"When Life Gets Hard"
Teaser
Cast : Do Kyungsoo
Kim JongIn
Genre : Family, Angst, Hurt/Comfort, School-life
Length : Continue
Rate : M (For violence)
Disclaimer : Ya, otomatis berasal dari diri author sendiri. Murni tanpa terkecuali. Beserta inspirasi yang dicomot asal sama author. Selain itu, ini juga fiktif belaka, dan hanya dimaksudkan untuk menghibur. Jadi, kalau ada kesamaan alur atau apapun, semuanya hanya bentuk ketidaksengajaan.
A/n
Yao Yao! FF baruuuu xD
Kali ini mengangkat tema seputar keterbelakangan mental yay!
And, and, you must know it that I really appreciate who wants to review this stooory :)
Okay, Lets Check This Out!
Selamat Menikmati, Readers and Siders!
-ooo-
Author POV
Idiot. Apa yang kau pikirkan tentang hal itu? Menjijikkan? Memuakkan? Ah, klise. Semua orang selalu memberikan tatapan meremehkan ketika mereka melihat ketabuan ini. Adakah yang salah? Apa yang salah dari para penderita Down Syndrome ini? Kalau kau mau menilik ulang, sebenarnya tidak ada. Tetapi mereka, sang manusia normal, tak pernah mau tahu kejanggalan perasaan sang manusia abnormal ini.
Yah, selebihnya, yang mereka anggap manusia hanyalah orang-orang normal. Bukan mereka yang hobi berbicara sendiri, tertawa sendiri, dan mengalami mental seperti bocah berumur lima tahun daripada pemuda berumur duapuluhan. Ah, mengesankan. Hal inilah yang selalu menjadi faktor utama mengapa mereka, membenci atau malas berurusan dengan manusia abnormal yang mereka sebut idiot itu.
Ah, dia salah satu pengidap kelainan mental semacam cangkupan kata idiot, satu dari bandingan ratusan anak didunia ini. Dengan jenis genital yang jarang ditemukan, para ahli menyebutnya dengan istilah Retardasi Mental. Mereka bilang, idiot jenis ini meyakinkan penderitanya akan kualitas berpikir mereka yang rendah. Kesulitan beradaptasi dengan kegiatan sehari-hari. Kelakuan bak bocah yang sulit diatur, dan masih banyak lagi stimulus-stimulus lain.
Dia, remaja laki-laki yang begitu polos nan lugu. Masih berumur tujuhbelas tahun, masih sangat suci dari segala kesalahan yang tidak mungkin disentuhnya. Masih berjuang menamatkan pendidikan menengahnya disebuah sekolah luar biasa, dan masih pula memiliki IQ dibawah 70, tingkat kecerdasan yang jauh dibawah rata-rata. Tinggal bersama kedua orangtuanya yang bertolak belakang, maksudnya dalam hal menerima kehadirannya, termasuk kekurangannya.
Mungkin naluri seorang ibu memang jauh lebih baik dari milik sang ayah. Kira-kira begitu jika kau dihadapkan pada dua situasi, pada dua pilihan dengan beda yang konstan. Yang satu begitu menyanyangimu melebihi apapun, dan yang satunya lagi membencimu hingga ingin membunuhmu. Tidakkah kau merasa terombang-ambing? Dia mengalaminya. Berkutat dengan pikiran tak sampainya, jelas membuatnya kewalahan. Dia..hanya enggan tertipu oleh muslihat dunia, yang seolah menghakiminya terang-terangan dihadapan Tuhan.
Retardasi Mental, tak membuat fisiknya berubah banyak. Itu suatu keberuntungan, kata Dokter saat dirinya dilahirkan. Setidaknya, dia hanya mengalami sedikit guncangan saat mendengar suara keras, lalu beberapa menit setelahnya kepalanya akan terus menggeleng seolah tak mau berhenti, diikuti dengan mulutnya yang terbuka, menganga karena sudah diprogram. Begitulah dia, hidup ditengah keterbatasan dengan satu pertahanan. Ibunya, hanya ibunya yang selalu memeluknya pertama kali saat dia dijahili teman-teman normalnya didekat sekolahnya, hanya ibunya yang selalu melindunginya tatkala tangan besar ayahnya hendak meraup wajahnya, mencabik lehernya, dan memukulinya berulang kali.
Ya, hanya wanita itu.
Kau tak akan bisa berharap banyak pada dua sisi mencekam ini. Seakan memaksamu menelan pil pahit yang mereka bilang rasanya manis. Kadang, kenyataan memang tak seindah mimpi. Dan dia yakin, ayahnya tak akan pernah bisa menerima semua ini. Ibunya bilang, dia adalah titipan Tuhan yang harus dijaga bak mutiara seharga triliunan, tapi mengapa ayahnya memperlakukan dirinya seolah sampah yang hendaknya terbuang ke dasar sungai?
Memang kelahirannya didunia adalah sebuah kesalahan, termasuk dengan kelainan yang membuntutinya. Ayahnya bilang, dia aib. Ayahnya bilang, dia kutukan. Kalau memang begitu adanya, mengapa ayahnya tak berusaha merubah sesuatu, merubahnya dengan kehendak lain yang menyatakan bahwa anak adalah anugerah.
Tapi dia tak ingin memusingkan hal semcam itu. Ia hanya merasa melankolis jika ibunya sudah meraung dan memohon belas kasih, tatkala melihat anak sematawayang mereka berada dijurang pesakitan yang dibuat suaminya sendiri. Kalau kau tanya mengapa mereka tak ingin menambah momongan, anggapan itu hanya bisa disuarakan takdir.
Ya, rahim ibunya terangkat paksa lantaran sebuah penyakit bersarang disana.
Dia tak pernah tahu manusia berakal apa ayahnya, dan dia tak pernah tahu terbuat dari apa hati ibunya. Lalu apa yang dilakukan mereka, selaku teman-teman sependeritaan dan sepenanggungan? Teman-temannya dari Sekolah Luar Biasa, yang mengkhususkan anak-anak Down Syndrome untuk belajar disatu atap yang sama. Ah, tidak banyak. Mereka melakukan hal yang sama dengannya. Bermain, berkejaran, menghafal perkalian, menghitung jari, mengancingkan baju, dan hal-hal remeh lainnya. Tapi tidak dengan mereka yang menyebutnya teman diluar sana, dikawasan dekat sekolahnya.
Sekumpulan anak berandal selalu menunggunya disana. Melecehkannya, mengoloknya. Baiklah, mungkin ini memang sudah tabiag mereka, dan jalan memutar yang paling dekat dengan rumahnya hanyalah jalanan ini. Mengharuskannya menulikan telinga, mengharuskannya membungkam mulut, mereka tak ubahnya pecundang. Ibunya tidak bisa menjemput, dan dia berusaha mandiri. Ibunya terlampau sibuk mengurus pertokoan mereka, sehingga suka tidak suka, dia harus melakukan semuanya atas diri sendiri. Yah..seperti itulah sekilas sarkasme yang kau bilang kerawanan. Mereka-penyandang Down Syndrome-tidak berhak dikucilkan.
-ooo-
Setiap manusia pasti diciptakan dengan keindahan masing-masing. Kehidupan bertaraf apa yang setiap individu inginkan, adalah murni hasil dari konsep asa yang mereka rancang sendiri. Lalu, bagaimana dengan sebuah kepribadian? Keagungan yang dijunjung tinggi atas nama harga diri, menjadikan sesosok manusia dipandang beradab. Manusia, mencari kekuasaan. Tentu saja.
Harta, mereka bilang adalah segalanya. Dengan nama khas yang akrab sekali, mereka bilang itu uang. Tak ada yang dapat menangguhkan pesona lembaran bernilai itu, sekalipun nyawa. Ah, uang memang telah menjadi bahan utama menjajak kehidupan. Mereka bilang begitu. Uang bisa menggantikan apapun, uang bisa membeli apapun, dan uang bisa menutup apapun. Klise? Ya, tapi itu sebuah keaslian.
Kau yang mengenalnya akan merapal namanya berulang kali dalam doamu. Karena kekayaan pemuda ini, karena takhta dan wibawanya yang ia sediakan setinggi langit. Remaja laki-laki ini masih mengenyam bangku Sekolah Menengah, memiliki banyak teman dengan pergaulan kaum borjuis yang haus kehormatan. Memiliki segala dunia yang tepat ada digenggamannya. Jangan tanya, seberpengaruh apa kehadirannya.
Tinggal disebuah mansion mewah dari raupan kemegahan, berikut dua malaikat yang senantiasa memperhatikannya, ayah dan ibu yang selalu memenuhi keinginannya. Membuatnya tumbuh menjadi seorang yang angkuh, tak mau dibantah, dan pembangkang. Kesombongan yang ia peruntukkan, tak ubahnya membuat dia semakin terlihat berambisi. Sekalipun kehidupannya sudah semujur ini, siapa sangka hatinya terasa hampa?
Hypersex. Dia manusia normal dengan orientasi seks menyimpang. Kau boleh menyebutnya kelainan, jika aku mengistilahkan dia penyuka sesama jenis. Tidak ada yang tahu mengenai rahasia besar ini, suatu proyek yang ia simpan rapat-rapat agar harumnya tak terendus. Persembunyiannya sudah ia lakukan matang-matang, benar-benar lihai ia menutupi semua ini. Dia memacari seorang perempuan, tanpa dasar cinta tentu saja.
Boleh saja kau anggap dia seorang yang Hard. Keras, penuh kekasaran. Dia gemar menyiksa, dia hobi menyetubuhi para gigolo yang sengaja disewanya lewat uang ayahnya, dia..dia..dia adalah seorang yang...ergh, kau boleh menyebutnya sadis. Namun, belum pernah ia menemukan jati diri, maksudnya, seseorang yang secara permanen meluluhkan dirinya, secara langsung berhasil mengalihkannya dari para gigolo dengan tarif mahal itu. Ah, yang seperti itu jarang. Maksudnya, seperti apa yang diminta olehnya adalah jarang.
Dia selalu menginginkan sesuatu yang berbeda, yang lemah dan tak berdaya. Yang kan memohon dibawah kungkungan kuasanya, yang kan merintih dibawah jejalan adidayanya.
Tetapi, bukankah menemukan yang seperti itu sulit? Mana ada orang yang mau dengan sukarela menyerahkan tubuhnya untuk disakiti terus-menerus? Demi memenuhi kriteria semacam ini, ia hanya bisa menggigit jari. Dalam benak terbersit, seseorang yang mau dengan senang hati diperlakukan seperti itu hanya jenis idiot. Oh, hei, kebanyakan orang idiot pasti tidak memiliki wajah yang menggairahkan atau tubuh yang menggoda iman.
Iya, kan?
Mereka cenderung memiliki wajah yang membosankan, dan tubuh yang sama sekali tidak proporsional, setidaknya mereka enak dilihat kalau dalam keadaan diam. Dia berpikir logis, tentu saja. Yang bisa diperlakukan brutal atas dasar libidonya yang memuncak, kalau tidak orang idiot, yah, mungkin anak-anak. Tapi dia bukan seorang pedofil. Dia hanya ingin berkuasa, menguasai. Memegang kendali atas seseorang.
Oh, astaga, tapi siapa?
Bocah seumurannya bisa mendapatkan semua itu melalui apa? Selain uang? Semua yang didapatnya dari uang sebagian besar hanya memberinya kepuasan sesaat. Ya, dan dia menyadari itu. Dia tahu keadaan keluarganya tidak baik-baik saja, maksudnya, apakah kau yakin salah satu dari orangtuamu tidak berselingkuh sementara mereka punya harta bergelimang?
Dia tidak memikirkan itu, toh mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Sekalipun dia tahu sesuatu yang tersembunyi dibalik perasaan ayah atau ibunya. Tapi biarlah, siapa peduli. Kau tanya soal kehidupan sekolahnya, dia aman-aman saja. Aman disini mengartikan bahwa keterlambatan dan nilai jelek yang selalu diperolehnya tak pernah mendapat gertakan serius dari pihak sekolah. Yeah, siapa yang berani berurusan dengan anak donatur terbesar sekolahnya? Maka, sejauh ini, seperti seharusnya, kehidupan sekolahnha baik-baik saja.
Kecuali satu hal, horny yang tak tanggung-tanggung itu kadang mengharuskannya bermasturbasi ditoilet sekolah. Ugh, bukannya itu sangat mengganggu? Dia akan terbirit berlari ditengah pelajaran, menuju toilet dengan segudang kegelisahan yang makin menjadi. Ereksi kejantanannya pun menegang sempurna, dan dia mengocoknya cepat hingga semburan spermanya berceceran.
Ah, Hypersex memang menyulitkannya. Entah ia mendapat kelainan semacam ini darimana. Bukannya ingin menerka, tapi apakah ayah dan ibunya, atau salah satunya juga mengalami hal seperti ini? Entahlah, ia enggan memikirkannya lebih lanjut asal hasratnya sudah terpuaskan.
Omong-omong tentang pacar perempuannya, hm..bukankah setiap gadis didunia ini tak pernah menolak uang? Yah, itu yang dia lakukan untuk menekuk lutut orang yang bertopeng kepalsuan dirinya. Mengesankan.
-ooo-
Kau tanya hidup tak seindah mimpi, bayang-bayang surga diiris matamu hanya salam keengganan Tuhan untuk memperdayamu.
"Appa..ayo kita main petak ump-"
"Hah! Petak umpet? Dasar bocah gila, bisanya hanya melantur! Kau ingat umurmu, kan?!"
"Tapi, Appa, sebentar saja, aku ingin mai-"
"Diam! Diam! Dasar idiot! Tidak tahu diri!"
"Hiks..kalau begitu, ajari aku menulis alphabet, Appa..hiks.."
"Pergi ke Neraka sana, dungu! Aku tidak sudi kau panggil Appa! Dasar aib!"
Bahkan kau tanya bagaimana rasanya terhempaskan ke dasar labuh tak bertepi, terbuang sia-sia. Terangguk hanya karena kau melafalkan kalimat permohonan maaf.
-ooo-
Sebuah tuntutan kau layangkan semudah menepis debu, dia dengan sejuta arogansinya berdiri tegap hendak menabuh genderang. Siap.
"Kalau kau ingin servis istimewa, kau tinggal sebutkan seperti apa keinginanmu."
"Omong kosong, yang kemarin itu mudah pingsan. Dia memberontak, bodoh."
Kalimat kasar tak bertuan itu memang membuktikan bahwa lidah tidak bertulang.
"Baiklah, aku akan carikan kau orang yang pasti menurut dan tidak akan melawan."
"Biadab!Kaupikir aku sudi menghamburkan uangku saat kualitas yang kau berikan tidak sesuai?"
Kemalangan mengehentaknya sampai ke ubun-ubun, setiap orang selalu dihardiknya tanpa norma kesopanan. Kau bilang etikanya menyedihkan, tapi mulutnya jauh lebih pedas.
"Bisa kan, kau bekerja secara profesional?! Kau kubayar untuk melakukan tugasmu dengan baik, bangsat!"
"Y-yah, maafkan aku, aku janji yang berikutnya tidak akan mebgecewakanmu."
Kecewa? Selama ini dia hanya tidak mau mengenal istilah itu. Dia asing dengan kecewa. Dalam kamus hidupnya, hanya ada kemenangan. Ya, kemenangan yang mutlak.
-ooo-
Tadaaaaaa!
TBC or End?
Hah, yang lama belum kelar tapi udah biki lagi yang baru -_-
Tapi, tapi, ide ini terus mengusik saya dan daripada nanti jadi lumut, makanya segera saya tuangkan dalam bentuk fanfic. Hueee, sengaja belum ngasih tau tokohnya jadi apa dan gimana, karena ini teaser. Tapi kayanya kalian pasti tahu deh, kebaca lewat karakter yang dideskripsikan diatas. Ya kan?
Okay, semoga menghibur. Dan..sekalk lagi mohon reviewnya. Karena cuman itu yang bikin saya semangag buat nulis lagi .-. Jadi, kalo mau ff ini dilanjut, responnya harus banyak, ya xD hehe
Danke
