Summary :
Namaku Namikaze Hiruna. Banyak orang yang bilang, mata biru safir dan rambut kuning lurusku begitu indah. Ya, aku juga berpikir begitu. Aku selalu berharap, rambutku berwarna indigo gelap dan mataku berwarna lavender kelabu, seperti Ibuku. Aku benci warna rambut dan mataku, karena itu warisan ayahku. Lalu, kenapa aku benci warisan ayahku? Mudah saja. Karena aku membenci ayahku.
COLOUR
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Hinata berjalan tenang, namun suara lantai dan selopnya yang beradu tetap terdengar. Membuat para gadis berpakaian maid di sekitarnya menunduk hormat. Hinata membalasnya dengan senyuman tenang. Wanita berambut indigo gelap itu lalu berhenti di depan sebuah ruangan berpintu sewarna rambutnya. Dua orang maid yang ada disana menyingkir. Masih dengan tenang, Hinata mengetuk pintu itu beberapa kali.
TOK TOK TOK
Tak ada jawaban dari dalam. Hinata tersenyum, lalu berseru pelan. "Boleh Ibu masuk?" serunya. Sesaat masih tak ada jawaban. "Hiruna…." Ulang Hinata. Wanita itu mendekatkan badannya ke pintu. "Ibukah itu? Silahkan masuk,bu…" lirih seseorang dari dalam. Tangan putih susu Hinata memutar knop pintu lalu tubuh indahnya menghilang di balik pintu yang segera ditutup.
"Hiruna belum bangun?" sapa Hinata.
Wanita itu duduk di sisi kasur queen size berseprai putih. Seorang gadis berusia 11 tahunan yang masih berbaring di kasur, menggelengkan kepalanya pelan.
"Hiruna belum mau bangun,bu…" lirih gadis itu.
Hinata membelai poni kuning rata anaknya itu.
"Kenapa?" tanyanya lembut. "Hiruna masih mengantuk atau sakit?" lanjutnya.
Hiruna menggeleng. Dia menaikkan selimut bermotif kupu-kupu ungunya hingga menutupi hidung mancungnya. Hinata menatap iris biru safir Hiruna dalam, berusaha mencari jawaban. Sesaat, wanita itu tersenyum.
"Hiruna malas,ya?" ujar Hinata.
Hiruna yang tadinya menatap mata ibunya, menundukkan kepalanya. "Bukan malas,bu. Hiruna enggan." Hinata tersenyum lagi, lalu beranjak dari duduknya.
"Berarti ibu harus menaikkan gaji nona Shizune." Kata Hinata sambil membuka tirai indigo gelap Hiruna. Cahaya matahari yang berebut masuk langsung menyilaukan mata biru safir Hiruna saat Hinata membuka dua jendela lebar.
"Baiklah….ibu menang…." Desah Hiruna. Dia lalu turun dari tempat tidurnya. "Tapi apa hubungannya dengan nona Shizune?" Tanya Hiruna. Hinata menaikkan alisnya.
"Bukan nona Shizune yang mengajarimu kata 'enggan' ya? Bukankah dia yang menemanimu selama ibu ke Iwagakure?" Tanya Hinata.
Hiruna tersenyum geli sambil menggelengkan kepalanya. "Nona Shizune memang menemaniku,bu. Tapi kata enggan itu kudengar sekali di sekolah dan kutanyakan artinya pada Paman Kakashi." Hiruna lalu merapikan tempat tidurnya. Hinata mengajarkan Hiruna agar melakukan pekerjaan rumah yang bisa dia lakukan daripada meminta maid. Hinata tersenyum. "Nah, apa kegiatanmu di liburan ini,sayang?" Hinata menjawil dagu Hiruna. Hiruna berpikir sejenak. "Entah,bu." Jawabnya singkat.
"Bagus. Berarti kau bisa menemani ibu hari ini."
