Hey, minna-san! Bertemu kembali dengan saya dalam fic beginian yang akhirnya saya publish…semoga ini cukup berkenan di hati anda semua :)
Latar belakang membuat fic ini adalah tidak lain adalah karena saya sedang berjiwa melankolis lebih parah dari sebelumnya. #PLAK
Tadinya saya mau buat fic ini untuk fandom lain. Tapi kok rasanya lebih sreg di fandom Vocaloid aja ya owo
Enjoy, minna!
The Book of Love Story
a VOCALOID FANFIC
By : YandereHachan24
Desclaimer : Yamaha©Crypton Future Media
Kaito x Miku
WARNING!
Dramatically Romance, full of abalness, etc
DON'T LIKE DON'T READ!
1 of 8
.
.
.
.
.
Suara berisik yang ditimbulkan oleh rerumputan di bawah pijakan kaki sebuah boot hitam membuat suara gemeletuk di sepanjang jalan yang sepi. Malam hari yang dingin. Namun laki-laki itu tetap menatap lurus ke depan. Jaket biru-nya ia biarkan berkibar ditiup angin malam yang semilirnya membuat tulang belulang putih manusia terasa ditusuk-tusuk. Laki-laki itu menghela nafas saat merasakan hawa dingin itu menggerogoti tulang keringnya. Kota Tokyo tak pernah sedingin ini di tahun-tahun sebelumnya.
Namun mata biru kristalnya menatap sekitar malam yang sepi itu.
Dia sadar tidak ada satupun manusia yang masih terjaga di malam hari yang sudah temaram ini.
Bulan terbentuk dengan sempurna. Malam bulan purnama. Begitu indah...
Laki-laki itu membenarkan letak topi putih kebiruan dengan logo bunga sakura keemasan yang bertengger di atas kepalanya. Bahunya yang tegap juga bersandar sebuah rifle tinggi yang selalu dibawa-bawanya ketika berjaga-jaga malam. Sekilas, dia terlihat seperti penjahat. Namun bukan begitu adanya. Kaito Shion, nama laki-laki itu, agak sedikit kerepotan malam ini. Pekerjaannya sebagai polisi mengharuskannya terjaga di malam hari ini, padahal ini bukan shiftnya. Kaito tentu tidak akan repot-repot begini kalau saja Len Kagamine—temannya yang seharusnya bertugas malam ini—tidak sakit. Namun sahabatnya itu sedang sakit demam sejak sore, begitulah informasi yang Kaito dapat dari Rin, sepupu Len.
Seharusnya hidup bisa lebih indah di zaman begini.
Kaito lalu melangkahkan kakinya lagi memasuki sebuah gang kecil. Sepanjang jalan, hanya rumah-rumah penduduk yang membayangi matanya.
"Uuhh...," suara lirihan membuat dia menghentikan langkahnya. Dia menengokan kepala ke kanan dan ke kiri. Namun tak mendapati siapapun. Dia mengernyit. Dia yakin betul suara tadi begitu terdengar nyata.
"Siapa di sana?" tanya Kaito. Namun sekali lagi, suara itu teredam bunyi kesepian yang mengitari suasana malam itu. Dia menghela nafas lalu menarik riflenya. Bersiap membidik seseorang—atau sesuatu dengan rifle kebanggaannya itu.
"... long... tolong...," lirihan itu terdengar lagi. Seperti suara seorang gadis. Kaito lalu memanjangkan lehernya untuk mencari dari mana asal suara itu berasal. Lalu kelereng mata biru kristalnya terhenti begitu melihat sesuatu—sepertinya sepasang kaki, terlihat di dekat sebuah tong sampah besar. Bergegas, Kaito mendekati benda itu.
Dan didapatinya seorang gadis berambut hijau tosca yang digerai berantakan, berwajah cantik… namun terlihat lusuh dan penuh dengan lumpur, bajunya juga terlihat compang-camping. Gadis itu duduk di tanah sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Bibirnya mengering karena dehidrasi dan kelereng bola matanya yang hijau terlihat sayu di balik kelopak matanya. Apalagi ada bekas pukulan lebam di dahi gadis itu.
Melihat pemandangan di depannya, segera Kaito menyentuh leher gadis itu. Masih ada denyut nadi.
"Hey, hey Nona! Apa kau dengar aku?" tanya Kaito pada gadis itu. Tak ada jawaban. Hanya suara deru nafas gadis itu yang semakin terdengar oleh Kaito.
"To...long...," lirih gadis itu. Lalu dia memejamkan matanya—tak sadarkan diri.
"Jangan—ah, astaga!" Kaito menatap panik gadis itu lalu menoleh ke kanan dan kiri—berharap ada seseorang yang mampu dimintai tolong di sekitar sana. Namun sayangnya, tak seorangpun ada di sana kecuali dirinya dan gadis itu. Kaito lalu menatap wajah gadis itu. Dia tak pernah melihat gadis itu sebelumnya di kota ini. Apakah dia seorang pendatang?
Tak ada waktu untuk memikirkan itu, batin Kaito. Dia lalu mengalungkan riflenya di leher, mendekati gadis itu dan menggendong tubuh mungil itu dengan kedua tangannya. Menggendong gadis itu dengan bridal style. Kaito tahu dia sedang kehabisan uang, tapi gadis ini perlu ditolong.
Lebih butuh di tolong dibanding dirinya yang kesepian...
Gadis itu melahap roti mungil yang disediakan Kaito dengan lahap. Gadis itu sudah sadar sejak setengah jam yang lalu. Kaito menatap gadis yang makan di hadapannya itu. Tanpa sadar dia tersenyum kecil melihat gadis itu melahap dengan rakus roti keju itu seolah-olah roti itu akan meledak jika tidak cepat-cepat dimasukkan ke mulut.
"Enak?" tanya Kaito. Gadis itu mengangguk-angguk antusias. Lalu dirinya menatap Kaito. Ternyata gadis itu punya mata hijau ocean yang indah—mengingatkan Kaito pada samudra lautan Pasifik yang indah dan diagung-agungkan orang. Bibir mungil gadis itu kemudian terbuka sedikit setelah ia menelan sisa roti di mulutnya.
"Kau tidak makan?" tanyanya. Kaito memegangi perutnya sendiri yang kosong sejak tadi pagi. Lapar? Kau boleh bertaruh kalau Kaito kelaparan. Tentu saja.
Namun bisakah dia katakan itu di depan gadis yang jauh lebih membutuhkan makan dibanding dirinya?
"Aku... aku sudah makan," jawab Kaito berbohong. Gadis itu mengangkat kedua alisnya. Wajah yang lusuh itu kini sudah bersih. Menampakkan wajah mungil dan manis gadis itu.
"Benarkah?" tanya gadis itu. Kaito kini mengangguk untuk meyakinkannya.
"Maafkan aku kalau bertanya dengan lancang... tapi kau darimana?" tanya Kaito penasaran. Gadis itu mengernyit—tanda berpikir lalu dia memegangi kepalanya. Perlahan, dia menggelengkan kepalanya.
"Aku juga tidak tahu... aku benar-benar tidak tahu. Tiba-tiba saja aku terbangun berada di kota ini...," tuturnya dengan nada kebingungan. Kaito mengerjap tertarik lalu sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. Dia menatap lautan samudra pasifik di hadapannya.
"Bagaimana bisa begitu? Apa kau benar-benar tidak ingat mengapa kau bisa ada di sini?" tanya Kaito. Lagi-lagi gelengan kepala dari gadis itu.
"Maafkan aku… Aku sungguh tidak tahu..." katanya dengan nada menyesal. Kaito menghela nafas lalu menggedikan bahu dengan sikap toleran.
"Baiklah... lalu, siapa namamu?" tanya Kaito lagi. Gadis itu memejamkan matanya sejenak lalu mengernyitkan dahinya yang tiba-tiba terasa sakit. Apa-apaan ini?
"Nama?" gadis itu malah bertanya. Seolah-olah pertanyaan Kaito itu sungguh aneh. Kaito mengernyit. Ada yang salah dengan gadis ini. Jelas sungguh ada yang salah.
"Ya. Namamu?" ulang Kaito. Gadis itu kembali terdiam lalu matanya bergerak kesana-kemari dengan gelisah. Pada akhirnya dia menggigit bibir bawahnya dan menatap Kaito dengan menyesal.
"Aku... aku juga tak ingat siapa... namaku...?" gadis itu menghela nafas dengan putus asa.
Tatapan Kaito terhenti pada dahi gadis itu yang memar. Terlihat begitu mengerikan. Kaito menggigit bibir bawahnya dengan sikap gugup. Apakah gadis ini korban kriminalitas?
"Begitu? Baiklah...," deham Kaito setelah tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Kau sendiri... siapa namamu?" tanya gadis itu. Kaito menyunggingkan senyuman sekilas.
"Kaito Shion. Panggil saja Kaito," jawab Kaito seadanya. Gadis itu mengangguk lalu membalas senyuman Kaito dengan lebar. Hati Kaito terasa hangat melihatnya. Sudah lama dia tidak mendapat perlakuan santun dari seorang gadis yang bahkan tidak dikenalnya.
"Kaito… nama yang bagus. Terdengar sangat keren di telingaku," cengir gadis itu. Kaito tertawa kaku lalu memalingkan wajahnya yang sedikit memerah. Dia menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal.
"Nee, Kaito... bagaimana jika kau berikan aku nama?" tanya gadis itu. Kaito menatap gadis itu lama-lama lalu memerhatikannya dengan seksama. Gadis itu memakai gaun putih kotor selutut yang agak compang-camping, wajah manis namun bersinar... terlihat lembut dan menenangkan. Begitu cantik… seperti malaikat yang datang dari masa depan.
"Miku," panggil Kaito tanpa sadar. Gadis itu mengangkat kedua alisnya lalu tertawa pelan.
"Nama yang bagus... aku suka itu!" seru gadis itu senang. Kaito berdeham melihat tawa manis itu. Ada perasaan aneh menggelitik setiap gadis itu bereaksi terhadap apa yang dia katakan. Kaito Shion, tidak terbiasa menghadapi seorang gadis. Namun gadis itu...
Begitu berbeda.
"Ba-baguslah," jawab Kaito agak salah tingkah.
"Miku... bukankah terdengar manis, Kaito?" tanya gadis itu. Kaito mengangguk lalu tersenyum. Yah, walau setelah ini biaya hidupnya akan dua kali lipat lebih mahal dari biasanya...
"Hmm, agak aneh kalau kupanggil kau dengan namamu... bagaimana jika kupanggil... 'Onii-san'?" tanya Miku meminta persetujuan. Kaito terlonjak kaget lalu menatap gadis itu dengan pandangan melebar.
"A-apa, aku 'kan bukan kakakmu!" sentak Kaito kaget. Miku tertawa kecil lalu menjawab.
"Anggap saja aku ini adikmu. Lagipula, kita agak mirip, kok! Terus… Aku suka panggilan Onii-san untukmu... boleh, ya?" pinta Miku sekali lagi. Kaito mengernyit dan menatap gadis itu lama-lama. Gadis itu masih saja menunjukkan ekspresi memohonnya. Kaito lalu menghela nafas dengan pasrah.
"Terserah kau sajalah," jawab Kaito sambil memalingkah wajahnya ke arah lain. Malu.
"Baiklah... mulai sekarang aku panggil dirimu dengan sebutan Onii-san! Kaito Onii-san…" panggil Miku.
Panggilan sederhana yang menyenangkan hati yang selama ini selalu sendirian milik seorang Kaito Shion…
Tik. Tik. Tik. Tik.
Detikan jarum jam di malam hari seolah tak pernah berhenti. Seperti waktu yang terus berjalan—tanpa memikirkan nasib manusia akan membawanya kemana. Dan saat itu jugalah kau harus sadar bahwa waktu yang akan menjadi gurumu yang terbijak sepanjang masa.
Laki-laki berambut biru tua itu menatap datar langit-langit putih yang merupakan atap kamarnya. Dia menghela nafas berulang kali. Suara detik-detik jam yang ada di kamar itu seolah menertawakan kegelisahannya—saat Kaito kembali pada masa lalu. Bertemu dengan seorang gadis yang merubah hidupnya. Seulas senyuman terbentuk melengkung di bibir tipisnya. Dia membalikan tubuhnya ke kiri dan mendapati gadis itu di tempat tidur kecil terpisah yang di batasi dengan meja lampu kamar. Gadis itu tengah tertidur menghadap ke arahnya—seperti tak punya dosa, benar-benar malaikat.
Dalam dekapan kegelapan malam, Kaito Shion masih dapat melihat wajah tenang gadis itu.
Tentu saja dia tak pernah lupa bagaimana dia menemukan gadis itu—dan menamainya dengan nama 'Miku' yang mengingatkannya pada malaikat yang datang dari masa depan. Adik angkatnya yang amnesia ditemukannya dua tahun lalu bersama sejuta kenangan yang mungkin tak dapat diraihnya sepanjang usia.
Kaito ingat bagaimana dia akhirnya membawa Miku ke dokter dan memang betul adanya bahwa Miku terkena amnesia. Mungkin lebam di kepalanya waktu itu yang menjelaskan semuanya. Kemungkinannya, Miku dicopet. Karena gadis itu tak membawa barang berharga apapun.
Kaito juga pernah berniat melaporkan kejahatan ini pada atasannya—namun suara setan yang menggoda segera membuatnya mengurungkan niatnya itu. Entah mengapa dia tak ingin Miku cepat ditemukan oleh keluarga aslinya. Selama ini dia sudah cukup tinggal sendirian. Mungkin gadis ini… bisa membuatnya tidak kesepian lagi.
Anggap saja dia egois, tapi Kaito memang tidak mau siapapun mengambil Miku dari sisinya. Untuk saat ini.
Akhirnya Kaito memilih untuk bertanggungjawab atas keegoisannya sendiri. Dia mulai membiayai hidup mereka berdua dengan mengambil banyak shift di kantor polisi. Kesehatan? Haa, nyaris saja Kaito tak ingat pada kesehatannya sendiri jikalau bukan karena Miku memperingatkannya.
Kaito juga membiayai kebutuhan Miku—sekolah, buku, baju, makanan, dan lain sebagainya—tanpa merasa gadis itu menjadi bebannya. Melihat senyuman lembut Miku setiap hari tentunya sudah lebih dari cukup untuknya.
"Onii-san?" suara lembut itu memanggil namanya. Kaito mengerjap dan mendapati kelopak mata yang tadi tertutup di wajah Miku kini sudah terbuka setengahnya—menampakkan iris hijau samudra pasifik yang indah di sana.
"Ya?" balas Kaito berusaha terdengar datar.
"Onii-san tidak tidur?" tanya Miku. Mata itu sudah terbuka sempurna, menampakkan raut penasaran dalam wajah manis itu.
"Aku... tidak bisa tidur," kata Kaito mengaku. Miku terdiam sebentar lalu dia mendudukan diri di atas ranjangnya sendiri. Menyibakkan selimut tebal yang dipakainya lalu beranjak dan berdiri di lantai kayu yang sudah mulai lapuk dimakan usia.
"Kau mau kemana?" tanya Kaito begitu melihat Miku berjalan keluar kamar. Tak ada jawaban. Kaito menghela nafas saat Lili berjalan keluar. Mungkin... sekarang saatnya untuk tidur?
"Oke, Kaito… kau bisa lakukan ini," bisiknya pada diri sendiri. Kaito lalu mulai membolak-balikan tubuhnya di atas ranjangnya sendiri. Namun sudah berubah-ubah posisi, tak di dapatinya juga posisi yang memungkinkan dia untuk tidur. Dia mulai memejamkan matanya—berharap dengan itu, dia bisa tertidur pulas.
Kriieett...
Suara pintu di buka tidak dipedulikan Kaito sebelum aroma coklat panas yang khas membuatnya membuka kedua matanya dan melihat ke arah pintu.
Didapatinya Miku terngah berjalan ke arahnya dengan segelas coklat panas yang terlihat mengepul. Gadis itu tersenyum dan duduk di atas ranjang Kaito. Dia menyodorkan gelas itu.
"Minumlah, Onii-san... kau tahu khasiat minuman panas di malam hari? Hal itu dapat membuatmu rileks dan tidur lebih cepat...," tutur Miku sambil mengedipkan sebelah matanya. Kaito tertegun sejenak lalu meraih gelas yang disodorkan Miku serta meneguknya—merasakan cairan coklat panas itu menuruni kerongkongannya yang agak kering dan menciptakan rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Terima kasih," kata Kaito sambil menyodorkan gelas yang sudah kosong. Miku tersenyum dan mengangguk mengambil gelas itu serta metelakannya di meja samping Kaito
"Selamat malam, Onii-san...," dan sebuah kecupan kecil mendarat di dahi Kaito—membuat laki-laki itu berjengit sedikit merasakan hangat bibir Miku. Perasaannya mendadak menghangat.
Bisakah selamanya seperti ini?, tanya Kaito dalam hati.
Dan kini dia tak perlu waktu lagi untuk menjelajahi ruang mimpi.
To Be Continue
Yak. Bagian 1 selesai juga. :) sebenernya saya agak pusyang nulis sesuatu yang diluar kemampuan saya gini (pake bahasa formal, kaku, diksinya agak sedikit lebih berat dibanding fic saya yang laen) tapi... well, I'm trying! :3 kita gak bakal tau kemampuan kita sampe mana kalo nggak berani nyoba 'kan?
Siplah. Saya masih butuh banyak belajar nih TwTb
Reviewmu, kebahagiaanku!
Jadi, minta reviewnya dong? X'3
v
v
