Bulu mata tebal Jessica Stein mengerjap. Ia mencoba menajamkan mata ketika cahaya putih silau berkilasan di depannya, namun kelopak matanya terasa sangat berat kemudian di sekitarnya kembali gelap.
Seorang pria berbicara; suara dalamnya terdengar puas namun lelah. "Korteks serebral-nya(bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk pengumpulan informasi) sudah diisi."
Seorang wanita bertanya, "Bisakah dia mendengar kita?"
Pria itu menjawab senang, "Mendengar-,melihat,memahami,dan mengidentifikasi lebih dari 400 objek. Jika aku terus mengisi otaknya dengan informasi, dia akan menjadi secerdas anak 15 tahun dalam waktu 2 minggu... Oke, mungkin sedikit lebih cerdas tapi tetap 15 tahun."
Si wanita mulai terisak haru, "Oh Yunho... ini saat yang terbahagia. Dia...sempurna."
Si pria ikut terisak, "Aku tahu. Dia anak perempuan papa yang sempurna..."
Kedua orang tua itu mencium kening Jessica. Salah satunya berbau seperti bahan kimia; yang lain seperti bunga-bungaan harum. Campuran aroma mereka tercium seperti cinta.
Jessica mencoba membuka mata lagi dan hampir-hampir tak bisa mengerjap.
Si wanita berseru, "Dia berkedip! Dia melihat kita! Jessica, aku Mama-mu, Jaejoong! Kau bisa melihatku?"
Yunho berkata, "Dia tidak bisa,Yeobo."
Jessica tegang mendengar kata-kata itu. Kok ada yang bisa memutuskan tentang apa yang bisa atau nggak bisa ia lakukan? Ini nggak masuk akal.
Mamanya balas bertanya, "Kenapa tidak?" Jessica juga ingin menanyakan hal yang sama.
"Baterainya hampir habis...dia harus diisi ulang."
"Ya, kalau begitu, isilah!"
Ya, isi bateraiku! Isi akuuuu!
Jessica ingin melihat 400 benda yang dibicarakan orang tuanya, memandangi wajah mereka ketika menerangkan semua itu padanya dengan suara yang menenangkan. Dia ingin hidup dan menjelajahi dunia tempat ia lahir namun sekarang ia tak bisa bergerak.
Papanya berkata, "Aku tak bisa mengisi baterinya sebelum baut-baut ini mengering."
Jaejoong terisak sedih.
Yunho menenangkan istrinya, "Tak apa-apa, Yeobo... Beberapa jam lagi dia akan stabil."
Jaejoong menarik napas tajam, "Bukan itu yang membuat aku sedih."
"Lalu apa?"
Jaejoong terisak lagi, "Dia begitu cantik, penuh potensi, dan...berpikir bahwa dia harus hidup ...seperti kita.. membuat hatiku hancur."
Yunho bertanya, "Memangnya apa yang salah dengan kita?" Namun nada suaranya menandakan bahwa ia sudah tahu jawabannya.
Jaejoong mendengus, "Kau bercanda,ya?"
Yunho berkata, "Jae sayang, keadaan tak akan selamanya seperti ini...Lihat saja nanti, semuanya akan berubah kok."
"Dengan cara apa? Siapa yang akan melakukannya?"
"Aku tak tahu... Nanti pasti akan ada yang mengubahnya."
Jaejoong menghela napas, "Aku harap kita masih ada untuk menyaksikan perubahan itu."
Yunho meyakinkan istrinya, "Tentu saja. Keluarga Stein ini kan hidupnya panjang..."
Jaejoong tertawa kecil.
Jessica penasaran tentang apa yang dimaksud "keadaan" yang harus "berubah". Tapi sepertinya bertanya pun terasa mustahil karena energi baterainya sudah habis. Jessica merasa kepalanya berat dan ringan secara bersamaan dan akhirnya ia mengambang dalam kegelapan dan tiba di suatu tempat yang sunyi. Jessica tak bisa mengingat apa-apa termasuk percakapan orang tuanya,ataupun aroma bunga-bungaan dan kimia.
Harapan Jessica satu-satunya adalah bahwa ketika ia bangun, sesuatu yang ingin "disaksikan" Jaejoong akan ada di sana; dan jika tidak, Jessica berharap bahwa ia akan jadi cukup kuat untuk memberikan sesuatu itu pada Mamanya.
