Semuanya berpakaian serba hitam. Suara tangis terdengar dari penjuru ruangan bernuansa putih itu. Aroma bunga dan dupa bercampur menjadi satu memenuhi ruangan. Beberapa orang yang baru datang langsung memberikan penghormatan terakhir pada sosok yang sudah terbujur kaku di dalam peti. Sebuah bingkai foto di atas peti itu menjelaskan siapa pemilik raga tak bernyawa itu.

Zhang Yixing

Huang Zitao sudah tidak bisa menangis lagi karena air matanya terasa kering. Yang dia hanya bisa lakukan hanya diam dan diam memperhatikan orang-orang yang memberikan penghormatan pada kakak sepupunya, sekaligus keluarga satu-satunya.

"Kasihan yah, padahal masih muda."

"Oh, berarti anak itu akan tinggal sendiri, dong?"

"Aku ingin mengasuhnya. Tapi aku sudah punya anak perempuan. Hahaha..."

Zitao merasakan kupingnya memanas. Kenapa ibu-ibu itu masih sempat bergossip dalam keadaan berkabung seperti ini?

"Maaf, Huang Zitao."

Seseorang menepuk pundaknya. Zitao menoleh untuk mengetahui si pelaku.

"Yue Laoshi. Ada apa?"

Yue duduk di bangku kosong samping Zitao. Dia mengusap penuh kasih sayang pundak Zitao, mencoba menyalurkan rasa simpatinya meskipun tanpa untaian kata.

"Ini ada titipan dari Yixing. Dia memberikannya padaku sebelum operasi."

Yue memberikan sebuah kotak berwarna merah kepada Zitao. Dengan kening berkerut, Zitao menerimanya. Tidak mungkin dia menolak.

Dengan hati-hati, ia membuka kotak itu. Didalamnya, ada sebuah cincin silver dan sepucuk surat.

Mendadak Zitao merasa sesak dan ngilu di dadanya. Tidak tahu kenapa, mungkin karena dia belum terbiasa dengan jantung barunya.

.

.

.

.

.

.

La vérité

KrisTao

©BabyMingA

#PandaNetesDay

.

.

.

.

.

.

Selamat datang di Seoul!

Ini adalah pertama kalinya Huang Zitao menginjakan kakinya di negeri ginseng ini. Menarik nafas dalam-dalam untuk beradaptasi dengan udara yang baru sempat membuatnya terbatuk-batuk karena terlalu dalam menarik nafas. Semuanya terasa asing; bahasa, tata ruang kota, mata uang, dan semuanya.

Setelah turun dari pesawat dan lulus dari karantina—pemeriksaan suhu tubuh— ia memaniki kereta shuttle yang sangat nyaman menuju bangunan utama bandara. Selepas imigrasi, pengambilan bagasi, Zitao bergerak menuju lobi kedatangan.

Tidak ada yang menunggunya karena dia benar-benar akan hidup sendiri untuk waktu yang lama. Zitao mengeluarkan kamus sakunya. Menyeret koper merahnya keluar dari bandara dan menunggu taxi untuk mengantarnya ke tempat tujuan.

Lima menit...

Sepuluh menit...

Rasanya ia akan mati kedinginan hanya karena menunggu taxi kosong. Saat ini sedang musim dingin dengan suhu minus 3 derajat dan tidak ada satupun taxi yang kosong lewat di hadapannya.

"Chogiyo."

Tangan besar tiba-tiba menepuk pundaknya. Zitao refleks menoleh dan mendapati seorang petugas bandara.

"Are you lost?" tanya petugas itu. Dia tahu kalau Zitao bukanlah orang Korea terlihat dari kamus yang Zitao pegang.

Zitao menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "I'm waiting for a taxi."

Petugas itu tersenyum. "This is'nt a place to take a taxi. You have to go there to wait for a taxi," jelas petugas itu ramah.

Zitao mengangguk paham. Pantas saja taxi-taxi yang lewat berasal dari sana semuanya terisi.

Setelah mengucapkan terima kasih, Zitao kembali menyeret kopernya.

.

.

.

.

.

Dia ada di Seoul.

Aku tidak bisa datang kesana. Maka dari itu, maukah kau menemukan orang itu untukku? Aku akan selalu ada denganmu— di dalam dadamu. Bersembunyi dibarisan tulang rusuk.

Selama perjalanan menuju tempat tinggalnya, Zitao selalu melemparkan padangannya keluar jendela. Langit yang kelabu dan salju yang turun semakin membuatnya terasa asing disini. Dia sendirian. Tanpa teman dan keluarga.

Zitao menghela nafas.

"Bagaimana? Seoul menarik? Tiba-tiba supir taxi itu membuka suaranya memecah keheningan.

Zitao terkejut karena yang dia dengar dari bibir orang itu adalah Bahasa Mandarin. Tapi dia tidak terlalu memusingkannya.

"Aku baru pertama kali kesini. Cukup menarik."

Sang supir tersenyum tipis. "Kau murid pindahan ke Gamseong School?"

Zitao mengangguk.

Mantan gurunya— Yue laoshi— yang mengurus kepindahan sekolahnya. Mulai dari asrama dan program beasiswa. Bersyukurlah Zitao memiliki otak yang pintar.

"Wow! Kau pasti murid yang pintar. Ku dengar hanya diterima lima murid saja setiap tahunnya untuk murid pindahan. Kau kelas berapa?"

"Sebelas," jawabnya seadanya.

Hanya lima orang setiap tahun. Orang yang dimaksud Yixing tidak tahu ada dimana. Syukur-syukur mereka akan satu sekolah dan Zitao tidak perlu repot untuk mencarinya.

Taxi melambat ketika mendekati sebuah bangunan besar. Mereka berhenti tepat di depan pintu gerbang bangunan itu.

North Hostel— Asrama Utara.

Tempat inilah yang akan menjadi tempat tinggal Zitao selama menempuh pendidikan sekolah tingginya di Seoul.

"Ini asrama utara dari Gamseong. Sedangkan bangunan sekolahnya sendiri berada di sana—" supir taxi itu menunjuk ke arah selatan. "—lima puluh meter dari asrama ini."

"Terima kasih," ucap Zitao manis. "Sepertinya Anda tahu banyak tentang sekolah ini." Zitao mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya pada supir taxi itu.

"Sekolah ini cukup terkenal. Aku sering mengantarkan orang-orang kesini."

Setelah masing-masing mengucapkan rasa terima kasih, mereka akhirnya berpisah. Zitao menarik kopernya memasuki kawasan asrama. Tidak ada orang yang keluar karena sudah pukul enam sore. Peraturan asrama yang ia baca, tidak ada murid yang boleh keluar setelah jam setengah enam.

Seorang wanita setengah abad menyambutnya di pintu asrama. Dia tersenyum ramah sehingga kerutan di wajahnya terbentuk. Zitao segera bersiap-siap dengan kamusnya.

"Kau murid baru?" tanya wanita itu dengan suara ramah.

Zitao mengangguk kiku. "N, nde..."

"Perkenalkan, aku Ibu Song kepala asrama ini. Silahkan masuk, aku akan mengantarkanmu ke kamar."

Sedikit bingung dengan kalimat yang diucapkan Ibu Song, tapi akhirnya Zitao mengerti begitu Ibu Song membuka pintu asrama lebih lebar bermaksud untuk menyuruhnya masuk.

Dengan canggung Zitao masuk. Banyak penghuni asrama yang mendadak memberhentikan aktifitas mereka begitu Zitao melangkahkan kakinya masuk. Dia memberikan senyum pada setiap orang yang ada.

"Ya ampun Chanyeol, dia menggemaskan!"

"Bukankah setiap ada orang baru kau selalu bilang menggemaskan?"

"Tapi kali ini berbeda. Dia benar-benar menggemaskan!~"

Zitao menoleh ke arah dua orang di ujung tangga atas. Yang lebih pendek melambaikan tangan ke arahnya dengan antusias. Dengan ragu Zitao membalas lambaian tangannya.

"Ibu Song!~" Baekhyun mencegat keduanya. "Biar aku saja yang mengantarkannya. Yaaaahhh~" pintanya riang.

Ibu Song terlihat menghela nafasnya. "Dia akan sekamar dengan Kris. Apa kau berani memasuki kamarnya?"

Dengan cepat Baekhyun mengangguk.

"Tentu saja! Selain Ibu, hanya aku yang bia menaklukan naga itu."

Chanyeol menghela nafasnya panjang. Si pendek itu melupakan dirinya juga bisa menaklukan naga pirang di kamar nomor 17 itu.

"Zitao, kau akan di antar oleh kedua orang ini ke kamarmu."

"Terima kasih."

Ibu Song pamit. Menyisakan Zitao dengan dua orang asing.

"Aku Baekhyun dan dia Chanyeol."

"Aku... Zitao, Huang Zitao."

Baekhyun menepuk tangannya sekali.

"Ah, kau dari Tiongkok? Berarti kau cocok dengan roommate mu. Selamat!~"

Baekhyun menyuruh Chanyeol untuk membawakan koper Zitao.

Dimata Zitao, Baekhyun orang yang cerewet, periang, dan mudah bergaul. Chanyeol juga seperti itu meskipun sedikit lebih kalem dari Baekhyun. Pemuda mungil dengan rambut coklatnya itu menceritakan tentang Asrama Utara dan beberapa hal tentang Gamseong School.

"Itu... teman sekamarku, bagaimana dia?"

Baekhyun mendadak memasang wajah seriusnya. "Kris. Dia itu... menyeramkan. Hobinya memakan manusia, dan dia itu penyendiri. Setiap ada orang baru yang akan ditempatkan di kamarnya, pasti tidak akan ada yang mau.

Aura Kris terlalu gelap dan mengintimidasi. Kalau pun ada yang sekamar, itu paling lama hanya sekitar dua hari. Contohnya Luhan."

Chanyeol memberikan satu jitakan cantik di kepala Baekhyun.

"Zitao, kau tidak usah mendengarkan mulut lebar Baekhyun. Dia memang seperti itu."

Mereka akhirnya sampai di kamar yang terletak di ujung lorong lantai dua. Baekhyun mengetuk-ngetuk pintu tapi tidak ada jawaban. Mereka bertiga saling melirik. Akhirnya, Baekhyun memutuskan untuk membuka pintu itu.

Okay, tidak ada lemparan vas bunga atau apapun.

"Aman!" Baekhyun membuat isyarat 'ok' dengan tangannya.

Membuka pintu lebih lebar lagi dan akhirnya mereka memasuki kamar berwarna abu-abu itu. Zitao merasakan kakinya menginjak sesuatu. Dia menoleh ke bawah dan sebuah jeruk di bawah kakinya –terinjak—. Chanyeol menyalakan lampu dan tersenyum miris dengan keadaan kamar.

Berantakan. Be-ran-ta-kan. Seperti kapal pecah.

Sedangkan sang pemilik kamar bersurai pirang dan berperawakan tinggi itu sedang terkapar di lantai tanpa baju atasan. Baekhyun nyaris memekik kalau saja Chanyeol tidak membungkamnya dengan salah satu baju kotor Kris yang berserakan di lantai.

"Zitao, sebaiknya kau istirahat dulu, okay?" Chanyeol menggenggam pergelangan tangan Baekhyun, "Baek, ayo keluar."

Baekhyun dan Chanyeol keluar dari kamar, menyisakan Zitao dan Kris—tertidur— di dalam kamar nomor 17 itu.

Zitao meraih kopernya lalu mengeluarkan barang-barang dan pakaiannya dari dalam sana. Tapi ketika tangannya akan mengeluarkan kaos merah dari dalam koper, gerakan tangannya terhenti ketika melihat sepucuk surat di pocket kopernya.

Namanya Wu Yifan. Dia adalah cinta pertama ku sampai sekarang. Aku bertemu dengannya tujuh tahun lalu dan sudah dua tahun kami tidak bertemu. Dia pindah ke Seoul dan aku sama sekali tidak bisa menemuinya. Konidisiku kau tahu?

Maka dari itu, karena kau yang bisa untuk mempertemukan ku dengan Yifan, tolong jaga baik-baik titipanku.

Zitao menghela nafas panjang. Mendadak dia teringat kalimat-kalimat dari surat Yixing. Tidak ingin terlalu sedih, dia kembali melanjutkan membereskan pakaiannya.

Lemarinya tepat berada di sebelah lemari Kris. Bentuk dan motifnya sama. Hanya saja Kris berwarna hitam dan Zitao berwarna putih. Mungkin agar tidak tertukar.

Setelah merasa beres dengan barang-barangnya sendiri, Zitao melihat kesekeliling kamarnya. Benar-benar berantakan. Dia berinisiatif untuk membereskan kamar itu, meskipun dia tahu memegang barang orang asing itu tidak sopan.

.

.

.

.

.

Kris mencium aroma masakan yang menggelitik hidungnya. Setelah beberapa kali mengerjapkan matanya, dia mendudukan tubuhnya. Melihat sekeliling kamarnya yang tampak asing. Kamarnya sangat bersih dan rapih. Seingatnya dia tidak pernah membereskannya selama dua minggu.

"Ah, kau sudah bangun?"

Sebuah suara mengintrupsinya. Kris menoleh ke si pemilik suara yang tengah membawa dua piring nasi goreng kimchi dari dapur yang berada di lantai satu— makan malam dari asrama.

"Kau siapa?" tanya Kris dingin.

Tidak menghiraukan nada bicara itu, Zitao menghampiri Kris setelah meletakan makanan itu di atas meja belajar masing-masing.

"Aku Huang Zitao, teman sekamarmu yang baru."

Kris jelas langsung tahu kalau orang di depannya ini adalah orang Tiongkok. Dari nama dan fasihnya dia berbicara Mandarin.

"Cih."

"Eung?"

Kris beranjak dari tempatnya. Dia berjalan ke arah handuknya yang tergantung di balik pintu. Seingatnya dia membiarkan handuk itu tergeletak begitu saja di atas kasur.

"Kau," Kris berbalik ke arah Zitao, "kau yang memberskan barang-barangku?"

Zitao mengangguk.

"Kau tau itu tidak sopan, kan?"

Lagi-lagi Zitao mengangguk.

"Itu... aku tidak bisa melihat ruangan yang berantakan. Jadi—"

"Kau kemanakan pakaian kotorku?"

"Eh?" Zitao menunjuk keranjang yang ada di dekat tempat tidur. "Disana. Aku berencana mencucinya besok. Malam ini sudah terlalu dingin."

"Buang saja pakaian-pakaian itu. Itu sudah kupakai. Tidak usah dicuci."

Setelah mengucapkan itu Kris pergi menunju kamar mandi khusus yang ada di kamar.

Benar kata Chanyeol dan Baekhyun. Kris itu benar-benar menyeramkan. Tubuh tinggi dan matanya yang tajam itu seakan-akan membuatnya menjadi sangat kecil.

.

.

.

Ketika ia keluar dari kamar mandi, pemandangan yang pertama kali dia lihat adalah sosok Zitao yang sedang duduk bersila dilantai dengan cermin di hadapannya. Dia tidak mengenakan bajunya. Ada kapas, botol alkohol, dan tube salep di dekat pemuda manis itu.

Kris mendekatkan langkahnya pada Zitao yang ternyata sedang mengoleskan salep pada dadanya. Ada bekas operasi yang belum terlalu kering disana.

"Oh, Kris kau sudah selesai?" Zitao bertanya setelah mendapati sosok Kris dari pantulan cermin.

Tak ada jawaban dari pria pirang yang sedang mengalihkan wajahnya.

"Kalau kau jijik dengan bekas operasiku ini, kau lebih baik tidak usah liat."

"Memangnya siapa yang mau lihat?" Kris nyolot.

Lalu kamar itu mendadak hening. Kris berjalan ke meja belajarnya yang ada sepiring nasi goreng kimchi disana. Makanan yang dibawa Zitao tadi seingatnya. Berpikir kalau nasi goreng itu miliknya, Kris memakannya di atas tempat tidur sesekali melirik Zitao yang sibuk dengan aktifitasnya sendiri.

"Kau sedang makan? Ah, maaf." Zitao buru-buru mengambil bajunya lalu memakainya. "Akan terasa mual kalau kau makan melihat bekas operasi ku ini."

"Biasa saja."

"Ini bekas operasi jantungku jika kau ingin tahu," kata Zitao sambil merapihkan keperluannya itu. "Jantungku rusak terkena tulang rusuk yang patah. Jadi kakak sepupuku mendonorkan jantungnya untuk ku."

Kris seperti menghiraukannya tapi sebenarnya dia mendengarkan.

"Duh, kenapa aku jadi curhat begini?" dia terkekeh geli pada ucapannya sendiri. "Ngomong-ngomong, dimana tempat tidurku Kris?"

Kris mendengus kasar. Teman sekamar barunya benar-benar orang yang banyak bicara. Padahal dia sendiri lebih menyukai sesuatu yang tenang seperti hari-hari sebelumnya. Dia suka kamarnya yang gelap dengan hanya cahaya lampu kamar mandi dan layar laptop yang menjadi penerangnya.

Tapi kali ini berbeda. Ada seseorang yang sedang mengajaknya mengobrol dikamar dan menyalakan semua lampu yang ada.

Dia benci hal-hal yang berwarna dan terang.

Karena Zitao sudah memberikan warna dan menerangi kamarnya—bahkan dirinya— maka dia mencetuskan diri sebagai pembenci Zitao. Mau bagaimanapun keadaan anak itu sekarang, Kris harus menyngkirkan Zitao dari kamarnya.

Dia tidak ingin ada perubahan kecuali 'orang itu' yang merubahnya.

"Kau tidur dibawah."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Continuos~

"kau tidur dibawah."

Karena kau adalah bottom /slapped/

Oke, ff ini untuk ikut event #pandanetesday. Maka dari itu, mohon review kalian /chup basah/

Wo ai nimen~~