Chapter 1 (Just Tell If Love)

Panas yang sangat tidak bersahabat disiang ini harus dilalui gadis cantik berseragam SMA itu. Langkahnya gontai seperti tak bertenaga. Sesekali dia memijit keningnya yang terasa pening.

Sepulang sekolah , dia langsung menuju Rumah Sakit Pelangi Harapan, tempat sahabatnya dirawat. Di sana dia mendonorkan darahnya untuk sang sahabat yang kehilangan banyak darah karena kecelakaan. Padahal, tadi pagi dia belum sempat sarapan. Waktu istirahat pun, dia tidak makan dikantin karena harus mencari buku di perpustakaan. Itu sebabnya dia terlihat lemah saat ini.

Ingin rasanya cepat pulang kerumah, tapi dia Sudah terlanjur janji Akan membawakan buku cerita dan sebatang cokelat untuk seseorang. Kini matanya yang bening menoleh kanan - kiri mencari seseorang yang ingin ditemuinya.

Pasar pasar disiang hari terlihat begitu sepi. Lalu - lalang yang biasanya memadati jalan kecil ditengah pasar tak terlihat lagi. Berarti seseorang yang dicarinya pasti tidak sedang berkeliling menawarkan jasa mengangkat kantung belanjaan ibu-ibu, yang sebagian besar lebih memilih kerepotan sendiri ketimbang mengeluarkan beberapa ¥(yen) untuk itu...

Gadis cantik itu sekali lagi mengedarkan pandanganya.

"Ibu Peri...!" Teriak sebuah suara anak kecil.

"Hei...Momo-Chan!" Si gadis cantik yang dipanggil ibu peri itu menghentikan langkahnya. Ia tersenyum melihat anak kecil yang sedang berlari menghampirinya..

"Ibu Peri...!"

"Ini buku cerita dan cokelat yang kemarin One-san janjikan," Kata Gadis cantik itu sambil mengulurkan tas pelastik yang dibawanya.

"Makasih ya, Ibu Peri..." Anak kecil Bernama Momo itu menerima dengan malu-malu.

"Tapi janji dulu, Sesudah memakan cokelat, jangan lupa gosok gigi. Biar gigi kamu tidak ada yang berlubang." Momo mengangguk, lalu tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih dan kecil-kecil.

"Ibu peri Sakit ya ?" Tanya Momo Sambil menunjuk tangan si Ibu peri yang diplester.

"Tidak, Tadi darah kakak diambil sedikit untuk teman kakak."

"Hii...pasti sakit ya?"

"Tidak kok, hanya sedikit lemas. Soalnya tadi pagi belum sempat sarapan."

"Makan dirumah Momo Saja, Ibu peri?"

"Terima Kasih ya. Tapi One-san mau pulang saja sudah sore nih. Nanti kalo One-san kesini lagi deh!"

"Ibu peri, tadi Momo dipukul kak Jirobo" Lapor anak berumur 7 tahun itu sambil menunjukan memar dilenganya.

"Hah...kok bisa?" gadis itu terlihat terkejut

"Iya, kak Jirobo meminta uang lagi. Tapi tidak Momo kasih,abis...Momo Cuma mendapatkan 20 yen. Eh... Momo malah dipukul kan sakit...!" katanya sambil meringis.

Gadis yang dipanggil ibu peri itu terlihat geram, tangannya terkepal. Tidak kapok itu orang? Apa dia ingin tangannya yang sebelah kanan patah juga? Katanya dalam hati.

"Nanti One-san balas!" Teriakanya marah.

"ingin membalas ya? Lo? Ha ha ha!" Tiba-Tiba Seorang pria kekar bertato datang menghampiri si Ibu peri dan Momo, bersama dua temannya yang sedikit kurus dari Jirobo Sugetsu dan Sakon. Dari mulut mereka tercium bau alkohol.

"Melihat kedatangan mereka,Momo langsung beringsut kebelakang Ibu Peri.

"Rupanya kau masih punya nyali ya?" tanya Gadis itu Membentak

"Heh, kemarin kau boleh ngadalin gue. Sekarang kau mesti gue kasih Pelajaran, biar jangan belagu!"

"Terima kasih, aku sudah banyak belajar disekolah. Jadi tidak perlu lagi pelajaran dari Laki-laki bodoh macam kalian, tau?" Balasnya berani.

"Kau sudah merusak mata perncaharian gua. Kau rebut anak coro itu dari gua dan kau sudah matahin tangan gua. Sekarang kau liat ya, apa yang bisa gua lakuin!" Ancam Jirobo, Pereman yang tangannya patah satu itu.

"Aku tidak pernah merusak mata pencaharian kalian. Aku hanya ingin kalian tidak menyakiti Momo atau anak-anak lain. Jika kalian ingin Uang, kerja...Jangan tenaga anak orang lain kalian manfaatkan. Dasar Kambing!"

"Ah...banyak Omong. Gus ayo, beresin tuh anak coro. Biar cewek sok pintar ini jadi bagian gua dan sakon!" Seru pria bertato itu sambil mengeluarkan belati dari saku celananya. Dambil Cengar-cengir kaga jelas, dia mengasah belati itu dengan jarinya. Disebelahnya, pria berambut hitam keabu-abuan itu bernama sakon itu sudah siap pasang kuda-kuda.

Gadis cantik itu berdiri siaga, tapi pening dan tubuhnya yang lemah membuat gadis itu agak sempoyongan.

"hasib aku!" katanya dalam hati.

"aku tidak siap jika berkelahi sekarang. Tapi...aargh...brengsek! Makinya pada diri sendiri. Kenapa aku selemah ini? Batinnya.

Selagi gadis itu berfikir, tiba-tiba satu pukulan sakon mendarat dirahangnya. Lalu satu pukulan lagu menyusul tepat diulu hati.

Gadis itu makin sempoyongan.

Momo berteriak histeris,"Ibu Peri...!"

Tapi Pria yang bernama sugetsu itu langsung membungkam mulutnya. Beberapa orang yang lewat mendengar teriakan itu. Tapi mereka malah mempercepat langkah, menghindari urusan dengan Preman-Preman yang terkenal sangar itu.

"Ha ha ha...apa segini saja He? Ayo lawan, patahin nih tangan gua yang satu lagi!" teriak Jirobo mengejek.

Gadis itu mencoba berdiri tegak, darah menetes dari sudut bibirnya.

"Berengsek!" teriaknya lemah. Matanya kini berkunang-kunang. Dia sempat melihat jirobo mengangkat belatinya. Hanya sebentar karena setelah itu dia ambruk tak sadarkan diri.

"Waaaaa...Asiknya! Kok beraninya pada gadis tak berdaya dan anak kecil Ckckckck? Kalian homo atau pedo...He?" Tiba-tiba seorang pria turun dari mobil dan hendak mendekati mereka.

"Heh kau jangan ikut campur, ini urusan kami!" Bentak Jirobo sambil mengacungkan belati kearah pria itu

"Sekarang udah jadi urusan gue juga. Kalian harus dikasih pelajaran biar tau gimana caranya menghargai perempuan. Tanpa babibu lagi, pria keren itu menendang tangan jirobo yang penuh tato. Belati si pereman terlapas dan jatuh.

"Berengsek!" Jirobo balas menyerang, tetapi tidak mengenai sasaran.

Pereman itu malah mendapat pukulan dirahangnya.

"Oi Monyet! Jangan diem aja cepat bantuin gua beresin anak sombong ini" Triak Jirobo marah pada kedua temanya yang masih takjub melihat bos mereka tidak berdaya.

"I...iya, Bos!" Mereka langsung pasang kuda-kuda untuk menyerang pria itu.

Perkelahian berjalan tidak seimbang, 3 melawan 1. Mereka bersenjata belati dan pria itu hanya mengandalkan kekuatan fisik. Tapi pria itu berhasil melumpuhkan mereka. Bahkan, jirobo berlari ketakutan dangan tangan kanan patah, melengkapi tangan kirinya yang dulu dipatahkan si Ibu peri yang masih tak sadarkan diri. Kedua temannya juga lari dengan luka memar disekujur tubuh mereka.

Sekarang pria keren itu mendekati Momo yang sedang menangis.

"Ibu peri...bangun...!" Momo masih terus menangis sambil menepuk pipi Ibu perinya.

"Kak...Onegai! Onegai Ibu Peri?" Katanya dengan mata memohon.

"Nama kamu siapa?" tanya pria itu menatap Momo.

"Momo...Atsugi Momo.."

"Ok...Momo, kakak harus mengantarkan...o iya nama kakak ini siapa?"

"Ibu peri, kak."

"Ibu peri?" tanyanya bingung, keningnya berkerut.

"Iya, namanya Ibu peri," Momo menegaskan.

"Whatever, mmh...rumah Ibu peri ini dimana?"

"Wafer?" tanya momo tidak mengerti.

"Rumahnya... rumah ibu peri ini dimana?" tanyanya lagi sambil tersenyum.

Momo menggeleng. "Tidak tau, dilangit kali," katanya polos.

"Wuiiih... Jangankan alamat rumah, namanya aja dia kaga tau,!" kata pria itu dalam hati. Semakin aku liat sepertinya aku familiar dengan wajah gadis ini...

Penasaran nih! Bongkar tas sekolahnya aja dah! Prua itu mulai merogoh-rogoh isi tas dan berharap menemukan identitas gadis yang menarik perhatianya ini.

"Oohh... Namanya Hinata, ujarnya dalam hati ketika membaca nama yang tertulis disebuah buku catatan Sekolah. Ya tuhan, jangan-jangan dia Hina-Chan...yaaaa... Hinata! Ya ampun, aku tidak menyangka kalau akan bertemu secepat ini, gadis yang sedang aku cari!" teriaknya dalam hati.

Disibaknya rambut indigo yang menutupi wajah gadis itu, lalu tersenyum karena dugaanya benar. Dia lalu mencari lagi Ponsel! Senyum pria itu makin lebar. Dilihatnya daftar nama di phonebook...kang ojek, kang becak, kang bakso kang soto sesaat setelah melihat daftar nama di Phonebook pria itu Swetdrop berat dengan keringat sebesar biji salak. lalu dia terus mencari daftar nama yang mungkin orang tua hinata

"bukan, bukan, bukan Nah, ini mungkin nomor orang tuanya. Yang bertuliskan(Kaa-san)

Tuttt... Tuttt...

"Mosi-mosi, disini kediaman Hiyuga..." Suara disana terdengar lembut seakali.

"Mosi-mosi, bisa bicara dengan Kaa-san Hinata?"

"Iya,saya sendiri. Siapa ya ini?" Tanya Kaasan hinata ramah

"Saya Naruto, Bibi. Saya menemukan Hinata dijalan Cemara kilau dalam keadaan Pingsan."

"Hah...Hinata! Ya tuhan, kenapa dengan anak saya?" tanyanya panik.

"Barusan Hinata berkelahi dengan Pereman pasar, Bibi! Sekarang saya membutuhkan alamat Bibi supaya saya bisa mengantar Hinata pulang."

"Iya...iya, ini alamatnya Jalan belum jadi No.1001." Suara disana sudah mulai bercsmpur tangis.

"Eeeh" Naruto yang mendengar alamat itu pun Swetdrop kembali

"Aa...apa benar ada alamat seperti itu didunia ini" kata Naruto dalam hati

"Halo"

"Haah iya Bibi"

"saya mohon antarkan Hinata pulang"

"Saya antarkan Hinata sekarang."

"Tolong ya Nak!"

"Iya, Bibi tenang saja. Hinata tidak apa-apa kok. Saya kesana sekarang" pria bernama Naruto itu pun menutup teleponya.

"Momo, kakak mau antar Ibu peri kerumahnya. Kau mau ikut?" ajak Naruto ramah.

Momo mengangguk senang. Dia menghapus air matanya.

"Ayo, Momo duduk didepan ya," Perintah Naruto sambil mengendong Hinata ke Mobilnya.

_₩«®»₩_

"Momo, kamu kenal ibu peri dimana sih?"

"Di tempat kakak berkelahi tadi."

"Ooo...kok bisa?"

"Waktu itu Momo pulang dari pasar. Terus ada kak Jirobo yang meminta uang. Kak Jirobo bilang setiap hari Momo harus menyetor uang untuk kak Jirobo. Kalo nolak Momo dipukul

"Jirobo itu yang tadi ya?" Naruto menoleh ke Momo.

Momopun mengangguk.

"Memangnya Momo sedang apa dipasar?"

"Momo Bawain belanjaanya Ibu-ibu, biar mendapat uang."

"Lalu...?"

"lalu ada kakak Perempuan yang dateng, marah-marah sama kak Jirobo. Mereka berkelahi dan tangan kak jirobo patah karna itu," lanjut Momo sambil mengingat kejadian itu.

"Ibu perinya hebat ya...!" puji Naruto tulus.

"Yaa...gitu deh. Ibu peri itu orangnya baik. Suka membawakan buki cerita, trus sering ngasih makanan buat Kaasan. Tapi ibu peri lagi sakit, Niisan. Ibu peri bilang, tadi badannya lemas. Soalnya darah ibu peri diambil untuk temanya. Jadi gak bisa ngalahin kak Jirobo deh. Untung ada Niisan!"

"Oo...gitu ya! Wah, udah nyampe nih..." Naruto menghentikan mobilnya didepan sebuah rumah mewah.

"ini Rumah Ibu peri, Naruto-nii?" Tanya Momo tidak percaya.

"Iya. kamu turun ya?" kata Naruto setelah satpam membukakan pintu gerbang.

Naruto turun dan langsung menggendong Hinata menuju teras rumah, menghampiri seorang ibu yang sedang berdiri gelisa.

"Hinata...! Ayo, Nak! Langsung ke kamarnya saja!" kata ibu itu sambil menunjukan sebuah ruangan.

"Aduh, Naruto-kun...Bibi minta maaf! Jadi merepotkan saja," Kata Kaasan-nya Hinata pelan sambil menyelimuti tubuh Hinata yang masih berseragam sekolah.

"Ohh...jadi ini Kaasan-nya Hinata," pikir Naruto. "Tidak apa-apa, Bibi. Kebetulan saja saya lewat tadi," Sahut Naruto.

"Kaa-san..." Hinata memanggil Ibunya. Suaranya masih terdengar lemah dan matanya pun masih terpejam.

"Iya, Sayang . Kaa-san disini, nak." Dibelainya rambut Hinata yang Berantakan. Wajah Ibu hinata masih terlihat cemas.

"Kaa-san...," panggil Hinata lagi.

"Hana-chan, bangun Sayang," ibu Hinata menepuk pipi Hinata perlahan, tapi Hinata tertidur lagi. Hanya dari bibirnya terdengar erangan pelan.

"Biar Hinata Beristirahat, Bibi. Sepertinya dia baru saja mendonorkan darah." Naruto lalu menatap foto yang berada disamping tempat tidur Hinata. foto Hinata dan seorang pria yang bernama Kiba.

"Duh...Padahal, dia belum sempat sarapan tadi pagi," Keluhnya menyesal

"Bibi, saya permisi dulu. Saya masih harus mengantar Momo. Takut terlalu Larut," Pamit Naruto pada Ibu Hinata.

"Momo? Yang sama kamu tadi?"

"Iya. Katanya Momo ini Temanya Hinata."

"Oo...ya...ya... Bibi ingat. Hinata bilang punya teman kecil yang bernama Momo..." Ibu hinata keluar dari kamar Hinata sambil merangkul Naruto seperti sudah akrab sebelumnya.

Momo ternyata terpaku di depan aquarium besar di sudut ruangan.

"Momo...!" panggil Naruto padanya.

Momo yang dipanggil pun mendekat.

"Ini bundanya Ibu peri, ayo Salam!" perintah Naruto sambil mengelus kepala Momo.

Momo Mencium tangan Bunda.

"Cantik...," puji bunda pada Momo

Momo hanya tersenyum malu-malu.

"apa tadi? Ibu peri...?" tanya bunda bingung

Naruto tertawa, "Iya, Momo Memanggilnya begitu. Bibi kami permisi dulu. Salam untuk Hinata jika dia sudah bangun nanti."

"Iya, sekali lagi terima kasih ya, Nak! Kalau lewat sini, jangan lupa mampir," kata bunda ramah. Diantaranya Naruto dan Momo sampai mereka masuk ke mobil, lalu bergegas masuk kembali kekamar Hinata. Bunda masih cemas dan menunggu Hinata Hingga siuman..

₩₩₩₩₩₩₩₩§§§§§§§₩₩₩₩₩₩₩₩₩₩₩₩

"Kaa-san..." Panggil Hinata, matanya tidak lagi terpejam.

"sayang, gimana keadaanmu?" bunda menggenggam tangan anaknya.

"Not Too Bad..."

"Syukurlah! Akhirnya kamu bangun juga...kamu pingsan lama sekali lho! Kaa-san sampai khawatir."

"jam berapa sekarang, Kaa-san?" Hinata menggerak-gerakan tubuhnya yang terasa remuk.

"jam tujuh! Kaasan ambil makan malam kamu ya? Kamu pastibelum makan apa pun seharian ini."

Bunda beranjak dari kamar Hinata. Ketika kembali, ditanganya terdapat nampan berisi sepiring nasi lengkap dengan ayam panggang kesukaan Hinata, juga segelas susu hangat.

"Kaa-san suapi yaa..."

"Kaa-san, jangan berlebihan deh. Aku kan tidak lagi sakit parah sampai harus disuapi segala," tolak Hinata.

"Sekarang Kaa-san yakin kalau jagoan Kaa-san memang baik-baik saja. Soalnya sudah mulai Cerewet lagi sih." bunda tersenyum

"He he he... ! Eh Kaa-san siapa tadi yang membawa aku pulang? Menyebalkan sekali tadi itu. Masa aku kalah didepan Preman-preman jelek itu!"

"makanya meski jagon, tetap harus jaga kesehatan, jika Kaa-san bilang sarapan dulu, ya nurut! Biar kamu kuat! Nggak serukan kalo Ibu perinya kalah sama penjahat..."

"Hah...Ka-kaa-san ...Kaa-san tau dari mana?" tanya Hinata malu.

"Dari seorang pria tampan yang nganterin kamu pulang..." Kaa-san senyum-senyum menggoda.

"Siapa, Kaa-san?" Tanya Hinata penasaran.

"siapa yah ? Mmh...Aduh, kok Kaa-san jadi lupa begini padahal, tadi sempat ngobrol lama," Kaa-san mencoba mengingat-ingat.

"Yaa...Kaa-san. Nama aja Sampai lupa. Kaa-san mestinya juga nanya alamat dia, terus nomor ponsel-nya. Biar aku bisa mengucapkan terimakasih..."

"Kaa-san lupa tuh,tidak sempat nanya. Habis keburu panik liat kamu pingsan."

"ya sudah deh, Lebih baik seperti itu! Aku juga pasti malu dengannya, ketahuan pingsan saat Berkelahi. Duuuuuuhhhh...aku sangat memalukan!"

Bundanya tersenyum melihat anaknya yang ngomel-ngomel nggak jelas, lalu keluar kamar sambil terus berfikir. Siapa ya tadi nama pria yang menolong Hinata? Toto...Noto..Keroto...Bukan-bukan...Narto ...,atau Narotu...Hmmm.

Dikamarnya, Hinata yang baru selesai makan, merenung, mengingat kembali kejadian tadi siang. Dia kecewa pada dirinya sendiri. Bukanya menolong Momo, malah dia sendiri yang perlu pertolongan.

Ya tuhan, mudah-mudahan Momo tidak dijahati lagi oleh preman-preman jelek itu, doa Hinata dalam hati.

Hinata bangun dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. Dari seragamnya, sekilas tercium wangi parfum yang bukan miliknya. Hmm... Wanginya boleh juga...Hinata jadi tersenyum sendiri.

To Be Continue

Fic ini ada 12 chapter