Music~

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pairing : SasuSaku

Summary : "Karena musik adalah bagian dari ingatanku. Dan musiklah yang akhirnya mempertemukanku denganmu—"

WARNING : Romance/Hurt/Comfort/Angst, OOC, AU Typo(s) & MissTypo(s), Gaje, Deskripsi payah, alur kecepetan, diksi abal, Pemula, Don't Like don't Read!

A/N:

Haloo~ Rz disini , saya hadir membawa ff abal Drabble pertama saya OwO

Oke ini memang abal jadi mohon dimaafkan m(_ _)m

Hepi riding :3


.

.

.

.

.

Seolah tusukan menghantam kepalaku

Memecah pikiranku dan mengeram batinku tajam

Seakan tubuhku mati rasa dan jemariku membeku seketika

Hingga sayatan di dada menghimpit perasaaanku

Dan aku kembali tergores untuk yang kesekian kalinya

Ah benar—

Bahkan dengungan itu masih menggema kuat di dalam kepalaku

"—Karena musik adalah bagian dari ingatanku. Sebab napasku memburu tiap kali mengenangmu—"

.

.

.

"Hentikan itu—"Lelaki itu meremas telapak tangannya kuat. Menggetok-getokkan jemarinya di atas permukaaan piano di hadapannya. Manik onyx kelamnya berpencar ke segala arah. Mengeluh malas. Ia menatap manik emerald yang tengah balik menatapnya gugup.

"Ettou—gomenne—aku terlalu gugup Sasuke-kun—ehe,"Emerald itu mendongak takut-takut. Sembari jemari mulusnya memencet tuts-tuts piano di hadapannya dengan ragu. Lelaki di sampingnya mendecih kesal.

"Ck! Kenapa permainanmu payah sekali Sakura?"Perempuan di sampingnya tersentak pelan. Manik emeraldnya bergerak tak beraturan. Ia menggaruk pucuk kepalanya yang tak terasa gatal.

"Um—mungkin bukan permainanku yang payah Sasuke-kun. Mungkin—"Emerald itu memandang lurus onyx di hadapannya. Menahan napasnya sebentar sembari memasang raut wajah serius. Membuat lelaki di hadapannya sedikit mengernyit heran.

"Karena ajaranmu yang buruk Sasuke-kun. Sehingga permainan pianoku menjadi terpengaruh karenamu—"

Plok!

Perempuan itu memegang pucuk kepalanya sembari meringis kecil.

"Enak saja—"Ucap lelaki bermata kelam itu mendegus sebal yang hanya dibalas dengan kikikan geli perempuan di sampingnya.

"Jodan desu yo,"Senyumnya kecil sembari menahan tawanya. Jemarinya yang lihai segera mengarah kembali pada tuts-tuts piano di hadapannya.

"Ne Sasuke-kun, boleh aku bertanya padamu?"Lelaki itu memandang perempuan bersurai soft pink di sampingnya. Kemudian menggangguk pelan.

"Kenapa kau menyukai musik?"Perempuan itu menghentikan permainnya sejenak sembari menatap lelaki bertubuh jangkung di sampingnya. Lelaki itu menatapnya datar.

"Kenapa kau masih bertanya baka?"Perempuan itu mengkerucutkan bibir kesal.

"Aku hanya ingin tahu Sasuke-kun —"

"Kau ingin tahu pun aku juga tak akan memberitahu padamu—"Perempuan itu tersentak pelan. Sorot matanya gusar.

"Hidoi ne Sasuke-kun,"Lelaki itu tertawa geli. Sedang perempuan di sampingnya hanya menggerutu kesal sambil menggembungkan pipi sebal. Sedetik kemudian lelaki itu menghentikan tawanya dan mengulaskan setitik senyuman yang sejenak membuat perempuan di sampingnya tertegun. Seakan sesuatu berterbangan dalam perutnya.

"Karena musik adalah bagian dari ingatanku Sakura—"

.

.

.

Gadis itu masih menatap batu nisan di hadapannya. Ingatan tentang beberapa tahun silam kembali menguar dari pikirannya. Membuatnya merasakan tusukan tajam mengingat masa lalu yang sangat dirindukannya. Dadanya terus berdenyut kuat. Napasnya tak beraturan dan jemarinya terasa kaku ketika memori-memori itu kembali meracuni pikirannya. Seolah berat baginya untuk sekedar memasukkan oksigen ke dalam paru-parunya. Entah kenapa, ia ingin menghentikan semuanya. Seluruh rasa sakit yang menikam sekujur tubuhnya kuat. Membuatnya merasakan kepedihan yang mendalam dan bahkan air matanya telah mengering untuk waktu yang sangat lama. Bola matanya masih sembab saat ia mendatangi makam seseorang di hadapannya. Bahkan bunga yang telah di belinya dari beberapa jam yang lalu kini nampak mulai layu dan kering. Ia menghembuskan napas berat.

"Ne Sasuke-kun,"Ia menutup matanya sejenak. Menikmati hembusan angin yang menyapu wajah cantiknya dan menerbangkan beberapa helai surai soft pinknya. Ia meremas jemarinya kuat. Memori itu terkuak kembali. Membuatnya merasakan sakit yang seolah-olah mengoyak dadanya dalam. Ia tersenyum pahit saat mengenang memori dirinya dan seseorang lelaki bermanik mata dingin dalam ingatannya. Ia bahkan ingat saat-saat dirinya tertawa, menangis,tersenyum, ataupun merenggut kesal saat lelaki dalam ingatannya mencoba menggodanya jahil. Ia juga ingat saat dimana lelaki itu tergolek lemah di dalam ruangan bercat putih dan berbau obat sembari menyapa hangat padanya. Ia ingat dimana lelaki itu menggenggam tangannya kuat dan berkata untuk tak usah menangisinya. Ia ingat lelaki itu berbisik pelan menenangkannya yang kacau dan kembali tersenyum lembut padanya. Ia ingat semuanya. Bahkan saat pemakaman lelaki itu yang membuatnya histeris dan depresi. Ia ingat. Dan mengingat itu semua membuatnya sakit.

"Kau jahat Sasuke-kun,"Ia tersenyum miris. Mengusap batu nisan di hadapannya perlahan sembari menatap tulisan yang terukir di batu nisan tersebut.

"Kau jahat karena tak memberitahuku mengenai kondisimu yang sebenarnya,"Ia menahan napas. Menahan sesuatu yang seakan ingin keluar dari sudut matanya.

"Kau jahat karena tak memberikan komentarmu di saat permainan pianoku usai,"Manik matanya memanas.

"Kau jahat karena masih sempat tersenyum padaku di detik terakhirmu,"Dadanya serasa sesak. Tubuhnya mulai sedikit bergemetar.

"Kau jahat Sasuke-kun —"Ia menghela napas berat. Tersenyum kecil saat liquid bening menyeruak perlahan dari sudut matanya.

"Kau bahkan terlalu jahat karena membuatku menyukaimu—"Liquid bening itu semakin mengalir deras. Membuat raut wajah pemiliknya menjadi setengah basah. Ia meremas batu nisan itu pelan. Menatapnya dengan pandangan nanar dan rasa sakit yang mendekam di sudut matanya kuat. Ia sakit. Terlalu sakit untuk mengenang kembali perasaan yang merobek hatinya tajam. Hatinya sudah terlalu lelah untuk menampung rasa sakit yang dimilikinya. Pikirannya sudah terlalu letih untuk mengenang kembali semuanya. Ia sudah menyerah. Telah merasa kalah oleh keadaan.

Gadis itu bangkit berdiri sembari melihat batu nisan di hadapannya sekali lagi. Perlahan ia mengobrak-abrik tas kecil yang melingkar di pinggangnya erat. Mengeluarkan sepasang alat pendengar kemudian menancapkannya pada ponselnya. Ia menghela napas kembali. Kemudian melangkah menjauh dari makam tersebut. Ia mendonggakkan kepala ke atas langit. Sebuah alunan musik perlahan terdengar mengalun mengusik gendang telinganya. Ia tersenyum kecil.

"Karena musik adalah bagian dari ingatanku. Dan musiklah yang akhirnya mempertemukanku denganmu—"

.

.

.

.

.

Owari


Gimana? Jelek kah?

Minta ripiu seikhlasnya minna-san agar bisa melanjutkan epep drabble ini OwO/