Hi ( ∫
YEY! Miamato kembali hadir mewarnai dunia fanfiction dengan kehadiran cerita baru, nuansa baru dan fandom baru. Berhubung fict fandom sebelah udah ada yang tamat, Bakaloid Game, jadi sembari mengisi waktu luang dan liburan di sempatkan membuat fict ini. Walaupun, fic lainnya ada yang belum tamat *disorakin readers*.
Fic ini terinspirasi dari Naruto shippuden the movie 'Road to Ninja', movie-movie lainnya dan beberapa fic-fic senpai yang complete maupun yang berhenti di tengah jalan atau belum di lanjutkan kembali *Hiks*.
Kemungkinan fic ini akan menjadi fic terpanjang yang pernah saya buat.
Cerita ini hanya fiktif belaka namanya juga fanfiction. Jika ada kesamaan ide, latar dan peristiwa hanya kebetulan semata, mohon dimaklumi.
Tidak menerima FLAME dalam bentuk apapun. DLDR
Selamat membaca! ^^
UNEXPECTED MEMORIES
Disclaimer
Masashi Kishimoto
Pairing: Naru x ?
Genre: Romance, Adventure, Sci-fi, Humor
Rated T+
Warning! Gaje, TYPO beredar, DoubleNaru, DoubleHina, AU(?), dll.
.
Sumarry :
Naruto, Sakura dan Sasuke pergi menyelamatkan Hinata yang terjebak dalam jutsu aneh. Naruto tidak dapat mengingat masa lalunya, belum lagi dengan fobia yang selalu menghantuinya. /"Dia bukan naruto!"/ "Aku percaya padamu."/ "Maafkan aku Hinata, Sakura-chan."/ "Ayo kita mulai permainannya!".Inilah kisah kami membangun sebuah kenangan.
.
.
Miamato
.
.
.
Kenangan.
Sesuatu yang berharga.
Selalu membekas dalam ingatan kami.
Kenangan pahit maupun manis.
Kenangan yang tidak terduga, tidak tergantikan dan tidak akan terlupakan.
Inilah kisah kami membangun sebuah kenangan.
Kenangan yang tidak terduga.
Hinata terbangun diantara beraneka ragam bunga yang bermerkaran dengan indahnya. Kepalanya terasa sakit, begitu pula dengan beberapa bagian tubuhnya yang terasa sedikit ngilu. Mata lavendernya menatap langit dengan tangan kanan memegang pelipisnya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, terdapat padang bunga yang cukup luas, walaupun tak sebesar lapangan base ball. Pepohonan tinggi berdaun hijau mengelilingi padang bunga. Sebelah barat padang bunga terdapat jalan setapak.
Semilir angin dan semerbak harum bunga membuatnya sedikit lebih tenang. Ia mengingat kembali apa yang terjadi padanya. Ia tak mengenali tempat yang sedang ia pijak. Tempat yang sangat asing baginya. Seingatnya, dirinya bukan berada di tempat ini, melainkan di Konoha Gakuen. Ini sama sekali tak masuk akal, semenit yang lalu ia berada di sekolah dan sekarang ia berada di suatu tempat antah berantah, tempat yang sangat asing baginya.
Matahari tak menampakan dirinya, entah dimana pusat tata surya itu berada. Mungkin sedang bersembunyi di balik awan. Hinata memprediksi waktu bahwa sekitar lewat dari jam sepuluh pagi. Ia meraba kantung celana sebelah kanannya, senyuman tipis menghiasi wajahnya. Di genggamnya smartphone tipis touchscreen berwarna lavender yang memiliki gantungan chibi berbentuk seperti Naruto.
Ternyata, ia masih membawa gadget kesayangannya. Jam di smartphonenya menunjukan pukul sepuluh lewat sesuai dugaanya. Pulsa yang tidak mencukupi menjadikan Hinata urung untuk mengirimnya atau sekedar menelpon Neji-nii, Naruto-kun atau yang lainnya. Belum lagi dengan ketidak hadirannya sinyal yang biasanya selalu tersedia. Ia pun harus mencari cara untuk kembali ke sekolah.
Kebingungan yang belum juga terjawab, malah bertambah dengan masalah yang baru yang lebih membingungkan . Seorang pria menyusuri jalan setapak menunggangi kuda putihnya Hinata sampai tercengang melihat pria dengan setelan jas ala pangeran, pedang panjang, sepatu putih mengkilap, scarf kusam, mata biru safir dan rambut pirangnya. Tunggu, rambut pirang cerah dan Hinata mengenalinya dengan baik lebih baik dari siapapun. Dia adalah Naruto Uzumaki, seseorang yang sangat dicintai Hinata di Konoha Gakuen.
"Keren sekali!" gumam Hinata pelan.
Hinata bersembunyi di balik batang pohon kayu yang sudah lapuk. Dilihat dari wajahnya, usianya sekitar 18 tahun, tidak jauh dengan Hinata yang setahun lebih muda darinya. Sangat sulit di percaya, Naruto bagaikan pangeran, padahal biasanya ia bertingkah bodoh, konyol dan tidak memasang mimik muka seserius itu. Duduknya sangat tegap dan dapat mengendarai kuda dengan mahir. Belum lagi pedang sepanjang itu, Naruto bahkan bukan seorang samurai yang ahli memainkan pedang dan seingatnya di sekolah pria idaman para wanita itu tidak pernah mengikuti ekskul untuk mempelajari keahlian berpedang. Lalu, mengapa ia membawa pedang jika ia tak bisa memainkannya.
Scarf rajutan orange yang dikenakannya telah usang, banyak beberapa bagian yang telah robek, dan tak layak pakai, bahkan tak bisa memberikan rasa hangat malah di pakai oleh seorang pangeran. Hinata menduga yang memberikan scarf pasti orang yang sangat berharga baginya, sehingga ia mau memakainya.
Terlintas sebuah ide gila di benaknya, Hinata mencoba untuk memfoto pangeran yang baru saja ia lihat. Menyimpan gambarnya hanya untuk memastikan bahwa yang ia lihat benar-benar nyata. Ia membidik gambar, berusaha memfokuskan gambar dan hanya tinggal menekan capture saja.
"CRACK!"
Smartphone yang di pegang oleh tangan kanan Hinata tertembus oleh pedang. Nyaris saja benda panjang nan runcing berwarna perak mengenai tubuhnya. Benda yang tadi di genggamnya sudah tidak berbentuk lagi, menjadi serpihan-serpihan kecil. Hanya menyisakan gantungan phone chibi Naruto yang masih utuh.
Tangan Hinata masih gemetar meratapi smartphone yang telah hancur sepenuhnya. Memang orangtua Hinata memiliki harta yang berlimpah, dan tidak sulit baginya untuk meminta sebuah smartphone baru, kenangan berharga di dalam memori yang berada di dalam smartphone yang menyebabkan ia sedih.
Hinata menggenggam gatungan chibi Naruto. Ia geram terhadap kelakuan sang pangeran yang menghancurkan barang orang lain tanpa izin.
"Ano… Naruto-kun, kenapa kau melakukan ini?" tanya Hinata seraya berdiri memberanikan diri menatap pangeran yang bahkan tidak menatap mata lavendernya sekali pun. Ia masih memainkan jari telunjuknya berusaha menghilangkan rasa gugupnya. Kuda berhenti melaju dan ia hanya terdiam di atas kuda putihnya.
"Hime-sama, tidak sebaiknya anda disini, kembalilah dan segera menikah denganku!" seru sang pangeran menatap Hinata tercengang tak percaya.
BLUSH
"Ini pasti mimpi!"pipi hinata bersemu merah, kalimat yang di lontarkan Naruto membuat Hinata blushing. "Ini tidak lucu Naruto-kun, kumohon berhentilah mengcosplay seperti itu. Ayo kita kembali ke Konoha!" Hinata merasa Naruto yang berada di hadapannya sangat berbeda dengan Naruto yang di kenalinya sejak kecil.
Sang pangeran yang sepertinya belum mengerti arti kata 'cosplay' belum juga menatap mata lavender Hinata, pandangannya masih lurus ke depan dengan tampang tidak berdosa. "Bukankah Hinata-hime yang dari awal menyukaiku?" Pangeran mulai memandang Hinata. "Bahkan Hinata-hime yang menyuruhku untuk mempercepat pernikahan agar secepatnya mendapatkan penerus generasi selanjutnya."
'Penerus generasi selanjutnya, apa yang dia maksud adalah a-anak?' pikir Hinata dengan semburat merah semakin jelas terlihat di wajahnya.
Kata- kata pangeran Naruto membuat Hinata terdiam. Memang sejak dulu ia menyukai Naruto, tapi ada yang mengganjal dengan sikap Naruto yang baru saja berdialog dengannya.
Hinata mengambil pedang yang tergeletak di tanah bersamaan dengan serpihan kecil berwarna kehitaman. Tanpa keraguan, ia mengangkat dan melemparnya ke arah kepala Naruto.
ZWUSH!
Dangan mudah Naruto menghindari serangan, pedang menancap pohon yang berada di belakangnya. Hinata semakin yakin bahwa Naruto yang mengenakan pakaian ala pangeran bukan Naruto yang ia cintai.
"Dia bukan Naruto."Batin Hinata.
"Cepatlah ikut denganku!" pinta Naruto dengan mengulurkan tangannya.
"Tidak, ini hanya ilusi!" ujar Hinata membalikan badannya, hendak berjalan ke arah yang berlawanan.
"Hutan ini merupakan hutan kematian."
Langkah kaki Hinata terhenti sesaat.
"Para perampok bersembunyi di hutan ini." Pria tampan berkuda itu melaju dengan kecepatan semakin bertambah.
"…"
"Banyak binatang buas yang berkeliaran, tidak ada manusia yang tinggal di sekitar sini."
"…"
"Kasihan sekali Hinata-hime yang malang itu akan di…" ekor matanya sedikit melirik ke belakang.
"Pangeran." Hinata berbalik, tatapan matanya tidak melihat sang pangeran.
"Ya, Hinata-hime." Jawab pangeran, membalikan arah kudanya.
"Sepertinya aku terpaksa ikut denganmu." Pipinya sewarna dengan udang rebus saus padang yang mengepul karena baru di angkat dari panci. (Readers : "Jangan ngingetin ama makanan, nih lagi puasa!")
.
.
.
SESAAT SEBELUM ITU…
"Ohayou! Naruto-kun, ku mohon bangunlah. Aku sudah menyiapkan sarapan." Pinta Hinata duduk di tepi tempat tidur. Hinata mulai menyibak tirai jendela yang berada tepat di samping ranjang Naruto. Cahaya matahari menyinari kamar Naruto dan mulai mengganggu tidurnya. Naruto menyembulkan kepalanya dari balik selimut, melirik jam yang sudah menunjukan pukul enam pagi.
Naruto mengusap-usap matanya dengan posisi masih berbaring. "Hoam, Ohayou! Terima kasih, ini masih terlalu pagi, Hinata-chan!" ujar Naruto seraya menarik kembali selimut. "Lagian hari ini kan hari minggu." Lanjutnya, kini hanya terlihat puncak dari topi tidur biru yang masih di kenakan.
Terasa aura pembunuh yang tiba-tiba saja menguar dari tubuh Hinata."CEPAT BANGUN! SHAANAROO!" teriak seseorang seraya melayangkan kaki kanannya ke atas, menerjam menggunakan tumit tepat mengenai tulang belakang di bagian punggung.
"CRACK! BRAK!"
Tempat tidur yang sangat bersejarah hancur seketika di sertai dengan suara tulangku yang remuk, begitu pula Naruto yang menempel dengan lantai kayu. Naruto langsung menyadari bahwa ternyata Sakura melakukan Henge no jutsu untuk menyerupai Hinata. Ah, sial! Kenapa dari tadi dirinya tidak menyadarinya.
"CEPAT BANGUN BAKA NARUTO! BEEP! BRRRT! BEEP! BRRRT!" bentakannya membuat Naruto terbangun dari tidur yang 'sesungguhnya' beserta suara handphone seperti mendapatkan pesan baru. Ternyata, Naruto jatuh dari kasur dengan posisi yang kurang elit. Kedua kakinya masih berbelit dengan selimut, sedangkan bagian pinggang ke atas berada di lantai dengan tangan yang telentang. Jadi yang tadi hanya mimpi. Ingin sekali Naruto melempar benda bergetar dan berisik itu. Yosh, terima kasih kepada sakura yang berhasil membangunkannya beserta dengan mimpi buruknya.
'Kenapa Sakura ada di mimpiku ya?' pikir Naruto berusaha mengingat-ngingat apa hubungan dirinya hari ini dengan seseorang yang baru saja meretakan−menghancurkan tulang punggungnya. Nauto jadi teringat film-film ninja yang membuat seseorang bisa menggunakan jutsu, film saja sampai terbawa-bawa dalam mimpi.
Naruto beralih mengamati jam digital orennya yang menunjukan pukul sembilan lewat lima puluh tujuh menit, berbeda sekali dengan waktu yang ada di mimpinya. Naruto hanya ber-oh ria seraya menguap lebar-lebar dan merenggangkan otot tubuhnya. Terlintas suatu hal penting di benaknya, Naruto pun menggigt bibir bawahnya sendiri. Sempat dua hari yang lalu, ia bertemu dengan sahabat karibnya, Sakura Haruno, ia berpesan hal yang penting kepada Naruto. Ia membuka smartphone tipis nan canggihnya melihat pesan yang ternyata dari Sakura.
"PUKUL SEPULUH PAGI DI SEKOLAH MEMBERSIHKAN SELURUH LANTAI TIGA JANGAN TELAT BAKA Kau tanggung sendiri akibatnya kalau terlambat" sebuah pesan ancaman tanpa satu pun tanda baca.
"Kenapa jadi begini sih?!" Naruto menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Ia bergegas mengambil beberapa helai pakaian serta handuk dan hendak menuju kamar mandi. Naruto memutar gagang pintu dan menggebrak-gebrak pintu yang ternyata sedikit bermasalah.
2 menit 52 detik lagi.
Dengan sedikit tenaga, Naruto berhasil membuka pintu kamar mandi. Ia mulai menggantungkan bajunya di belakang pintu. Ia membuka pakaiannya dan mulai mendekati shower.
TES.
Hanya setetes yang keluar dari benda yang seharusnya mengeluarkan banyak air. Naruto bergidik kesal melihat air yang tidak mau keluar lagi sembari berusaha memutar-mutar keran untuk kesekian kalinya.
2 menit 45 detik lagi.
Terpaksa Naruto tidak mandi, segera ia mengenakan kaus hitam lengan pendek beserta celana berwarna oranye yang baru saja ia ambil dan segera menyimpan−melemparkan seluruh pakaian lama ke dalam keranjang. Mengambil mouthwash, berkumur sebentar, memuntahkan, dan tersenyum lima jari dengan deretan gigi 'putih' yang berkilau.
Ia teringat dengan sarapan yang menantinya. Ramen, tidak akan sempat untuk menyeduhnya. Naruto mengambil selembar roti, memasukannya ke dalam mulut.
2 menit 21 detik lagi.
Pria bersurai pirang cerah mulai mencari kunci motor hitam kesayangannya. Motor yang berasal dari hasil jerih payahnya kerja part-time dan bantuan tabungan orang tuanya. Nihil, ia tidak berhasil menemukannya dimana pun.
Minato Namikaze dan Kushina Uzumaki (marga sebelum menikah dulu) selaku orang tua Naruto telah tiada semenjak anaknya berusia lima tahun. Alhasil, Tsunade senju menjadi wali anak yang sudah berpredikat yatim-piatu tersebut. Tidak membutuhkan waktu yang lama, perempuan berparas muda, seksi nan cantik itu membiarkan Naruto hidup mandiri saat usianya baru menginjak delapan tahun. Ia mengerti wanita bersurai pirang yang sangat ia sayangi tidak bermaksud menelantarkannya, memang kewajiban bekerja di luar negri yang harus membuatnya begitu.
1 menit 57 detik lagi.
Naruto mengambil jaket oranye-hitam kesayangannya dan memakai sneakers hitam. Keluar dari rumah dengan tergesa-gesa, mengenakan jaket membiarkannya terbuka di terpa angin. Berlari bagai pelari maraton melintasi pertokoan yang berada di sekitar rumahnya. Waktu tempuh antara apartemen dan sekolah umumnya setengah jam dan sekarang ia harus menempuhnya dengan waktu kurang dari tiga menit, yang benar saja. Beberapa warga sekitar yang mengenalnya menyapa dengan ramah. Ia membalasnya walaupun roti masih menyumpal mulutnya.
2 men- ehm 1 menit 11 detik lagi.
Melewati beberapa perempatan, akhirnya ia sampai di perempatan dengan lampu merah untuk pejalan kaki menyala yang menandakan ia tidak boleh menyebrang. Dengan nafas tersengal-sengal dan peluh yang mengalir deras dari pelipisnya berusaha menghabiskan roti dengan sangat cepat. Ia meratapi jam tangan hitamnya lagi.
1 menit 2 detik lagi.
Lampu hijau kembali menyala, ia berjalan melawati jalur penyebrangan. Tiba-tiba saja suara anak kecil terdengar seperti sedang menangis. Naruto membalikan badan melihat gadis kecil yang duduk di tengah jalan. Tempurung lutut kaki kanannya terlihat mengeluarkan sedikit darah. Lampu merah bagi penyebrang jalan kembali menyala menandakan kendaraan diperkenankan melintas membuat Naruto merinding. Di pikirannya hanya Sakura, Sakura dan Sakura, Naruto berusaha menghilangkan kekhawatirannya.
Secepatnya ia kembali berlari ke tengah jalan menggendongnya dengan cepat, membalikan badannya ingin kembali ke tepi jalan sebelumnya. "AWAS!" teriak seseorang pria dari sebrang jalan. Langkah Naruto terhenti di tempat, waktu terasa melambat. Sebuah bis melintas di depannya dengan cepat, nyaris mengenai punggung tangan kirinya yang berada di punggung anak kecil, mendekapnya dengan erat. Memori-memori dalam kehidupannya serasa seperti berputar kembali dalam benaknya. Ia merasakan hembusan angin menerpanya.
'Arigatou, Kami-sama!' author berkehendak lain, seharusnya berterima kasihlah kepada pengarang, #PLAK (lupakan kalimat ini).
Orang-orang yang melihatnya bergidik ngeri, ada yang menutup mata, ada yang memblalakan matanya termasuk penumpang yang di dalam bis yang duduk di dekat jendela. Ia membeku beberapa saat sampai bis benar-benar melewatinya. Bisa saja ia terserempet dan membuat nyawa anak di dekapannya melayang. Naruto kembali melewati jalan yang hampir merenggut nyawanya.
Kedua orang tua anak itu menghampirnya. Mereka mengucapkan banyak terima kasih dan langsung memeluk tubuh anaknya dengan berlinang air mata. Naruto jadi teringat dengan kedua orang tuanya dulu. Naruto hampir lupa dengan peringatan Sakura yang membuat bulu kuduknya merinding mengingat betapa seramnya gadis bersurai pink itu jika sedang marah.
Kembali ia meratapi jam tangannya.
27 detik lagi.
Naruto melambaikan tangannya kepada orangtua dan anak yang baru saja ia tolong.
Silakan Review, saran, kritik, pertanyaan, fav, fol, PM di terima dengan senang hati. Update di usahakan secepatnya walauun buat chap ini agak molor. Tapi akhirnya jadi juga karena idenya sudah minta di tuangkan dalam bentuk tulisan.
