INI FF BARU YANG AKU REMAKE DARI NOVEL MBK ORIZUKA
Cast : Minseok,Kris, Luhan, yang lainnya nyusul
Genre : Romance,friendship, family, angst
Rate : T
WARNING : ini FF GS, typos, bahasa tidak baku
Tell me, princess,
now when did you last let your heart decide?
[Peabo Bryson ft Regina Belle—A Whole New World]
.
.
Sebuah Audi A6 putih mengilap berbelok anggun ke pelataran parkir SM High School dan berhenti tepat di samping pos satpam. Seorang anak laki-laki berusia 17 tahun berbadan tegap dan berwajah tampan keluar dari pintu pengemudi. Ia bergegas membukakan pintu untuk anak perempuan cantik bermata hazel yang tadi duduk di sampingnya.
Kris Wu atau Wu Yifan, laki-laki itu, baru menekan kunci remote mobil ketika Kim Minseok melambaikan tangan.
"Tunggu, sweaterku."
Kris mengangguk, kembali menekan kunci supaya Minseok bisa mengambil sweater dari punggung jok.
"Udah?" tanyanya. Minseok mengangguk sembari mengenakan sweater kashmir hangat berwarna pink lembut. Kris mengunci mobil, lalu mulai melangkah masuk ke halaman sekolah, diikuti Minseok.
Beberapa anak yang berjalan di koridor menatap mereka dengan kagum. Minseok dan Kris merupakan pasangan paling fenomenal di sekolah ini. Minseok adalah anak seorang direktur perusahaan tekstil ternama yang memiliki beberapa cabang di luar negeri. Darah Prancis dan Korea yang mengaliri tubuhnya membuat ia seperti boneka: matanya hazel, rambutnya cokelat, tubuhnya seksi dan langsing, kulitnya pun putih mulus walaupun tampak pucat. Sementara itu, Kris adalah anak pemilik perusahaan Penerbangan Cina, sahabat ayah Minseok. Ayahnya yang berkebangsaan Amerika membuatnya memiliki fitur mirip dengan Minseok versi cowok jangkung, hanya saja matanya hitam, mengikuti mata ibunya yang orang Cina.
Minseok dan Kris sudah dinobatkan menjadi pasangan sejak masuk sekolah ini. Mereka selalu datang bersama, pulang bersama, dan selalu ada di kelas yang sama selama dua tahun termasuk tahun ini, saat mereka naik ke kelas 12. Mereka adalah pasangan yang 'terlalu indah untuk menjadi kenyataan', tetapi terbiasa dengan segala perhatian dari warga sekolah, tetapi Minseok tampaknya belum.
Kecuali kenyataan kalau mereka menjadi pusat perhatian, Kris cukup menyukai sekolah ini. Selain memiliki cukup banyak prestasi, bangunan sekolah ini sangat nyaman. Alih-alih bertingkat dan megah, gedung sekolah mereka terdiri dari beberapa bangunan utama yang tertata rapi dan dikelilingi pohon-pohon menghijau. Sangat nyaman dan tentunya, aman.
Kris berhenti untuk mengikat tali sepatunya yang lepas dan membiarkan Minseok berjalan duluan. Ia sedang memperhatikan langkah kecil-kecil Minseok saat melihat seorang anak laki-laki sedang berlari dengan kecepatan penuh ke arah mereka, tampak dikejar oleh temannya. Dalam waktu sepersekian detik, Kris bergerak pindah ke samping Minseok, membiarkan dirinya sendiri tertabrak anak laki-laki tadi.
"Eh sori sori!" seru anak itu sekenanya, lalu segera menghilang ke koridor lain.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Kris kepada Minseok yang segera mengangguk. Sementara itu, semua anak perempuan yang menyaksikan adegan tadi memekik tertahan, terpesona pada perlakuan manis Kris dan kenyataan bahwa ia melakukannya dengan sangat natural hingga nyaris terasa wajar. Kris sendiri menganggapnya refleks: kakinya sudah bergerak, bahkan sebelum otaknya memerintahkan.
Tak berapa lama, Minseok dan Kris sampai di kelas baru mereka, XII.2. Kris membuka pintu kelas dan membiarkan Minseok masuk terlebih dahulu. Tindakannya itu kembali membuat semua anak perempuan menahan pekikan. Menyadarinya, Kris tetap menahan pintu. Anak-anak perempuan itu pun segera masuk sambil bersemu-semu, beberapa murid kelas lain malah terhipnotis ikut masuk.
Minseok tak melihat itu semua dan mulai memandang sekeliling. Hampir semua teman sekelasnya sudah datang dan duduk di bangku masing-masing. Sambil menghela napas, Minseok menatap sehelai kertas di tangannya. Kertas pembagian tempat duduk.
Sebenarnya, Minseok tak menyukai ide pembagian tempat duduk oleh sekolah ini. Ia ingin bisa bebas memilih tempat duduknya sendiri. Ia ingin duduk di samping jendela, supaya bisa menatap awan saat pelajaran Matematika membuatnya pusing atau Sejarah, membuatnya mengantuk. Namun, ketentuan sekolah harus membuyarkan rencana indahnya.
Suasana kelas yang tadinya riuh rendah khas situasi awal masuk sekolah, segera senyap saat Minseok melangkah lebih jauh ke dalam kelas. Semua orang sibuk berbisik, menentukan apakah sekelas dengan Minseok merupakan anugerah atau malah bencana. Anugerah karena ia begitu cantik dan memiliki pangeran superganteng bernama Kris, atau bencana karena ia begitu sombong hingga tak pernah repot-repot untuk bicara selain kepada pangerannya itu.
Langkah Minseok terhenti di samping sebuah bangku yang terletak persis di tengah kelas. Bangku di tengah-tengah berarti pusat dari kelas tersebut. Minseok tak pernah suka jadi pusat perhatian.
Minseok melirik Kris yang sudah berjalan tenang ke bangku yang terletak di samping jendela. Minseok segera menatapnya penuh rasa iri sementara Kris hanya nyengir bersalah, tetapi tidak bisa berbuat apa pun. Walaupun sama-sama tak mengerti mengapa tahun ini bangku mereka tak berdekatan, masalah penentuan bangku adalah peraturan sekolah yang tidak bisa diganggu gugat.
Sambil mendesah, Minseok meletakkan tas di bangku bermaksud duduk. Namun, ia mendadak mengurungkan niatnya saat melihat seorang anak laki-laki yang duduk di bangku belakangnya. Anak itu sedang asyik membaca buku. Bel penanda tahun ajaran baru bahkan belum berbunyi, ia sudah membaca buku setebal kamus John Echols. Atau mungkin itu memang kamus John Echols?Selama beberapa saat, Minseok termangu menatap pemandangan tak biasa itu. Si anak laki-laki akhirnya menyadari kehadiran Minseok. Ia mendongak, lalu menatap Minseok seolah bertanya 'apa yang sedang kau lihat'.
Minseok mengerjap saat pandangannya bertemu dengan anak itu. Walaupun sekolah ini tidak terbilang elite, Minseok tak pernah melihat anak sesederhana itu. Atau mungkin tidak pernah memberi perhatian lebih pada siapa pun, terutama dengan penampilan seperti anak laki-laki itu.
Pandangan Minseok lantas beralih pada ransel yang terbuka dan terisi buku-buku tebal lainnya. Ujung-ujung ransel itu sobek karena beban yang dibawanya. Ingatan Minseok terbang pada kenangan yang tak ingin diingatnya. Minseok bahkan bergeming saat bel tanda masuk sekolah berdering nyaring.
"Selamat pagi, Anak-anak!"
Suara Myungsoo, guru Biologi, menggema di kelas. Alih-alih duduk, Minseok bersikeras menatap anak laki-laki tadi.
Tanpa menoleh, Minseok berkata, "Pak, saya mau tukar tempat dudukku."
"Lho, kenapa?" Myungso bertanya lagi, lalu melirik anak laki-laki yang sedang ditatap Minseok. "Memangnya ada apa dengan Luhan?"
Minseok menoleh kepada Myungso, lalu kembali menatap anak yang ternyata bernama Luhan itu. "Saya tidak mau duduk dekat orang miskin."
Semua orang yang mendengar kata-kata Minseok sekarang menganga, kecuali subjek yang bersangkutan. Luhan sekarang menatap Minseok setajam yang ia bisa, tetapi anak perempuan itu tampak tidak menyadari perkataannya sendiri.
"Lho, kok bicaranya seperti itu?" Mungso berusaha mencairkan suasana saat semua anak mulai berkasak-kusuk hebat. "Luhan ini kan, teman kamu, Minseok."
"Teman?" Minseok menelengkan kepala. "Tapi, saya tidak punya teman, apalagi seperti dia."
Myungso terpaku mendengar jawaban Minseok. Ia menoleh menatap Luhan yang tampak kesal dan dari tadi belum bereaksi sama sekali. "Luhan ini penerima beasiswa, Minseok..."
"Oh. Jadi, kamu pintar?" Minseok kembali menatap Luhan dengan kedua mata bulatnya. "Kamu bermanfaat bagi sekolah ini?"
"Mungkin. Apa urusan mu?"
Suara Luhan yang berat dan sedingin es membuat semua orang bergidik. Minseok bahkan terdiam selama beberapa detik."Orang sepertimu tidak seharusnya bersikap sombong," seloroh Minseok, segera mencairkan es tadi. "kamu pasti seorang genius."
Luhan merasakan dahinya berkedut. Ia memang sudah lama mendengar tentang Minseok dan segala sifat ketuan putriannya. Namun, baru kali ini ia berkonfrontasi langsung. Sekarang, ia jadi percaya pada semua kabar burung itu.
"Sudah, sudah." Myungso kembali mencoba menengahi. "Mau kaya mau miskin, semua sama saja. Semua sekolah disini untuk satu tujuan, mencapai cita-cita kalian. Sekarang, ayo semua duduk. Kita mulai pelajarannya."
Minseok menatap Luhan selama beberapa saat sebelum akhirnya duduk, lalu melempar pandangan kepada Kris yang hanya mengedikkan bahu. Selama tujuh belas tahun hidupnya, hanya satu kenyataan yang Minseok ketahui soal orang miskin.
Mereka tak berguna.
.
.
.
TBC
Jeng.. jeng.. jeng… aku kombek dengan ff gs n remake novel mbak Orizuka yang semua novel buatannya aku suka. Jadi aku mikir kayaknya ok ni ngeremake novel mbak Orizuka. Jadi deh aku remake ni novel. Semoga pada suka ya n mulai sekarang aku bakal buat ff gs aja n bakalan hiatus panjang ama ff yaoi cs feelnya udah gak dapet lagi kalau aku buat ff yaoi. Jadi untuk dua ff ku yang yaoi aku minta maaf banget gak bakal ngelanjutin lagi tu ff sampe waktu yang aku gak tau kapan
Nah.. karena kris belum dapet kopel selain minseok, kira2 kalian maunya kris dikopelin ama siapa? Tao, baekhyun, suho, atau lay? Atau malah sehun cs di novelnya adiknya luhan itu mirip luhanDan pasangan kris ini nantinya bakal jadi adeknya luhan ya, jadi pilih yg juga sesuai untuk meranin adek luhan.
