PET

KookV

BTS Fanfiction

Warning! Typo bertebaran, dll

Happy reading~

.

.

"Tanganmu kenapa?"

Jungkook melirik punggung tangannya. Terdapat goresan kecil di sana. "Dicakar."

"Oleh?"

"Kucing."

Teman Jungkook, yang mana adalah Jimin, mengeryit. "Kau punya kucing?"

"Sejak lama."

"Aku tak pernah tahu," Jimin masih menampakkan ekspresi bingung.

Jungkook menatap temannya jengkel. "Penting?" ia menyodorkan buku pada Jimin. "Bukankah lebih baik kau menyelesaikan tugasmu? Kau terlalu banyak bicara."

Sambil melihat pekerjaan Jungkook, Jimin tertawa. "Tampaknya kau harus belajar mengontrol emosimu, bukankah begitu?" candanya. "Kau mudah sekali marah karena hal sepele."

"Diam," kata Jungkook dengan nada rendah. Ia merasa apa yang dikatakan Jimin tidak sepenuhnya benar. Memang ia terbilang mudah marah, tapi sungguh, kali ini ia tidak marah. Ia hanya sedikit kesal pada rekan sebangkunya itu karena sejak tadi, pemuda itu lebih banyak bicara dibanding bekerja. Tugas matematika yang seharusnya diselesaikan berdua pun alhasil hanya dikerjakan oleh Jungkook.

Memutar bola mata, ingin sekali Jungkook menghadiahi kepala Jimin dengan buku setebal limabelas centi yang entah ia lupa milik siapa. Yang jelas, ia merasa terganggu dengan tawa Jimin yang tak kian berhenti, padahal tidak ada sesuatu yang lucu.

"Cepat selesaikan itu dan biarkan aku pulang," geram Jungkook, menuding buku tulisnya yang akan disalin Jimin.

"Baiklah, baik, tenang," Jimin menyudahi tawanya dan mulai menulis. Menyunggingkan seringai kecil di bibirnya, ia berkata dengan pandangan yang tetap tertuju pada buku, "Kau ingin cepat-cepat pulang agar bisa bermain dengan peliharaanmu, 'kan? Aku tak pernah menyangka bahwa seorang Jeon Jungkook bisa jadi semanis ini."

Sudah cukup. Jungkook hilang kesabaran. "Jimin," panggilnya. Jimin mengangkat kepala, pandangannya terlihat polos. "Buku ini tebalnya kira-kira limabelas centi. Mau kau rasakan bagaimana sakitnya ia saat menghantam kepalamu?"

Jimin tersentak, lalu menggeleng cepat. Ia lantas meminta maaf atas ucapannya, lalu mempercepat gerakan tangannya menyalin hasil kerja Jungkook. Tulisan Jungkook sangat bagus dan rapih, sehingga Jimin mudah membaca dan mengikuti apa yang tertulis di sana. Walau harus menyalin perhitungan yang membuatnya pusing, menurutnya itu lebih baik dibanding mengorbankan kepala berharganya pada sebuah buku.

.
(PET) .

Hujan terlampau deras pada malam itu. Jungkook sampai rumah dengan tubuh separuh basah. Ia menyesali keputusannya untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah Jimin. Kalau tahu Jimin hanya akan menyalin apa yang telah dikerjakannya, maka ia akan mengajak Jimin untuk mengerjakan tugas di rumahnya saja, sehingga ia tidak perlu repot melawan deras hujan saat harus mencapai rumahnya sendiri. Biarlah Jimin yang kehujanan, Jungkook tidak peduli.

Tapi terlambat. Jungkook mengambil keputusan yang salah. Betapa bodohnya ia karena membawa dirinya sendiri pada kesialan. Karena itu, menyesal pun rasanya percuma. Semuanya telah terjadi.

Setelah memasuki rumah dan meletakkan payungnya, sang ibu menyambutnya dengan wajah prihatin.

"Astaga Jungkook, kenapa celanamu basah sekali? Kau memakai payung dengan benar kan, sayang?"

"Hujannya sangat deras," Jungkook menjawab seraya menuding jendela. "Hujan angin. Aku hanya bisa melindungi kepalaku dari air. Tidak bisa menolong kakiku."

Memang benar. Cuaca terlihat sangat tidak bersahabat. Jendela menampakkan beberapa barang di luar yang terbang akibat tertiup angin kencang.

Ibu Jungkook memandang jendela sebentar, kemudian beralih pada anaknya lagi. "Kalau begitu cepat pergi ke kamarmu dan bersihkan diri, kau terlihat sangat berantakan," katanya.

Jungkook menurut. Cepat-cepat ia melepas sepatu dan bergegas menuju kamarnya di lantai dua. Sebelum ia naik tangga, ibunya sempat berkata bahwa ia bisa turun dan makan malam terlebih dahulu kalau merasa lapar. Jungkook hanya menjawab dengan anggukan, lalu meneruskan langkahnya.

Seekor kucing orange kecoklatan mengeong keras begitu Jungkook melangkah masuk kamarnya. Kucing tersebut berlari dan langsung melompat ke arah Jungkook, yang dengan sergap ditangkap Jungkook sambil tersenyum lebar. Kucing bertubuh sehat itu berceloteh dengan bahasanya, membuat Jungkook tertawa. Tampaknya kucing Jungkook tengah memarahinya karena pulang malam.

"Menungguku?" pertanyaan Jungkook dihadiahi ocehan kucingnya lagi. "Maaf, aku harus mengerjakan tugas di rumah teman. Selain itu, hujan sangat deras! Kau tak melihatnya?" ia dan kucingnya sama-sama memandang ke luar jendela. Petir menyambar-nyambar di sana. Kucing milik Jungkook kembali menghadap majikannya, lalu mengusak kepalanya pada dada sang majikan sebagai permohonan maaf.

"Baik, aku maafkan," respon Jungkook seraya menutup pintu kamarnya. Ia membawa kucingnya ke meja belajar. Menurunkan kucingnya di sana, ia berkata, "Aku mau mandi dulu. Kau tak keberatan ditinggal sebentar 'kan, V?"

Kucing yang dinamai V itu jelas menjawab 'tentu aku keberatan' jika memang ia bisa bicara. Namun karena tak bisa melakukannya, ia hanya mendiami Jungkook dan justru menatapnya dalam diam. Beruntung Jungkook sangat mengerti arti tatapan itu, sehingga ia mencari sebuah benda agar bisa dimainkan V sementara menunggunya selesai membersihkan diri.

Jungkook meraih sebuah bola kecil di laci meja, lalu menunjukkannya pada V. Mata V mengekor pada gerakan tangan Jungkook yang memegang bola. Ketika bola tersebut dilempar, V mengejarnya cepat. Jungkook tertawa lagi sebelum pamit pada kucingnya untuk mandi.

V masih sibuk memainkan bola lemparan Jungkook ketika Jungkook selesai mandi. Melirik jam dinding, Jungkook membuka lemari pakaiannya dan mengambil sebuah piyama. Diletakkannya piyama yang terlipat rapi itu di atas kasur. Kemudian ia duduk di kasur dengan pandangan yang mengarah pada kucingnya.

"Sudah waktunya, bukan?" tanya Jungkook pada V. Dengan posisi telentang, V diam menatap majikannya. Ia pun melihat jam dinding.

V menjatuhkan barang mainannya. Menyempatkan diri menoleh pada Jungkook, ia duduk manis membelakanginya. Dalam sekali kedipan mata, sosok kucing itu berubah menjadi seorang pemuda manis bersurai coklat madu yang tubuhnya halus tanpa cacat. Ia berbalik ke arah Jungkook dan merangkak mendekatinya. "Ayolah, Jungkook, aku bukan anjing. Mengapa kau memberiku bola?"

"Kukira tidak ada bedanya mainan kucing dan anjing," sahut Jungkook, sama sekali tidak kaget dengan perubahan wujud kucingnya. Ia mengusak rambutnya yang basah menggunakan handuk. "Aku baru membelinya kemarin. Kau tidak suka?"

V duduk bersila di hadapan Jungkook. Tubuhnya bersih tanpa sehelai busana yang melekat. "Kalau boleh memilih, aku lebih suka buntalan benang."

"Kau sudah memilikinya."

"Aku menghilangkannya."

"Itu salahmu," Jungkook membalas, V merengut. Melihat V yang belum berpakaian, Jungkook mengambil piyama yang telah ia siapkan lalu menyodorkannya pada pemuda perwujudan kucing itu. "Pakailah dulu, lalu tolong kunci pintu. Aku lupa."

V mengikuti perkataannya. Diraihnya piyama Jungkook dan memakainya. "Tapi aku tidak suka pakai ini," ia menggerutu seraya memanyunkan bibir. Selesai mengenakan piyama, ia mendekati pintu dan menguncinya, kemudian tidur meringkuk di tengah ruangan.

"Kau sudah memakainya sejak umurmu enam bulan," Jungkook turun dari kasur. Ia mendudukkan diri di depan V. Sambil mengelus surai coklat V dengan lembut, ia berkata, "Saat itu tubuhmu jauh lebih kecil dariku sehingga piyamaku terlalu besar di tubuhmu."

"Tapi sekarang aku sudah dewasa," kata V. "Umurku empatbelas bulan dan bisa dibilang kini aku seumur denganmu," nadanya terdengar bangga.

Jungkook tertawa lagi. Ia mengerti maksud V. Empatbelas bulan umur kucing setara dengan manusia yang berumur tujuhbelas tahun. Tidak terasa, kini V sudah dewasa. Sejak awal memelihara V, Jungkook tidak pernah melewatkan hari tanpa gelak tawa. Mungkin melihat V yang hanya bernapas pun dapat membuatnya mengukir senyum pada wajahnya yang jarang menampakkan ekspresi di hadapan orang lain. Sifat Jungkook yang pemarah dan dingin akan berubah dalam sekejap jika sudah berurusan dengan kucingnya tersebut. "Berhentilah bertambah tua dengan cepat. Kau bisa lebih tua dariku dalam kurun waktu yang singkat."

"Akan kuusahakan kalau aku bisa."

Keduanya tidak saling bicara selama beberapa menit. V menikmati belaian tangan Jungkook pada kepalanya. Perlahan, tangan itu turun ke dagu V, menggelitiknya. Sang empu mendongak sambil memejamkan mata, merasa geli.

"Ngomong-ngomong, tidakkah kau merasa waktumu berubah semakin cepat?" Jungkook kembali memulai topik. V membuka mata.

"Ya, aku menyadarinya," jawab V. Ia memandang Jungkook sejenak. Senyum polos mengembang di wajahnya. "Mungkin akan ada saat bagiku untuk berubah di sore atau siang hari? Sepertinya menyenangkan."

"Kau tidak boleh melakukannya. Ibuku akan tahu."

Senyum V seketika luntur. Ia lelah disembunyikan seperti ini. Ya, disembunyikan. Tak pernah ada yang tahu bahwa selama ini wujudnya bisa bertranformasi dari kucing menjadi manusia, bahkan ibu Jungkook pun tidak tahu.

Aneh? Memang. Tapi ini kenyataan yang telah dilihat Jungkook sejak beberapa bulan lalu, setelah ia menemukan dan memutuskan untuk membawa V yang kala itu masih sangat kecil. Awalnya ia sangat terkejut dengan keberadaan seorang bocah laki-laki di kamarnya pada tengah malam, namun ketika mengetahui bahwa bocah tersebut adalah wujud lain kucingnya, sebisa mungkin ia menyembunyikan keberadaan V dari orang lain, terutama ibunya.

Tidak, Jungkook juga tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi. Sampai detik ini pun Jungkook masih bertanya-tanya mengenai sosok V yang sebenarnya. Ia sangat ingin menanyakan hal ini, namun diurungkan niatnya setiap kali melihat V tampak ceria saat berada dalam sosok manusianya. Biarlah ini jadi misteri yang takkan pernah terpecah. Selama ia bisa melihat senyum V, tidak masalah bila ia harus memendam rasa keingintahuan yang dalam.

V memiliki waktu tertentu untuk berubah. Dari tengah malam yang menjadi waktu pertamanya melakukan perubahan, hingga tepat jam delapan malam seperti saat ini. Tidak ada yang tahu mengapa waktu perubahaannya semakin maju.

Bagi Jungkook, perubahaan V yang semakin cepat justru membuatnya gusar. Kenapa? Karena apabila V berubah di sore atau siang hari, maka ibunya akan tahu, sebab ia rutin memasuki kamar Jungkook untuk membereskannya. Dapat dipastikan ibunya tak lagi menyentuh kamar Jungkook jika waktu telah menunjukkan pukul enam ke bawah, membuat perubahan V masih terbilang aman untuk saat ini.

"Jungkook, apa kau lapar?"

"Hmm sedikit," jawab Jungkook. Ia memerhatikan V yang sedang memeluk perutnya sendiri. Kini kepala V sedang berada di pahanya. "Kau lapar?" ia balik bertanya, yang segera dibalas V dengan anggukan malu.

"Mungkin ibu lupa memberiku makan karena terlalu mencemaskanmu tadi," kata V. "Aku juga sama cemasnya memikirkanmu sampai tidak meraung kelaparan."

Jungkook tertawa agak keras. "Apa-apaan kau. Memangnya kau singa, bisa meraung?" candanya. V ikut menertawakan ucapannya sendiri. Jungkook mendorong pelan V agar bisa berdiri. "Kalau begitu aku akan mengambil makanan untukmu. Tunggu disini."

"Bagaimana denganmu? Kuyakin kau juga belum makan malam."

"Aku akan mengambil makanan untuk diriku juga. Kita makan bersama."

V mengangguk-angguk sebagai respon. Tiba-tiba ia menghentikan langkah Jungkook ketika ingin membuka pintu. Jungkook menoleh padanya. "Um..." V meraih bola yang sedari tadi diabaikannya. Tanpa menatap Jungkook, ia berkata dengan nada yang sangat pelan, "Maaf soal cakaran kemarin. Kalau sedang berada di raga kucing, kadang aku tak bisa mengontrol diri."

Jungkook tersenyum. "Tidak usah dipikirkan. Aku juga yang salah. Seharusnya aku tidak memainkan kakimu. Ada sebagian kucing yang tidak suka dengan itu, dan kau salah satunya."

"Aku tidak akan mengulanginya lagi," lirih V, masih merasa bersalah.

"Sudahlah," Jungkook berusaha bicara dengan nada yang sengaja dibuat ceria, agar V melupakan perbuatannya kemarin. Sungguh, itu memang hal yang tak perlu dipikirkan. "Aku pun tidak akan mengulanginya. Lain kali, beritahu saja apapun yang kau suka dan tidak kau suka agar aku bisa menjaga sikapku padamu."

V lagi-lagi menjawab dengan anggukan mengerti. Ia melambaikan tangan saat Jungkook keluar ruangan. Duduk manis menanti kembalinya Jungkook dengan semangkuk makanan yang amat dirindukannya. Baru kali ini ia merasa kelaparan seperti ini, karena biasanya ia diberi makan tepat waktu.

Sambil menunggu, V berusaha mengingat sesuatu. Darimana asalnya, mengapa ia bisa menjadi seperti ini. Tentu tak ada kucing lain di luar sana yang memiliki kemampuan sama sepertinya.

"Sebenarnya aku siapa?"

.

.

TO BE CONTINUE

.

.

Maaf banget aku gabisa update Chong, Jojun, Balsa! sekarang... mungkin baru dilanjutin minggu depan atau depannya lagi, soalnya menjelang UN /nangis/ Ff ini cuma iseng sih, tiba2 dapet ide aja setelah denger adekku dicakar kucing. Tadinya mau dibikin oneshot tapi kepanjangan, jadi kubagi dua. So, what do you think about this chapter guys?

Thanks for reading

Review pleaseee