.

Disclaimer :Kamichama Karin © Kogedonbo

.

Title : Barriers Love at the Magic School

.

Chapter 1 : New School and Hikikomori

.

Genre : Fantasy, Romance, Harem, School life

.

Rating : T+

.

Warning! : Typo (s), Gaje, OOC, abal, aneh, dll.

.

Summary :

"Sekolah baru yang megah,"/" Bertemu denganmu? 8 tahun lalu? Aku akan mencoba 'tuk mengingatnya,"/ "Pidato yang menyebalkan, "/ "Sungguh hari yang melelahkan,"/ "KaHana, seorang Hikikomori, keluar dari kamar untuk pertama kalinya,"/" ... KaHana?"

.

Senantiasa berjalan dengan wajahnya yang datar. Menatap lurus kedepan, dimana terdapat pintu gerbang yang tinggi nan megah. Wajahnya masih tak bergeming, tak ada sekilaspun ekspresi terlihat.

Kakinya masih melangkah. Pakiannya rapi. Tas yang ia pikul dipunggungnya, mencerminkan ia merupakan anak sekolahan.

Gerbang tinggi itu ia lewati. Terlihat dalam jarak pandangnya banyak orang yang kurang lebih seusia dengannya. Namun, mata safir itu masih dingin. Tak ada orang yang ia kenal disana.

Ramai nan gemerisik suara orang-orang sekitaran cukup mengganggu telinganya, ia hanya acuhkan. Prioitas pertamanya adalah menaiki tangga sebuah gedung yang terbilang tinggi bercat putih yang berdiri kokoh beberapa meter dari dirinya berada. Dengan tujuan mencari sebuah ruangan dimana ia dapat menghabiskan waktunya untuk menempa ilmu.

Matahari kian menerbitkan bias-bias sinarnya. Memberikan kehidupan bagi semua makhluk hidup yang membutuhkannya. Haripun dibuat semakin cerah oleh energi paling besar di bumi itu. Diikuti oleh detik-detik jam yang semenit lagi akan menunjukan pukul delapan di pagi hari.

Sembari berjalan, pemuda pemilik rambut kuningblonde ini mengangkat tangan kanannya sampai dada. Matanya tertuju pada sebuah jam tangan bewarna dasar coklat yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 08.05 ungkap jam tangannya.

Ia menaikkan kelopak matanya, membiarkan bola mata birusafir-nya untuk melirik keatas. Sebuah jam besar yang tertempel pada bangunan bercat putih -atau lebih tepatnya beberapa meter diatas jalan keluar masuk utama bagunan itu tertangkap di dalam pandangnya. Pukul 08.00 ungkap jam besar itu.

Ia menghentikan langkah kakinya. Selisihnya sangat beda tipis, antara jam tangan dan jam besar. Hal tersebut menyebabkan pikirannya teracak sedikit. Yang manakah harus ia turuti?

Namun, berhubung ia hanyalah tipe orang yang acuh tak acuh, hal tersebut akan memberinya jawaban yang mudah.

"...cuma beda lima menit, bukan masalah yang buruk," bisiknya terhadap dirinya sendiri. Kata-demi kata terucap sangat pelan yang kemungkinan hanya ia yang mendengarkannya. Atau kemungkinan lain adalah agar tak ada orang yang mendengar ucapannya, sehingga mereka tak mengatakannya sebagai orang aneh. Sembari kembali mengambil langkah ke depan.

Tinggal beberapa langkah lagi, ia akan menaiki beberapa buah anak tangga. Kakinya berjalan penuh harap. Kini, ia telah menaiki tangga yang bersih itu. Kakinya yang mengenakan sepatu kulit hitam itu menapak dengan keras, sehingga menimpulkan suara 'tap tap tap.

Sampai di puncak tangga, ia segera berlari kecil menuju sebuah papan yang bertuliskan judul 'Penerimaan Murid Tahun Ajaran Baru'. Papan tersebut sedikit ramai dikerumuni oleh orang-orang yang sama dengannya. Iapun sedikit berdesakan untuk melihat isi dari judul tersebut.

Dilihatnya teliti list nama-nama yang terpampang jelas di dua manik safir-nya. Dengan menyipitkan matanya untuk mencari konsistensi, dia memilah nama demi nama dari kertas yang tertempel itu. Agar cepat, ia mencari inisial 'K' pada masing - masing nama.

Tak lama, ia menemukan salah satu dari list nama yang ia cari.

Kujyou Kazune - X A

Setelah mendapat ruang kelas, ia masih saja diam di tempat yang sama. Rupanya, dia tengah mencari nama orang-orang yang berada sekelas dengannya. 'Siapa tahu ada yang kukenal,' batinnya penuh harap.

Dengan sabarnya, penyandang marga Kujyou ini meneliti list kelas. Namun, tak ada orang yang ia ketahui.

Apakah artinya ia harus berkenalan dengan orang baru lagi? Itu sangat merepotkan baginya.

Sembari menghela nafas, pemuda yang akrab dipanggil dengan nama Kazune segera meninggalkan papan pengumuman tadi. Menuju sebuah pintu putar yang tak jauh darinya. Sesampainya, ia mendorong pintu tersebut lalu masuk ke dalamnya. Sungguh, ia bagaikan masuk ke dalam gedung perusahaan besar yang mendunia.

Tak dapat dipungkiri, mengapa sekolah ini adalah sekolah yang dicari-cari oleh banyak orang. Bukan hanya statusnya yang mencerminkan sekolah bertaraf tinggi, namun juga fasilitas yang disediakan sangat memadai. Baru saja seorang Kujyou Kazune ini masuk, ia telah disuguhkan oleh pendingin AC yang sejuk. Sangat cocok untuk musim panas seperti sekarang ini.

Disamping kanannya adalah sebuah tembok yang terpajang bingkai berukuran raksaksa. Di tengah-tengah bingkai terdapat gambar denah sekolah. Gambar menyebutkan, bahwa gedung ini terdiri dari tiga lantai. Yang seluruhnya adalah ruangan yang khusus untuk kelas. Sedangkan yang dibelakang gedung ini adalah sebuah lapangan olahraga beserta bangunan lain yang berfungsi untuk pelajaran tambahan maupun ekstrakulikuler. Di belakangnya lagi, terdapat sebuah kolam renang dalam ruangan. Dan sisanya adalah taman sekolah.

Gedung yang diempatinya adalah gedung kelas yang memiliki tiga lantai. Gambar juga menyebutkan bahwa ruangan kelas 10 ada di lantai tiga, paling atas. Lalu dibawahnya adalah kelas 11 dan paling bawah atau dasar tempat Kazune berdiri ini adalah kelas 12. Dengan kata lain, Kazune harus menaiki lift sekolah yang ada di sebelah bingkai denah hingga mencapai lantai 3.

Setelah menunggu beberapa menit untuk mencapai lantai atas, Kazune segera mencari kelas X A. Dan ia mendapati kelasnya berada di paling ujung sebelah kanan. Di seberang kelas merupakan jendela yang besar, dimana orang dapat melihat pemandangan di luar gedung kelas.

Kazune mendorong pintu dorong kelas. Dalam pandang matanya, ia dapat melihat keadaan kelasnya yang bersih. Serta, ada beberapa murid yang akan menjadi teman sekelasnya. Beberapa dari mereka tampaknya sudah saling kenal dan mengobrol bersama. Kemudian, ada juga yang asyik dengan aktifitas sendiri. Ataupun cuma diam atau bosan.

Kazune melangkahkan kakinya menuju sebuah kursi meja yang terletak di pojok kelas. Hanya ada dua bangku yang tersisa, satu di pojok kanan dan satunya lagi di pojok kiri. Sekarang ia hanya tinggal memilih yang mana akan ia tempati.

Kazune lebih memilih kursi meja yang berada di sebelah kanan, karena dekat dengan pintu geser kelas menurutnya. Ia lalu duduk secara pelan di kursinya. Dilihatnya sekeliling kelas lagi, terlihat seorang perempuan berambut pirang panjang gerai yang sama dengannya dengan bando kelinci. Sementara di sebelah kirinya juga seorang gadis, bercirikan rambut hitam indigo panjang digerai pula. Gadis itu tampak tengah asyik memainkan kuku jarinya, sehingga tak menyadari kehadiran Kazune.

Karena tak ada satupun orang di kelas yang ia kenal, Kazune hanya melipat tangannya lalu menenggelamkan wajahnya kedalam lipatan tangan itu. Bertanda ia bosan. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Seorang gadis berambut pirang di depannya membalikkan badan menunjukan parasnya.

"Hai! Namaku Kazusa Kujiyo, apa boleh aku meminjam sebuah penghapus?"

Kazune yang tengah bosan itupun sontak terduduk langsung. Lalu mengangkat tas punggungnya lalu meletakkan pada pangkuan paha. Segera ia mengobrak-abrik tasnya. Dengan sabar gadis bernama Kazusa Kujiyo menunggu.

"Ini,"

Serah Kazune kepada Kazusa.

"Wah, terimakasih. Kau ternyata orang baik juga yah! Oh ya, siapa namamu?" dengan rasa girang -sampai jeda yang seharusnya ada pada kalimat yang Kazusa lontarkan tadipun nyaris tak ada.

"Kujyou Kazune,"

"Kujyou Kazune?" interupsi seorang gadis berambut gerai hitam yang duduk tepat di kir Kazune. Sontak saja, dua orang yang tengah terlibat pembicaraan tadi langsung menoleh ke arah suara.

"Benarkah kau Kujyou Kazune yang 'itu'?" tanya gadis itu lagi.

Kazune tampak kebingungan, ia tak tahu cara membalas pertanyaan tersebut. Sebelum akhirnya ia mengatakan,

"Benar namaku adalah Kujyou Kazune, lalu kau siapa?"

"Ahhh, sepertinya kau lupa denganku. Padahal aku masih mengingatmu dengan paras yang tak jauh beda dari kita bertemu 8 tahun lalu. Dan saat itu kau bilang 'tak akan melupakanku', selontaran kata yang masih kuingat pula sampai sekarang. Miris yah,"

Penuturannya polos, lembut, namun penuh dengan kata-kata penyesalan.

Sementara si gadis berambut hitam menjelaskan kata-kata selanjutnya, Kazusa berbalik kembali kehadapan bangkunya. Ia berpikir, mereka berdua tengah membicarakan masalah pribadi. Tidak baik jika ia mendengarkannya dengan cuma-cuma. Lagipula, ia juga tak'kan dapat giliran untuk bicara. Kalau ia ikut bicara, istilahnya ikut campur.

"... namaku Himeka."

Pada akhirnya, gadis berambut hitam atau yang dipanggil Himeka tersebut mengakhiri pembicaraannya. Kazune hanya berwajah datar. Wajahnya memang jarang menunjukan sebuah ekspresi.

"8 tahun lalu? Apa namamu hanya Himeka saja? Tak ada nama keluargakah?"

Himeka menggeleng pelan.

"Umn, hanya Himeka. Aku bukanlah berasal dari keluarga terhormat. Kalau tentang 8 tahun lalu, terserah Kazunesaja, aku tak memaksakanmu untuk mengingatnya kok,"

"Akan ku usahakan untuk mengingatnya,"

Sahutan dari Kazune dianggap sebagai akhir perbincangan bagi Himeka. Himekapun mengembangkan senyum pada parasnya diikuti dengan pipinya yang kemerahan. Sedangkan Kazune hanya memberi sinyal dengan senyum tipis yang jarang-jarang menghiasi wajahnya.

Tak lama berselang, sepatah kata terucap lalu terdengar keras dari speaker kelas.

"Test,"

Suara tersebut membuat penghuni seisi kelas diam, suasanapun menjadi hening seketika.

"Pagi semua, diumumkan kepada siswa-siswi tahun ajaran baru di Sakuragoaka Gakuen, di mohon untuk menghadirkan diri di aula sekolah yang bertempat di belakang gedung kelas, seberang lapangan sekolah. Karena kita akan mengadakan acara penerimaan. Terimakasih."

Setelah mengerti akan maksud dari pengumuman tadi, seluruh murid yang berada di dalam kelas segera keluar.

"Ini penghapus karetnya kukembalikan, terimakasih,"

Langkah Kazune tiba-tiba berhenti, sebab terdengar lantunan suara di belakang yang menginterupsinya. Ia lalu berbalik dan menghampiri si pemilik suara.

"Ah, sama-sama. Terimakasih juga sudah mengingatkan, sesaat aku lupa bahwa ada orang yang meminjam penghapus karetku,"

"Tak apa, aku tak akan mengambilnya kok," balas Kazusa.

Kazune menyipitkan matanya pada saat ia beralih pandang ke atas meja Kazusa. Dilihatnya selembar kertas gambar yang terdapat skecth gambar yang mirip, dirinya?

"Itu...,"

Kazusa yang menyadari tingkah Kazune, cepat-cepat menarik kertas gambar itu kemudian menaruhnya ke dalam tas.

"It.. itu.. hanya doodle yang tak berarti," ucap Kazusa tergesa-gesa.

"Oh begitu,"

"Ano, sebaiknya kita cepat ke aula atau nanti kita 'tak akan mendapat tempat duduk," saran Kazusa terhadap Kazune.

Kazunepun menyahut 'iya' dengan sinyal sebuah anggukan.

Pidato yang membosankanpun dimulai. Yang terlibat ke dalam pembacaan nan panjang pidato ini ialah Kepala Sekolah dan Osis Sakuragoaka Gakuen.

Hanya beberapa murid yang duduk manis di kursinya sambil mendengarkan. Ataupun asyik mengobrol dengan teman disamping, seperti Himeka dan Kazusa. Tak disangka mereka cepat akrab.

Sementara Kazune? Dari kejauhan, ia tampak seperti memperhatikan orang yang membacakan pidato di atas panggung. Namun, jika lebih diteliti, earphone kecil bewarna putih menyangkut di telinganya. Nyatanya, ia tengah mendengarkan lantunan lagu yang berasal dari handphone-nya. Kazunepun kadang menyenandung sendiri sambil menggertak-pelan kakinya mengikuti irama dan tempo lagu yang ia dengarkan.

Setelah dua jam berlalu, pidato selesai. Dapat dikatakan, pidato yang tadi berlangsung merupakan pidato terpanjang yang pernah Kazune dengar dan saksikan. Sampai-sampai banyak murid yang ketiduran akan hal ini. Sekolah ini memang menyediakan 'sesuatu' yang luar biasa.

Seusai pidato, para murid baru dipersilahkan untuk menikmati waktu istirahat selama 15 menit. Merekapun segera berhamburan keluar aula untuk menyerbu kantin sekolah baru, ataupun sekedar duduk-duduk di taman sekolah.

Jam besar sekolah menunjukan pukul 11. 40, namun jam tangan milik Kazune masih menunjukan pukul 11.45.

Sembari menikmati minuman kotaknya yang segar, Kazune bersandar pada tembok bercat biru depan aula. Ia memandangi banyaknya orang-orang yang berkeliaran. Sudah banyak dari mereka yang telah akrab dengan orang yang baru pertama kali ditemui. Kazunepun merutuki dirinya, secara pribadi, ia adalah orang yang jarang bergaul. Ia menyedot minumannya hingga terdengar suara #kreskkresk# bertanda kalau isi dari minuman kotak tersebut akan habis.

"Cih, disana-disini, dimana-mana ada orang banyak. Pidato yang memuakkan pula. Mengapa hari pertamaku keluar dari rumah sesial ini sih?!"

Kazune tiba-tiba mendengarkan gerutuan seseorang di samping kanannya. Ia melirik. Seorang perempuan yang mengenakan jaket bewarna kuning-kemerahan. Karena wajah perempuan ini melihat ke depan dan tertutup kerudung dari jaketnya, Kazune tidak dapat melihat jelas bagaimana rupanya. Yang ia lihat hanyalah juntaian rambut bewarna pirang kecoklatan keluar dari jaket perempuan itu.

Kazunepun meninggalkan tempat ia bersandar untuk membuang kotak minuman yang telah habis ia minum. Bagaimanapun, ia juga adalah pribadi yang peduli lingkungan. Jadi, ia rela berjalan hingga ke tempat pembuangan sampah terdekat.

Namun, saat ia kembali ke tempat yang sama, perempuan itu sudah menghilang.

"Sungguh hari yang melelahkan,"

Si rambut kuning blonde ini mengeluarkan ucapan lirih. Iapun merebahkan diri diatas kursi putar setianya. Lalu menekan tombol 'on' di bawah layar sebuah komputer.

Sementara ia menunggu loading start, melipat kedua tangannya ke belakang kepala. Matanya sudah menunggu penuh harapan.

Menu di layar komputernya telah terpanpang jelas di kedua mata safir-nya. Dimana terdapat banyak shortcut disana. Iapun mencari, apakah komputernya telah terkoneksi pada wifi rumahnya dengan mengklik gambar sinyal kecil di pojok kiri layar.

Empat garis yang tersusun dari pendek ke tinggi bewarna hijau semua, dengan kata lain, komputernya telah berhasil mengakses ke wifi.

Segera Kazune mengalihkan cursor -nya menuju salah satu shortcut browser. Lalu, mengklik dua kali mouse di genggamannya. Layar yang tadinya adalah menu, berubah menjadi halaman utama untuk memulai sebuah pencarian di dunia maya.

Iapun mencari situs jejaring sosial favoritnya. Kemudian menuliskannya pada mode pencarian.

Hanya membutuhkan waktu kurang dari sedetik, layar telah berubah kembali. Sekarang ia harus memilih salah satu diantara banyak tulisan bewarna biru pada layar komputernya. Ia memilih yang teratas.

Sedetik kemudian, halaman berubah. Sungguh beruntung hidupnya, tidak pernah merasakan apa itu 'Internet lama loading'. Coba saja ia merasakannya sekali, ia pasti telah membanting alat elektronik yang digunakan.

Kazune kemudian melirik kebagian list teman yang online pada saat ini. Ia menyungging senyum kecil di ujung bibirnya. Saat matanya tertuju pada salah satu nickname.

'KaHana'

Ia mengklik nickname tersebut. Seseorang yang telah ia kenal kurang lebih 3 tahun di dunia maya. Kazune tak pernah bertemu dengan orangnya di dunia nyata. Ataupun mengetahui nama aslinya. Karena, orang yang ber-nickname KaHana ini adalah seorang hikikomori (hanya diam dikamar untuk melakukan aktifitas tertentu dan tak pernah keluar dari rumahnya).

'Hei, KaHana.. sekarang adalah tahun ajaran baru di SMA. Apakah kau masih menjadi hikikomori? '

Dengan cepat Kazune mengetik keybord-nya lalu enter. Ketikannyapun dibaca oleh orang yang bersangkutan.

'Kurasa tidak. Orang tuaku pulang dari luar negeri setelah mereka mengetahui diriku berdiam diri terus di kamar. Jadi mereka mendesakku untuk mengikuti tes masuk ke salah satu SMA terkenal pada daerah sekitar sini. Mengejutkan, ternyata aku lulus dari test yang diberikan, hahaha...'

Menurut pengakuannya ke Kazune. KaHana, seorang hikikomori yang telah mengurung diri selama 3 tahun di dalam kamarnya. Walaupun begitu, KaHana merupakan pribadi yang sangat jenius. Kazune sering menantangnya dalam test IQ di website tertentu. Namun, KaHana kerap kali mengalahkan Kazune. Bahkan, KaHana pernah mencapai IQ 200. KaHana pernah menceritakan tentang pengalaman pribadinya ke Kazune, bahwa ketika ia baru berusia 5 tahun, ia sudah di sekolahkan di sekolah dasar . Lalu sering lompat kelas. Sehingga KaHana berumur 12 tahun, ia telah lulus dari SMP. Setelah ia lulus dari SMP itu, KaHana mulai hidup sendiri di dalam kamar, akibat ketertarikannya terhadap dunia maya, semua yang ada di dunia seperti terangkum menjadi satu disini, baginya. Selama 3 tahun ia bersembunyi di kehidupan nyatanya, dan menjelajahi kehidupan di dunia barunya. Selama itu pula, ia mengenal Kazune. Akan tetapi, KaHana tak pernah memberitahu Kazune nama aslinya.

'Jadi, bagaimana rasanya keluar untuk pertama kalinya dalam 3 tahun ini?'

Balas Kazune, lalu enter ia tekan.

'Sungguh membuatku sial. Dimana-mana ada orang berkeliaran. Seperti aku kembali ke jamanku sewaktu sekolah. Ditambah ocehan pidato panjang yang membuatku muak untuk mendengarnya.'

Begitulah balasannya.

'Hah, kau benar-benar mencirikan seorang hikikomori ! Ngomong-ngomong kau bersekolah dimana?'

'Sakuragoaka Gakuen'

Kazune menelan ludah sulit. Matanya terbelalak seketika setelah membaca dua patah kata yang dikirimkan oleh KaHana. Tangannya seolah tak dapat menggerakan cursor pada layar komputernya.

'Hei, tak seperti biasanya kau lama membalas chat-nya.'

KaHana lagi mengirimi Kazune pesan singkat.

Kazune terlalu gugup untuk mengetik keyboard-nya. Ia sungguh kaget. KaHana satu sekolah dengannya? sungguh keberuntungan yang -mungkin dianggapnya mustahil. Ditambah lagi, akhir-akhir ini ia tertarik dengan gadis dibalik nickname KaHana ini. Kazune selalu berpikiran, dirinya itu menyukai KaHana. Karena hampir setiap hari mereka chat dengan perantara komputer.

'Ah, maaf baru balas, aku tadi sedikit beranjak dari pc-ku. Oh, Sakuragoaka Gakuen yang terkenal itu? Hebat, yah! Dapet kelas apa?'

Kazune mencoba memberanikan diri untuk menanyakan kelasnya. Ini sungguh kesempatan langka untuk dapat melihat wajahnya yang asli. Kira-kira bagaimana yah?

'Dapat kelas 10 C. Sepertinya roll kelas diacak. Tidak sesuai dengan urutan rangking. Kazune! Apa kau tau? Tadi di sekolah aku mencoba untuk menghindar dari kerumunan orang, akupun mencoba menutupi diriku dengan jaket kuning-kemerahan favoritku. Supaya mereka mengira aku orangnya tertutup, haha... '

Kazune kembali dikejutkan. Jaket bewarna kuning-kemerahan, gerutuan yang intinya sama dicurhatkan ke Kazune. Ini pernah ia lihat dan dengar! Sewaktu ia menyandar di tembok biru depan aula pada saat disekolah. Kazune sungguh ingat ada seorang gadis ber-gerutu sendiri dengan jaket kuning kemerahan.

'Warna dari rambutmu apa?!'

Dengan begitu cepat Kazune mengetik keyboard-nya. Rasa ingin tahunya menjulang-tinggi.

'Eh? Memangnya kenapa?'

'Aku hanya ingin tahu saja!'

'Sepertinya pirang kecoklatan...'

Kazune memutar kencang kursi putarnya. Menyebabkan ia berputar-putar di satu tempat, seraya mengangkat kedua tangannya -menunjuk langit-langit kamarnya.

"Akhirnya, aku menemukanmu, KaHana!"

Mulutnya kembali terbuka, setelah sekian lama terbungkam di depan komputer. Senyumnya sangat lebar, senyum yang menyimpan seribu arti. Senyum yang tak dapat didefinisikan secara jelas. Senyum yang mungkin sangat mustahil muncul di paras dingin Kazune.

Hari kedua di sekolah baru. Hari selasa di bulan Agustus.

Hentakan kaki Kazune semakin menjadi-jadi. Langkahnya tergesa-gesa, kadang berjalan, kadang berlari kecil. Matanya tidak diam, tidak terfokus kepada satu arah.

Di antara keramaian, ia hanya mencari seseorang dengan jaket kuning-kemerahan dan rambut pirang kecoklatan.

Tas hitam masih melekat di punggungnya. Helaian rambut kuningnya kian berayun-ayun ketika ia membalik arah kepala ataupun tertiup angin musim panas. Bola mata biru lautannya bergerak kanan-kiri, memilah satu orang diantara banyaknya orang disini.

Suatu pemikiran berlintas begitu saja di kepalanya.

Tanpa berpikir lebih panjang, Kazunepun segera mengikuti ide yang muncul. Kakinya dilangkahkan dengan kemiringan 90 derajat. Lalu berlari menuju taman sisi sekolah yang terdapat banyak tumbuhan heterogen. Banyak yang mengatakan disana adalah tempat yang paling jarang dikunjungi oleh murid-murid, karena beredar sugesti yang memang belum tentu kebenarannya.

Setelah berlari cukup jauh, Kazune mengedarkan pandangan dan menajamkan pendengarannya. Suara gemericik air mancur seketika bergema di daun telinganya.

Satu pertanyaan muncul dalam benaknya. 'Pada denah sekolah, tak mengatakan bahwa disini ada kolam air mancur?'.

Karena penasaran, Kazune segera mencari arah suara. Iapun megecek dimana suara yang paling besar, dengan memutar arah badannya 180 derajat. Memfokuskan salah satu indra pendengar kemudian meletakan tangan kiri dalam posisi telungkup ditempelkan pada daun telinga kiri atas. Dicarinya suara gemericik yang paling jelas dan keras terdengar.

Selang beberapa saat, Kazune telah mendapat arah suara yang jelas. Tepat pada jalan didepannya sedikit ke kiri. Kiranya dilokasi tersebut terdapat kolam air mancur.

Dengan melewati beberapa bebatuan berlumut dan pohon-pohon yang menjulang tinggi, Kazune berharap akan menemukan kolam air mancur itu dan menemukan KaHana di tempat yang sama.

Ia sangat ingat, KaHana pernah mengirimi pesan singkat :

'Air itu indah. Suaranya adalah lagu yang paling kusukai. Kau dapat memandangi dirimu disana. Kau dapat merasakan lembutnya air itu ketika kau menggerakan dirimu di bawah air. Air adalah keperluan yang paling penting bagi kelangngan kehidupan di bumi. Namun, kenapa manusia tega mencemari mereka?'

Suara gemericik air itu semakin deras terdengar. Di tengah ia berlari, samar-samar terlihat kolam air mancur mengucur ke bawah kolam berukuran kecil. Semakin ia mendekat, semakin jelas tampak air mancur itu beserta kolamnya.

Pandangan Kazune menepi pada sesosok gadis yang berjongkok di sisi kolam. Kepalanya menghadap ke bawah, melihat bayang-bayang gadis itu sendiri. Ia mengenakan pakaian jaket bewarna kuning-kemerahan. Dan tudung jaketnya yang terbuka, menyebabkan rambut pirang kecoklatan yangdiikat twintail terlihat jelas.

Kazunepun mencoba meraih pundak si gadis.

"...KaHana?"

.

.

TBC

.

.

*cengo*

Haaa... perasaan fanfic multichapter yang lain belum diselesaikan. Tapi kenapa sudah buat yang baru lagi yah? *sweetdrop di tempat* -_-

Ini sebenernya cuma bikin untuk sebuah gambar tentang inisial nama dan genre. Tapi, inspirasinya kepanjangan. -_-

Sebenernya dapet Shounen/Yuri/Fantasy. Tapi, Kamichama Karin itu Shoujo. Lalu, ngga mungkin ryu bikin Yuri kan? Jadi, milih Fantasy saja. Karena sisanya bebas, terpilihlah Romance, Harem (satu lelaki banyak perempuan), dan School life (kehidupan sekolah).

Dan, sekarang ini publishnya dari Hp, semoga aja tidak ada kata-kata yang ngilang. Semogaaa...

Gomen jika ceritanya rada-rada aneh, atau kata-kata yang banyak ambigu. Itulah kemampuannya ryu -_-

Gomen lagii, karena mereka OOC banget! Ada penggambaran karakter hikikomori pula

Daripada makin banyak bacot yang memang ngga ada gunanya bagi readers, lebih baik ryu tutup chapter 1 ini! Jangan lupa review ya! Kritik, saran, dan kata pembangkit itu sangat berguna bagi author untuk melanjutkan chapter selanjutnya, lho!

Akhir kata,

Termakasih telah membaca!