A Lie

Kwon Soonyoung x Lee Jihoon

Drama / Hurt

.

.

.

©PERFECTHAUGUST

(Inspired by B1A4's Song with the Same Tittle, A Lie)

.

~ SELAMAT MEMBACA ~

.

.perfecthaugust.

.

Soonyoung berakhir dengan berlali diawalpaginya. Ini semua kalrena alarm ponselnya yang tidak berbunyi dan ayahnya yang menyita motornya selama seminggu. Jangan Tanya apa alasannya karena itu Cuma karena Soonyoung pergi untuk ikut balapan liar! Soonyoung merasa ayahnya terlalu kuno dan tidak mengerti arti kesenangan.

Ia mempercepat gerak kakinya ketika menyadari bahwa bus itu siap untuk kembali melaju. "Tu-TUNGGU AKUU!" Soonyoung berterian sembari melambaikankan tangannya dengan tujuan agar sang supir tahu ada penumpang yang tertinggal. Namun sayangnya, sepertinya hari ini bukan hari keberuntungan Soonyoung karena-

BRUK

"AW! Ah…." Soonyoung terjatuh akibat bertabrakan dengan seseorang. Ia mengelus pantatnya yang menghantam tanah cukup keras. Bahunyaj juga agak sakit karena berbenturan terlalu keras.

Baru saja ia ingin meluncurkan segala sumpah serapah yang sudah berada diujung lidahnya, tapi semua kata – kata kasar itu bagai tertelan begitu saja ketika ia mendapati siapa sosok yang ia tabrak. seorang pemuda mungil yang manis yang kini juga sedang merintih kesakitan.

"Um, Maaf… apa ada yang terluka?" Soonyoung mencoba untuk meraih bahu pemuda itu agar ia bisa duduk dengan benar namun ringisan kembali keluar dari belah bibirnya. Menyadari hal itu Sooonyoung menjauhkan kedua tangannya.

"Tidak apa – ap- AH! Ponsel ku!" Seru pemuda mungil itu ketika mendapati ponselnya yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya dengan keadan baterai yang copot dan layar yang hancur parah. Ia mencoba memasukkan kembali baterainya dan menyalakan ponselnya kembali. Namun ponsel itu tidak memberi tanda – tanda kehidupan lagi. "Aish. Mati aku." Gerutunya.

Mata Soonyoung yang sipit membulat kaget ketika mendengar kata itu meluncur dengan lancar dari mulu t si mungil.

"Ng, aku akan bertanggung jawab. Jadi maafkan aku, ya?" Soonyoung mencoba untuk membantu karena, deniapapun tidak aka nada yang tega jika harus meninggalkan sosok manis seperti yang ada dihadapannya begitu saja.

"Kau memang harus bertanggungjawab." Pemuda itu dengan mata yang merah menahan tangis.

.

.perfecthaugust.

.

Selama perjalanan menuju tempat service ponsel, tidak ada satupun yang membuka suara. Keduanya duduk bersebelahan dalan suasana canggung, walaupun Soonyoung sedikit bersyukur saat tau semua data yang ada dalam ponsel simungil bisa kembali seutuhnya.

"N-namaku Kwon Soonyoung." Soonyoung mencoba membuka pembicaraan.

"Lee Jihoon."

Soonyoung hanya mengangguk karena telah mendapati apa yang sedari tadi mengganggu pikirannya. Tiba – tiba pengelihatannya terfokus pada lutut Jihoon yang memerah. "Lu-lutut mu terluka. Aku melihat sebuah apotek tadi disebrang. Aku akan pergi sebentar untuk membeli obat, okay?" Tawar Soonyoung.

Jioon melirik lututnya yang memang agak perih dan Soonyoung secara bergantian. "Kau tidak akan kabur, kan?"

Mau tidak mau Soonyoung tersenyum gemas, "Aku akan segera kembali." Kemudian Soonyoung berlari menuju apotek.

Dan kembali pada hitugan ke-167 yang sedari tadi JIhoon gumamkan dalam diam.

Jihoon sedikit tersentak ketika Soonyoung dengan tiba – tiba duduk dihadapannya dan mengeluarkan semua isi dari kantong plastik yang ia bawa.

Pemuda itu mengeluarkan kapas dan botol kecil berisikan cairan kuning yang Jihoon kenal sebagai ciran antiseptik.

"BIarkan aku melakukannya sendiri." Jihoon mencoba untuk mengambil alih kapas namun Soonyoung menghindar lebih dulu.

"Tidak, biarkan aku bertanggung jawab. Tolong bilang jika ini menyakitimu, ya." Soonyoung mulai membersihkan luka dilutut Jihoon dengan kapas yang sudah ia beri cairan kuning tadi dengan perlahan.

"Jangan terlalu ditekan." JIhoon meringis. Soonyoung mencoba untuk melakukan yang terbaik.

"AH! Kubilang jangan terlalu ditekan!" Suara Jihoon yang sedang duduk manis sembari memperhatikan Soonyoung mengobati lututnya yang terluka. "Berikan padaku! Biar aku mengobati lukaku sendiri."

"Tidak tidak! Ini adalah kesalahan ku jadi aku harus bertanggung jawab. Tolong tahan sedikit lagi okay? Aku akan lebih pelan sekarang." Ucap Soonyoung masih dengan setia duduk diatas lantai, dihadapan Jihoon. Mengabaikan pandangan setiap mata yang melewati mereka. "Nah, sekarang sudah selesai!" Soonyoung memamerkan senyumnya sembari merapihkan obat obatan yang ia gunakan tadi.

JIhoon hanya diam dan sedikit menggeser posisi duduknya sedikit menjauh dari Soonyoung ketika pemuda yang lebih tinggi itu duduk disebelahnya.

"Jihoon-ssi, apa kau lebih muda dariku? Kalau begitu kau harus memanggilku 'hyung' mulai sekarang!" ucap Soonyoung. Jihoon masih asik memandang kearah lain. Tidak peduli dengan pertanyaan Soonyoung, karena ia yakin mereka tidak akan pernah bertemu lagi setelah hari ini.

"Lupakan saja." Jawabnya singkat. Soonyoung hanya mengusap tengkuknya canggung.

.

.perfecthaugust.

.

Ternyata menunggui ponsel yang sedang di service itu tidak se-sebentar yang Soonyoung kira. Ditambah lagi biayanya yang nyaris menghabisi seluruh uang yang ada didompetnya. Tapi itu tidak jadi masalah untuk Soonyoung. Setidaknya ia bertemu orang manis hari ini.

Hari sudah menjelang sore. Soonyoung sedikit menyesal karna tidak bisa menghadiri kelas Modern Dance yang hanya ada sekali dalam seminggu. Ditambah lagi ia belum makan sedari tadi membuat perutnya sakit kelaparan.

"Ng- Jihoon-ssi? Apa kau mau makan dulu sebelum pulang?" Tanya Soonyoung hati – hati sembari melirik pemuda yang sedang menyenderkan kepalanya pada kaca jendela bus. Tak mendapat jawaban apapun, Soonyoung mencoba melihat lebih jelas apa yang pemuda manis disampingnya ini sedang lakukan.

Senyuman terukir dibibir Soonyoung ketika mendapati Lee Jihoon ternyata jatuh tertidur. Dengan perlahan ia memegangi kepala Jihoon dan menuntunnya untuk bersandar pada bahu tegap milik Soonyoung. Ia mencoba menahan tawanya mati – matian. Bisa mati sungguhan dia jika Jihoon tau Soonyoung melakukan ini dengan sengaja.

Lama Soonyoung memusatkan perhatiannya pada wajah Jihoon yang putih mulus imut dan menggemaskan seperti bayi. Ditambah lagi bibirnya yang merah dan menggoda –ehem- Soonyoung bukan bocah lagi, okay? Dia sudah cukup umur kok! Tapi tidak tahu dengan Jihoon. Mungkin Ia duduk dikelas dua SMA?

Selang beberapa saat kepala Jihoon terangkat. Soonyoung mencoba untuk bersikap biasa ( dengan duduk super tegap seperti patung dan melirik Jihoon takut – takut). Jihoon mengusak matanya sebentar kemudian memencet bel yang berada didekatnya untuk memberi tahu sang supir bahwa Ia akan turun di halte terdekat. Ia berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun untuk Soonyoung seakan Ia mengalami amnesia sehingga lupa bahwa Ia telah menghabiskan awal harinya dengan pemuda sipit bernama Kwon Soonyoung yang kini sedang tercengang karena ditinggal Jihoon yang sudah turun terlebih dulu. Dengan sigap Soonyoung mengikuti langkah Jihoon dan menahan lengannya ketika mereka sudah keluar dari bus.

"Kenapa meninggalkanku?"

"Kenapa kau ikut turun?" Jihoon menjawab dengan pertanyaan. Ia menatap Soonyoung dengan matanya yang setengah terbuka. Demi apapun Ia amat sangat mengantuk sekarang! Ia sudah melewati waktu tidurnya dan beberapa jam lagi ia harus kembali bekerja hingga pagi.

"Aku kan sudah mengatakan akan mengantarmu pulang sampai rumah Jihoonie."

Sontak Jihoon membulatkan matanya dan menatap Soonyoung garang saat mendengar panggilan menjijikan itu keluar dari mulut Soonyoung. "Diam atau kau tidak akan pernah bisa berjalan lagi Kwon Soonyoung-ssi."

"Hey! Panggil aku hyung anak muda. Jadi apa yang akan kita makan hari ini?" Ucap Soonyoung mengacuhkan tatapan Jihoon. Bahkan ia kini sudah mengunci leher Jihoon agar pemuda manis itu mau mengikuti langkahnya mencari tempat makan.

Dan Jihoon tidak akan pasrah begitu saja. Terserah apa yang ada dipikiran Soonyoung tentang Lee JIhoon. Tapi tetap saja mereka berdua adalah lelaki. Jihoon berkali – kali memukul pundak Soonyoung – terkadang juga punggungnya agar dirinya terlepas dan bisa pergi jauh dari pandangan Soonyoung. Namun Soonyoung hanya merespon dengan – "Hentikan JIhoonie, kau menyakitiku."

Dan akhirnya mereka mereka berakhir di kedai ramyeon dengan ekspresi wajah Jihoon yang sangat tidak bersahabat.

"Kau tidak memesan?" Tanya Soonyoung dengan wajah sok polosnya. Jihoon menahan godaan untuk menjambak rambut manusia dihadapannya ini sekarang juga.

Sejujurnya Jihoon sangat lapar. Amat sangat lapar. Ia belum makan sejak semalam dan sekarang makanan gratis menunggu untuk dia santap. Jihoon menggigit bibir bawahnya –menimbang keputusan. Hingga akhirnya ia mengatakan. "Aku akan makan asal kau bisa menjamin ini adalah pertemuan terakhir kita." Ucap Jihoon tegas. Kening Soonyoung berkerut mendengarnya.

"Hmm, baiklah…" Soonyoung mengggaruk kepala bagian belakangnya. "Ini pertemuan terakhir kita hari ini." Lanjutnya. Kemudian tersenyum lebar dan kembali membangkitkan lagi hasrat Jihoon untuk menjambaknya.

"Hari ini, esok dan selamanya Kwon Soonyoung-ssi."

Soonyoung terdiam untuk beberapa saat. "Kalau itu sih, terserah takdir. Lagi pula kau tidak sedang berfikir bahwa besok aku akan mencarimu kemudian membuntutimu sepanjang hari, kan?" Tanya Soonyoung berniat menggoda.

Namun sialnya wajah Jihoon memerah. Bahkan Ia menghentikan suapan ramyeonnya yang baru datang beberapa saat tadi.

Soonyoung yang menyadari itu langsung berbicara. "Tidak perlu dipikirkan. Setelah ini jalani saja hari dengan biasa. Jika memang suatu saat kita bertemu lagi, kau boleh saja kok bertingkah seperti tidak mengenalku." Ujarnya santai. Kemudian melanjutkan suapan ramnyeonnya yang masih mengepul panas. Jihoon hanya menghela nafas dan ikut kembali fokus pada ramyeon dihadapannya saat ini.

Dan hari itu berakhir dengan Jihoon diantar Soonyoung sampai tepat didepan pintu rumah sewanya yang mungil bersama dengan tiga gulung kimbab gratis.

.

.

.

계속ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ


Next or Delete?

.

With love, perfecthaugust

Mind to review? Thankyou.