibasuh. Noda kuning gelap masih membekas di sana.
Aku menyadari kesalahanku. Menginginkanya berpenampilan normal tapi malah menyebabkanku memberikan musibah baginya.
Eh, tapi dia tidak menganggap itu musibah sih. Ah bingung.
Aku menghela napas "Kenapa tidak pulang saja?"
Keningnya mengkerut "Sudah dandan berlama-lama untukmu, kau menyuruhku pulang saja?"
"Dandan untukku?"
"Aku begini kan karena kau ingin melihatku berseragam normal."
Aku begini kan karena kau ingin melihatku berseragam normal
Aku begini kan karena kau ingin melihatku
Aku begini kan karena kau ingin
Aku begini kan karena kau
Okay
Stop
Terlalu sering bersama aku tidak pernah mengamati wajahnya. Kupandangi wajahnya dari sini. Dari samping sini ataupun dari depan semuanya sama. Jika kau tidak percaya saat orang mengatakan bahwa temanmu tampan, tunggulah ia mengubah sedikit penampilanya. Dan parahnya itu berlaku padaku. Baru menyadari bahwa ia tampan.
Aku menghela napas "Jangan beseragam aneh begitu lagi."
"Apa?" Chanyeol merendahkan wajah, menatapku.
Aku mundur menghindar "Jadi dirimu sendiri saja. Lebih enak dipandang." Aku sadar bagaimanapun penampilan seorang Park Chanyeol, dia tetap akan jadi penebar pheromon.
"Waaa syukurlah, jika maumu begitu." Kurasakan leherku dipeluk erat "Em, sebenarnya ada yang ingin kutanyakan."
"Hm?"
"Tentang ramah pada semua orang, jangan memasang tampang... ya you know lah."
"Lupakan yang itu juga." Jawabku cepat.
Chanyeol tertawa keras lalu…
Muah Muah Muah
Entah apa yang kurasakan menempel tiga kali di pipiku "Haaa senang rasanya. Kembali berlaku bebas sesukaku."
Iya begini memang lebih baik. Dari pada aku makin tersiksa batin. Memang Chanyeol tetap akan digilai semua orang bagaimanapun penampilanya. Dan masalah berlaku ramah, biarkan dia menampilkan wajah pembunuh di depan orang lain, yang penting ia memperlihatkan wajah aslinya hanya padaku.
.
페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬페로몬
.
Pernah baca atau nonton anime BL tight rope? Ini terinspirasi dari situ. Dan mungkin ada yang merasa udah pernah baca ff ini dengan cast berbeda? ini remake. Iya, ketauan lagi mentok banget mau nerusin utang ff.
Sudah lama ini remake ini direncanakan, baru bisa kesampean. Maaf kalo ada kurangnya. Kecuali kurang panjang ya, emang kapasitasku Cuma segini. Maklum lah.
