—Disclaimer—
SMT: Persona 3(FES) © 2008, Atlus
HELL-O ini fic pertama saya. Saya pensiun walau tidak sepenuhnya dari pekerjaan sebelomnya saya – tukang comment. Ga tau nulis apa buat pembukaannya, pokoknya cerita ini 2 years after bad ending dari Persona 3. Well, enjoy.
Persona 3: Forgotten Memories
—Prologue—
The Kid Who Moved on Silent Night
Langit malam itu tidaklah cerah, tetesan air menghujani seluruh Port Island dan penghuninya. Banyak orang terlihat berjalan dengan santainya lengkap dengan payung atau jas hujan yang digunakannya. Walau begitu, banyak diantara orang-orang itu yang matanya hampa.
Air membasahi jendela didepan pemuda berambut abu-abu itu, seakan akan langit menangis dengan sedihnya malam ini. Terdengar suara-suara yang memenuhi seluruh gerbong kereta, berbunyi "Stasiun Port Island, stasiun Port Island penumpang yang hendak turun harap menyiapkan bawaannya". Waktu saat ini menunjukkan pukul 11.55 pada malam hari.
Bocah berambut abu-abu itupun segera terjaga dari tidurnya, kemudian bangun dari kursinya dan merenggangkan badannya yang terasa pegal karena tidur panjangnya. Lalu dengan perlahan, dia mengambil tasnya yang dia letakkan dibawah kursi dan segera keluar dari kereta. Tidak terasa, hujan telah reda.
Sesaat dia melihat pemandangan yang tak lagi asing baginya, stasiun sepi dimana hampir tidak ada penumpang yang turun selain dia. Dia teringat pengalamannya kesini sebelumnya, kira-kira bulan September tahun lalu dia datang ke tempat ini.
-Flashback-
-3 Days Before-
*ring, ring* terdengar bunyi hp milik bocah berambut abu-abu itu sesaat ia memasuki rumahnya yang berada di Akihabara. Ringtonenya simpel, pertanda bahwa ada SMS masuk. Tertulis: "Maafkan kami karena harus memaksamu pindah berulang kali. Sayang sekali kami masih sibuk sehingga kami terpaksa mendaftarkanmu di sekolah lain lagi. Kali ini tidak ada keluarga atau sanak saudara yang akan menunggumu, jadi maaf, carilah asramamu sendiri, kami akan mengirimkan uang untukmu tiap bulan". Dan SMS itupun berakhir.
-End of Flashback-
-Port Island Station-
"Sudah lama aku tidak kesini" pikir bocah berambut abu-abu itu.
Langkah anak itu santai, terkadang dia melihat peta yang dipegangnya dari tadi mencari-cari asrama yang tadi sekilas dilihatnya di peta.
"Tempat ini tidak banyak berubah…" kata bocah itu pelan walau tidak ada yang mendengarkan.
Bocah itu melanjutkan perjalanannya menuju asrama yang tadi dilihatnya di peta. Sekali lagi dilihatnya peta yang dari tadi dipegangnya, tapi kali ini pemandangan tidaklah sama dengan sebelumnya. Langit berubah warna menjadi hijau, bulan berubah menjadi kuning, terlihat semua lampu di jalanan mati dengan kompak, seakan-akan sudah dilatih untuk mati bersamaan.
"Apa yang terjadi?" pikir bocah berambut abu-abu itu…
"Apakah ada pemadaman di sekitar sini? Kuharap tidak terjadi di asrama yang akan kudatangi" pikirnya sekali lagi.
Bocah itu mengambil HPnya yang selalu disimpannya di kantong celananya. Tampak, tidak ada cahaya menyala dari HPnya itu.
"Aneh, seingatku baterainya masih penuh sepanjang perjalanan tadi" pikir bocah berambut abu-abu itu.
Bocah itu melanjutkan perjalanannya dengan perlahan dan dengan hati-hati karena gelapnya jalanan. Matanya terfokus pada peta yang dipegangnya, sehingga dia tidak menyadari keganjilan lain yang berada disekitarnya.
Bocah tersebut berhenti, tampak dihadapannya sebuah bangunan yang megah. Bangunan tersebut terlalu bagus untuk disebut asrama, "lebih mirip hotel…" pikir bocah berambut abu-abu itu. Tidak ada cahaya yang nampak dari bangunan itu, pertanda bahwa listriknya juga mati.
Sesaat bocah itu terhenti, berpikir sejenak dalam hatinya "haruskah kutunggu hingga lampu menyala?" tapi kemudian dia menoleh kebelakang dengan cepat. Jalanan tetaplah sepi, seperti sebelumnya tidak ada tanda-tanda kehidupan disekitar situ.
"mungkin hanya perasaanku" pikir bocah itu sambil memalingkan kepalanya menuju asrama besar yang tadi dilihatnya. Walau begitu, bocah itu tetap merasa ada yang memerhatikannya sesaat tadi.
Perlahan dia masuk ke dalam asrama itu. Tampak suasana yang suram sekaligus gelap menghiasi pemandangan dihadapannya itu. Bocah itu baru menyadari sesaat sesudah ia memasuki bangunan itu. Suatu keganjilan yang tak dapat diucapkan dengan kata-kata. Tampak dihadapannya, suatu benda besar menyerupai peti mati berukuran kira-kira satu manusia.
"Tempat apa ini?" pikir bocah itu tenang, walau sebenarnya dia juga kaget melihat pemandangan yang tidak biasa didepan matanya. Bocah itu membalikkan badannya, hendak pergi meninggalkan bangunan itu tetapi langkahnya terhenti ketika cahaya muncul dari belakangnya.
'PIIIIIIIIP!'
Terdengar bunyi dari belakangnya, pertanda bahwa listrik telah menyala. Bocah itu membalikkan badannya, terkejut melihat pemandangan yang 'hangat' didepannya. Suasana betul-betul berbeda dibandingkan dengan sesaat yang lalu. Tampak seorang perempuan, dengan wajah yang cantik dengan rambutnya yang merah panjang sedikit keriting diujungnya. Mata kirinya tertutup oleh rambut panjangnya itu, tapi tidak terlihat mengganggu penglihatannya.
"Aku tidak menyangka bahwa kau akan datang selarut ini" kata perempuan itu sopan. "Kaukah siswa baru itu?" Tanya perempuan berambut merah itu sekali lagi.
"Iya" jawab bocah berambut abu-abu itu perlahan. "perkenalkan namaku Seta Souji" jawabnya dengan sopan, pelan.
"Oh maaf aku lupa memperkenalkan diri, namaku Kirijo Mitsuru. Aku adalah pemilik dari asrama ini" jawab perempuan itu.
'KRIIEEEEK…'
Sesaat kemudian terdengar suara pintu dari belakang punggung Souji, tampaklah seorang perempuan cantik masuk dari pintu tersebut. Perempuan itu berambut kuning keemasan pendek dan dia mengenakan bando yang lebih terlihat seperti headset. Perempuan itu mengenakan sundress panjang berwarna biru muda hingga menutupi lututnya.
"Selamat malam…" kata perempuan itu pelan.
"Oh, selamat malam" balas Souji dan Mitsuru singkat.
"Dia bernama Aigis" kata Mitsuru sambil menunjuk perempuan berambut pirang itu dengan ibu jarinya. "Dia…. adalah robot" lanjut Mitsuru simpel.
"Robot?" Tanya Souji sedikit terkejut.
"Begitulah dia sedikit unik. Kebanyakan robot tidak dapat mengerti perasaan manusia tetapi, dia sedikit…. spesial" lanjut Mitsuru.
"Spesial? Maksudmu dia dapat mengerti perasaan manusia?" Tanya Souji yang masih terkejut.
"Begitulah, akupun juga tidak mengerti kenapa bisa begitu… Sangat disayangkan programmer yang semestinya mengerti sebabnya telah meninggal karena suatu kecelakaan…" jawab Mitsuru.
"Oh, aku turut berduka atas kematiannya" jawab Souji kalem.
"Tidak masalah" jawab Mitsuru pendek. "Semua penghuni asrama ini sudah lulus dari SMA, ada satu yang masih SMP dan seekor anjing yang dipelihara oleh seluruh penghuni asrama. Memang akan agak berat hidup di asrama seperti ini sendirian, terutama jika kau tidak mempunyai kenalan seorangpun. Tapi jangan kuatir, lama-lama juga terbiasa" lanjut Mitsuru.
"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa seperti ini kok." Jawab Souji ramah. Sebuah senyuman tulus terpasang di wajahnya.
"Yah, hari sudah sangat larut segeralah ke kamarmu dan istirahat. Kamarmu berada di lantai 2, ini kuncinya" kata Mitsuru sambil menyerahkan sebuah kunci kepada Souji.
"Ya, terima kasih" jawab Souji sopan. "Kamar yang manakah yang akan kupakai?" lanjut Souji lagi.
"Oh, maaf aku lupa memberi tahumu ya. Aigis, bisa tolong antarkan dia kekamarnya" kata Mitsuru kepada Aigis.
"Ya" jawab perempuan berambut pirang itu singkat.
Perempuan itu lalu berjalan menuju tangga yang terletak di ujung ruangan tersebut, Souji pun mengikutinya. Mereka lalu berjalan menuju lantai 2 dari asrama tersebut. Sebuah ruang tamu yang cukup luas dengan sebuah meja dan empat kursi tanpa sandaran yang mengelilingi meja tersebut. Di lantai 2 tersebut terdapat sebuah vending machine yang tidak lagi baru, tampak beberapa bekas tendangan yang kelihatannya dilakukan secara sengaja oleh seseorang yang ingin minum gratis. Keduanya berjalan menuju sebuah ruangan disebelah kiri koridor yang kosong, namun kelihatannya bukan digunakan untuk pertama kalinya.
"Ini adalah ruanganmu" kata Aigis pendek. "Maaf, mungkin kamu masih punya banyak pertanyaan tapi tolong simpan saja untuk besok." Lanjut Aigis sopan.
"Ya, terima kasih" jawab Souji hendak memasuki ruangan tersebut.
"Um… saat tadi kau hendak kesini, adakah sesuatu yang aneh sepanjang perjalanan?" Tanya Aigis dengan nada yang pelan, sedikit berbisik.
"Aneh?" jawab Souji singkat. "Memang lampu seluruh jalan raya mati itu jarang terjadi, tetapi aku ragu kalau hal itu dapat dimasukkan kategori aneh" pikir Souji, walau tidak dikatakannya.
"Oh tidak, maaf kalau aku menanyakan hal-hal yang aneh" kata Aigis. "Selamat malam…" kata Aigis dengan sebuah senyum tulus terlintas di wajahnya.
"Oh, i.. iya selamat malam" jawab Souji spontan dengan agak malu-malu. Reaksi yang cukup wajar melihat seorang perempuan cantik tersenyum kepadanya, walau sebenarnya perempuan itu adalah robot.
Souji memasuki kamar barunya itu, sebuah kamar yang cukup tua tapi terlihat bersih. Dilihat dari debu dan kondisinya, kamar itu terlihat baru saja dibersihkan. Meja belajar tua terlihat tepat didepan pintu, kelihatannya hampir tidak pernah digunakan. Didalam laci itu terdapat beberapa peralatan yang kelihatannya lupa dibuang. Peralatan yang cukup aneh untuk seorang murid, seperti sebuah pistol berwarna putih dan tanpa peluru. Serta sebuah foto tua, dilihat dari warnanya yang hitam putih kelihatannya diambil dengan kamera murahan.
"Tempat ini…. benar –benar aneh…." Pikir Souji. "Sebuah kamar dengan barang-barang yang tidak semestinya dimiliki seorang murid, seorang robot, dan asrama yang megah… tapi terlalu sunyi…" Pikirnya dalam hati sekali lagi.
'SIIIIIIIIIIIIIIIINNNGGGG-'
Sesaat bocah berambut abu-abu itu terdiam, berpikir didalam kesunyian kamarnya….
"Ah, sudahlah…." Malas memikirkan hal itu, Souji pun merebahkan dirinya keatas kasurnya setelah menyiapkan ranselnya untuk keesokan harinya dan langsung tertidur dengan pulasnya.
To be continued…
Author's Note
Well, HELL-O semuanya, pertama-tama saya mau ngucapin terima kasih dulu bagi anda sekalian yang telah membaca fic pertama saya ini. Special Thanks pula untuk lalalalala28 karena memberi saya inspirasi untuk membuat fic kelanjutan dari bad ending. Chapter pertama ini menurut saya pribadi…. Rasanya pendek ya… Bagaimana sih caranya nulis fic yang panjang-panjang? Well, reaksi temen saya ketika mbaca fic ini (sebelum saya publish di fanfic) adalah, "Kok rasanya mirip banget ama persona 3 versi manga ya?" (Baca aja onemanga walau saya yakin banyak yang sudah mbaca manganya.) Anyway, kembali ke 'jalan yang benar' ini fic pertama saya jadi jika ditemukan bagian2 yang tidak semestinya – terutama salah tulis tolong ditegur ato diapain dah terserah, asal jangan dihajar ato dieksekusi layaknya Mitsuru mengeksekusi Minato dkk. ketika di Kyoto. (Saya masih terkekek-kekek mengingat kejadian yang seharusnya membuat trauma itu… Untung kita para gamers tidak diperlihatkan eksekusinya walau mungkin ada yang penasaran)
BTW tolong ya, sekali lagi bagi para pembaca sekalian untuk membantu saya dalam pembuatan fic ini dengan cara yang simpel – review, atau apabila ada kesalahan prosedur seperti judul, dsb. Tolong bantu juga. Saya betul2 pusing dalam publish yang pertama ini. Saya akan berusaha sebaik-baiknya mengetik cerita yang membuat kalian mau terus membacanya. Terima kasih.
Chapter 1 Update ASAP
God Bless Us All
—Tetsuwa Shuuhei
