Kidnapped!

BTS fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

Minyoon/Taegi

.

Dia adalah Min Yoongi individualis dan egois. Tipe orang perkotaan masa kini yang sudah lupa menjaga hubungan baik dengan alasan kemanusiaan. Semua hanya berupa simbiosis mutualisme; hubungan yang saling menguntungkan, kalau tidak untung ya sudah saja tak usah mengaitkan kail. Maka dia hanya bergaul dengan orang-orang yang sekiranya akan membuat dirinya banyak diuntung: mendapat uang dan semua yang dia mau. Menjadi bagian dari kaum marjinal Seoul yang hidup keras di jalanan dan berdampingan dengan kriminalitas, vandalisme, dan pelanggaran aturan lainnya membuat Min Yoongi, terbentuk sebagai seorang pribadi yang jauh dari kata baik.

Dia tinggal di sebuah kontener bekas yang banyak teronggok di bawah jembatan layang. Jangan kira tempat itu nyaman, tidak sama sekali. Karat di permukaan luarnya banyak mengganggu dan suara-suara bising lalu lintas tak pernah tak ambil andil dari nyanyian tidurnya. Tapi, dibanding dengan kehidupannya di Daegu yang penuh keterikatan akan aturan keluarga, dia lebih nyaman di sini. Hidup sendiri, melakukan apapun sesuka yang dia mau. Dia tahu segala resiko yang harus dia tanggung takkan ada sokongan sama sekali dari keluarga yang sudah menyerah padanya sejak lama itu. Tapi karena dia tahu, dia berusaha dengan tangannya sendiri. Untuk menemukan kebebasan di langit Seoul yang luas.\

.

Kidnapped!

.

"Apa yang kau gambar?" Yoongi mengernyit melihat Taehyung membentuk satu huruf C dan C terbalik bersisian di rolling door sebuah toko yang tutup malam itu. Lelaki yang mengenakan jaket jeans lusuh di samping Yoongi itu hanya terkekeh tanpa bicara dan tak tahulah apa maksudnya. "Kenapa kau gambar hati?"

Kaleng piloks itu dikocok dan membuat suara bola yang memantul-mantul membentur di dalamnya, nyaring berulang. Kekeh itu masih ada tapi kali ini Taehyung bicara juga, "Sudah berapa kali kukatakan, aku cinta kamu dan itu salah satu bentuk cintaku."

"Ew, menjijikkan." Yoongi mendecih dan berlalu begitu saja meninggalkan tanda cinta dan lelaki berkulit cokelat yang masih saja mengocok-kocok kaleng piloksnya.

"Hei, manis! Tunggu aku!"

Angin yang berhembus di bulan Agustus membuat cuaca di malam hari dinginnya tak terkira. Benar-benar dingin menusuk tulang dan tak sehat bagi tubuh. Sumpah, bahkan jaket parka tebal dan panjang yang katanya dapat menghalau angin sebagai ganti windbreaker itu nyatanya tak mampu melindungi tubuhnya dari hembusan yang berbahaya. Dia berjalan sembari merapatkan jaket dan mengangkat bahunya kaku. Ubun-ubunnya terlindung topi hitam yang dia kenakan. Tapi telinga dan sekujur tubuhnya tak tahan dengan kuatnya angin. Buku-buku jarinya mendingin beku hingga terasa kebas. Belum lagi, tangan kanannya kemarin dipakai memukul pria hidung belang yang tak senonoh menangkup bokongnya di tengah jalan. Masih sakit. Dan rasa kesal itu masih ada tiap kali dia menatap punggung tangan dan buku jarinya yang lecet-lecet—saking kerasnya dia memukul. Kalau soal luka di wajahnya, dia sudah lupakan karena itu hanya bagian dari pertengkarannya dengan beberapa kawan yang tak terlalu dia suka.

Dalam pekerjaannya yang tak tetap (atau bisa disebut dia tak punya pekerjaan), dia sering keluar malam untuk melakukan hal-hal yang tak penting. Kadang hanya jalan-jalan, kadang minum-minum, kadang menyusup di antara keramaian perempatan jalan untuk menyelipkan tangannya di kantung-kantung orang yang tidak awas (mengambil dompet mereka), dan kadang dia datang pada kawannya yang berkulit cokelat itu hanya untuk—entah, untuk apa. yang penting ketika pintu apartemen kumuhnya dibuka, Yoongi akan menyunggingkan senyum.

"Malam ini sangat dingin, bahkan rasanya lebih dingin dari kemarin," Taehyung yang telah menyusul merapat padanya, bersentuhan bahu mencari kehangatan. Yoongi sendiri tak terlalu acuh dan malah memandang kepulan napasnya yang memutih di udara. Ambil kesempatan, Taehyung mendekat tepat di depan wajah Yoongi, mengangkat sedikit ujung topinya dan bicara ketika bibirnya hampir sampai ke tempat yang dia tuju, "hangatkan aku."

"Akh! Menyingkir dariku!" Yoongi memukul Taehyung tepat di wajahnya. Lalu dia mambenarkan letak topinya lagi. Dengan langkah lebar dia lanjut berjalan tanpa peduli pada lelaki jangkung di belakangnya yang meringis kesakitan memegang hidungnya yang perih. Hidung mancung itu bisa saja rusak karena pukulan tadi.

"Argh! Min Yoongi! Sialan kau!" lalu setelah melepaskan tangan dari hidung Taehyung berteriak keras di antara bising kereta yang lewat di rel yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Akan kubuat kau menjerit-jerit dibawahku!"

Ancaman itu bukan apa-apa bagi Yoongi karena dia bisa membalasnya dengan mulut dan otaknya yang tak pernah kehabisan cara untuk membuat lelaki itu tambah kesal. Dia pun berbalik lagi dan melangkah cepat-cepat sampai pada Taehyung yang juga berjalan ke arahnya. Selangkah lagi mereka bertubrukan dan Yoongi menjerit tiba-tiba, "AAAAAAAKK!"

Taehyung spontan menutup mata dan telinganya dengan kedua tangan ketika mendengar jeritan cempreng tak merdu itu. "Apa-apaan kau iniii?!"

"Aku tak perlu menjerit di bawahmu, aku bisa menjerit di depan wajahmu!" dia membalas bentakan itu dengan teriakan yang tak kalah keras; seperti anjing yang menggonggong karena diganggu. Taehyung melotot marah dan lelaki bertubuh mungil di hadapannya hanya menyunggingkan senyum nakal yang penuh kepuasan. Dia memang sengaja memancing amarah.

"Aku jadi heran kenapa aku bisa cinta sekali padamu, Min binal Yoongi." Hidung mancung itu maju ketika wajahnya dia gerakkan mendekat. Yoongi yang tak punya rasa takut tak bergeming dari tempatnya dan malah makin lebar tersenyum dan makin tajam menatap.

"Bangsat kau, Kim Taehyung."

"Aku suka mulut kotormu." lelaki berkulit cokelat itu dengan sengaja membungkukkan tubuhnya untuk mengintimidasi Yoongi yang tinggi badannya tidak sampai melebihi lehernya saja. Tapi si mungil itu nyalinya jauh lebih besar dari tubuhnya, maka bukannya takut dia malah sengaja mengangkat dagu menggoda.

"Kau suka? Kau suka kalau aku mengumpatimu bangsat, brengsek, bajingan... hem?" lalu ujung telunjuk dan jari tengahnya dia gunakan untuk meniti dahi dan hidung mancung Taehyung, sampai ke belah bibirnya yang kemudian dia colek sedikit.

"Mengumpatlah sepuasnya di ranjangku."

Yoongi meneleng ketika Taehyung mengendusi pipi dan telinganya, lalu dia terkekeh pelan dengan napas yang ditarik bersamaan melawan dingin. "Mimpi saja kau!"

Hidung itu tadinya akan kena pukul lagi, tapi dengan sigap Taehyung menangkap kepalan tangan Yoongi dan menahannya di udara. Ada untungnya punya tangan yang ukurannya jauh lebih besar daripada si mungil itu. Taehyung melepas kekeh bejat saat tangannya berhasil menarik pinggang Yoongi hingga tubuh itu bertubrukan dengan dadanya.

"Lepas—engh!"

Yoongi menjerit tertahan dengan deritan gigi ketika pundaknya digigit tiba-tiba. Serangan itu membuat naluri agresinya muncul dan dia pun tanpa ragu langsung menggunakan kakinya untuk menendang tulang kering Taehyung.

"Uwakh!" yang ditendang kesakitan, membungkuk dan menjauh dengan langkah gontai. Inilah waktunya untuk kabur dan Yoongi lari begitu saja tanpa meninggalkan maaf atau umpatan lain yang dia sisakan untuk lelaki itu.

.

Kidnapped!

.

Yoongi menoleh ke belakang ketika dirasanya tak ada Taehyung lagi yang mengekori. Dia tahu jalan cepatnya dan kemampuannya meloloskan diri dari kejaran dengan mudah dapat membuat Taehyung kebingungan untuk mencarinya. Maka dengan tawa senang yang mengejek, dia melangkahkan kakinya ke sebuah minimarket yang buka 24 jam, hendak membeli minuman untuk menghilangkan hausnya yang mulai terasa karena berlari. Di depan minimarket itu terparkir sebuah mobil sedan mewah. Dia lirik, dan platnya sedikit aneh karena punya inisial nama. Dia hanya ber-wow ria sejenak, lalu masuk ke minimarket itu.

Di ambang pintu kaca yang dia buka, angin dingin Agustus bercampur dengan deru conditioner. Cahaya terang dari dalam toko itu menyapa indera penglihatannya; tak sama dengan jalanan yang gelap. Kulitnya yang seputih salju mengundang atensi satu-dua orang yang kebetulan melihatnya di tempat itu—tapi selain kulit yakinlah bahwa luka di batang hidung dan di pipinya, juga di sudut bibirnyalah yang lebih mengundang.

Minimarket itu sedang sepi mungkin karena sudah lewat jam tidur. Dia pun berjalan santai, menuju jejeran chiller minuman.

Ketika berbelok, dia melihat seorang lelaki yang cukup menarik. Rambutnya berwarna perak berkilau tersorot lampu. Badannya tegap walau tak begitu tinggi. Yang lebih menarik lagi dia mengenakan pakaian dan sepatu yang senada berwarna hitam. Atas bawah hitam. Mungkin dia tipe penyuka warna gelap atau monokrom.

Dia tak terlihat seperti seorang lelaki biasa yang datang ke minimarket untuk membeli Yakult dengan jaket dan celana training yang lusuh. Dia terlihat kaya, apalagi dengan dompet yang mencuat dari saku belakang celananya. Oh, ini yang sebetulnya lebih menarik. Dompet itu nampak tebal berisi. Dompet yang sehat.

Dengan sedikit senyum nakal, dia memasukkan tangannya ke dalam jaket parka yang dia kenakan lantas melangkah satu-satu dengan cara jalan yang anggun seperti model di catwalk. Dia pura-pura saja melihat-lihat makanan ringan yang terjejer di sepanjang jalannya, sedang lelaki itu nampak sedang sibuk membaca tulisan di kemasan makanan yang dia pegang.

Dekat dengannya, Yoongi melirik, dan tangan lentiknya bergerak cepat menyambar dompet itu dengan lihai. Begitu dia dapatkan, tangannya langsung masuk lagi ke dalam saku dan dia pun tersenyum puas karena dari sudut matanya yang melirik, lelaki itu nampak tak sadar kalau dompetnya sudah berpindah tangan.

Lalu ketika dia berbelok ke arah chiller, dia menoleh dan melihat lelaki itu berjalan ke kasir untuk membayar makanannya. Ingin dia tertawa, tapi dia tahan saja. Lantas dia hanya tinggal memilih mana minuman yang ingin dia beli dengan santai.

Sambil bersenandung dia membuka chiller dan mengambil dua kaleng bir. Sedikitnya dia ingat pada Taehyung yang sudah dia tinggalkan dengan tulang kering yang ngilu habis ditendang. Mungkin satu dari dua kaleng bir itu bisa dia pakai sebagai ganti permintaan maafnya pada lelaki itu. Yoongi menyunggingkan senyum, lalu menutup chiller dan berjalan menuju kasir.

"Yang mana orangnya?"

"Tunggu saja, dia akan muncul."

Sayup dia mendengar suara berat seorang bapak dan suara unik seorang lelaki. Kemudian, di depan kasir dengan beberapa orang berdiri mengantri itu ada si rambut perak, di depan seorang bapak penjaga kasir. Semua memandang lurus ke arahnya dan dia berhenti berjalan, diam di tempat.

Terkejut.

"Yang itu, yang di wajahnya ada luka itu yang mengambil dompet saya." tunjuk lelaki itu pada Yoongi dengan kata-katanya, tanpa arahan tangan atau gedikkan dagu.

"Astaga, pencuri."

"Apa-apaan ini."

Dia mendengar orang-orang di tempat itu mencibir terang-terangan, mengintimidasinya dengan pandangan jijik. Lain dengan lelaki berambut perak itu, malah ada sedikit senyum yang tersungging di bibirnya.

"Aku akan melaporkanmu pada polisi! Dasar berandal kecil!" hardik si penjaga kasir, dia hendak mengangkat telepon yang berada di sampingnya tapi ada tangan yang menghentikan. Si rambut perak itu.

"Tidak usah, pak. Biar saya saja yang urus." lelaki itu menghampirinya yang masih diam di tempat. Yoongi menelan ludah. Dua kaleng bir di tangan kanan dan kirinya mulai terasa tak dingin lagi. "Sekarang kembalikan dompetku dan akan kubiarkan kau pergi."

Bisik-bisik di belakang lelaki itu terdengar seperti dengungan di telinganya. Dia tak suka ini. Dia benci pada keadaan di mana dia tertangkap basah mencuri, di depan banyak orang.

"Kau mau mengembalikannya?" lelaki itu sedikit menundukkan kepala untuk menatapnya lurus. "Atau kau mau ikut aku ke kantor polisi?"

Yoongi diam. Rasa malu yang menyerang itu menjadikan kakinya berat untuk dilangkahkan. Dia ingin lari, tapi tak bisa. Seolah lelaki itu dan kata-katanya telah membuat dinding besar untuk menghalanginya mencapai pintu keluar. Orang-orang masih ribut dan penjaga kasir itu masih memegang gagang teleponnya.

"Kembalikan saja, aku tak akan menuntut apapun darimu. Kau boleh pergi setelah dompetku itu kau berikan padaku." lelaki itu sedikit meneleng seperti mengejek Yoongi. Dengan nada dinginnya dia bicara, dengan tatapan tajamnya dia menyiksa.

Yoongi membuang muka dan mendecak. "Tsche." lalu kembali menjawab tatapan mata itu dengan kilat benci.

Tangan dengan banyak cincin perak itu masih dia tadahkan, menunggu. Dan tadinya Yoongi akan menyelesaikan ini dengan cara yang sederhana, menipu lelaki itu untuk tak memngembalikan dompetnya kemudian kabur sejauh mungkin. Tapi kemudian, ada bisik dari lelaki itu yang membuatnya sakit hati seketika.

"Apa kalian hanya bisa mencuri? Dasar orang miskin."

Yoongi melempar dua kaleng bir itu dengan keras. Suara trang nyaring dan pekikan wanita-wanita yang terkejut mengisi minimarket. Lalu dompet lelaki itu dia keluarkan dari saku jaketnya dan dia buang ke lantai hingga kartu kredit, dan segala isinya berhamburan keluar. Lantas tanpa memedulikan bisik hardik yang masih terngiang, dia berlari mendobrak pintu dan keluar dari sana, pergi menuju jalanan malam yang gelap.

"Aakh!"

Geram, Yoongi melempar topinya sembarang. Tak peduli lagi mau jatuh di mana. Dia pergi meninggalkan minimarket itu dengan rasa malu dan amarah yang besar.

.

Kidnapped!

.

Esok harinya dia diajak Taehyung berjalan-jalan di Gangnam—tapi dengan syarat tidak mencuri atau apapun, karena lelaki itu baru mendapat uang hasil kerjanya di pom bensin. Katanya, Yoongi akan dia traktir makan enak, jadi ya sudah, dia mau-mau saja. Karena topinya hilang setelah kejadian kemarin (yang dia ingat-ingat ternyata dia buang sendiri di depan minimarket itu), dia tak menggunakan apapun untuk menutupi kepalanya. Angin dingin yang masih saja kencang berhembus menyapu anak rambutnya berkali-kali hingga ia sudah lelah untuk membenahinya. Jadi dia biarkan saja dahinya langsung tercium angin begitu saja. Lain dengan Yoongi yang benci angin dan segala efeknya, lain juga dengan Taehyung yang seperti biasa, ambil kesempatan untuk lebih dekat dengan Yoongi. Salah satu caranya adalah berjalan di sampingnya dengan merapatkan bahu. Karena kalau tangan Yoongi keluar dari saku jaketnya itu dia akan menyambarnya dengan senang hati.

"Lukamu masih belum kering betul, ya."

Yoongi menoleh karena Taehyung mulai membahas soal luka-luka di wajahnya. Dia jadi ingin menyentuh luka itu sendiri. Pelan, dia sentuh dengan ujung jari sambil menekuk bibir.

Kejadian kemarin itu membuat mood-nya buruk sekali. Untung saja Taehyung ada, meski hiburan dari lelaki itu masih saja menyebalkan.

"Enaknya makan di mana yaaa..." senandung lelaki jangkung itu. Yoongi menyapu jejeran restoran di kanan jalan tapi matanya berhenti pada sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di depan sebuah cafe.

Sadar akan sesuatu, dia pun segera menoleh ke arah cafe itu.

"Yoongi-yah, kau ingin makan di situ?"

Dia tak mendengar apa yang Taehyung katakan karena seluruh perhatiannya tertuju pada sosok seorang lelaki yang tengah bercengkrama sambil berdiri di dalam cafe. Lelaki berambut perak itu! Sudah Yoongi duga, mobil sedan berplat aneh itu adalah miliknya.

Semakin dia lihat sosok itu, semakin memuncak kemarahannya. Dia diam dengan tangan terkepal kuat.

"Yoongi?"

Dia bahkan tak menjawab panggilan Taehyung. Dengan mata yang masih tertuju pada sosok yang sama, dia mengumpatinya dengan seribu kata kasar dalam hati. Tapi ada benang yang mempermainkan pertemuan tak terduga itu, hingga si lelaki berambut perak menoleh dan menangkap matanya dari kejauhan.

Seperti ada sulutan api, amarahnya berkobar saat itu juga. "Rrghh!" dia menggeram.

"Hei!" Taehyung berteriak.

Dilihatnya ada tumpukan kayu untuk bahan konstruksi di toko yang dekat dengan cafe itu. Dengan tergesa Yoongi berjalan cepat mengambilnya (menyambar). Lantas dia kembali dengan ujung kayu yang terseret di jalanan. Taehyung sempat mematung terkejut atas tindakan Yoongi yang tiba-tiba dan dia sama sekali tak mengerti apa yang terjadi pada lelaki itu.

Lalu tanpa aba-aba terdengar suara pukulan yang memekakkan.

Drakk! Yoongi memukul kaca depan mobil itu dengan sekali ayunan keras hingga muncul retakan. Alarmnya berbunyi nyaring dan membuat orang-orang di sekitar mereka menoleh kaget.

Tak cukup sekali, dia pun memukulnya lagi untuk yang kedua dan ketiga. Dia belum puas, belum sampai kaca mobil itu benar-benar pecah seluruhnya. Buk! Bak! Kayu itu terus diayunkan.

"Hentikan! Hei berhenti!" Taehyung menyambar tubuh itu dengan tarikan tangannya, Yoongi terhuyung ke belakang tapi dia tahan lagi berat tubuhnya dengan kaki yang menekan jalan kuat, lantas masih dengan amarah dia mengayunkan kayu itu lagi. "Hentikan! Kau bisa ditangkap polisi!"

Kesal, Taehyung benar-benar menyeret lelaki bertubuh mungil itu menjauh dari mobil tempat pelampiasan amarahnya sampai-sampai kayu yang dipegang Yoongi jatuh ke tanah. "Ayo pergi!"

"Tidak! Lepaskan aku!" meski Yoongi meronta, dia tak berniat melepasnya sama sekali. Taehyung menganggap ini sudah keterlaluan. Sangat. Tindak kriminal di depan umum itu bisa membawa masalah besar bagi Yoongi dan dirinya juga. Maka, meski dia harus merasakan sakit karena tangannya digigit, juga karena perutnya disikut, dia tak akan melepas Yoongi sampai dia menemukan tempat aman untuk bersembunyi. "Lepaskaaan!"

Taehyung menoleh ke belakang dan dia melihat ada seorang lelaki berpakaian hitam dengan rambut perak keluar dari cafe itu dan memandang mobil rusak di hadapannya dan melihat padanya kemudian. Tapi hanya sekali toleh itu saja, dan Taehyung benar-benar lari membawa Yoongi pergi.

Bruk! Di sebuah gang sempit tanpa lampu Taehyung membanting Yoongi ke dinding hingga dia jatuh membentur tanah yang kotor. Yoongi menumpu tubuhnya dengan siku untuk bangun kembali. Dia melirik Taehyung dengan marah. Tapi Taehyung pun tak kalah marahnya. Dia sudah benar-benar kesal.

"Berhentilah membuat masalah!" bentaknya pada Yoongi yang sudah setengah bangun dengan berpegangan ke dinding bata. "Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau tiba-tiba saja merusak mobil orang begitu?!"

"Dia sudah mempermalukanku!" Yoongi memekik.

"Siapa?"

"Pemilik mobil itu..." Yoongi menunduk, suaranya melemah di ujung. Ketika dia mengingat wajah si rambut perak amarahnya semakin menjadi. Tapi entah karena berat menahan, dia jadi ingin menangis. Gigitan di bibirnya menyembunyikan semua itu, dengan usaha. Tapi Taehyung melihatnya juga.

"Apa yang kau lakukan...?" Taehyung mengacak rambutnya frustrasi. "Kau punya masalah dengannya dan itu kau sendiri yang membuat, kukira. Betul kan?"

Yoongi tak bisa mengelak, tapi juga tak mau mengakui. Layang tatapnya pada Taehyung tersirat macam-macam hal. Napasnya yang berat dan memburu dia redam dalam diam.

"Sekarang apa yang akan kau lakukan kalau polisi mencarimu? Kalau pemilik mobil itu menuntutmu?"

Yoongi tak menjawab, Taehyung membuang muka dan mendengus.

"Sudahlah, ayo kita pulang saja."

Dia menyambar tangan kurus itu dan berjalan ke depan tanpa menoleh sama sekali.

.

Kidnapped!

.

Tiga hari Yoongi mendekam di dalam kontenernya tanpa keluar sama sekali. Taehyung yang melarangnya karena takut dia akan dicari polisi kalau berkeliaran kemana-mana. Yang bisa dia lakukan dalam kontener itu hanya melamun, tidur, makan, dan membuang waktu dengan melakukan hal-hal tak berguna seperti mengukir apel dengan pisau.

Lelaki itu juga hanya sekali mengunjunginya dua hari lalu. Itu pun sebentar, dan dia nampak tak baik ketika bicara. Seperti menyimpan satu beban yang tak ingin dia katakan sama sekali. Yoongi tahu dari raut wajahnya yang melulu keruh, pun dengan bicaranya yang pelit. Taehyung tak biasanya begitu karena dia orang yang ribut, suka bicara banyak. Sambil memandang jalan layang dan langit Seoul dari ventilasi, Yoongi terus memikirkan lelaki itu. Tapi lama-lama dia bosan juga dan memutuskan untuk pergi menemui Taehyung saja. Dia pikir, dia tak akan mudah ditemukan karena dia sudah lama bermain petak umpet dari kejaran orang. Jadi pergi keluar, apalagi hanya ke apartemen Taehyung yang tak jauh itu dirasanya tak akan jadi masalah. Maka dia pun mengganti pakaiannya dan bersiap pergi. Dia memakai kaos putih oversize dan membungkusnya dengan jaket parka. Hari itu akan tetap dingin seperti kemarin-kemarin, dia kira. Dia harus punya persiapan untuk menantang angin.

Krieet! Dia dengar derit pintu yang dibuka. Lalu ada ketukan-ketukan bernada di besi itu. Tanpa menoleh pun dia tahu kalau Taehyung-lah pelakunya. Sebab sudah menjadi suatu kebiasaan jika lelaki itu membuka pintunya tanpa permisi dan memainkan ketukan jarinya di pintu beberapa kali setelahnya, lalu masuk.

Sedikit dia tersenyum senang sambil menunduk, lalu membenahi jaket yang dia kenakan. "Padahal tadinya aku yang mau pergi menemuimu," dia tak menahan kekeh yang lolos dari bibirnya, entah mengapa dia begitu senang didatangi lelaki itu. "ternyata kau yang datang kemari—"

Begitu dia berbalik ada tangan yang membekap hidung dan mulutnya dengan kain dan semuanya tiba-tiba mengabur, telinganya berdengung, lalu dengan cepat pandangannya menggelap tanpa bisa dia cegah dan tanyakan apa dan siapa yang telah membuatnya begitu.

.

Kidnapped!

.

CONTINUED