THE REPENTANCE

"Aku berangkat dulu noona!" teriak Luhan sambil berlari keluar dari rumahnya. Ia berjalan riang menyusuri jalanan menuju sekolah barunya. Akhirnya ia bisa pindah ke negara yang bahasanya telah ia pelajari sejak dulu. Luhan sangat menyukai drama Korea, ia suka mendengarkan lagu Korea hingga ia sengaja belajar bahasa Korea ketika ia masih SMP. Luhan tidak tahu kenapa ia bisa seberuntung ini, sang orang tua mengijinkannya ketika ia memutuskan untuk pindah ke Korea dan tinggal bersama sepupunya.

Luhan tersenyum cerah ketika dirinya sampai di sekolah yang jaraknya hanya 2 kilo meter dari rumah yang ia tempati bersama sepupunya Qian.

Gerbang tinggi bertuliskan "SMA Seungri" menyambutnya. Luhan dengan mantap masuk kedalam gerbang itu dan berlari kecil menuju gedung besar didalamnya.

Luhan menemui wali kelasnya yang baru untuk mengurus beberapa surat dan mereka menuju kelas bersama-sama setelah bel tanda masuk berdering .

Luhan berdiri didepan kelas dengan percaya diri dan senyum yang lebar. Belum sepuluh menit ia berdiri disana, semua teman barunya sudah kagum melihatnya.

"Hai teman-teman, Namaku Luhan. Mohon bantuannya!" ucapnya riang sambil membungkuk.

Sang guru menyuruh Luhan untuk duduk dibangku yang terletak di baris kedua dari belakang. Luhan menurut. Duduk disana sambil menyapa teman-teman yang ada dibelakang,depan dan disisi kanan dan kirinya.

"Hai Luhan," bisik teman yang duduk dibelakangnya. Luhan menoleh sedikit dan tersenyum padanya.

"Aku Jongdae,salam kenal."

"Salam kenal Jongdae!"

"Aku menyukaimu. Jadi mulai sekarang kita berteman, Oke?"

Luhan terkikik geli karena kelucuan Jongdae. Ia lalu mengangguk mengiyakan dan kembali fokus dengan pelajaran sebelum sang guru menegurnya.

Saat istirahat,Luhan mendapati dirinya dikelilingi teman-teman sekelasnya. Mereka menyukai Luhan karena Luhan sangat ramah. Mereka menanyakan banyak hal pada Luhan. Dari menanyakan Beijing,tempat asal Luhan hingga bagaimana bisa Luhan berbicara bahasa Korea dengan fasih. Tanpa merasa lelah Luhan menjawab semua pertanyaan teman-temannya.

"Aku belajar bahasa Korea dari 3 tahun yang lalu! Agar aku bisa menonton drama Korea tanpa membaca bahasa terjemahannya. Bukankah akan sedikit memusingkan jika aku harus menonton adegan sekaligus membaca terjemahan yang ditulis?" ucap Luhan sambil mengerucutkan bibirnya. Teman-temannya memandang Luhan dengan gemas.

Saat bel masuk berbunyi teman-teman Luhan kembali ke bangku mereka masing-masing. Kelas sedikit gaduh karena mereka masih mengobrol satu sama lain. Tidak terkecuali Luhan,Jongdae dan teman yang duduk disisi kanannya, Baekhyun.

Ketika pintu kelas digeser dengan keras, kelas menjadi hening. Seorang anak laki-laki masuk ke kelas itu. Teman-teman Luhan masih terdiam sambil memperhatikan anak laki-laki itu dengan takut. Anak laki-laki itu terlihat cuek dengan sikap teman-temannya. Ia dengan santai menuju bangkunya yang ternyata terletak disisi Kiri Luhan.

"Hai," sapa Luhan sambil tersenyum. Anak laki-laki itu hanya menatap Luhan dengan ekspresi datar. Sementara Luhan memperhatikan lelaki itu dengan bingung. Luhan bisa melihat Luka memar ditulang pipi anak itu dan ujung bibirnya yang robek. Belum sempat Luhan bertanya apakah anak lelaki itu baik-baik saja, anak lelaki itu terlebih dahulu merebahkan kepalanya diatas meja, membelakangi Luhan.

"Hey! Apakah kau gila Luhan?"

Luhan mengernyit mendapat teguran seperti itu dari Baekhyun, "Kenapa?" tanyanya.

"Tidak ada. Dan aku serius,TIDAK ADA yang berani mengajak bicara Oh Sehun kecuali dia sudah kehilangan akal sehat dan gila."

"Oh Sehun?"

"Ya Oh Sehun. Pria disebelah kirimu yang baru saja kau sapa."

"Lalu?" tanya Luhan masih bingung, "Aku sekedar menyapanya. Kenapa kau bilang aku gila?"

Baekhyun menghela nafas lalu berlutut disebelah bangku Luhan.

"Ok Maaf aku mengatakan kau gila padahal kita baru saja kenal beberapa jam yang lalu. Tapi kau harus tahu, mengajak Oh Sehun berbicara adalah suatu hal yang gila. Jika kau masih menyayangi nyawamu jangan pernah berurusan dengan Oh Sehun," jelas Baekhyun sambil berbisik.

"Kenapa?"

Jongdae ikut berlutut disamping Baekhyun dan berbisik, "Karena ia anggota geng yang paling kejam di Korea."

"Benarkah? Kenapa bisa siswa sekolah menjadi anggota geng?"

Jongdae mengedikkan bahu, "Entahlah. Tapi Sehun adalah orang yang bahaya. Setiap hari ia datang terlambat ke sekolah, tidak ada guru yang berani menghukumnya. Setiap hari ia datang dengan luka-luka diwajahnya karena ia habis berkelahi. Dan apakah kau lihat ekspresinya tadi?"

"Astaga ekspresinya tadi membuat bulu kudukku merinding! Tatapan dingin yang siap untuk membunuh! Kau harusnya bersyukur Sehun membiarkanmu menyapanya seperti itu!"

"Apa Sehun pernah menyakiti seseorang disekolah ini?" tanya Luhan.

"Tidak."

"Lalu kenapa kau bisa berkata seolah ia akan membunuh seseorang hanya karena orang itu menyapanya? Sehun tidak mungkin sejahat itu."

Luhan tidak suka jika seseorang dipandang buruk oleh orang lain. Karena Luhan yakin semua orang di dunia ini terlahir menjadi orang yang baik. Orang itu menjadi Jahat karena orang-orang disekitarnya yang membuat ia menjadi orang yang seperti itu.

Menurut Luhan, Sehun tidak mungkin sejahat itu. Sehun dan Luhan sama-sama murid SMA. Mereka sama-sama Orang berpendidikan. Jadi tidak mungkin Sehun sejahat itu, Kecuali karena orang-orang yang mencapnya seperti itu.

"Entahlah. Tapi kau harus mendengarkanku Luhan. Hindari Sehun jika kau ingin selamat."

Jongdae dan Baekhyun kembali ke bangku mereka masing-masing ketika guru sudah masuk.

Luhan berpikir sejenak.

Selain ramah dan periang Luhan juga mempunyai sifat yang belum diketahui Jongdae dan Baekhyun.

Jika seseorang melarangnya untuk melakukan suatu hal, hal itu membuat rasa penasaran Luhan bertambah kuat dan membuat Luhan semakin ingin melakukannya.


Luhan duduk di bangkunya setelah ia,Jongdae dan Baekhyun makan di kantin.

Sehun datang setelah waktu istirahat seperti biasa, berjalan dengan cuek sambil memasukkan satu tangannya di saku. Teman-temannya berusaha mengacuhkan Sehun dan tetap mengobrol bersama yang lain. Sehun duduk dengan malas, terlihat dari wajahnya ia tidak suka berada disana.

"Hai!" sapa Luhan riang sambil berdiri didepan bangku Sehun.

"Aku Luhan, senang berkenalan denganmu," ucap Luhan dengan ramah.

Sehun diam,mata tajamnya menatap Luhan yang tanpa takut masih berdiri didepan bangku Sehun sambil tersenyum.

"Kenapa kau selalu datang terlambat? Kau jadi melewatkan materi kuis matematik untuk besok pagi."

Sehun tetap tidak menjawab,tapi Luhan tidak menyerah.

"Aku menyalin catatan untukmu, kau bisa memakainya untuk belajar." Ucap Luhan ramah sambil meletakkan buku dimeja Sehun.

Luhan sudah kembali duduk dibangkunya, sementara Sehun tidak melepaskan pandangannya dari buku yang diletakkan Luhan.

.

.

Beberapa hari setelah kejadian itu Sehun datang lebih pagi. Ia datang sebelum pelajaran kedua dimulai. Luhan senang bisa melihat Sehun. Dikelas maupun dikantin saat mereka istirahat. Sehun selalu makan sendirian di bangkunya. Luhan pernah hendak pergi ke meja makan Sehun untuk menemaninya namun Jongdae melarangnya. Luhan cemberut seharian karena kesal.

Hari itu, Luhan tidak melihat Sehun dikantin. Luhan merasa sedih mengetahuinya karena Sehun tidak terlihat sejak pelajaran kedua.

Luhan kembali kekelas sambil memegang roti yang ia beli dikantin bersama Jongdae dan Baekhyun.

"Aku tidak tahu kau makan dengan banyak dengan tubuh sekecil itu," canda Jongdae ketika Luhan membeli roti dan susu walaupun mereka bertiga sudah makan di kantin.

Luhan melihat Sehun tertidur dibangkunya diwajahnya terdapat luka-luka baru. Dengan perlahan ia menghampirinya dan berdiri didepan bangku Sehun, menunggu Sehun untuk terbangun.

Sehun terbangun karena merasa diperhatikan oleh seseorang. Ia membuka matanya pelan dan mendapati Luhan berdiri didepannya sambil tersenyum.

"Apa kau mau roti Sehun?" tanya Luhan sambil meletakkan roti di meja Sehun. Ia lalu membukakan karton susu untuk Sehun dan meletakannya juga.

"Selamat makan Sehun!" ucapnya riang lalu kembali ke mejanya dan merebahkan kepala untuk mencoba tidur. Luhan tidak tahu Sehun memakannya atau tidak tapi saat guru datang dan ia bangun, ia tidak lagi melihat karton susu maupun bungkus roti dimeja Sehun.

Luhan tersenyum.


Luhan berjalan dengan riang menuju rumah. Sesekali ia bersenandung sambil menyapa orang-orang yang berjalan melewatinya. Luhan sedang sangat bahagia karena hari ini hari ulang tahun sepupu kesayangannya. Ia sudah membelikan hadiah spesial untuk sepupunya dan tidak sabar untuk memberikannya nanti dirumah. Saat Luhan melewati sebuah jalan kosong beberapa gerombolan preman menghadangnya.

"Hey bocah kecil, apa kau bisa membagi uangmu dengan kami?" tanya seorang dari mereka.

"Aku tidak akan memberikan uang untukmu kalau kau akan memakainya untuk hal yang tidak baik."

Orang itu tertawa diikuti dengan teman-temannya.

"Kau berani juga rupanya. Tenang kami tidak akan memakai uangmu untuk hal-hal yang tidak baik," ucap orang itu sok polos.

Luhan mengeratkan genggamannya di tali tasnya. Ia tidak suka preman-preman yang sok berkuasa seperti ini. Kenapa orang-orang harus takut kepada orang-orang malas yang bisanya hanya mengambil uang dengan paksa?

"Kalau begitu kenapa kalian tidak bekerja saja? Dengan begitu kalian bisa mendapatkan uang. Apakah kalian tidak malu meminta uang kepada siswa sepertiku?"

Orang itu terlihat geram mendengar perkataan Luhan dan segera menarik tas Luhan hingga Luhan berteriak "Hey!" dengan keras.

Orang itu menyuruh anak buahnya untuk memegang tangan Luhan sementara ia menggeledah tas Luhan.

"Ha..Ha kenapa kau tidak bilang saja kalau kau tidak mempunyai uang bocah bodoh?! Dasar tidak berguna!"

Preman itu mengeluarkan sebuah kotak dari tas Luhan, "Oh apa ini?"

"Jangan! Jangan menyentuhnya!"

Preman itu menyeringai dan membuka kotak itu, "Sebuah patung porselen kelinci. Berapa harganya? Bisakah aku mendapatkan banyak minuman keras jika aku menjualnya?"

"Tidak! Patung itu lebih berharga dari minuman-minuman menjijikkan itu!"

"Kalau begitu sayang sekali." Orang itu membanting patung kelinci itu hingga pecah berkeping-keping. Luhan hanya menatapnya tidak percaya.

"Ayo kita pergi! Ingat bocah tengil,kita akan bertemu lagi nanti dan aku tidak akan melepaskanmu seperti sekarang!" ucap pria itu sambil mendorong kepala Luhan dengan telunjuknya.

Luhan berlutut lemas didepan patung kelinci yang sekarang sudah tidak berbentuk. Padahal ia sudah menabung dengan giat untuk membeli patung kelinci untuk Qian. Tapi sekarang patung itu hancur berkeping-keping. Luhan mengumpulkan kepingan-kepingan patung itu sambil menangis. Ia tidak peduli beberapa kepingan tajam menusuk jarinya.

Tiba-tiba sebuah tangan berkulit pucat mengambil kepingan itu dan membantunya untuk mengambil kepingan-kepingan yang tersisa.

Luhan mendongak dan mendapati Sehun berjongkok didepannya sambil membantu Luhan membersihkan kepingan tersebut.

"Sehun?"

Sehun tidak menjawab masih sibuk membantu Luhan. Luhan akhirnya memilih untuk diam dan memperhatikan Sehun yang dengan hati-hati menumpuk pecahan itu.

Sehun memasukkan pecahan-pecahan patung kelinci itu ke kotak yang tergeletak tak jauh dari tempat mereka dan menaruhnya di tempat sampah.

"Berdiri," perintah Sehun pada Luhan. Luhan menurut dan berdiri sambil mengusap air mata dengan lengan seragam sekolahnya.

"Ulurkan tanganmu."

Luhan mengulurkan tangannya. Tangan Sehun yang dingin menggenggam pergelangan tangannya dan mengecek jari Luhan yang terluka. Ia lalu membersihkan darah dijari itu dan membalutnya dengan tisu yang ia bawa.

Luhan hanya memandangi tangan Sehun yang sedang merawatnya sambil menangis.

"Apa lukanya terasa begitu sakit?" tanya Sehun.

Luhan menggeleng.

"Lalu kenapa kau masih menangis?"

"Pa-patung itu," ucap Luhan terbata-bata, "Untuk Se-sepupuku. Hancur." Luhan kembali menangis membuat Sehun kebingungan.

Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat Luhan berhenti menangis.

"Luhan," panggil Sehun untuk yang pertama kali pada Luhan. Walaupun Luhan terkejut karena Sehun tahu namanya,Luhan masih bisa mengontrol ekspresinya dan mendongak untuk menatap Sehun.

"Jangan menangis," Ucap Sehun, "Aku akan membantumu untuk membeli patung itu lagi. Ok?"

Sehun tersenyum.

Demi tuhan, Sehun tersenyum.

Luhan menatapnya kebingungan. Jantungnya berdegup cepat.

Luhan menyukai senyum Sehun.

Luhan menyukai Sehun.

.

.

Setelah itu Sehun membelikan patung yang sama untuk Luhan dan Luhan bersikeras untuk menggantinya suatu waktu walaupun Sehun bilang itu bukan masalah untuknya. Sehunpun mengantarkan Luhan dan menanyakan Luhan siapa yang mengganggunya tadi dijalan. Luhan menjelaskan ciri-ciri orang itu dan Sehun hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

Esoknya saat Luhan pulang dan bertemu dengan gerombolan itu lagi. Gerombolan itu pura-pura tidak melihat Luhan walaupun Luhan berjalan dengan sangat pelan. Luhan juga melihat luka lebam dipipi pria yang menghancurkan patung kelincinya.

Ternyata berita Sehun yang kuat bukanlah sebuah gosip semata.

Saat disekolah Luhan bertanya apakah Sehun memukuli orang-orang yang mengganggunya dan Sehun menjawab iya. Luhan bertanya apakah Sehun sering memukuli orang untuk berkelahi namun Sehun hanya menggeleng dan berkata,

"Aku memukuli orang bukan untuk berkelahi, tapi untuk melindungi orang-orang disekitarku."

Setelah beberapa bulan, Luhan dan Sehun akhirnya berteman (paling tidak itu yang dirasakan Luhan). Saat makan siang Luhan akan menemani Sehun makan sambil membicarakan banyak hal. Jongdae dan Baekhyun tidak protes. Malah, jika Luhan kembali setelah menemani Sehun,mereka dengan panik memeriksa tubuh Luhan dan terus bertanya "Apa kau baik-baik saja?" .

Sehun dan Luhan juga pulang bersama karena kata Sehun arah rumah mereka sama. Seperti tidak kehabisan topik ,Luhan selalu berbicara banyak hal sementara Sehun hanya bergumam menandakan bahwa ia mendengar.

Saat sampai dirumah Luhan, Luhan berbalik menatap Sehun dan tersenyum.

"Kau tahu? Kau bisa menceritakan apapun padaku. Karena sekarang kita teman!"

"Aku masuk dulu ya! Bye Sehun!"

Sehun menatap Luhan hingga ia menghilang di balik pintu. Sehun lalu berbalik kearah yang tadi ia lalui bersama Luhan dan pulang menuju rumahnya yang ternyata berlawanan arah dengan rumah Luhan.


Suatu malam, Luhan sedang mengerjakan PR dikamarnya, Qian sedang berjaga di rumah sakit tempat ia praktek dan meninggalkan Luhan sendiri dirumah.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahnya. Luhan keluar dari kamarnya untuk memeriksa siapa yang datang kerumahnya.

"Siapa?" teriaknya. Namun tidak ada yang menjawab.

Luhan meneguk salivanya kasar. Merasa sedikit takut karena ketukkan di pintu rumahnya terdengar lagi.

"Qian?" panggilnya sambil melangkah pelan menuju pintu.

Luhan mengambil tongkat kasti dan membuka pintu dengan perlahan sambil menarik nafas dalam.

"Se-sehun?" tanyanya ketika ia melihat Sehun didepan pintu rumahnya.

"Hi," sapa Sehun lemah sambil memegangi perutnya. Wajahnya babak belur, ada bercak-bercak darah dan cap sepatu di kaosnya yang berwarna putih.

"Luhan, bolehkah aku masuk?"

Luhan yang tersadar dari lamunannya segera membopong Sehun masuk. Ia lalu membantu Sehun duduk disofa ruang tengah rumahnya.

Luhan bergegas membawa kotak perawatan pertama yang Qian miliki dan duduk disebelah Sehun.

Ia menuangkan alkohol dikapas yang ia pegang lalu membersihkan luka Sehun dengan perlahan. Sehun sesekali meringis membuat Luhan membisikkan kata maaf berulang-ulang.

"Kenapa kau bisa seperti ini? Apa kau berkelahi lagi?" tanya Luhan sambil membalurkan obat merah diluka Sehun.

Sehun tidak menjawab. Ia masih memperhatikan wajah Luhan yang begitu dekat dengannya. Alis Luhan mengkerut,sesekali meringis melihat luka Sehun.

"Kenapa kau sering berkelahi Sehun? Berkelahi tidak baik unt-"

Kata-kata Luhan terpotong karena bibir Sehun yang menempel dibibirnya. Sehun mengecup bibir Luhan sebentar lalu menarik diri. Luhan masih syok dengan perbuatan Sehun hingga ia membeku ditempatnya.

"Kenapa kau menciumku?"

"Karena aku menyukainya," Jawab Sehun, "Aku menyukaimu."

"Kau menyukaiku?" tanya Luhan lagi.

Sehun mengangguk, "Bukankah sudah jelas? Setiap hari aku mengantarkanmu ke rumah walaupun letak rumah kita berbeda arah."

"Tapi bukankah rumahmu ada disekitar sini?"

"Aku tidak pernah mengatakannya. Aku berjalan kesini hanya untuk mengantarkanmu pulang dengan selamat."

Luhan mengedip-ngedipkan matanya lagi. Masih bingung dengan apa yang dikatakan Sehun kepadanya.

"Kau benar-benar menyukaiku?" tanya Luhan lagi, kali ini membuat Sehun tertawa kecil.

"Apakah harus kubuktikan lagi?" tanya Sehun sambil mendekatkan wajahnya.

Luhan hanya mengangguk kecil dan Sehun kembali mencium bibirnya.

Entah sejak kapan Luhan dan Sehun sudah berada dikamar Luhan. Luhan berbaring dikasurnya dengan Sehun yang menindih tubuhnya. Keduanya sama-sama telanjang.

"Sehun," lenguh Luhan ketika Sehun menjilat lehernya dan kedua tangan Sehun mengusap-usap tubuh Luhan dengan lembut. Bibir Sehun berpindah ke dada Luhan, memberikan ciuman-ciuman kecil dan menjilat nipple Luhan membuat Luhan melenguh kegelian.

Jari-jari tangannya mengelus bokong Luhan. Meremas bokong Luhan dan jarinya bermain dan melingkar dilubang Luhan.

"Luhan, apa kau sudah siap?"

Mata Luhan yang berkilau menatap Sehun. Tangannya mengelus pipi Sehun dan ia mengangguk.

Saat Sehun memasukkan satu jarinya Luhan menegang. Rasanya tidak terlalu sakit namun terasa aneh. Ini pertama kalinya ada suatu benda (apalagi jari calon kekasihnya) masuk kedalam lubang Luhan. Sehun memasukkan jari kedua dan mulai menggerakkannya dilubang Luhan. Luhan menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya.

"Apakah sakit? Haruskah aku berhenti?" Bisik Sehun.

Luhan menggeleng, "Ti-tidak hanya saja rasanya ahhh sangat aneh."

Sehun tersenyum lalu mengecup dahi Luhan, "Tenang, rasanya akan berubah nikmat. Kau harus percaya padaku."

Sehun menggerak-gerakkan jarinya dilubang Luhan dengan cepat,meregangkan lubang Luhan yang sempit dan Luhan akhirnya mendesah kenikmatan.

"Se-sehun, cukup."

Sehun menurut dan mengeluarkan jarinya. Ia memposisikan kejantanannya di Lubang Luhan. Ia lalu memasukkan kejantanannya ke lubang Luhan dan Luhan meringis kesakitan. Air mata mengalir kepipinya yang memerah.

Sehun menenangkan Luhan dengan menciumi wajah Luhan dan membisikkan kata-kata menenangkan untuk Luhan.

Saat kejantanan Sehun sudah masuk sepenuhnya, ia mulai menggenjot lubang Luhan dengan pelan.

"Ahhh, Sehun," Desah Luhan. Sehun semakin mempercepat pergerakannya saat Luhan mendesah-desah kenikmatan.

Luhan mencapai klimaksnya terlebih dahulu dan Sehun menyusulnya setelah beberapa dorongan.

Sehun ambruk diatas tubuh Luhan,nafasnya tersengal kelelahan.

"Ini pertama kalinya aku bercinta. Dan aku melakukannya dengan orang asing."

Sehun mendongak dan menatap Luhan, "Orang asing? Aku bukan orang asing. Kau sudah mengenalku lebih dari 4 bulan."

"Kau masih asing bagiku," ucap Luhan, "Karena aku belum mengetahui apapun tentang dirimu Sehun."

Sehun terdiam. Luhan benar, selama ini Luhanlah yang sering menceritakan kehidupannya terhadap Sehun sementara Sehun hanya diam mendengarkan. Bukannya Sehun tidak mau berbicara dengan Luhan, tapi ia suka ketika mendengar Luhan bercerita. Begitu ekspresif dan bersemangat. Sehun tidak akan pernah bosan mendengar Luhan bercerita padanya.

"Baiklah," ucap Sehun sambil berbaring disisi Luhan, "Hal pertama yang harus kau tahu dariku adalah aku tidak suka berkelahi."

Luhan merubah posisi tidurnya menghadap Sehun. Tangan Sehun terulur menjadi bantalan untuk kepala Luhan.

"Lalu kenapa kau selalu mendapat luka-luka seperti itu diwajahmu?"

Sehun terdiam sebentar sambil menatap Luhan, "Bukankah sudah pernah kukatakan? Aku tidak berkelahi,tapi aku melindungi orang-orang disekitarku."

Luhan mengernyit bingung dan Sehun melanjutkan perkataannya.

"Ayahku sering mabuk-mabukkan dan mengamuk saat pulang. Ia sering memukuli ibuku. Dan untuk melindungi ibu aku menggantikannya dan membiarkan ayah melampiaskan kekesalannya padaku."

Luhan terkejut. Tangannya meremas selimut yang menutupi tubuhnya saat ia merasakkan rasa perih dihatinya. Matanya terasa panas dan ia tidak sadar bahwa ia telah menangis dipelukan Sehun.

"Ke-kenapa kau tidak pergi? Kenapa kau tidak melawan?" tanya Luhan.

Sehun mengusap kepala Luhan lembut dan berkata, "Mereka orangtuaku. Itu caraku untuk berbakti pada mereka."

Luhan menangis lebih keras didada Sehun.

"Hey,aku menceritakan semua ini bukan untuk membuat kau menangis," ucap Sehun sambil tertawa, "Aku menceritakan semua ini padamu agar kau tahu kehidupan seperti apa yang akan kau lalui jika kau ingin bersamaku."

Luhan mendongak menatap Sehun, "Ka-kalau kau takut ataupun tidak suka aku mengerti. Aku tidak ingin kau memaksakan diri untuk bersama denganku."

"Apa yang kau bicarakan Sehun?" tanya Luhan sambil mengkerutkan dahinya, "Aku menyukaimu. Aku bersyukur kau datang kemari dan membiarkan aku melihat lukamu. Aku bersyukur karena kau mencoba terbuka denganku dan membiarkan aku mengenalimu."

"Aku mencintaimu Sehun dan aku ingin menjadi orang pertama yang kau cari ketika kau sedih dan terluka."

Sehun tersenyum senang dan mencium dahi Luhan, "Kau akan menjadi orang pertama yang kucari ketika aku merasa bahagia ataupun sedih. Aku akan membagi semuanya denganmu."

Luhan memeluk Sehun dan berbaring lebih dekat dengan Sehun, "Dan kau harus lebih sering tersenyum karena kau sangat tampan saat kau tersenyum. Jongdae mulai memanggilmu dengan sebutan psikopat karena kau tidak pernah tersenyum!"

Sehun tertawa lalu mendekap Luhan dengan erat, "Ya aku akan lebih sering tersenyum untukmu."

.

.

Sehun dan Luhan akhirnya berpacaran. Walaupun mereka menyembunyikan hubungan mereka dengan baik disekolah ,Jongdae dan baekhyun masih bisa mengetahuinya.

"Kenapa kami tahu? Hey itu terlihat jelas diwajahmu ketika kau memperhatikan Sehun terus!" ucap Jongdae sambil mencubit Luhan.

"Kau memperhatikannya seperti bersiap untuk memakannya," lanjut Baekhyun membuat Jongdae tertawa. Luhan cemberut melihat kedua temannya menertawainya.

"Tapi ada satu perubahan besar yang membuat kami tahu kalian berpacaran," ucap Jongdae, "Sehun lebih sering tersenyum. Dan Senyum itu hanya ia tujukkan untukmu."


Sehun tersenyum-senyum bodoh melihat Luhan lagi-lagi mengalirkan air mata dan mengusapnya cepat dengan lengan bajunya.

"Kenapa kau menangis? Kau sudah sering melihatku seperti ini."

"Bodoh, Bagaimana mungkin aku tidak menangis melihat kekasihku babak belur seperti ini!" ucap Luhan sambil mengerucutkan bibirnya.

Sehun tertawa, "Aku tidak apa-apa."

"Yeah aku bisa melihatnya," cibir Luhan sambil mengoleskan antiseptik di bibir Sehun yang robek.

"Kenapa kau tidak melaporkan ini ke kantor polisi?"

"Ayah sudah menderita, aku tidak mau membuatnya lebih menderita dengan mengirimkannya ke penjara."

Luhan menatap heran Sehun dan menghela nafas.

"Setidaknya kau harus melawan. Kenapa kau tidak melawan?"

"Ayah membutuhkanku."

Luhan tidak berkata apapun. Ia tahu maksud dari perkataan Sehun. Ayahnya membutuhkannya untuk melampiaskan kekesalan yang ia rasakan. Ayah macam apa dia? Seorang ayah tidak mungkin menyakiti anaknya.

"Ayah menyayangiku," ucap Sehun tiba-tiba. Ia menopang kepalanya sambil menghadap kearah Luhan.

"Bagaimana ia menyayangimu kalau ia masih menyakitimu Sehun?"

"Ia menyakitiku karena ia menyayangiku. Ini cara ayah untuk menjauhkan aku dan ibu dari dirinya," ucap Sehun sambil tersenyum tipis, "Ayah melakukan semua ini agar aku dan ibu pergi meninggalkannya. Berpikir bahwa kami akan hidup lebih baik tanpa dirinya. Tapi aku tidak bisa meninggalkannya karena ia begitu rapuh. Setidaknya dengan berada disamping ayah, walaupun harus dipukuli, aku membuatnya tetap bertahan hidup."

Luhan menatap Sehun dengan iba sambil mendengarkan dengan baik apa yang Sehun katakan. Ia merasa sedih setiap kali melihat Sehun berdiri didepan pintunya setiap malam dengan babak belur. Ia ingin sekali membawa Sehun pergi dari rumahnya,tapi Sehun selalu menenangkan Luhan bahwa ia baik-baik saja.

"Karena aku memiliki dirimu, Aku rasa aku akan bertahan jika harus hidup seperti ini," Ucap Sehun sambil menggenggam tangan Luhan.

Luhan yang tidak bisa lagi membendung rasa sedihnya memeluk Sehun dengan sangat erat, "Jika kau membutuhkanku aku akan selalu ada disisimu Sehun."

Sehun balas memeluk Luhan dan mencium pipi Luhan, "Kau harus ada disisiku. Lukaku hanya bisa sembuh dan diobati olehmu."

Luhan melepaskan pelukannya dan menatap Sehun, "Bagaimana caraku mengobati Lukamu Sehun?"

Sehun tersenyum dan berbisik, "Cium aku. Cintai Aku."

Dan Luhan melakukan keduanya.


"Aku ingin berkunjung ke rumahmu," ucap Luhan tiba-tiba saat mereka sedang berkencan di kafe langganan mereka yang terletak didekat rumah Sehun.

"Kenapa kau ingin berkunjung ke rumahku?" tanya Sehun.

"Aku ingin bertemu ibumu," jawab Luhan sambil tersenyum. Sehun sering sekali berbicara tentang ibunya. Luhan sangat senang melihat bagaimana Sehun dengan semangat menceritakan seperti apa sosok ibunya. Sehun sangat menyayangi ibunya dan Luhan yakin ibu Sehun begitu baik dan menawan seperti Sehun.

Sehun menuntun Luhan ke rumahnya. Setelah mereka sampai dirumah Sehun,Sehun menyuruh Luhan untuk menunggu diluar sementara ia mengecek keberadaan ayahnya.

"Ayahku sedang pergi. Ia mungkin kembali setelah 2 jam. Sebelum ayahku pulang aku akan mengantarkan kau pulang. Arra?"

Luhan mengangguk dan mengikuti Sehun untuk masuk kerumahnya.

"Eomma! Ini Luhan, kekasih yang sering kuceritakan padamu," ucap Sehun sambil tersenyum bangga.

Wanita cantik dengan rambut tergulung itu mendekati Luhan. Ibu Sehun begitu cantik, Sempurna seperti Sehun. Banyak Luka lebam yang menutupi kecantikan itu membuat hati Luhan terenyuh.

Luhan tersenyum saat wanita itu menariknya kedalam pelukan yang hangat, "Selamat datang Luhan. Sehun sering menceritakan dirimu. Terima kasih telah menemani dan menyayangi anakku."

Luhan hanya bisa tersipu malu mendengarnya, ibu sehun tertawa dan mengatakan kalau Luhan begitu menggemaskan.

Setelah makan siang bersama, Sehun mengajak Luhan kekamarnya. Disana mereka bermain games yang diselingin ciuman-ciuman manis dan candaan kecil.

Setelah beberapa lama, games yang mereka mainkan terlupakan. Luhan sedang mengulum kejantanan Sehun dan Sehun dengan keras menggigit bibirnya agar ia tidak mendesah karena takut terdengar oleh ibunya.

"Ahhh Luhan," desahnya pelan, tangannya mengelus-elus kepala Luhan, dan mencoba untuk tidak menarik rambut Luhan karena takut Luhan kesakitan.

Luhan memaju mundurkan kepalanya hingga kejantanan Sehun keluar masuk mulutnya dengan cepat. Karena terlalu bersemangat terkadang ia terlalu dalam memasukan kejantanan Sehun hingga ia tersedak.

"Gwenchana?" tanya Sehun khawatir. Luhan bergumam mengirimkan getaran ke kejantanan Sehun hingga ia melenguh.

Sehun yang sudah tidak tahan, mengangkat tubuh Luhan hingga berdiri dihadapannya.

"Aku tidak tahan lagi," ucapnya sebelum menghempaskan Luhan ke tempat tidur yang ia duduki. Luhan tertawa kecil ketika tubuhnya terpental diranjang. Sehun naik ke ranjang dan menindih Luhan. Luhan langsung melingkarkan tangannya di leher Sehun dan menarik Sehun untuk berciuman.

"Rasanya aneh," ucap Sehun sambil mengerutkan dahinya ketika ia merasakan spermanya sendiri dimulut Luhan.

Luhan tertawa kecil, "Jika cairan itu dari tubuhmu untukku rasanya Luar biasa!"

"Ew Menjijikkan."

"Ya!Jangan merusak suasana okay! Kita bisa saja berhenti disini dan lanjut bermain video games!" ucap Luhan sambil cemberut.

"Arraseo,arraseo! Maafkan aku Luhan," ucap Sehun sambil mengecup bibir Luhan.

"Panggil aku Lu," ucap Luhan, "Aku suka mendengarmu ketika kau memanggil namaku seperti itu."

"Lu?"

"Hmm?"

"Lu," bisik Sehun seduktif tepat ditelinga Luhan.

"Aku juga," ucap Sehun sambil menggigit kuping Luhan, "Teriakkan namaku ketika kau mencapai klimaks. Aku suka mendengarnya."

.

.

Setelah bercinta,Luhan tertidur dengan Sehun yang juga tertidur di atas tubuhnya. Tiba-tiba suara pecahan kaca terdengar dan membuat Sehun terbangun. Dengan perlahan Sehun beranjak dari kasur dan menyelimuti tubuh Luhan. Ia memakai Kaos longgarnya Sebelum keluar untuk mengecek keadaan.

"Eomma?" panggilnya. Sang Eomma yang mendengar panggilan Sehun langsung berlari dari arah dapur.

"Ya Sayang?" tanya eommanya. Luka baru terlihat dipelipis ibunya,membuat Sehun mengepalkan tangannya menahan emosi.

"Appa sudah pulang?"

Ibu Sehun mengangguk lemah. Saat Sehun melangkah untuk menemui ayahnya, ibu Sehun menahan tubuhnya.

"Jangan. Kembali kekamarmu Sehun," ucap ibunya.

"Tapi Ia akan menyiksamu! Biarkan aku yang menghadapinya."

"Tidak, tidak lagi Sehun. Aku lebih terluka melihat anakku yang ia siksa," ucap ibu Sehun sambil menangis, "Kembalilah kekamarmu ok? Kasihan Luhan, ia pasti akan sedih jika melihatmu terluka lagi."

Sehun dengan terpaksa menurut. Suara pecahan piring terdengar ketika ia berjalan menuju kamarnya.

Ketika ia menutup pintu dan berbalik menatap Luhan, ia terkejut melihat Luhan sudah bangun dan menatapnya.

"Sehun," panggil Luhan sambil menyuruh Sehun untuk menghampirinya. Sehun menurut dan kembali naik dan merebahkan diri diperut Luhan.

Mereka terdiam dengan tangan Luhan yang mengelus-elus rambut Sehun.

Suara jeritan sang ibu,serta amarah sang ayah terdengar membuat tubuh Sehun menegang diatas Luhan.

"Sehun," panggil Luhan sambil mengangkat kepala Sehun dengan kedua tangannya. Ia lalu menutup telinga Sehun dengan kedua tangannya.

"Sa-Rang-Hae-Yo," ucap Luhan mengeja setiap suku kata dengan jelas.

Luhan kembali mengulang-ulang kalimat itu hingga Sehun tersenyum melihatnya.

"Jangan khawatir, Aku akan selalu melindungimu Sehun. Saranghae," ucap Luhan walaupun tidak dapat terdengar jelas oleh Sehun.


Suatu hari,Luhan sedang menata Kue yang ia buat sambil bersenandung ketika sepupunya Qian menghampirinya di dapur.

"Kau sedang apa?"

"Noona!" teriak Luhan riang, "Aku sedang membuat kue untuk Sehun! Ini hari jadi kami yang ke 100!"

"Aww Chukhae!" ucap Qian sambil memeluk Luhan.

"Mmm Gomawo noona!"

"Kapan Sehun kesini?"

"Sebentar lagi," jawab Luhan, "Aku sudah menyiapkan makan malam untuk kita bertiga. Jadi noona harus ikut merayakan hari jadiku sebelum pergi ke rumah sakit!"

Qian tertawa lalu mencubit pipi Luhan dengan gemas. "Arraseo!"

"Apakah ayah Sehun masih bertindak kasar padanya?" tanya Qian.

Luhan menghela nafas dan mengangguk, "Bahkan akhir-akhir ini ayahnya lebih sering menyiksa Sehun. Sehun sering mengeluh perutnya terasa sakit akibat ditendang keras oleh ayahnya."

"Kau harus membawa Sehun kerumah sakit secepat mungkin."

"Ia tidak akan mau. Ia tidak mau orang-orang bertanya kenapa ia bisa terluka separah itu. Ia masih saja melindungi ayahnya."

Tepat setelah itu pintu rumah Luhan diketuk. Dengan bersemangat Luhan berlari menuju pintu dan membukanya.

"Se-"

Luhan membulatkan matanya ketika ia melihat kekasihnya yang babak belur menggendong ibunya yang pingsan dipunggungnya.

"Astaga Sehun!" Luhan dengan cepat membantu Sehun untuk masuk ke rumahnya.

Sehun dengan hati-hati merebahkan sang ibu disofa milik Luhan. Qian yang melihat itu segera mengambil tas prakteknya dan memeriksa ibu Sehun.

"Apa yang terjadi?" tanya Luhan cemas.

"Appa. Appa memegang pisau dan hampir saja menikam ibuku," jawab Sehun sambil menutupi lengan kanannya. Luhan terkejut melihat darah yang menetes dari lengan kanan Sehun. Ia menjauhkan tangan kiri Sehun yang menutupi luka dilengan kanannya dan melihat goresan yang cukup dalam disana.

Luhan tidak bisa menahan air matanya dan menangis.

"Aku tidak apa-apa," ucap Sehun lemah.

"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?! Lihat Lukamu Sehun!" teriak Luhan.

Qian yang selesai mengobati ibu Sehun terkejut melihat luka robek dilengan kanan Sehun. Dengan segera ia mengambil peralatan operasi di tasnya dan menyuruh Sehun untuk berbaring dilantai.

"Ini akan terasa sakit Sehun tapi kita harus menjahitnya sekarang juga, arraseo?"

Sehun mengangguk kecil. Ia meringis ketika Qian menuangkan antiseptik di lukanya.

Luhan berada disebelahnya, menggenggam tangan kiri Sehun dengan erat.

"Kumohon Jangan menangis Luhan. Argh!" Sehun berteriak sakit ketika Qian mulai menjahit lukanya.

Tangan Sehun mencengkeram tangan Luhan kuat untuk menahan sakit. Walaupun tangan Luhan memerah,ia tetap menahannya demi Sehun. Luhan mengelus-elus pipi Sehun mencoba menenangkan Sehun.

.

.

Setelah lukanya dijahit dan diperban, Sehun beristirahat dikamar Luhan sementara sang ibu beristirahat dikamar Qian.

Qian masuk kekamar Luhan untuk mengecek keadaan Sehun. Ia duduk disisi tempat tidur Luhan sambil menatap Sehun yang tertidur dipaha Luhan.

"Ia harus pergi dari rumah itu," usul Qian, "Sepertinya perlakuan ayahnya kian memburuk. Kalau ia tidak ingin melaporkan ayahnya kekantor polisi,setidaknya ia harus pergi."

"Apa ia boleh tinggal disini bersama ibunya untuk sementara?" tanya Luhan sambil mengelus-elus kepala Sehun.

Qian tersenyum dan mengangguk, "Tentu saja."

"Terima kasih Noona."

"Sama-sama Lu," ucap Qian sambil mengacak rambut Luhan, "Sehun membuatmu bahagia. Ini saatnya aku membalas budi padanya."

Qian lalu berpamitan untuk pergi ke rumah sakit.

Dengan hati-hati Luhan memindahkan kepala Sehun ke bantal dan ikut berbaring disisi Sehun.

"Luhan," panggil Sehun dalam tidurnya, tangannya berusaha mencari Luhan. Luhan dengan segera mendekat kearah Sehun dan Sehun langsung memeluknya erat.


"Nanti kita akan berbagi lemari bersama! Tidur bersama," Luhan tertawa kecil setelah mengatakan hal itu, "Dan makan bersama-sama setiap hari!"

Sehun tersenyum, "Mandi bersama juga?"

Luhan berhenti melangkah lalu menyentil Sehun, "Simpan fantasi mesummu itu tuan!"

"Hey! Apa yang salah dari mandi bersama? Kita hanya mandi tidak melakukan apapun. Apa kau memikirkan hal lain?" goda Sehun.

"Ti-tidak!" wajah Luhan terasa panas,kupingnya memerah karena ia malu.

Sehun tertawa terpingkal melihatnya,masih asik menggoda Luhan yang sudah cemberut lucu.

"Bagaimanapun juga terima kasih sudah mengijinkan aku dan eomma tinggal bersamamu," ucap Sehun sambil mengeratkan genggamannya ditangan Luhan.

"Aku berjanji setelah kami menemukan tempat baru kami akan pindah dari sana."

"Ck! Jangan berkata seperti itu. Aku dan Qian noona tidak keberatan jika kau tinggal lebih lama," ucap Luhan sambil menendang-nendang daun kering yang berguguran, "Aku malah senang jika kita bisa hidup bersama terus."

Sehun tersenyum, gemas melihat tingkah lucu sang kekasih.

"Dan terima kasih untuk gelang yang kau berikan padaku," ucap Sehun sambil memamerkan gelang perak di pergelangan tangannya. Gelang itu Luhan beli ditoko perhiasan yang ia kunjungi bersama Qian. Ia membeli sepasang gelang perak untuknya dan untuk Sehun.

"Aku membelikan gelang ini untuk mengikatmu," ucap Luhan sambil tersipu malu, "Jadi sekarang kau telah terikat denganku selamanya! Kau tidak akan pernah lepas dariku."

Sehun tersenyum lebih lebar mendengar pengakuan Luhan. Luhan tidak pernah gagal membuat hatinya Senang dan jantungnya berdebar cepat.

Ketika mereka hampir sampai di kafe langganan mereka, Sehun melihat sang ibu berjalan dengan cepat menuju kearah rumahnya. Merasa ada sesuatu yang aneh, Sehun menghentikkan langkahnya.

"Ada apa?" tanya Luhan bingung.

"Lu, Kau duluan saja," ucap Sehun sambil memegang kedua bahu Luhan, "Aku ada urusan sebentar, aku akan menyusul ok?"

"Kau mau kemana? Tidak akan lama kan?" tanya Luhan khawatir.

Sehun tersenyum dan mengangguk, "Aku tidak akan lama. Kau boleh memesankan aku bubble tea, aku akan segera kembali sebelum bubble tea itu mencair."

Luhan mengangguk dengan ragu. Sehun mengelus kepalanya lalu berlari menjauh dari Luhan.

Namun Sehun tiba-tiba berhenti dan kembali berlari kearah Luhan.

"Selamat hari jadi yang ke 100 Lu," ucap Sehun sambil mengecup bibir Luhan, "Aku mencintaimu."

Luhan tersenyum,ia lalu memperhatikan Sehun yang berlari menuju arah rumahnya.

.

.

Luhan duduk dengan resah dibangkunya. Sudah 30 menit Sehun tidak kembali juga. Bubble tea yang ia pesan untuk Sehun sudah mencair, menciptakan genangan air disekitar gelas plastiknya. Luhan sudah beberapa kali mengirim pesan ke ponsel Sehun namun Sehun tidak membalasnya.

Ketika Luhan melihat kearah jendela, ia melihat orang-orang berbondong-bondong berlari kearah yang sama. Karena penasaran Luhan ikut berlari menuju tempat orang-orang itu tuju.

Jantung Luhan seakan berhenti ketika ia berlari dan berhenti tepat didepan lingkungan yang ia kenal. Orang-orang sudah mengerubungi rumah didepan mereka. Asap hitam yang besar terus mengepul dari sana. Dengan gemetar, Luhan maju kedepan, melewati orang-orang yang berkumpul didepannya untuk menyaksikan rumah yang terbakar.

Luhan membeku saat ia melihat rumah Sehun dilalap api yang besar, sebagian rumahnya sudah hancur dan menghitam.

"Sehun," gumam Luhan.

"Sehun!" teriak Luhan sambil berusaha berlari menuju rumah Sehun.

Langkahnya terhenti saat seorang pemadam kebakaran menahan tubuhnya, "Kau tidak boleh masuk!"

"Ta-tapi, Sehun ada didalam," ucap Luhan gemetar.

"Kembali ketempatmu! Kau harus berdiri diluar garis kuning!"

"Sehun ada didalam!" teriak Luhan sambil terisak, "Selamatkan dia! Sehun ada didalam!"

Semua orang menjerit membuat Luhan mengalihkan pandangannya pada rumah Sehun yang mulai runtuh.

Rumah Sehun runtuh dengan suara debuman yang keras.

Hati Luhan mencelos.

Sehun ada disana.

Sehunnya ada disana.

"Sehun!" teriak Luhan mencoba mendekati rumah itu,namun seorang petugas menahan tubuhnya.

"Sehun!" Luhan meraung dengan keras.

Beberapa petugas membawa sebuah tandu yang diatasnya terdapat jenazah yang mereka temukan.

Luhan jatuh terduduk karena kakinya terasa lemas.

"Sehun," gumamnya ketika tandu itu melewatinya dan terlihat sebuah tangan dengan luka bakar menyembul dari balik kain.

Nafas Luhan tercekat. Ia menangis dengan keras,ketika ia melihat dipergelangan tangan itu, ada sebuah gelang berwarna perak terpasang disana.

.

.

"Aku mencintaimu."

"Aku juga Mencintaimu Sehun."

TBC

PPffttt FF baru lagi FF baru lagi /geleng2 kepala/

How? Baguskah? Sudah tertebak apa yang akan terjadi?

Hihihi

pantau terus update dr aku di facebook page: SeLuminati /sok ngartis/

kl ada yang mau tanya2 boleh ke : poemforselu