Yang saya bisa ucapkan adalah...saya menghormati pendahulu-pendahulu saya...yang telah mengaplod banyak kisah mereka tentang Sebastian dan Ciel...

Ini adalah fic pertama saya, jadi mohon maaf apabila ada kesalahan pengetikan hehehe zaman sudah canggih, bukan penulisan lagi namanya...Selamat membaca!

Warning: agak OOC, hint of shonen-ai, pikiran Sebastian yang perverted, bahasa/ucapan, gaje...

Disclamer: Kuroshitsuji beserta alam, karakter, buku dan segala isinya bukan hak milik saya. Ini milik Yana Toboso...


~Pose~

Sa-tu

Pagi hari di kediaman Phantomhive yang widiuh gedenya minta ampun bo! Rumah segede kebun binatang yang halamannya aja seluas hutan Amazon itu dihuni oleh enam orang. Dengan Tuan Muda Ciel Phantomhive sebagai tuannya, Sebastian Michaelis sebagai butler yang super!multitalenta, dan ketiga trio Maylene, Bard dan Finni sebagai pelayan, chef, dan tukang kebun. Tak terlupakan Tanaka, bapak tua dari Jepang yang selalu memuja Santa Klaus—karena dia senang ber 'hohoho'-ria, dan mengajari kita bagaimana caranya ngaso dengan baik. Oh well, kita tidak mau fokus dengan keributan di mansion yang sering terjadi di dapur, kebun maupun di lorong-lorong...

Kita skip! Fast Forward ke kamar pribadi Tuan Muda Ciel Phantomhive. Yang sedang berdua dengan butler-nya. Dengan ekspresi bingung yang diplester di muka Sebastian, tengah menatap Bocchan-nya yang sedang selonjoran di bawah kasur dengan bagian belakang terangkat dan bagian depan tubuhnya menghilang ditelan kasur, tampaknya ia sedang mencari sesuatu.

"Bocchan, bisakah kau berhenti?" sahut Sebastian dengan nada yang aneh. Sangat tidak wajar baginya melihat posisi Bocchan yang 'mengundang' itu.

"Bocchan..." Sebastian memberi peringatan kedua, namun sepertinya si 'Bocchan' sedang asik dengan aktivitasnya di bawah kasur yang terdengar bunyi grasak-grusuk.

"Bocchan!"

"Apaan sih? Wong aku lagi nyari buku yang kupinjem dari Alois!" Akhirnya sang 'master' menyahut. Namun posisinya tetap sama. Itu agak membuat Sebastian jengkel

"Buku dari Alois? Buku porno ya?" Tanyanya dengan nada mengejek, seperti yang biasa ia lakukan.

"Enak aja! Kemaren pas lagi di mansionnya aku liat ada buku bagus."

"Tapi, Bocchan, berhenti!" Sebastian tidak tahan lagi dengan posisi tuannya yang membuat hatinya cenat-cenut dan suhu badannya mulai panas.

"Fuah." Ciel keluar dari bawah tempat tidur dengan sparkle yang mengelilinginya, sebelum pasang muka dingin terhadap makhluk yang berbaju hitam itu, "Kenapa sih, Sebastian? Buku itu terselip ke bawah kasur, tadi malem aku bawa tidur. Orang lagi nyari sesek-sesek bukannya bantuin malah nyusahin."

"Tapi posisi anda itu.."

"Posisiku? Ada apa dengan posisiku?"

"Ehem, posisi..anda..", Sebastian mulai menjelaskan, namun pikirannya mengatakan hal yang lain, "Menggairahkan.", "Bagaimana ya?", pikirannya mulai berbisik hal-hal yang akan merusak reputasinya, "Aku ingin menekannya di kasur.", "Kata yang tepat...", ini adalah pertarungan sengit antara reputasi dan pikiran dalam tubuh Sebastian, "Aku ingin membuatnya menangis.", dan akhirnya, ia dapat kata yang bagus, "Tidak terlalu pantas."

"Pantas? Sejak kapan ada posisi yang 'pantas' untuk mengambil buku di bawah kasur?" Protes Ciel. Dia duduk dan menyilangkan kedua tangannya.

"Yah, Bocchan..."

"Aah. Kalau kau punya nyali untuk memberhentikan apa yang kukerjakan, maumu itu apa sih? Tak bisakah kau membuat pekerjaanku lebih ring...an..." kalimat Ciel terputus, melihat Sebastian dengan gampangnya mengangkat kasur yang buesaar. Terlihat sebuah buku bersampul biru laut dengan tulisan berwarna emas "Nascosto Amore(*)" karya Di Mario.

"Sebagai seorang butler dari keluarga Phantomhive, apa yang bisa kulakukan apabila aku tidak bisa meringankan pekerjaan Bocchan? Nah, apakah itu bukunya?"

"Y..yap. Te..terima..kasih..Sebastian." Secepat kilat Ciel menyambar buku tersebut lalu mendekapnya.

"Apakah aku sudah meringankan pekerjaanmu, Bocchan?" tanya Sebastian seraya mengembalikan kasur ke tempat semula

"I..iya. Sekarang kau boleh pergi." Perintah Ciel dengan gugup.

"Bocchan, kau telah berada di sini sejak aku mengganti pakaianmu, bukan? Kau belum makan pagi. Nanti kau pingsan."

"Pingsan? Aku udah gede ya, sori." Mendengar jawaban Ciel yang remeh-temeh, Sebastian langsung duduk di sebelah Bocchannya yang amat ia sayangi.

"Apa aku harus menggunakan cara kasar untuk membujukmu sarapan yang merupakan makanan yang paling diperlukan setiap manusia?" Katanya sambil menaruh satu jari di bibirnya dan memiringkan kepala 45°.

Saat itu juga, entah bagaimana caranya gorden di kamar Ciel tertutup, Sebastian memegang sebuah lilin yang menyala berwarna biru keungu-unguan, dengan nada yang menyeramkan, butler sekaligus iblis itu berkata, "Bocchan, makan!"

"Iya, iya. Maksa banget sih!" tampaknya trik itu sama sekali tidak berpengaruh pada tuannya. Namun berkat itu Ciel melangkah pergi dari kamarnya dan menuju ruang makan.

"Aku sudah menyiapkan parfait chocolate untuk kau makan setelah sarapan, Bocchan." Setelah mendengar ucapan dari kepala pelayan keluarga Phantomhive itu, Ciel langsung ambil langkah seribu menuju ruang makan tanpa menghiraukan teriakan Sebastian,

"Bocchan! Aku bilang SETELAH SARAPAN!"

Merasa telah kalah dari gigi manis sang tuan, Sebastian menghela napas, "Haah, tu anak susah banget diatur."

Namun, kembali pikiran Sebastian yang sekarang lebih mirip om-om hidung belang.

"Tapi aku suka dia karena itu. Susah diatur...keras kepala, kau harus tegas kepadanya agar dia mau menurut..khekhekhe..otak mesumku bekerja kembali..hehehe...MUAHAHAHAHA!"

"Uum, Sebastian-san kau mengetahui ada semacam aura gelap yang aneh bergerak disekelilingmu, bukan?" tanya Maylene yang kebetulan sedang mengitari mansion itu.


(*): Artinya Cinta yang terpendam/hilang/saya lupa...tapi enggak bakal kau temukan di toko buku manapun.

Wahaha. Sebastian agak-agak OOC..dan pikirannya...

Saya tunggu pesan, kesan, atau apapun (reviews, flames, suggestions, apapun is welcome!)

DIA-LO-GUE. Is out!